BAB I PENDAHULUAN - BAB I SINGGIH DARMAPUTRA SEJARAH'17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan Negara Republik Indonesia menunjukan keanekaragaman kondisi

  geografis dan corak kehidupan serta sifat masyarakat yang multi etnis. Corak dan sifat masyarakat yang majemuk merefleksikan ragam budaya yang terbesar di seluruh Indonesia (R. Warsito, 2012 : 94). Budaya tersebut mempunyai nilai-nilai sosial dan seni yang tinggi. Masing-masing budaya memiliki ciri khas tersendiri yang akan membentuk suatu kebudayaan lokal. Budaya lokal Indonesia sangat membanggakan karena memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta memiliki keunikan tersendiri sebagai identitas bangsa (jurnal seni naluri reog brijo lor, Putra Cahyo Rumbiyardi dan Sariratun). Keanekaragaman kebudayaan di Indonesia juga dilengkapi dengan kehadiran pendukung kebudayaan dari bangsa- bangsa lain, (R.Warsito. 2012 : 96). Indonesia terdiri atas beberapa daerah yang masing-masing daerah memiliki ciri khas tersendiri, Seperti Jawa Tengah yang mempunyai banyak kesenian yang beragam sesuai dengan daerah asalnya, tetapi tidak semua masyarakat mengetahui keberadaannya. Ada beberapa kesenian Jawa yang masih dapat kita saksikan penampilannya saat ini, diantaranya Seni Burok atau Burokan, Sintren, Dogdog Kaliwon, Kuntulan, Calung, Barongan, Wayang Golek, Wayah Kulit Tari Topeng Brebes, Tari Topeng Sinok, Reog Banjarharjo, Angklung, Jaipong, dan sebagainya.

  Dari sekian banyak suku di Indonesia, suku Jawa di Jawa Tengah merupakan salah suku yang tidak dapat melepaskan diri dari musik dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap daerah di wilayah Indonesia memiliki musik daerah atau musik tradisional dengan lagu serta peralatan yang berbeda-beda.

  Pada umumnya, musik di Indonesia masih sederhana dan kental dengan unsur kesederhanaannya. Musik bagi mereka bukanlah sekedar hiburan, Akan tetapi musik bersatu dengan kebudayaan lainnya. Kemampuan bangsa Indonesia beradaptasi dalam menerima pengaruh budaya-budaya di masa lampau dapat memperkecil perbedaan-perbedaan, sehingga menumbuhkan sifat dan karakteristik yang umum dari bangsa tersebut, (R.Warsito. 2012 : 97). Namun jika ditelusuri lebih jauh, alat musik atau alat kesenian lainnya bukan hanya menjadi sebuah alat penghibur yang bisa dimainkan kapan saja.

  Seni merupakan ekspresi dari karakter jiwa yang dieksplorasikan terhadap kehidupan sehari-hari, sehingga kesenian setiap daerah atau etnis memiliki karakteristik tersendiri. Seni adalah segala sesuatu yang memiliki nilai keindahan, kehalusan, serta ramai. Seni juga diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu yang sungguh-sungguh bagus atau luar biasa (Badudu, 1994 : 1280, dalam Sujarwa, 2014 : 313). Hasil karya ini lahir bukan karena didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling pokok, melainkan oleh kebutuhan spiritualnya untuk melengkapi dan menyempurnakan derajat kemanusiaannya. Suatu karya seni mencerminkan identitas masyarakat dimana mereka tinggal, baik berupa adat istiadat maupun tata cara kehidupannya Bagus Susetyo (dalam jurnal seni musik, vol 2, 2013). Seni tradisional tidak lepas dari masyarakat pendukungnya, karena pada dasarnya seni budaya tumbuh dan berkembang dari leluhur masyarakat daerah pendukungnya.

  Suatu hasil karya seni adalah wujud yang menjdai wadah seni. Wujud seni dikatakan bermutu apabila wijud itu mampu memperlihatkan keindahan serta berisi suatu pesan dan menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain (Bastomi, 1992 : 80). Bentuk lahiriah suatu seni dapat diamati dan dihayati. Bentuk hasil seni ada yang visual yaitu hasil seni yang dapat dihayati dengan indra pandang yaitu seni rupa, tetapi ada yang hanya dapat dihayati oleh indra melihat dan indra mendengar yaitu seni musik (Bastomi, 1992 : 2).

  Karya seni yang tidak diketahui penciptanya atau penciptanya secara kolektif pada suatu kelompok masyarakat di daerah tertentu (Bastomi dalam aesijah, 2011:21). Seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan yang dimaksud di sini adalah seni pertunjukan yang dikonsep sebagai satu kesatuan pertunjukan yang memuntai tempa dan tujuan tertentu, baik untuk kepentingan orang banyak, maupun bagi seni itu sendiri. Jenis-jenis seni pertunjukan meliputi seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni drama. Seni pertunjukan merupakan sebuah ungkapan budaya, wahana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan perwujudan norma-norma, estetik-estetik yang berkembang sesuai dengan zaman dan wilayah dimana bentuk seni pertunjukan itu tumbuh dan berkembang (Susetyo, 2009:1 dalam Galuh Prestisa, JSM 2,1 2013).

  Salah satu desa di daerah Brebes yang konsisten melestarikan peninggalan budaya ini adalah Desa Jipang. Mulai dari pertunjukan musik bambu yang dinamis serta atraktif. Pagelaran kesenian Jawa Tengah seperti calung tersedia di Desa Jipang ini. Calung sangat popular dimasyarakat Jipang karena Desa Jipang yang hanya memiliki kesenian ini di daerah Brebes.

  Kesenian calung merupakan kesenian yang berasal dari Provinsi Jawa Barat yang berkembang dan meluas ke wilayah kabupaten Brebes yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa barat, khususnya di Desa Jipang. Dilihat dari kacamata sejarah, masyarakat Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung merupakan keturunan orang Sunda yang berasal dari masyarakat kerajaan Padjajaran yang melarikan diri dari perang Bubat dan menemukan wilayah untuk bermukim dan melangsukan hidup, kemudian mempunyai anak dan cucu yang sampai sekarang masyarakat Desa Jipang menggunakan kebudayaan Sunda. Kesenian Calung merupakan kesenian yang diturun-temurukan kepada anak cucu mereka, supaya kesenian ini tetap lestari dengan perkembangan jaman yang semakin modern. Alat musik bambu seperti calung sudah menjadi kesenian khas Sunda. Ada beberapa alat musik bambu yang kini masih bertahan diantaranya calung jinjing, calung rantai, angklung. Namun dalam penelitian ini saya fokuskan terhadap kesenian Calung Jinjing.

  Pengambilan periode yang dimulai pada tahun 1985 dilihat dari kebangkitan kembali musik calung yang sempat terlupakan. Kemunculan kembali calung tidak lagi sebagai alat ritual melainkan sebagai kesenian daerah yang memiliki daya tarik tersendiri, yaitu : pementasan calung disertai dengan lawakan yang dimasukan pada tengah-tengah lagu yang sedang berjalan. Sedangkan batasan tahun hingga 2015 sebagai pembanding kesenian calung pada saat ini. Selama periode 1985-2015 peneliti mengkaji menganai bagaimana berdiri, perkembangan, kemundurannya, prestasi, serta cara untuk melestarikan. Selain itu juga pemilihan Desa Jipang dikarenakan kesenian Calung hanya tumbuh dan berkembang di daerah tersebut. Atas dasar itu maka skripsi ini berjudul “Perkembangan Sanggar Seni Calung Musik Gebyar Binangkit di Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes (Kajian Histori Tahun 1985- 2015)”.

B. Rumusan Masalah

  Permasalahan utama yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah “Bagaimana perkembangan Kesenian Calung di Desa Jipang pada tahun 1985- 2015?” Agar kajian penelitian ini dapat menjadi lebih fokus, maka rumusan masalah tersebut dibatasi dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimana kondisi umum Desa Jipang ?

  2. Bagaimana asal usul, karakteristik, dan teknik permainan Seni Calung ?

  3. Bagaimana perkembangan Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit ? C.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dilaksanakannya penulisan yang berjudul “Bagaimana perkembangan Kesenian Calung di Desa Jipang pada tahun 1985-

  2015?” Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Mengidentifikasi kondisi umum Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes.

  2. Mengungkap asal usul, karakteristik, dan teknik permainan seni calung Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes.

  3. Mendeskripsikan perkembangan Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit di Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis

  a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi dan mengembangkan ilmu sejarah perkembangan kesenian tradisional.

  b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penulis atau peminat yang tertarik untuk mengkaji kebudayaan yang terkandung dalam kesenian tradisional pada masyarakat.

  c. Hasil penelitian ini juga dapat dipandang sebagai pendokumentasian kesenian tradisional Calung yang diharapkan dapat mendukung pelestarian kebudayaan setempat.

  2. Manfaat praktis

  a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat luas yang perlu memahami kesenian tradisional terutama mengenai kesenian Calung, sehingga dapat berpartisipasi mengembangkan calung.

  b. Bagi pembuat kebijakan dapat dijadikan sebagai dasar program pembangunan seni budaya masyarakat.

  c. Bagi generasi muda supaya dapat tertarik, mengenal, ikut serta, antusias, memainkan, dan berperan langsung untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian Calung.

E. Kajian Pustaka

  1. Sanggar Seni Musik Tradisonal Calung Sanggar adalah suatu wadah, tempat atau perkumpulan baik individu atau kelompok yang pada umumnya program serta tujuan demi munculnya ide-ide baru, kemudian dikembangkan sehingga hasilnya dapat disampaikan pada masyarakat umum dan diterima serta dapat dinikmati masyarakat, Setyawati (dalam jurnal seni tari Shara Marsita Miradamiwati, 3 : 2014). Sanggar merupakan suatu tempat atau sarana yang digunakan oleh suatu komunitas atau sekumpulan orang untuk berkegiatan seni seperti seni musik, seni tari, seni lukis, seni peran dan sebagainya. Kegiatan yang ada dalam sebuah sanggar seni berupa kegiatan pembelajaran tentang seni, yang meliputi proses dari pembelajaran, penciptaan hingga produksi dan sebagian besar dilakukan di dalam sanggar (tergantung ada tidaknya fasilitas dalam sanggar), sanggar seni termasuk ke dalam jenis pendidikan nonformal. Dapat disimpulkan sanggar seni adalah tempat atau wadah bagi manusia melakukan dan mempelajari suatu kesenian yang bertujuan untuk menjaga kelestarian budaya di masyarakat Yulistio (dalam jurnal seni tari, vol 3 : 2014). Sanggar seni adalah tempat berkreativitas yang berkaitam tentang kesenian

  Seni menurut Schopenhauer (dalam Yeniningsih, 2007 : 215), merupakan segala usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk menyenangkan. Seni mengarah pada suatu tujuan, yaitu mengungkapkan perasaan manusia. Hal tersebut berkaitan dengan apa yang dialami oleh seorang seniman atau pelaku seni ketika menciptakan suatu karya seni, Bagus Susetyo (dalam jurnal seni musik vol 2, 2013).

  Musik adalah pengahayatan isi hati manusia yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang teratur dalam melodi atau ritme serta mempunyai unsur atau keselarasan yang indah (Sunarko, 1985:5). Istilah musik dikenal dari bahasa Yunani yaitu musike (Hardjana. 1983:5-6). Musike berasal dari kata muse-muse, yaitu sembilan dewa yunani dibawah dewa Apollo yang melindungi seni dan ilmu pengetahuan, Sila Widhyatama (dalam jurnal seni musik vol 1, 2012). Menurut (kbbi, 2014 : 330) musik merupakan ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama lagu dan keharmonisan, terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi.

  Tradisional merupakan istilah turunan dari kata radisi. Tradisi adalah sebagai suatu situasi proses sosial yang unsur-unsurnya diwariskan atau diturunkan dari angkatan satu ke angkatan yang lain (Humardani dalam Aesijah, 2011 : 22). Tradisional sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-menurun menurut tradisi adat (kbbi, 2014 : 583). Adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam msayarakat yang beranggapan bahwa cara- cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar (kbbi, 2014 : 582).

  Calung berasal dari kata ca yang artinya baca, maca, dan, waca, sedangkan lung berasal dari kata linglung (bingung). Dimasa lampau Waditra Calung disajikan sebagai alat mandiri (tunggal, biasanya dimainkan ditempat-tempat sepi oleh orang-orang yang sedang menunggu padi, diladang atau sawah, sambil menghalau burung. Bagi yang memainkannya, Calung merupakan musik pelipur lara atau pelipur hati yang sedang bingung (maca hate anu keur liwung), (Ubun Kubarsah.R, 1994 : 62).

  Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan bentuk penyajiannya maka kesenian Calung merupakan salah satu kesenian tradisional yang termasuk dalam kategori seni musik. (Umar Kayam, 1981 :60) menjelaskan tentang ciri-ciri kesenian tradisional ialah sebagai berikut : (a) Seni tradisional memilki jangkauan terbatas pada lingkungan kultur yang dapat menunjangnya. (b) Seni Tradisioanal merupakan sebuah pencerminan dari satu kultur yang berkembang sangat perlahan, disebabkan karena dinamika dari masyarakat penunjangnya yang memang demikian. (c) Merupakan bagian dari suatu kosmos kehidupan yang bulat dan tidak terbagi-bagi dalam pengkotakan spesialisasi. (d) Seni tradisional bukan merupakan hasil kreatifitas individu-individu tetapi tercipta secara anonim bersama dengan sifat kolektifitas masyarakat yang menunjangnnya.

  2. Penelitian yang relevan Penelitian terhadap perkembangan Kesenian Tradisional sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan kajian yang berbeda antara lain :

  Penelitian Eva Rosdiana (2016) yang berjudul Perkembangan Komunitas

  

Kesenian Jepin Tunas Muda Sapto Renggo Margo Utomo di Dukuh Sayangan

Desa Penanggungan Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Tahun

2005-2015. Bahwa penelitian tersebut dijelaskan mengenai gerakkan pada

Kesenian Jepin, instrumen pengiring.

  Penelitian Evi Afriyanto (2011) yang berjudul Apresiasi Masyarakat Desa

  

Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes Terhadap Musik Kesenian

Tradisional Calung . Bahwa penelitian tersebut dijelaskan mengenai masyarakat

  Desa Jipang dapat menikmati, memahami, menghayati, dan menghargai musik calung.

  Penelitian Lani Candilanita (2015) yang berjudul Perkembangan Kesenian

  

Lengger Banyumas Grup Tri Eko Budoyo di Desa Danasri Kecamatan

Nusawungi Kabupaten Cilacap . Bahwa penelitian tersebut dijelaskan mengenai

  bentuk pertunjukan Kesenian Lengger, perkembangan Kesenian Lengger, dan tanggapan masyarakat terhadap Kesenian Lengger Banyumas.

  Dari ketiga penelitian tersebut terdapat kesamaan yaitu sama-sama meneliti mengenai Kesenian Tradisional. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini, mengkaji Perkembangan Sanggar Seni Tradisional Calung Gebyar Binangkit. Dapat disimpulkan penelitian yang berfokus pada proses perkembangan seni tradisional calung yang dibawah naungan sanggar Gebyar Binangkit di Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes ini bisa dikatakan penelitian yang pertama dan masih orisinil.

F. Landasan Teori dan Pendekatan

  1. Landasan Teori Dengan kajian teori

  • – teori yang kuat, penelitian yang ditulis menjadi semakin jelas. Maka dari itu, teori sangat diperlukan dalam mengembangkan suatu penelitian agar suatu masalah dapat terpecahkan.

  a. Kesenian Tradisional Kesenian adalah salah satu penyangga kebudayaan dan berkembang menurut kondisi dari kebudayaan itu. Kebudayaan tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari masyarakat, kesenian merupakan kreatifitas dari kebudayaan dan pada dasarnya semua bentuk kesenian dianggap berasal dari ritual (kesukaan) kuno (Umar dan Lindsay dalam Sutardjo, 2008:54). Kesenian sebagai salah satu aspek kebudayaan yang memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat.

  Tradisional bisa diartikan : segala yang sesuai dengan tradisi, sesuai dengan kerangka pola - pola bentuk maupun penerapan yang selalu berulang Dapat disimpulkan bahwa tradisional adalah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun

  • – temurun dari orang tua atau dari nenek moyang.

  Kebudayaan baru mucul diperkotaan yaitu budaya urban yang merupakan suatu produk dari modernisasi yang terjadi sejak awal abad ke-20. Menurut Kuntowijoyo (dalam jurnal JIPS, Tanto Sukardi, no 22 tahun XII, edisi Januari-Juni : 2004), munculnya budaya urban atau modern perkotaan di Indonesia itu sebagai akibat dari adanya perubahan yang telah terjadi melalui dua jalur, yaitu : 1) akibat gerak gelombang westernisasi dan modernisasi yang datang melalui sistem ekonomi uang (monetisasi), kapitalisme niaga, kapitalisme industri, dan sistem pendidikan modern yang diintrodusir oleh kaum liberal Belanda dengan politik etisnya. 2) Sebagai akibat dari gerak gelombang nasionalisme yang merupakan tali pengikat solidaritas baru, dalam membentuk suatu negara kebangsaan yang merdeka melalui simbolis. Dari titik kesadaran ini kemudian muncul nilai-nilai baru, jiwa baru, dan hubungan sosial yang baru bersamaan dengan lahirnya kelas menengah yang baru dalam masyarakat. (Jurnal JIPS, Tanto Sukardi, no 22 tahun XII, edisi Januari-Juni, 40 : 2004). Salah satu kehidupan manusia yang membedakan dengan makhluk lain adalah adanya proses penciptaan dan pengetahuan yang selalu berkembang. Manusia tidak sekedar meniru kelakuan atau perilaku dari generasi yang sebelumnya, melainkan juga adanya perluasan peniruan, baik aspek nilai, kebendaan, fungsi maupun keberagamaan (sumber).

  Dewasa ini masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari kebudayaan asing, karena dalam kehidupannya masyarakat Indonesia sangat tergantung dari kebudayaan yang diikutinya. Begitu juga kemajuan suatu kebudayaan memerlukan dukungan dan kreativitas anggota masyarakat. Kemajuan budaya indonesia dapat digambarkan sebagai suatu bentuk konfigurasi semacan mosaik. Dalam prakteknya bentuk budaya tradisional sebagai suatu ekspresi dari struktur hirarkis masyarakat feodal tradisional dipisahkan ke dalam pengelompokkan yang dikotomis, yaitu budaya agung (tradisi agung) dan budaya jelata (tradisi kecil). Budaya agung berkembang di pusat-pusat kebudayaan seperti istana, keraton, yang didukung oleh golongan bangsawan dan elit tradisional feodal (Jurnal JIPS, Tanto Sukardi, no 22 tahun XII, edisi Januari-Juni, 40 : 2004). Sementara budaya jelata merupakan pemaknaan dari tradisi yang berlangsung dalam masyarakat petani di pedesaan dalam kehidupan sehari-hari, yang bersifat kolektif dan anonym, terbatas pada komunitas kecil, dan tidak terdidik Redfield (dalam jurnal JIPS, Tanto Sukardi, no 22 tahun XII, edisi Januari-Juni : 2004). Dinamika perubahan dalam masyarakat urban itu pada gilirannya mengakibatkan terjadinya pergeseran kota-kota dengan segala atributnya, kemudian kota-kota berkembang menjadi metropolis yang melebar dan berperan sebagai pusat-pusat budaya modern.

  Sejumlah kesamaan karakteristik kebudayaan sebagian pengalaman hidup yang dimiliki oleh sebagian kelompok orang.

  Kesamaan itu berasal dari satu sumber yang sama tetapi dapat diteriman dengan positif oleh beberapa komunitas yang satu sama lain berbeda kebudayaan induknya. (sumber). Manusia berkembang secara bertahap dari tata hidup yang rendah atau homogen hingga mencapai kelengkapan tata hidup berikutnya atau heterogen (sumber). Kebudayaan manusia berkembang secara linier alamiah atau bertahap sebagaimana tahap tata hidupnya. Oleh karena itu pengikut pemikiran ini mempostulatakan kebudayaan adanya kebudayaan rendah dan tinggi “terbelakang dan maju”.

  Masyarakat beranggapan bahwa tradisional dan modern adalah dua hal yang saling berlawanan membentuk oposisi biner. Hal tersebut kemudian memicu anggapan bahwa tradisional adalah hal-hal yang berbau kuno dan tidak dapat menyesuaikan dengan perkembangna zaman, sedangkan modern mengacu kepada sifat-sifat yang terbarukan

  

(up to date) dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan. Pada

  kasus perkembangan seni banyak orang menganggap bahwa kesenian tradisional akan kalah dengan kesenian modern karena kesenian modern dianggap lebih mampu dalam hal memuaskan jiwa atau batin masyarakat. Kesenian modern diartikan sebagai kesenian yang lahir mengikuti gerak zaman dan selalu kontemporer (terbarukan).

  Penjelasan di atas tentu saja bisa benar dan bisa pula salah. Menjadi benar jika kita melihat realitas di lapangan bahwa sebagian besar kesenian yang lahir pada masa lampau yang dianggap sebagai seni tradisional sebagian telah mengalami kekurangan pendukung, sehingga ada kekhawatiran akan mengalami kepunahan. Sementara di sisi lain, generasi yang lahir belakangan telah melahirkan kesenian baru yang sama sekali berdeda dengan kesenian sebelumnya dan memiliki pendukung yang jauh lebih banyak dan lebih eksis. Kondisi semacam itu oleh sebagian kalangan dianggap menghawatirkan jika betul-betul punah. Dengan mengacu pada kreativitas yang berkembang tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa bermacam- macam perbedaan sistem budaya, adanya tekanan-tekanan dan ancaman, serta adanya perubahan silang antar unsur budaya yang merupakan pendorong untuk berkreativitas. Seni modern yang merupakan unsur penting budaya nasional Indonesia modern mampu melakukan transformasi diri dengan mengangkat khasanah vocabulary, unsur-unsur budaya lokal tradisional sebagai sumber inspirasi yang melahirkan karya seni modern yang berbobot yang diakui masyarakat internasional.

  Untuk mengembangkan seni pertunjukan tradisional mengandung nilai besar dengan usaha perluasan pandangan sebagai usaha pernyiapan prasarana dan tujuan untuk memperbesar kemungkinan berkarya. Dapat diartikan bahwa untuk mempertahankan kesenian tradisional tidak semata-mata dengan menjadikan barang mati. Alasan pertama untuk mempertahankan kesenian tradisional adalah pengenalan secara luas, membentuk suatu keakraban dengan sesuatu yang dikenal, sebagai sesuatu landasan untuk menggerakan karya bagi seniman dan terwujudnya apresiasi bagi si penikmat (Sedyawati.Edi, 1981 : 51). Suatu hal lain yang membuat usaha menghidupkan kesenian tradisional adalah kenyataan adanya pengaruh dari luar tradisi yang memungkinkan adanya timpangnya keseimbangan yang menganggap segala sesuatu yang datang dari luar sebagai tanda kemajuan. Maka yang patut diusahakan adalah membuat kesenian tradisional tidak kehilangan hidupnya dan membuatnya senatiasa mampu menyediakan iklim merdeka dalam mewujudkan aspirasi dari seniman dan aspirasi dari masyarakat.

  2. Pendekatan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Antropologi

  Budaya dan Sosiologi untuk memperjelas analisis penelitian yang berjudul “Perkembangan Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit, Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Tahun 1985- 2015”.

  a. Antropologi Budaya teridiri dari dua buah kata yaitu kata Antropologi dan kata budaya. Secara harfiah Antropologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata antropos yang berarti manusia dan kata logos yang berarti ilmu atau studi (T.O. Ihroni, 1999:1). Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa (R.Warsito, 2012:49). Jadi Antropologi budaya merupakan ilmu ysng yang mempelajari bagaimana manusia dengan akal dan struktur fisiknya yang unik, mengubah lingkungannya yang tidak ditentukan oleh pola naluriah, melainkan berhasil mengubah lingkungan hidupnya berdasarkan pengalaman dan pengajaran dalam arti seluas-luasnya (R.Warsito, 2012:12). Antropologi budaya ini akan membantu penulis dalam menganalisi budaya masyarakat yang berkaitan dengan perkembangan Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit.

  b. Pendekatan Sosiologi, adalah suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat.

  Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari struktru sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Sosiologi berusaha memahami hakekat masyarakat dalam kehidupan kelompok, baik struktur, dinamika, institusi, dan interaksi sosialnya (Selo Soeamrdjan dan Soelaeman Soemardi, dalam buku Soerjono Soekanto, 2015 : 17). Pendekatan sosiologi ini dapat membantu peneliti dalam menganalisis kondisi umum masyarakat Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes, seperti sistem pemerintahan desa, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan mata pencaharian.

G. Metode Penelitian

  Dalam sebuah penelitian pasti memerlukan suatu metode tertentu untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian yang bertujuan agar hasil yang didapatkan sesuai dengan tujuan awal penelitian. Di dalam penelitian ini digunakan metode sejarah, karena berkaitan dengan masa lampau yang sudah terjadi. Pengertian metode sejarah disini yaitu, suatu proses menguji, menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

  Ada empat tahap dalam penelitian sejarah yang meliputi : (1) heuristik, (2) kritik, (3) interpretasi, dan (4) historiografi.

  1. Heuristik Heuristik berasal dari bahasa Yunani “Hueriskan yang artinya memperoleh

  (Renier,1997:113). Heuristik adalah tahap mengumpulkan sumber-sumber sejarah (A.Daliman, 2012:51). Dengan demikian dapat dipahami bahwa heuristik adalah upaya penelitian yang mendalam untuk menghimpun jejak sejarah atau pelacakan sumber berupa (sumber lisan, dokumen-dokumen, dan benda) agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian-kejadian bersejarah dimasa lampau (jurnal Alian,2012:8). Pada langkah heuristik, dilakukan dengan cara, sebagai berikut :

  1) Obervasi Observasi merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian, observasi dilakukan untuk mengetahui secara detail tentang lokasi maupun kondisi tempat (Desa Jipang) yang akan diteliti yaitu Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit.

  2) Wawancara Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu percakapan yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan oleh peneliti sebagai pewawancara (interviewer) dengan sejumlah orang sebagai responden atau yang diwawancarai (interview) untuk mendapatkan sejumlah informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti (Ulber Silalahi, 2009:312). Wawancara disini sebagai kegiatan komunikasi verbal dengan tujuan mendapatkan gambaran yang menyeluruh, juga akan mendapatkan informasi yang penting. Peneliti mencari sebanyak-banyaknya pelaku sejarah yang terlibat. Pencarian ini melibatkan pelaku, penyaksi, tokoh sejarah dan pelaku lain yang perlu diwawancarai mengenai perkembangan Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit. Peneliti dalam wawancara menggunakan wawancara pembicara informal. Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada spontanitas dalam mengajukan pertanyaan pada terwawancara. Hubungan wawancara dengan terwawancara dalam suasana pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari.

  3) Dokumentasi Dokumentasi merupakan suatu catatan tertulis atau gambar yang tersimpan tentang sesuatu yang terjadi, berupa foto-foto grup calung

  Gebyar Binangkit, Arsip (piagam), dan surat kabar. Dokumentasi merupakan bukti fisik berupa foto yang diambil pada saat mengadakan penelitian, dalam kegiatan observasi, wawancara dan pengamatan kegiatan sanggar (Jurnal Penelitian Kualitaif, Fitria Ismail,dkk, 2013:9).

  2. Kritik Setelah selesai dilaksanakannya langkah pengumpulan sumber-sumber sejarah (heuristik), maka langkah berikutnya adalah mengadakan kritik

  (verifikasi) sumber. Kritik sumber (verifikasi) adalah upaya untuk mendapatkan informasi yang hendak diuji terlebih dahulu validitasnya dan reliabilitasnya, sehingga data tersebut sesuai dengan fakta-fakta sejarah (A.Daliman, 2012:66). terdapat dua kritik sumber, eksternal dan internal. Kritik ekstern adalah mencari otentisitas atau keontetikan (keaslian) sumber dan kritik intern adalah penentuan yang menilai apakah sumber itu memiliki kredibilitasnya (kebiasaan untuk dipercaya) atau tidak (Sugeng Priyadi, 2011:75). Melalui kritik sumber diinginkan setiap data-data sejarah yang diberikan informan hendak diuji terlebih dahulu validitasnya dan reliabilitasinya, sehingga semua data itu sesuai dengan bukti- bukti dan fakta-fakta sejarah yang sesungguhnya.

  Dalam kritik disini yang pertama dilakukan adalah menetukan sifat sumber itu (apakah resmi/formal atau tidak resmi/informal), sebab sumber tidak resmi/informal dinilai lebih berharga daripada sumber resmi, sumber tidak resmi bukan dimaksudkan untuk dibaca orang banyak (untuk kalangan bebas) sehingga isinya bersifat apa adanya, terus terang, tidak banyak yang disembunyikan, dan objektif. Kedua menyoroti sumber harus dipastikan bahwa kesaksiannya dapat dipercaya, untuk itu harus mampu memberikan kesaksian yang benar dan harus dapat menjelaskan mengapa ia menutupi (merahasiakan) suatu peristiwa, atau sebaliknya melebih-lebihkan karena ia berkepentingan di dalammnya. Ketiga membandingkan kesaksian dari berbagai sumber dengan menjajarkan kesaksian para saksi yang tidak berhubungan satu sama lain sehingga informasi yang diperoleh objektif.

  3. Intepretasi Dengan demikian, setelah kritik selesai maka langkah berikutnya adalah melakukan interpretasi atau penafsiran dan analisis terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber. Interpretasi adalah upaya penafsiran fakta-fakta sejarah dalam kerangka rekontruksi realitas masa lampau (A.Daliman,2012:83). (Miles dan Hubberman dalam Tohirin, 2012:141) menjelaskan analisis merupakan langkah-langkah untuk memperoses temuan penelitian yang telah ditranskipkan melalui proses reduksi data, yaitu data disaring dan disusun kembali, dipaparkan, diverifikasi atau dibuat kesimpulan (Jurnal Penelitian Kualitatif, Firia Ismail,dkk, 2013:9). Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainnya dapat disusun dan dihubungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal, inilah permulaan mengadakan penafsiran fakta.

  4. Historiografi Historiografi adalah penulisan sejarah Alian (dalam Jurnal, 2012:12).

  Historiografi merupakan rekontruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses (Gootschalk, 1986:32). Tahapan ini merupakan tahapan akhir dalam langkah-langkah penulisan dengan cara merangkaikan berbagai interpretasi sebelumnya menjadi sebuah karya tulis. Dalam hal ini penulis menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap yang dilakukan sebelumnya dengan cara menyusunnya dalam suatu tulisan yang bermakna dalam bahasa yang sederhana dan menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar. Penyajian laporan hasil penelitian dari awal hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab.

H. Sistematika Penyajian

  Agar penulisan skripsi ini tersusun secara sistematis, maka penulisan skripsi ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: Bab pertama pendahuluan, pada bab ini peneliti berusaha untuk memaparkan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah yang menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian dan penulisan skripsi, rumusan masalah yang menjadi beberapa permasalahan untuk mendapatkan data-data temuan di lapangan, pembatasan masalah guna memfokuskan kajian penelitian sesuai dengan permasalahan utama, tujuan penelitian dari penelitian yang dilakukan, manfaat penelitian, metode dan teknik penelitian serta struktur organisasi dalam penyusunan skripsi.

  Bab kedua Peneliti akan membahas mengenai kondisi umum Masyarakat Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes yang meliputi kondisi administratif Desa Jipang dan kondisi sosial budaya Desa Jipang.

  Bab tiga peneliti membahas mengenai Asal-usul, karakteristik Calung Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes, dan Teknik Permainan Calung.

  Bab empat peneliti membahas mengenai perkembangan Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes tahun 1985-2015 yang meliputi periodisasi perkembangan Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit, prestasi yang diraih oleh Sanggar Seni Calung Gebyar Binangkit, prestasi sanggar Gebyar Binangkit, cara melestarikan seni calung, dan presiasi masyarakat terhadap kesenian tradisional calung

  Bab lima Simpulan dan Saran, bab terakhir ini berisi suatu kesimpulan dari pembahasan pada bab empat dan hasil analisis yang peneliti lakukan merupakan kesimpulan secara menyeluruh yang menggambarkan “Perkembangan Sanggar Seni Calung Binangkit Desa Jipang Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes berdasarkan rumusan masalah yang peneliti ajukan dalam penelitian ini. Adapun saran yang peneliti tujukan kepada masyarakat kepada umumnya dan pemerintah khususnya untuk turut serta dalam upaya melestarian kesenian tradisional.