pembangkit listrik tenaga nuklir pltn (1)
Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir (PLTN)
Dosen Pembimbing
: Ir. Zainuddin Idris
Di Susun Oleh :
Nama
Nim
Rizki Adlan Rahmatullah
061430311121
M. Langkawi Diki Farisa
061430311110
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK
PALEMBANG
2015
Bab I
PENDAHULUAN
Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk
bom atom yangdijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang
Dunia II tahun 1945. Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh
bom tersebut sehingga pengaruhnya masih dapatdirasakan sampai
sekarang. Di samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat,
sejak lamaorang telah memikirkan bagaimana cara memanfaatkan
tenaga nuklir untuk kesejahteraanumat manusia. Sampai saat ini
tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakansecara luas
dalam berbagai bidang antara lain bidang industri, kesehatan,
pertanian,peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran,
pengawetan bahan makanan,bidang hidrologi, yang merupakan
aplikasi teknik nuklir untuk non energi.
Salah satu pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang energi saat
ini sudah berkembang dan dimanfaatkansecara besar-besaran dalam
bentuk Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN), dimana tenaganuklir
digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang relatif murah,
aman dan tidak mencemari lingkungan.
Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai
dikembangkan secara komersialsejak tahun 1954. Pada waktu itu di
Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu unitPLTN air ringan
bertekanan tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian mencapai
daya 5Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris dikembangkan PLTN jenis Gas
Cooled Reactor (GCR +Reaktor berpendingin gas) dengan daya 100
Mwe.
Pada tahun 1997 di seluruh dunia baik dinegara maju maupun
negara sedang berkembang telah dioperasikan sebanyak 443 unit
PLTNyang tersebar di 31 negara dengan kontribusi sekitar 18 % dari
pasokan tenaga listrik duniadengan total pembangkitan dayanya
mencapai 351.000 Mwe dan 36 unit PLTN sedang dalamtahap kontruksi
di 18 negara.
Bab II
PEMBAHASAN
Definisi PLTN
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun
pembangkit listrik thermal dimana panas yang dihasilkan diperoleh
dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.PLTN termasuk
dalam pembangkit daya base load, yang dapat bekerja dengan baik
ketikadaya keluarannya konstan (meskipun boiling water reactor
dapat turun hingga setengah dayanya ketika malam hari).
Daya yang dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari
40MWe hingga 1000 MWe. Unit baru yang sedang dibangun pada
tahun 2005 mempunyai daya 600-1200 MWe. Hingga tahun 2005
terdapat 443 PLTN berlisensi di dunia, dengan 441diantaranya
beroperasi di 31 negara yang berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut
menyuplai17% daya listrik dunia.
Proses Pembangkitan Listrik oleh PLTN
Cara Kerja PLTN
Proses kerja PLTN hampir sama dengan proses kerja pembangkit
listrik lain seperti PLTU. Yang membedakannya hanya sumber panas
yang digunakan. PLTN mendapatkan sumber panas dari reaksi nuklir,
sedangkan PLTU mendapatkan sumber panas dari pembakaran bahan
bakar fosil seperti batu bara atau minyak bumi.
Reaksi fisi
Reaksi nuklir ini terjadi di dalam reaktor nuklir. Reaktor
dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN, dan hanya
memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi. Sedangkan
kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap
menggunakan batang kendali. Karena memanfaatkan panas hasil fisi,
reaktor tersebut dirancang berdaya termal tinggi dari orde ratusan
hingga ribuan MW. Terdapat dua jenis reaktor fisi nuklir, antara lain :
1. thermal reactor powerplant;
2. fast-breeder-reactor powerplan.
Pada reaktor termal untuk pembangkit komersial terdapat empat jenis
reaktor, antara lain :
1.
Pressurized-water-reactor (PWR);
2.
Boiling Water Reactor (BWR);
3.
Gas Cooled Reactor (GCR);
4.
Pressurized Heavy Water Reactor (PHWR).
Berikut ini adalah beberapa contoh skema proses reaktor termal
untuk PWR dan BWR :
Pressurized-water-reactor (PWR)
Boiling Water Reactor (BWR)
Secara singkat, proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk
menghasilkan energi listrik di dalam PLTN adalah sebagai berikut :
- Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga melepaskan
energi dalam bentuk panas yang sangat besar
- Panas dari hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk
menguapkan air pendingin, dapat berupa pendingin primer maupun
sekunder, bergantung pada tipe reakor nuklir yang digunakan.
- Uap air yang dihasilkan ini dipakai untuk memutar turbin sehingga
menghasilkan energi kinetik
- Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar
generator sehingga menghasilkan arus listrik.
PLTN di Indonesia
Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), sehingga belum ada sebuah
pun PLTN yang dapat dioperasikan untuk mengurangi beban
kebutuhan energi listrik yang saat ini semakin meningkat di
Indonesia. Padahal energi nuklir saat ini di dunia sudah cukup
berkembang dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik dunia. Hal
ini menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi potensial,
berteknologi tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan
berwawasan lingkungan, serta merupakan sumber energi alternatif
yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan Energi Jangka
Panjang bagi Indonesia guna mendukung pembangunan yang
berkelanjutan.
Berdasarkan statistik PLTN dunia tahun 2002 terdapat 439 PLTN
yang beroperasi di seluruh dunia dengan kapasitas total sekitar
360.064 GWe, 35 PLTN dengan kapasitas 28.087 MWe sedang dalam
tahap pembangunan. PLTN yang direncanakan untuk dibangun ada 25
dengan kapasitas 29.385 MWe. Kebanyakan PLTN baru dan yang akan
dibangun berada di beberapa negara Asia dan Eropa Timur. Memang
di negara maju tidak ada PLTN yang baru, tetapi ini tidak berarti
proporsi listrik dari PLTN akan berkurang. Di Amerika beberapa PLTN
telah mendapatkan lisensi perpanjangan untuk dapat beroperasi
hingga 60 tahun, atau 20 tahun lebih lama daripada lisensi awalnya.
Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan
pengoperasian PLTN sudah dimulai pada tahun 1956 dalam bentuk
pernyataan dalam seminar-seminar yang diselenggarakan di
beberapa universitas di Bandung dan Yogyakarta. Meskipun demikian
ide yang sudah mengkristal baru muncul pada tahun 1972 bersamaan
dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN)
oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen
Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (Departemen PUTL). Kemudian
berlanjut dengan diselenggarakannya sebuah seminar di
Karangkates, Jawa Timur pada tahun 1975 oleh BATAN dan
Departemen PUTL, dimana salah satu hasilnya suatu keputusan
bahwa PLTN akan dikembangkan di Indonesia. Pada saat itu juga
sudah diusulkan 14 tempat yang memungkinkan di Pulau Jawa untuk
digunakan sebagai lokasi PLTN, dan kemudian hanya 5 tempat yang
dinyatakan sebagai lokasi yang potensial untuk pembangunan PLTN.
Semenanjung Muria, Jawa Tengah
Pada perkembangan selanjutnya setelah dilakukan beberapa
studi tentang beberapa lokasi PLTN, maka diambil suatu keputusan
bahwa Semenanjung Muria adalah lokasi yang paling ideal dan
diusulkan agar digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTN yang
pertama di Indonesia. Disusul kemudian dengan pelaksanaan studi
kelayakan tentang introduksi PLTN yang pertama pada tahun 1978
dengan bantuan Pemerinatah Itali, meskipun demikian, rencana
pembangunan PLTN selanjutnya terpaksa ditunda, untuk menunggu
penyelesaian pembangunan dan pengoperasian reaktor riset
serbaguna yang saat ini bernana “GA Siwabesy” berdaya 30 MWth di
Puspiptek Serpong.
Pada tahun 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan
reevaluasi dan pembaharuan studi yang sudah dilakukan dengan
bantuan International Atomic Energy Agency(IAEA), Pemerintah
Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International,
Perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan
Pemerintah Itali melalui perusahaan CESEN. Dokumen yang dihasilkan
dan kemampuan analitis yang dikembangkan dengan program
bantuan kerjasama tersebut sampai saat ini masih menjadi dasar
pemikiran bagi perencanaan dan pengembangan energi nuklir di
Indonesia khususnya di Semenanjung Muria.
Pada tahun 1989, Pemerintah Indonesia melalui Badan
Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) memutuskan untuk melakukan
studi kelayakan yang komprehensif termasuk investigasi secara
mendalam tentang calon tapak PLTN di Semenanjung Muria JawaTengah. Pelaksanaan studi itu sendiri dilaksanakan di bawah
koordinasi BATAN, dengan arahan dari Panitia Teknis Energi (PTE),
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan dilakukan
bersama-sama oleh beberapa instansi lain di Indonesia.
Pada bulan Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja
tentang studi kelayakan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc.
Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan meliputi
pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN,
serta suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan
pembangunan berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat
mencapai 7000 MWe. Sebagian besar kontrak kerja ini digunakan
untuk melakukan pekerjaan teknis tentang penelitian pemilihan dan
evaluasi tapak PLTN di lokasi tapak di Semenanjung Muria.
Pada 2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah
dilakukan dengan baik pada tahun 1992 dan 1993. Pada fase ini 3
buah calon tapak yang spesifik sudah berhasil dilakukan dengan studi
perbandingan dan ditentukan rangkingnya. Sebagai kesimpulan
didapatkan bahwa calon tapak terbaik adalah tapak PLTN Ujung
Lemahabang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi akhir (Step-3)
dilakukan dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk
melakukan konfirmasi apakah calon tapak tersebut betul dapat
diterima dan memenuhi standar internasional.
Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat diselesaikan pada tahun
1995. Secara keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung Muria
dapat diselesaikan pada bulai Mei tahun 1996. Selain konfirmasi
kelayakan calon tapak di Semanjung Muria, hasil lain yang penting
adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas antara 600 s/d
900 MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria dan kemudian
dioperasikan sekitar tahun 2004 sebagai solusi optimal untuk
mendukung sistem kelistrikan Jawa-Bali.
Pada tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi beberapa
studi tambahan yang mendukung studi kelayakan yang sudah
dlakukan, antara lain studi penyiapan “Bid Invitation Specification”
(BIS), studi pengembangan dan evaluasi tapak PLTN, studi
perencanaan energi dan kelistrikan nasional dan studi pendanaan
pembangunan PLTN.
Selain itu juga dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung
aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan mengembangkan
penelitian di beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain
penelitian teknologi dan keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan
bakar nuklir dan limbah radioaktif serta menyelenggarakan kerjasama
internasional dalam bentuk partisipasi desain PLTN.
Akibat krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998, maka
dipandang layak dan perlu untuk melakukan evaluasi kembali tentang
kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply) energi khususnya
kelistrikan di Indonesia. Untuk itu suatu studi perancanaan energi dan
kelistrikan nasional jangka panjang “Comprehensive Assessment of
Different Energy Resources for Electricity Generation in Indonesia”
(CADES) yang dilakukan dan diselesaikan pada tahun 2002 oleh
sebuah Tim Nasional di bawah koordinasi BATAN dan BPPT (Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan dukungan IAEA.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di
Indonesia diproyeksikan meningkat di masa yang akan datang.
Kebutuhan energi final (akhir) akan meningkat dengan pertumbuhan
3,4% per tahun dan mencapai jumlah sekitar 8146 Peta Joules (PJ)
pada tahun 2025. Jumlah ini adalah sekitar 2 kali lipat dibandingkan
dengan kebutuhan energi final di awal studi tahun 2000.
Pertumbuhan jenis energi yang paling besar adalah pertumbuhan
kapasitas pembangkitan energi listrik yang mencapai lebih dari 3 kali
lipat dari kondisi semula, yaitu dari 29 GWe di tahun 2000 menjadi
sekitar 100 GWe di tahun 2025. Jumlah kapasitas pembangkitan ini,
sekitar 75% akan dibutuhkan di jaringan listrik Jawa-Madura-Bali
(Jamali).
Dari berbagai jenis energi yang tersedia untuk pembangkitan
listrik dan dilihat dari sisi ketersediaan dan keekonomiannya, maka
energi gas akan mendominasi penyediaan energi guna pembangkitan
energi listrik, sekitar 40% untuk wilayah Jamali. Energi batubara akan
muncul sebagai pensuplai kedua setelah gas, yaitu sekitar 30% untuk
wilayah Jamali. Sisanya sekitar 30% untuk akan disuplai oleh jenis
energi yang lain, yaitu hidro, mikrohidro, geothermal dan energi baru
dan terbarukan lainnya. Diharapkan energi nuklir dapat menyumbang
sekitar 5-6% pada tahun 2025.
Mengingat situasi penyediaan energi konvensional termasuk
listrik nasional di masa mendatang semakin tidak seimbang dengan
kebutuhannya, maka opsi nuklir dalam perencanaan sistem energi
nasional jangka panjang merupakan suatu solusi yang diharapkan
dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan energi
khususnya listrik di Indonesia. Berdasarkan kajian yang sudah
dilakukan tersebut di atas maka diharapkan pernyataan dari semua
pihak yang terkait dengan pembangunan energi nasional bahwa
penggunaan energi nuklir di Indonesia sudah diperlukan, dan untuk
itu perlu dimulai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir
(PLTN) sekitar tahun 2010, sehingga sudah dapat dioperasikan secara
komersial pada sekitar tahun 2016.
BATAN sebagai Lembaga Pemerintah, berdasarkan Undangundang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, telah dan akan
terus bekerjasama dengan Lembaga Pemerintah terkait, Lembaga
Swadaya Masyarakat, Lembaga dan Masyarakat Internasional, dalam
mempersiapkan pengembangan energi nuklir di Indonesia, khususnya
dalam rangka mempersiapkan pengembangan energi nuklir tersebut
adalah studi dan kajian aspek energi, teknologi, keselamatan,
ekonomi, lingkungan hidup, sosial-budaya, dan manajemen yang
tertuang dalam bentuk rencana stratejik 2006-2010 tentang
persiapan pengembangan energi nuklir di Indonesia.
Pandangan Masyarakat terhadap Rencana Pembangunan PLTN
di Indonesia
Seiring dengan rencana pemerintah mendirikan PLTN di
Indonesia, timbul pro dan kontra dalam masyarakat mengenai hal ini.
Sebagian yang kontra meninjau ari sisi sosio-kultural, politik, ekonomi,
dan lingkungan dengan sedikit porsi tinjauan teknis, sedangkan pihak
yang pro melihat dari sisi teknis dan implementasi pembangunannya
semata dan dianggap kurang mengakomodasi pertimbanganpertimbangan sosial, kultural, ekonomi, dan politik.
Oleh karena itu, ada kesenjangan informasi yang perlu
dipertemukan antara yang dilantukan oleh pihak yang pro maupun
dan yang kontra. Sedikitnya porsi teknis yang dilantunkan pihak
kontra sangat wajar karena latar belakang pengetahuan mereka
tentang PLTN masih minim. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi
pihak pro untuk menyajikan secara benar dan objektif dari sisi sosiokultural, politik, ekonomi, dan lingkungan dengan porsi yang lebih
besar sehingga dapat mengimbangi lantunan teknisnya.
Secara garis besar, masyarakat yang kurang senang akan
kehadiran PLTN dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu
masyarakat awam, bagi mereka nuklir menimbulkan rasa takut
karena kurang paham terhadap sifat-sifat nuklir tersebut. Yang
termasuk kelompok ini antara lain : budayawan, politikus, tokoh
keagamaan dan beberapa anggota musyawarah umum lainnya.
Kedua adalah masyarakat yang sedikit pahamnya tentang nuklir.
Mereka menyangsikan kemampuan orang Indonesia dalam
mengoperasikan PLTN dengan aman, termasuk pengambilan limbah
radioaktif yang timbul dari pengoperasian PLTN itu. Termasuk dalam
kelompok ini adalah beberapa LSM dan kalangan akademis. Ketiga
adalah kelompok masyarakat yang cukup paham tentang nuklir tetapi
mereka menolak kehadiran PLTN karena mereka melihat PLTN dari
kacamata berbeda sehingga keluar argument-argumen yang berbeda
pula. Termasuk dalam kelompok ini adalahh beberapa pejabat dan
mantan pejabat pemerintah yang pernah berhubungan dengan
masalah keenergian, kelistrikan, dan penukliran.
Jenis-jenis PLTN
PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan.
Tetapi ada juga PLTNyang menerapkan unit-unit independen, dan hal
ini bisa menggunakan jenis reaktor yangberbeda. Sebagai tambahan,
beberapa jenis reaktor berikut ini, di masa depan
diharapkanmempunyai sistem keamanan pasif.
Reaktor Fisi
Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir
dari isotop fissiluranium dan plutonium.
Selanjutnya reaktor daya fisi dikelompokkan lagi menjadi:
Reaktor thermal menggunakan moderator neutron untuk
melambatkan atau me-moderate neutron sehingga mereka dapat
menghasilkan reaksi fissi selanjutnya. Neutron yang dihasilkan dari
reaksi fissi mempunyai energi yang tinggi atau dalamkeadaan
cepat, dan harus diturunkan energinya atau di lambatkan
(dibuathermal) olehmoderator sehingga dapat menjamin
kelangsungan reaksi berantai. Hal ini berkaitandengan jenis
bahan bakar yang digunakan reaktor thermal yang lebih
memilih neutron lambat ketimbang neutron cepat untuk
melakukan reaksi fissi.
2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa
memerlukan moderator neutron. Karena reaktor cepat
menggunkan jenis bahan bakar yang berbeda denganreaktor
thermal, neutron yang dihasilkan di reaktor cepat tidak perlu
dilambatkan gunamenjamin reaksi fissi tetap berlangsung.
Boleh dikatakan, bahwa reaktor thermalmenggunakan neutron
thermal dan reaktor cepat menggunakan neutron cepat
dalamproses reaksi fissi masing-masing.
3. Reaktor sub kritis menggunakan sumber neutron luar
ketimbang menggunakan reaksiberantai untuk menghasilkan
reaksi fissi. Hingga 2004 hal ini hanya berupa konsepteori saja,
dan tidak ada purwarupa yang diusulkan atau dibangun untuk
menghasilkan listrik, meskipun beberapa laboratorium
mendemonstrasikan dan beberapa ujikelayakan sudah
dilaksanakan.
1.
Reaktor thermal
Light water reactor (LWR)
Boiling water reactor (WR)
Pressurized water reactor (PWR)
SSTAR, a sealed, reaktor untuk jaringan kecil, mirip PWR
Moderator Grafit:
Magnox
Advanced gas-cooled reactor (AGR)
High temperature gas cooled reactor (HTGR)
RBMK
Pebble bed reactor (PBMR)
Moderator Air berat:
SGHWR
CANDU
Reaktor cepat
Meski reaktor nuklir generasi awal berjenis reaktor cepat, tetapi
perkembangan reaktor nuklir jenis ini kalah dibandingkan dengan
reaktor thermal.
Keuntungan reaktor cepat diantaranya adalah siklus bahan
bakar nuklir yangdimilikinya dapat menggunakan semua uranium
yang terdapat dalam urainum alam, dan jugadapat
mentransmutasikan radioisotop yang tergantung di dalam limbahnya
menjadi material luruh cepat. Dengan alasan ini, sebenarnya reaktor
cepat secara inheren lebih menjaminkelangsungan ketersedian energi
ketimbang reaktor thermal. Lihat juga reaktor fast breeder.Karena
sebagian besar reaktor cepat digunakan untuk menghasilkan
plutonium, maka reaktor jenis ini terkait erat dengan proliferasi nuklir.
Lebih dari 20 purwarupa (prototype) reaktor cepat sudah
dibangun di Amerika Serikat,Inggris, Uni Sovyet, Perancis, Jerman,
Jepang, India, dan hingga 2004 1 unit reaktor sedangdibangun di
China. Berikut beberapa reaktor cepat di dunia:
EBR-I, 0.2 MWe, AS, 1951-1964.
Dounreay Fast Reactor, 14 MWe, Inggris, 1958-1977.
Enrico Fermi Nuclear Generating Station Unit 1, 94 MWe, AS, 19631972.
EBR-II, 20 MWe, AS, 1963-1994.
Phénix, 250 MWe, Perancis, 1973-sekarang.
BN-350, 150 MWe plus desalination, USSR/Kazakhstan, 1973-2000.
Prototype Fast Reactor, 250 MWe, Inggris, 1974-1994.
BN-600, 600 MWe, USSR/Russia, 1980-sekarang.
Superphénix, 1200 MWe, Perancis, 1985-1996.
FBTR, 13.2 MWe, India, 1985-sekarang.
Monju, 300 MWe, Jepang, 1994-sekarang.
PFBR, 500 MWe, India, 1998-sekarang.
Daya listrik yang ditampilkan adalah daya listrik maksimum,
tanggal yang ditampilkan adalahtanggal ketika reaktor mencapai
kritis pertama kali, dan ketika reaktor kritis untuk teakhir kalibila
reaktor tersebut sudah di dekomisi (decommissioned).
Reaktor Fusi
Fusi nuklir menawarkan listrik. Hal ini masihmenjadi bidang
penelitian aktif dengan skala besar seperti dapat dilihat di JET, ITER,
dan Zmachine
Keselamatan Nuklir
Berbagai usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi
kesehatan dan keselamatanmasyarakat, para pekerja reaktor dan
lingkungan PLTN. Usaha ini dilakukan untuk menjaminagar radioaktif
yang dihasilkan reaktor nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik
selamaoperasi maupun jika terjadi kecelakaan. Tindakan protektif
dilakukan untuk menjamin agar PLTN dapat dihentikan dengan aman
setiap waktu jika diinginkan dan dapat tetapdipertahanan dalam
keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan yang cukup. Untuk inipanas
peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor, karena
dapat menimbulkanbahaya akibat pemanasan lebih pada reaktor.
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkansifat-sifat
alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah
neutron yangtidak tertangkap maupun yang tidak mengalami proses
perlambatan akan bertambah, sehinggareaksi pembelahan
berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini
akanmenjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem
kendali gagal beroperasi.
Penghalang Ganda
PLTN mempunyai sistem pengaman yang ketat dan berlapislapis, sehinggakemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang
ditimbulkannya sangat kecil. Sebagaicontoh, zat radioaktif yang
dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (>
99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang
berfungsi sebagaipenghalang pertama. Selama operasi maupun jika
terjadi kecelakaan, kelongsongan bahanbakar akan berperan sebagai
penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat
radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Dalam hal zat radioaktif
masih dapat keluar dari dalamkelongsongan, masih ada penghalang
ketiga yaitu sistem pendingin.
Lepas dari sistempendingin, masih ada penghalang keempat berupa
bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal± 20 cm. Penghalang kelima adalah
perisai beton dengan tebal 1,5-2 m. Bila zat radioaktif itumasih ada
yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu
sistempengungkung yang terdiri dari pelat baja setebal ± 7 cm dan
beton setebal 1,5-2 m yang kedapudara. Jadi selama operasi atau jika
terjadi kecelakaan, zat radioaktif benar-benar tersimpandalam reaktor
dan tidak dilepaskan ke lingkungan. Kalaupun masih ada zat
radioaktif yangterlepas jumlahnya sudah sangat diperkecil sehingga
dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.
Pertahanan Berlapis
Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsafah pertahanan
berlapis ( defence indepth). Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan
keselamatan pertama, PLTN dirancang,dibangun dan dioperasikan
sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi
danteknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi
dengan sistempengaman/keselamatan yang digunakan untuk
mencegah dan mengatasi akibat-aibat darikecelakaan yang mungkin
dapat terjadi selama umur PLTN dan lapis keselamatan ketiga,PLTN
dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan, yang dapat
diperkirakan dapat terjadipada suatu PLTN. Namun demikian
kecelakaan tersebut kemungkinan terjadinya sedemikiansehingga
tidak akan pernah terjadi selama umu uperasi PLTN.
Faktor Pencemaran Lingkungan dan
Kesehatan
Faktor pokok kedua dari perbandingan ini adalah tentang polusi
yang dihasilkan oleh masing-masing pembangkit listrik. Dari data
yang ada, pencemaran udara dari batubara adalah jauh lebih besar
daripada bahan bakar nuklir, terutama asap dari hasil pembakaran
batubara dalam tungku PLTU.
Meskipun berdasarka Undang-Undang No. 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup setiap PLTU baru diwajibkan untuk
memakai "scrubbers" (flue-gas desulphurizer) untuk mengurangi
kadar polutan yang dikeluarkannya, PLTU tetap memegang peranan
penting datam pencemaran udara secara keseluruhan. Adapun
beberapa polutan utama yang dihasilkan dari PLTU adalah sebagai
berikut:
gas SOx yang dikenal sebagai sumber gangguan paru-paru dan
berbagai penyakit pernafasan.
gas NOx, yang bersama dengan gas SOx adalah penyebab dari
fenomena "hujan asam" yang terjadi di banyak negara maju dan
berkembang, terutama yang menggantungkan produksi listriknya dari
PLTB. Fenomena ini diperkirakan membawa dampak buruk bagi
industri peternakan dan pertanian.
gas COx yang membentuk lapisan yang menyelubungi
permukaan bumi dan menimbulkan efek rumah kaca ("green-house
effect") yang pada akhirnya menyebabkan pergeseran cuaca yang
telah terbukti di beberapa bagian dunia.
partikel-partikel debu selain mengadung unsur-unsur radioaktif
juga berbahaya bagi kesehatan jika sampai terhirup masuk ke dalam
paru-paru.
logam-logam berat seperti Pb,Hg,Ar,Ni,Se dan lain-lain, yang
terbukti terdapat dengan kadar jauh di atas normal di sekitar PLTU.
Sebagai kondensator dari sikius uap air primer, kedua jenis
pembangkit listrik di atas memanfaatkan air dari sumber yang
berdekatan dengan lokasinya. Oleh karena itu polusi air yang
disebabkan oleh masing-masing kurang lebih berimbang untuk
ukuran generator yang sama. Sebuah PLTN rata-rata beroperasi
dengan efisiensi panas 33% (40% untuk PLTU). Jadi kurang lebih dua
pertiga dari panas yang dihasilkan oleh bahan bakar terpaksa dilepas
ke lingkungan meialui sikius pendingin.
Untuk sebuah PLT (nuktir atau batubara) dengan ukuran 1.000
MWe yang beroperasi dengan efesiensi 35%, dihasilkan sekitar 1.860
MW sisa panas. Jika air diambil dengan debit 100 m3/s, maka air yang
keluar dari sikius sekunder ini akan mengalami kenaikan suhu sekitar
4,5oC, suatu angka yang cukup untuk menggangu kesetimbangan
ekosistim dari organisms yang hidup di sumber air tersebut. Dampak
ini akan bertambah lagi dengan adanya bahan-bahan kimia pemurni
air yang dicampurkan sebelum air tersebut masuk ke sikius
pendingin.
Bertentangan dengan anggapan umum, radiasi sinar-sinar
radioaktif (selanjutnya akan disebut radiasi) bukanlah sumber utama
polusi pada PLTN. Malah terbukti bahwa secara rata-rata untuk
seorang yang tinggal sampai 1 km dari sebuah reaktor nuklir, dosis
radiasi yang diterimanya dari bahan-bahan yang dipakai di reaktor
tersebut adalah kurang dari 10% dari dosis radiasi alam (dari batuan
radioaktif alami, sinar kosmis, sinar-sinar radioaktif untuk maksudmaksud medis) .
Kalau untuk tambang-tambang batubara dikenal istilah "black
lung", dimana partikel batubara yang terh-irup oleh para pekerja
tambang mengendap di paru-paru dan menimbulkan berbagai
macam gangguan kesehatan, para pekerja di tambang Uranium
(bahan utama untuk bahan bakar PLTN) terutama terkena radiasi dari
Carbon 14 (C-14) dan gas Radon yang terpancar dari Uranium alam.
Dari data statistik didapat bahwa kedua jenis radiasi ini
menelan korban jiwa kurang lebih 1 orang tiap 20 juta MWH listrik
yang dihasilkan PLTN per tahun. Tetapi karena kedua unsur tersebut
mempunyai waktu paruh yang sangat besar, dampaknya akan terus
terasa untuk masa-masa yang akan datang. Salah satu pencegahan
adalah dengan menempatkan sisa-sisa Uranium tambang di bawah
permukaan tanah dimana radiasinya akan ditahan oleh dinding
lapisan penyekat khusus, tetapi karena praktek ini juga dilakukan
untuk sisa Uranium yang telah tidak mengandung C-14 dan Radon,
pada dasarnya belum ada tindakan khusus yang dicanangkan untuk
penangangan bahaya dari kedua unsur ini.
Perlu disimak bahwa masalah radiasi bukan semata-mata
berlaku untuk PLTN. Misainya untuk kapasitas 1.000MWe, PLTN
menghasilkan 50kCi radiasi yang sebagian besar berasal dari gas
Xenon dan Krypton sementara PLTU akan mengeluarkan 2Ci radiasi
yang keluar dari cerobong asapnya. Meskipun jumlahnya jauh lebih
kecil, radiasi dari PLTU mempunyai dampak kesehatan yang lebih
besar karena kalau abu tersebut terhisap akan menetap di paru-paru,
sumsum tulang atau jaringan yang lain dan merupakan ancaman
yang kontinyu sementara radiasi PLTN lebih berupa sinar yang
menembus tubuh dan tidak menetap. Pada kedua kasus ini, radiasi
yang dihasilkannya masih berada jauh dibawah limit masing-masing.
Faktor Keamanan
Salah satu sumber ketidakpastian masyarakat tentang PLTN
disebabkan oleh adanya kemungkinan kegagalan sistim yang
mengakibatkan bencana pada PLTN, seperti yang terjadi di TMI dan
Chernobyl. Karakterisitik bencana pada PLTN dapat didefinisikan
sebagai insiden dengan "low probability, high consequences'. Suatu
bencana disebut katastrofi jika mengakibatkan sedikitnya 3.000
korban jiwa atau 45.000 orang cedera; maka probabilitas terjadinya
katastrofi adalah sangat kecil, yaitu 1 tiap 107 tahun.
Disamping katastrofi, insiden-insiden dalam skala lebih kecil
yang terjadi di PLTN diperkirakan mengakibatkan kurang lebih 2
korban jiwa tiap 20 juta MWh per tahun listrik dari kanker, tumor,
penyakit genetik dan lain-lainnya. Karena pada PLTU angka korban
insiden ini sedemikian kecilnya sehingga dapat diabaikan, faktor ini
dapat dijadikan satu pertimbangan dalam memilih jenis Pembangkit
Tenaga Listrik untuk sumber listrik kita di masa depan. Menjajagi segi
keamanan (safety) dari kedua pilihan ini terhadap kemungkinan
kecelakaan, terlihat bahwa sebagian besar risiko ditemui pada saat
penambangan bahan bakar tersebut. Di AS, sejauh ini teknologi PLTU
telah menelan 1.300 korban jiwa dan 40.000 orang cedera sementara
untuk PLTN 5.000 orang cedera dan kurang dari 100 korban jiwa
Limbah nuklir sampai saat ini tetap menjadi sumber utama
kecemasan masyarakat banyak tentang PLTN. Sebuah PLTN dengan
kapasitas 1.000 MWe membutuhkan sekitar 1 metrik ton bahan bakar
dan menghalkan limbah sebanyak kira-kira 70 liter per hari. Sampai
tahun 1980, AS telah menghasilkan 36 juta ton limbah dengan radiasi
rendah dan 8.300 ton limbah dengan radiasi tinggi. Jumlah ini
sebenarnya menghasilkan dampak radiologis yang setingkat dengan
ratusan juta ton sampah yang dihasilkan oleh PLTU. Hanya karena
konsentrasi radiasi yang tinggi, limbah PLTN membutuhkan suatu
penanganan yang khusus.
Selama ini, sisa bahan bakar dengan radiasi tinggi disimpan
sementara di kolam-kolam penampungan sehingga efek radiasi yang
ditimbulkannya dapat diabaikan, tetapi dengan semakin
meningkatnya pemakain PLTN dalam produksi listrik, kebutuhan akan
suatu metode penyimpanan permanen yang tepercaya terasa
semakin mendesak. Meskipun sejauh ini belum ada satu cara yang
dapat diterima secara meluas, beberapa metode yang diusulkan
meliputi penyimpanan di tambang garam, lapisan granit, dibawah
lapisan air tanah atau di dasar laut. Satu syarat mutlak yang telah
dipenuhi oleh lokasi-lokasi ini terjaminnya kestabilan geologis untuk
masa-masa yang akan datang.
Untuk PLTN, satu tambahan pertimbangan adalah adanya
ancaman terorisme, meskipun sampai sekarang belum ada
realisasinya. Meskipun menurut para ahli penggelapan Plutonium
untuk pembuatan bom nuklir sederhana lebih merupakan fiksi
daripada kenyataan, hendaknya hal ini diperhitungkan juga dalam
pemilihan jenis Pembangkit Tenaga Listrik dan lokasinya di masa
mendatang. Tetapi dengan sikap waspada dan hati-hati yang selama
ini dianut dalam lingkup penggunaan bahan nuklir dan fakta bahwa
untuk Indonesia risiko ini adalah lebih kecil daripada di negara-negara
lain yang lebih maju dan liberal, agaknya untuk saat ini hal tersebut
hanya akan merupakan pertimbangan minor saja.
Sosial/faktor Ekonomi
Secara umum, PLTN dapat digolongkan sebagai investasi
dengan modal tinggi dan biaya tahunan yang rendah ( untuk bahan
bakar, operasi dan pemeliharaan) atau disebut "high capital low
annuities investment" sementara PLTU sebaliknya adalah sebuah
investasi dengan " low capital high annuities ". Ini sedikit banyak
dapat dihubungkan dengan perbedaan waktu konstruksi : 5-6 tahun
untuk PLTU dan 7-10 tahun untuk PLTN. Oleh karenanya, biaya
pembangunan PLTN lebih sensitif terhadap perubahan desain dan
teknologi reaktor, perubahan standar keamanan, harga bahan baku
reaktor dan suku bunga pinjaman dari kapital yang dipakai.
Menurut statistik, pembangunan PLTN cenderung untuk
"overbudget", dari hanya beberapa persen sampai sekitar dua kali
lipat perkiraan biaya semula. Di lain pihak, PLTU lebih sensitif
terhadap harga bahan bakar yang berubah-ubah sesuai dengan pasar
yang ada meskipun biaya pembangunan tidak akan banyak beranjak
dari yang semula diperkirakan. Untuk Indonesia, dimana penyediaan
batubara untuk PLTU akan berasal dari perusahaan negara, faktor
perubahan harga ini tidak akan sedrastis yang terjadi di pasar bebas.
Dari beberapa sumber yang dipakai untuk makalah ini diperoleh
angka yang berbeda-beda untuk biaya rata-rata untuk kedua jenis
pembangkit listrik ini, sehingga hanya dapat disimpulkan bahwa pada
umumnya, terutama untuk negara-negara maju di Amerika Utara,
Eropa Barat dan Asia, PLTN tergolong lebih murah dari PLTU untuk
kapasitas listrik yang sama. Untuk negara-negara sedang
berkembang yang masih harus mengimpor sebagian besar dari
teknologi pembuatan reaktor tersebut, mungkin didapat angka yang
berbeda untuk biaya pembuatan sebuah reaktor nuklir, tetapi sulit
didapat data yang akurat untuk itu. Maka penulis hanya akan
memberikan gambaran tentang angka-angka yang beriaku di negaranegara maju yang telah kami sebut di atas.
Maksud dari istilah biaya disini adalah rata-rata pertahun dari
seturuh investasi yang dikeluarkan selama masa laik operasinya.
Hanya saja untuk masa-masa mendatang harga sebuah PLTN akan
mengalami tingkat kenaikan yang lebih tinggi daripada PLTU,
terutama karena terdapatnya biaya de-commissioning (penutupan
sebuah lokasi PLTN) yang tinggi. Oleh karena itu pada permulaan
abad ke 21 nanti keduanya tidak akan berbeda jauh. Walaupun
demikian harga PLTN tetap di bawah PLTU. Satu referensi
mengungkapkan bahwa rendahnya harga PLTN tersebut
dimungkinkan oleh adanya subsidi dari pemerintah setempat untuk
memacu penggunaan teknologi baru ini. Tanpa subsidi tersebut, biaya
sebuah PLTN mencapai 30-100% lebih mahal daripada PLTU. Tetapi
teknologi maju yang didapat bisa dijadikan justifikasi untuk memilih
teknologi tersebut meskipun dengan biaya yang lebih mahal.
Keuntungan dan Kerugian PLTN
Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama
lainnya adalah :
1.
Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi
normal) - gas rumah kacahanya dikeluarkan ketika Generator
Diesel Darurat dinyalakan dan hanya sedikitmenghasilkan gas).
2.
3.
4.
5.
6.
Tidak mencemari udara - tidak menghasilkan gas-gas
berbahaya sepert karbonmonoksida, sulfur dioksida, aerosol,
mercury, nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia.
Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal).
Biaya bahan bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar yang
diperlukan.
Ketersedian bahan bakar yang melimpah - sekali lagi, karena
sangat sedikit bahanbakar yang diperlukan.
Baterai nuklir - (lihat SSTAR).
Berikut ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN :
Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah
kecelakaan Chernobyl(yang tidak mempunyai containment
building).
2. Limbah nuklir - limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan
dapat bertahan hinggaribuan tahun.
1.
Kebutuhan PLTN di Indonesia
Pada saat ini, kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat
namun cadangan sumber energi utama yang tak terbarukan seperti
minyak bumi, gas, dan batu bara semakin lama semakin menipis.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengembangkan
sumber daya energi alternatif seperti contohnya : bio massa, bioetanol, biogas, serta sumber daya alam lain yang masih bisa
dimanfaatkan untuk menggantikan fossil fuel seperti : panas bumi,
air, angin, dan panas matahari.
Namun, masih ada satu energi alternatif lagi yang masih dalam
pengembangan di Indonesia, yaitu energi nuklir. Pemanfaatan energi
nuklir dapat meminimalkan ketergantungan negara dari energi fosil.
Selain itu, pemanfaatan energi nuklir juga dapat mengurangi masalah
pemanasan global yang sedang menjadi perhatian dunia saat ini.
Pada bidang kelistrikan, energi nuklir dapat dipakai pada sistem
pembangkitan listrik tenaga nuklir (PLTN).
Dalam sudut pandang kebutuhan energi listrik di masa
sekarang dan akan datang, sebagian besar masyarakat sepakat
bahwa Indonesia harus meningkatkan produksi energinya yang sering
gagal diantisipasi. Selain sebagai sumber penerangan, listrik
mempunyai peranan lain, yaitu sebagai pendorong kemajuan
perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, ada suatu hubungan
antara konsumsi listrik dengan keadaan perekonomian suatu
masyarakat. Dari beberapa sumber energi yang ada perlu ditentukan
juga beberapa alternatif pilihan yang sudah sering ditawarkan oleh
pemerintah dan banyak dibahas, dikaji, dikomentari oleh para pakar
energi, pakar listrik, maupun masyarakat umum, dan PLTN merupakan
salah satu alternatif untuk mengantisipasi kebutuhan listrik Indonesia
yang terus meningkat tersebut.
Sedangkan kawasan kawasan Timur Tengah, sebagai kawasan
negara sumber penghasil minyak saat ini kecenderungan untuk
memanfaatkan PLTN sebagai opsi pemasok penaga listriknya. Seperti
Uni Arab Emirat langsung merencanakan pembangunan PLTN empat
unit dari sepuluh yang diusulkan. Sedangkan di Eropa khususnya
negara Prancis, seluruh kebutuhan listrik negaranya di suplai dari
PLTN.
Bab III.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan mengenai
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir :
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan stasiun
pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan
diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.
Pada proses kerja dari PLTN hampir sama dengan proses kerja
dari PembangkitListrik Konvensional, hanya saja yang
membedakannya adalah sumber panas yangdigunakan. Pada PLTN
mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir.
PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan,
yaitu reaktor fisi danreaktor fusi.
Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir
dari isotop fissiluranium dan plutonium. Reaktor daya fisi dibagi
menjadi : reaktor thermal, reaktor cepat dan reaktor subkritis.
Reaktor daya fusi menawarkan kemungkinan pelepasan energi
yang besar denganhanya sedikit limbah radioaktif yang
dihasilkan serta dengan tingkat keamanan yanglebih baik.
Beberapa usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi
kesehatan dan keselamatanmasyarakat, para pekerja reaktor
dan lingkungan PLTN diantaranya denganpenghalang ganda dan
pertahanan berlapis.
PLTN memiliki keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya,
diantara beberapakeuntungan salah satunya adalah Tidak
menghasilkan emisi gas rumah kaca (selamaoperasi normal)
gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel
Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas. Dan
salah satu kerugiannya adalah Risiko kecelakaan nuklir kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl(yang
tidak mempunyai containment building).
DAFTAR PUSTAKA
Hardianto, Toto. Kuliah Pembangkitan : Opsi Nuklir Dalam Kebijakan
Energi Nasional. ITB : 2009.
Hardianto, Toto. Kuliah Pembangkitan : Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir. Kelompok Keahlian Konversi Energi, ITB : 2009
www.batan.go.id
NN. Pemanfaatan PLTN sebagai Pembangkit Listrik Indonesia.
(Sumber: Andang Nugroho dan Hindro Mujianto - Permias)
Ir. Nanan Tribuana, Subdirektorat Pengawasan Lingkungan
Ketenagalistrikan Ditjen LPE
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
http://www.detikfinance.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/
08/tgl/07/time/104539/idnews/814179/idkanal/4
The graduation ceremony held on parking area
of Politechnic of Sriwijaya. Outside the parking area,
I believe there were a lot of people that have
handphone and used it for buying something via
online. Inside the graduation ceremony, i believe a
lot of graduates felt uncomfortable of wearing the
graduation uniform. The graduates wore a different
merk of shoes and the girl graduates wore a
different merk of make-up. I believe, some
graduates wanted the graduation ceremony done
quickly.
Nuklir (PLTN)
Dosen Pembimbing
: Ir. Zainuddin Idris
Di Susun Oleh :
Nama
Nim
Rizki Adlan Rahmatullah
061430311121
M. Langkawi Diki Farisa
061430311110
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK
PALEMBANG
2015
Bab I
PENDAHULUAN
Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk
bom atom yangdijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang
Dunia II tahun 1945. Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh
bom tersebut sehingga pengaruhnya masih dapatdirasakan sampai
sekarang. Di samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat,
sejak lamaorang telah memikirkan bagaimana cara memanfaatkan
tenaga nuklir untuk kesejahteraanumat manusia. Sampai saat ini
tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakansecara luas
dalam berbagai bidang antara lain bidang industri, kesehatan,
pertanian,peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran,
pengawetan bahan makanan,bidang hidrologi, yang merupakan
aplikasi teknik nuklir untuk non energi.
Salah satu pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang energi saat
ini sudah berkembang dan dimanfaatkansecara besar-besaran dalam
bentuk Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN), dimana tenaganuklir
digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang relatif murah,
aman dan tidak mencemari lingkungan.
Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai
dikembangkan secara komersialsejak tahun 1954. Pada waktu itu di
Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu unitPLTN air ringan
bertekanan tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian mencapai
daya 5Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris dikembangkan PLTN jenis Gas
Cooled Reactor (GCR +Reaktor berpendingin gas) dengan daya 100
Mwe.
Pada tahun 1997 di seluruh dunia baik dinegara maju maupun
negara sedang berkembang telah dioperasikan sebanyak 443 unit
PLTNyang tersebar di 31 negara dengan kontribusi sekitar 18 % dari
pasokan tenaga listrik duniadengan total pembangkitan dayanya
mencapai 351.000 Mwe dan 36 unit PLTN sedang dalamtahap kontruksi
di 18 negara.
Bab II
PEMBAHASAN
Definisi PLTN
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun
pembangkit listrik thermal dimana panas yang dihasilkan diperoleh
dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.PLTN termasuk
dalam pembangkit daya base load, yang dapat bekerja dengan baik
ketikadaya keluarannya konstan (meskipun boiling water reactor
dapat turun hingga setengah dayanya ketika malam hari).
Daya yang dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari
40MWe hingga 1000 MWe. Unit baru yang sedang dibangun pada
tahun 2005 mempunyai daya 600-1200 MWe. Hingga tahun 2005
terdapat 443 PLTN berlisensi di dunia, dengan 441diantaranya
beroperasi di 31 negara yang berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut
menyuplai17% daya listrik dunia.
Proses Pembangkitan Listrik oleh PLTN
Cara Kerja PLTN
Proses kerja PLTN hampir sama dengan proses kerja pembangkit
listrik lain seperti PLTU. Yang membedakannya hanya sumber panas
yang digunakan. PLTN mendapatkan sumber panas dari reaksi nuklir,
sedangkan PLTU mendapatkan sumber panas dari pembakaran bahan
bakar fosil seperti batu bara atau minyak bumi.
Reaksi fisi
Reaksi nuklir ini terjadi di dalam reaktor nuklir. Reaktor
dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN, dan hanya
memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi. Sedangkan
kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap
menggunakan batang kendali. Karena memanfaatkan panas hasil fisi,
reaktor tersebut dirancang berdaya termal tinggi dari orde ratusan
hingga ribuan MW. Terdapat dua jenis reaktor fisi nuklir, antara lain :
1. thermal reactor powerplant;
2. fast-breeder-reactor powerplan.
Pada reaktor termal untuk pembangkit komersial terdapat empat jenis
reaktor, antara lain :
1.
Pressurized-water-reactor (PWR);
2.
Boiling Water Reactor (BWR);
3.
Gas Cooled Reactor (GCR);
4.
Pressurized Heavy Water Reactor (PHWR).
Berikut ini adalah beberapa contoh skema proses reaktor termal
untuk PWR dan BWR :
Pressurized-water-reactor (PWR)
Boiling Water Reactor (BWR)
Secara singkat, proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk
menghasilkan energi listrik di dalam PLTN adalah sebagai berikut :
- Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga melepaskan
energi dalam bentuk panas yang sangat besar
- Panas dari hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk
menguapkan air pendingin, dapat berupa pendingin primer maupun
sekunder, bergantung pada tipe reakor nuklir yang digunakan.
- Uap air yang dihasilkan ini dipakai untuk memutar turbin sehingga
menghasilkan energi kinetik
- Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar
generator sehingga menghasilkan arus listrik.
PLTN di Indonesia
Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), sehingga belum ada sebuah
pun PLTN yang dapat dioperasikan untuk mengurangi beban
kebutuhan energi listrik yang saat ini semakin meningkat di
Indonesia. Padahal energi nuklir saat ini di dunia sudah cukup
berkembang dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik dunia. Hal
ini menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi potensial,
berteknologi tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan
berwawasan lingkungan, serta merupakan sumber energi alternatif
yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan Energi Jangka
Panjang bagi Indonesia guna mendukung pembangunan yang
berkelanjutan.
Berdasarkan statistik PLTN dunia tahun 2002 terdapat 439 PLTN
yang beroperasi di seluruh dunia dengan kapasitas total sekitar
360.064 GWe, 35 PLTN dengan kapasitas 28.087 MWe sedang dalam
tahap pembangunan. PLTN yang direncanakan untuk dibangun ada 25
dengan kapasitas 29.385 MWe. Kebanyakan PLTN baru dan yang akan
dibangun berada di beberapa negara Asia dan Eropa Timur. Memang
di negara maju tidak ada PLTN yang baru, tetapi ini tidak berarti
proporsi listrik dari PLTN akan berkurang. Di Amerika beberapa PLTN
telah mendapatkan lisensi perpanjangan untuk dapat beroperasi
hingga 60 tahun, atau 20 tahun lebih lama daripada lisensi awalnya.
Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan
pengoperasian PLTN sudah dimulai pada tahun 1956 dalam bentuk
pernyataan dalam seminar-seminar yang diselenggarakan di
beberapa universitas di Bandung dan Yogyakarta. Meskipun demikian
ide yang sudah mengkristal baru muncul pada tahun 1972 bersamaan
dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN)
oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen
Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (Departemen PUTL). Kemudian
berlanjut dengan diselenggarakannya sebuah seminar di
Karangkates, Jawa Timur pada tahun 1975 oleh BATAN dan
Departemen PUTL, dimana salah satu hasilnya suatu keputusan
bahwa PLTN akan dikembangkan di Indonesia. Pada saat itu juga
sudah diusulkan 14 tempat yang memungkinkan di Pulau Jawa untuk
digunakan sebagai lokasi PLTN, dan kemudian hanya 5 tempat yang
dinyatakan sebagai lokasi yang potensial untuk pembangunan PLTN.
Semenanjung Muria, Jawa Tengah
Pada perkembangan selanjutnya setelah dilakukan beberapa
studi tentang beberapa lokasi PLTN, maka diambil suatu keputusan
bahwa Semenanjung Muria adalah lokasi yang paling ideal dan
diusulkan agar digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTN yang
pertama di Indonesia. Disusul kemudian dengan pelaksanaan studi
kelayakan tentang introduksi PLTN yang pertama pada tahun 1978
dengan bantuan Pemerinatah Itali, meskipun demikian, rencana
pembangunan PLTN selanjutnya terpaksa ditunda, untuk menunggu
penyelesaian pembangunan dan pengoperasian reaktor riset
serbaguna yang saat ini bernana “GA Siwabesy” berdaya 30 MWth di
Puspiptek Serpong.
Pada tahun 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan
reevaluasi dan pembaharuan studi yang sudah dilakukan dengan
bantuan International Atomic Energy Agency(IAEA), Pemerintah
Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International,
Perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan
Pemerintah Itali melalui perusahaan CESEN. Dokumen yang dihasilkan
dan kemampuan analitis yang dikembangkan dengan program
bantuan kerjasama tersebut sampai saat ini masih menjadi dasar
pemikiran bagi perencanaan dan pengembangan energi nuklir di
Indonesia khususnya di Semenanjung Muria.
Pada tahun 1989, Pemerintah Indonesia melalui Badan
Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) memutuskan untuk melakukan
studi kelayakan yang komprehensif termasuk investigasi secara
mendalam tentang calon tapak PLTN di Semenanjung Muria JawaTengah. Pelaksanaan studi itu sendiri dilaksanakan di bawah
koordinasi BATAN, dengan arahan dari Panitia Teknis Energi (PTE),
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan dilakukan
bersama-sama oleh beberapa instansi lain di Indonesia.
Pada bulan Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja
tentang studi kelayakan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc.
Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan meliputi
pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN,
serta suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan
pembangunan berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat
mencapai 7000 MWe. Sebagian besar kontrak kerja ini digunakan
untuk melakukan pekerjaan teknis tentang penelitian pemilihan dan
evaluasi tapak PLTN di lokasi tapak di Semenanjung Muria.
Pada 2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah
dilakukan dengan baik pada tahun 1992 dan 1993. Pada fase ini 3
buah calon tapak yang spesifik sudah berhasil dilakukan dengan studi
perbandingan dan ditentukan rangkingnya. Sebagai kesimpulan
didapatkan bahwa calon tapak terbaik adalah tapak PLTN Ujung
Lemahabang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi akhir (Step-3)
dilakukan dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk
melakukan konfirmasi apakah calon tapak tersebut betul dapat
diterima dan memenuhi standar internasional.
Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat diselesaikan pada tahun
1995. Secara keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung Muria
dapat diselesaikan pada bulai Mei tahun 1996. Selain konfirmasi
kelayakan calon tapak di Semanjung Muria, hasil lain yang penting
adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas antara 600 s/d
900 MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria dan kemudian
dioperasikan sekitar tahun 2004 sebagai solusi optimal untuk
mendukung sistem kelistrikan Jawa-Bali.
Pada tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi beberapa
studi tambahan yang mendukung studi kelayakan yang sudah
dlakukan, antara lain studi penyiapan “Bid Invitation Specification”
(BIS), studi pengembangan dan evaluasi tapak PLTN, studi
perencanaan energi dan kelistrikan nasional dan studi pendanaan
pembangunan PLTN.
Selain itu juga dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung
aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan mengembangkan
penelitian di beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain
penelitian teknologi dan keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan
bakar nuklir dan limbah radioaktif serta menyelenggarakan kerjasama
internasional dalam bentuk partisipasi desain PLTN.
Akibat krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998, maka
dipandang layak dan perlu untuk melakukan evaluasi kembali tentang
kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply) energi khususnya
kelistrikan di Indonesia. Untuk itu suatu studi perancanaan energi dan
kelistrikan nasional jangka panjang “Comprehensive Assessment of
Different Energy Resources for Electricity Generation in Indonesia”
(CADES) yang dilakukan dan diselesaikan pada tahun 2002 oleh
sebuah Tim Nasional di bawah koordinasi BATAN dan BPPT (Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan dukungan IAEA.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di
Indonesia diproyeksikan meningkat di masa yang akan datang.
Kebutuhan energi final (akhir) akan meningkat dengan pertumbuhan
3,4% per tahun dan mencapai jumlah sekitar 8146 Peta Joules (PJ)
pada tahun 2025. Jumlah ini adalah sekitar 2 kali lipat dibandingkan
dengan kebutuhan energi final di awal studi tahun 2000.
Pertumbuhan jenis energi yang paling besar adalah pertumbuhan
kapasitas pembangkitan energi listrik yang mencapai lebih dari 3 kali
lipat dari kondisi semula, yaitu dari 29 GWe di tahun 2000 menjadi
sekitar 100 GWe di tahun 2025. Jumlah kapasitas pembangkitan ini,
sekitar 75% akan dibutuhkan di jaringan listrik Jawa-Madura-Bali
(Jamali).
Dari berbagai jenis energi yang tersedia untuk pembangkitan
listrik dan dilihat dari sisi ketersediaan dan keekonomiannya, maka
energi gas akan mendominasi penyediaan energi guna pembangkitan
energi listrik, sekitar 40% untuk wilayah Jamali. Energi batubara akan
muncul sebagai pensuplai kedua setelah gas, yaitu sekitar 30% untuk
wilayah Jamali. Sisanya sekitar 30% untuk akan disuplai oleh jenis
energi yang lain, yaitu hidro, mikrohidro, geothermal dan energi baru
dan terbarukan lainnya. Diharapkan energi nuklir dapat menyumbang
sekitar 5-6% pada tahun 2025.
Mengingat situasi penyediaan energi konvensional termasuk
listrik nasional di masa mendatang semakin tidak seimbang dengan
kebutuhannya, maka opsi nuklir dalam perencanaan sistem energi
nasional jangka panjang merupakan suatu solusi yang diharapkan
dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan energi
khususnya listrik di Indonesia. Berdasarkan kajian yang sudah
dilakukan tersebut di atas maka diharapkan pernyataan dari semua
pihak yang terkait dengan pembangunan energi nasional bahwa
penggunaan energi nuklir di Indonesia sudah diperlukan, dan untuk
itu perlu dimulai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir
(PLTN) sekitar tahun 2010, sehingga sudah dapat dioperasikan secara
komersial pada sekitar tahun 2016.
BATAN sebagai Lembaga Pemerintah, berdasarkan Undangundang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, telah dan akan
terus bekerjasama dengan Lembaga Pemerintah terkait, Lembaga
Swadaya Masyarakat, Lembaga dan Masyarakat Internasional, dalam
mempersiapkan pengembangan energi nuklir di Indonesia, khususnya
dalam rangka mempersiapkan pengembangan energi nuklir tersebut
adalah studi dan kajian aspek energi, teknologi, keselamatan,
ekonomi, lingkungan hidup, sosial-budaya, dan manajemen yang
tertuang dalam bentuk rencana stratejik 2006-2010 tentang
persiapan pengembangan energi nuklir di Indonesia.
Pandangan Masyarakat terhadap Rencana Pembangunan PLTN
di Indonesia
Seiring dengan rencana pemerintah mendirikan PLTN di
Indonesia, timbul pro dan kontra dalam masyarakat mengenai hal ini.
Sebagian yang kontra meninjau ari sisi sosio-kultural, politik, ekonomi,
dan lingkungan dengan sedikit porsi tinjauan teknis, sedangkan pihak
yang pro melihat dari sisi teknis dan implementasi pembangunannya
semata dan dianggap kurang mengakomodasi pertimbanganpertimbangan sosial, kultural, ekonomi, dan politik.
Oleh karena itu, ada kesenjangan informasi yang perlu
dipertemukan antara yang dilantukan oleh pihak yang pro maupun
dan yang kontra. Sedikitnya porsi teknis yang dilantunkan pihak
kontra sangat wajar karena latar belakang pengetahuan mereka
tentang PLTN masih minim. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi
pihak pro untuk menyajikan secara benar dan objektif dari sisi sosiokultural, politik, ekonomi, dan lingkungan dengan porsi yang lebih
besar sehingga dapat mengimbangi lantunan teknisnya.
Secara garis besar, masyarakat yang kurang senang akan
kehadiran PLTN dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu
masyarakat awam, bagi mereka nuklir menimbulkan rasa takut
karena kurang paham terhadap sifat-sifat nuklir tersebut. Yang
termasuk kelompok ini antara lain : budayawan, politikus, tokoh
keagamaan dan beberapa anggota musyawarah umum lainnya.
Kedua adalah masyarakat yang sedikit pahamnya tentang nuklir.
Mereka menyangsikan kemampuan orang Indonesia dalam
mengoperasikan PLTN dengan aman, termasuk pengambilan limbah
radioaktif yang timbul dari pengoperasian PLTN itu. Termasuk dalam
kelompok ini adalah beberapa LSM dan kalangan akademis. Ketiga
adalah kelompok masyarakat yang cukup paham tentang nuklir tetapi
mereka menolak kehadiran PLTN karena mereka melihat PLTN dari
kacamata berbeda sehingga keluar argument-argumen yang berbeda
pula. Termasuk dalam kelompok ini adalahh beberapa pejabat dan
mantan pejabat pemerintah yang pernah berhubungan dengan
masalah keenergian, kelistrikan, dan penukliran.
Jenis-jenis PLTN
PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan.
Tetapi ada juga PLTNyang menerapkan unit-unit independen, dan hal
ini bisa menggunakan jenis reaktor yangberbeda. Sebagai tambahan,
beberapa jenis reaktor berikut ini, di masa depan
diharapkanmempunyai sistem keamanan pasif.
Reaktor Fisi
Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir
dari isotop fissiluranium dan plutonium.
Selanjutnya reaktor daya fisi dikelompokkan lagi menjadi:
Reaktor thermal menggunakan moderator neutron untuk
melambatkan atau me-moderate neutron sehingga mereka dapat
menghasilkan reaksi fissi selanjutnya. Neutron yang dihasilkan dari
reaksi fissi mempunyai energi yang tinggi atau dalamkeadaan
cepat, dan harus diturunkan energinya atau di lambatkan
(dibuathermal) olehmoderator sehingga dapat menjamin
kelangsungan reaksi berantai. Hal ini berkaitandengan jenis
bahan bakar yang digunakan reaktor thermal yang lebih
memilih neutron lambat ketimbang neutron cepat untuk
melakukan reaksi fissi.
2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa
memerlukan moderator neutron. Karena reaktor cepat
menggunkan jenis bahan bakar yang berbeda denganreaktor
thermal, neutron yang dihasilkan di reaktor cepat tidak perlu
dilambatkan gunamenjamin reaksi fissi tetap berlangsung.
Boleh dikatakan, bahwa reaktor thermalmenggunakan neutron
thermal dan reaktor cepat menggunakan neutron cepat
dalamproses reaksi fissi masing-masing.
3. Reaktor sub kritis menggunakan sumber neutron luar
ketimbang menggunakan reaksiberantai untuk menghasilkan
reaksi fissi. Hingga 2004 hal ini hanya berupa konsepteori saja,
dan tidak ada purwarupa yang diusulkan atau dibangun untuk
menghasilkan listrik, meskipun beberapa laboratorium
mendemonstrasikan dan beberapa ujikelayakan sudah
dilaksanakan.
1.
Reaktor thermal
Light water reactor (LWR)
Boiling water reactor (WR)
Pressurized water reactor (PWR)
SSTAR, a sealed, reaktor untuk jaringan kecil, mirip PWR
Moderator Grafit:
Magnox
Advanced gas-cooled reactor (AGR)
High temperature gas cooled reactor (HTGR)
RBMK
Pebble bed reactor (PBMR)
Moderator Air berat:
SGHWR
CANDU
Reaktor cepat
Meski reaktor nuklir generasi awal berjenis reaktor cepat, tetapi
perkembangan reaktor nuklir jenis ini kalah dibandingkan dengan
reaktor thermal.
Keuntungan reaktor cepat diantaranya adalah siklus bahan
bakar nuklir yangdimilikinya dapat menggunakan semua uranium
yang terdapat dalam urainum alam, dan jugadapat
mentransmutasikan radioisotop yang tergantung di dalam limbahnya
menjadi material luruh cepat. Dengan alasan ini, sebenarnya reaktor
cepat secara inheren lebih menjaminkelangsungan ketersedian energi
ketimbang reaktor thermal. Lihat juga reaktor fast breeder.Karena
sebagian besar reaktor cepat digunakan untuk menghasilkan
plutonium, maka reaktor jenis ini terkait erat dengan proliferasi nuklir.
Lebih dari 20 purwarupa (prototype) reaktor cepat sudah
dibangun di Amerika Serikat,Inggris, Uni Sovyet, Perancis, Jerman,
Jepang, India, dan hingga 2004 1 unit reaktor sedangdibangun di
China. Berikut beberapa reaktor cepat di dunia:
EBR-I, 0.2 MWe, AS, 1951-1964.
Dounreay Fast Reactor, 14 MWe, Inggris, 1958-1977.
Enrico Fermi Nuclear Generating Station Unit 1, 94 MWe, AS, 19631972.
EBR-II, 20 MWe, AS, 1963-1994.
Phénix, 250 MWe, Perancis, 1973-sekarang.
BN-350, 150 MWe plus desalination, USSR/Kazakhstan, 1973-2000.
Prototype Fast Reactor, 250 MWe, Inggris, 1974-1994.
BN-600, 600 MWe, USSR/Russia, 1980-sekarang.
Superphénix, 1200 MWe, Perancis, 1985-1996.
FBTR, 13.2 MWe, India, 1985-sekarang.
Monju, 300 MWe, Jepang, 1994-sekarang.
PFBR, 500 MWe, India, 1998-sekarang.
Daya listrik yang ditampilkan adalah daya listrik maksimum,
tanggal yang ditampilkan adalahtanggal ketika reaktor mencapai
kritis pertama kali, dan ketika reaktor kritis untuk teakhir kalibila
reaktor tersebut sudah di dekomisi (decommissioned).
Reaktor Fusi
Fusi nuklir menawarkan listrik. Hal ini masihmenjadi bidang
penelitian aktif dengan skala besar seperti dapat dilihat di JET, ITER,
dan Zmachine
Keselamatan Nuklir
Berbagai usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi
kesehatan dan keselamatanmasyarakat, para pekerja reaktor dan
lingkungan PLTN. Usaha ini dilakukan untuk menjaminagar radioaktif
yang dihasilkan reaktor nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik
selamaoperasi maupun jika terjadi kecelakaan. Tindakan protektif
dilakukan untuk menjamin agar PLTN dapat dihentikan dengan aman
setiap waktu jika diinginkan dan dapat tetapdipertahanan dalam
keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan yang cukup. Untuk inipanas
peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor, karena
dapat menimbulkanbahaya akibat pemanasan lebih pada reaktor.
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkansifat-sifat
alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah
neutron yangtidak tertangkap maupun yang tidak mengalami proses
perlambatan akan bertambah, sehinggareaksi pembelahan
berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini
akanmenjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem
kendali gagal beroperasi.
Penghalang Ganda
PLTN mempunyai sistem pengaman yang ketat dan berlapislapis, sehinggakemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang
ditimbulkannya sangat kecil. Sebagaicontoh, zat radioaktif yang
dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (>
99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang
berfungsi sebagaipenghalang pertama. Selama operasi maupun jika
terjadi kecelakaan, kelongsongan bahanbakar akan berperan sebagai
penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat
radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Dalam hal zat radioaktif
masih dapat keluar dari dalamkelongsongan, masih ada penghalang
ketiga yaitu sistem pendingin.
Lepas dari sistempendingin, masih ada penghalang keempat berupa
bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal± 20 cm. Penghalang kelima adalah
perisai beton dengan tebal 1,5-2 m. Bila zat radioaktif itumasih ada
yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu
sistempengungkung yang terdiri dari pelat baja setebal ± 7 cm dan
beton setebal 1,5-2 m yang kedapudara. Jadi selama operasi atau jika
terjadi kecelakaan, zat radioaktif benar-benar tersimpandalam reaktor
dan tidak dilepaskan ke lingkungan. Kalaupun masih ada zat
radioaktif yangterlepas jumlahnya sudah sangat diperkecil sehingga
dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.
Pertahanan Berlapis
Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsafah pertahanan
berlapis ( defence indepth). Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan
keselamatan pertama, PLTN dirancang,dibangun dan dioperasikan
sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi
danteknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi
dengan sistempengaman/keselamatan yang digunakan untuk
mencegah dan mengatasi akibat-aibat darikecelakaan yang mungkin
dapat terjadi selama umur PLTN dan lapis keselamatan ketiga,PLTN
dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan, yang dapat
diperkirakan dapat terjadipada suatu PLTN. Namun demikian
kecelakaan tersebut kemungkinan terjadinya sedemikiansehingga
tidak akan pernah terjadi selama umu uperasi PLTN.
Faktor Pencemaran Lingkungan dan
Kesehatan
Faktor pokok kedua dari perbandingan ini adalah tentang polusi
yang dihasilkan oleh masing-masing pembangkit listrik. Dari data
yang ada, pencemaran udara dari batubara adalah jauh lebih besar
daripada bahan bakar nuklir, terutama asap dari hasil pembakaran
batubara dalam tungku PLTU.
Meskipun berdasarka Undang-Undang No. 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup setiap PLTU baru diwajibkan untuk
memakai "scrubbers" (flue-gas desulphurizer) untuk mengurangi
kadar polutan yang dikeluarkannya, PLTU tetap memegang peranan
penting datam pencemaran udara secara keseluruhan. Adapun
beberapa polutan utama yang dihasilkan dari PLTU adalah sebagai
berikut:
gas SOx yang dikenal sebagai sumber gangguan paru-paru dan
berbagai penyakit pernafasan.
gas NOx, yang bersama dengan gas SOx adalah penyebab dari
fenomena "hujan asam" yang terjadi di banyak negara maju dan
berkembang, terutama yang menggantungkan produksi listriknya dari
PLTB. Fenomena ini diperkirakan membawa dampak buruk bagi
industri peternakan dan pertanian.
gas COx yang membentuk lapisan yang menyelubungi
permukaan bumi dan menimbulkan efek rumah kaca ("green-house
effect") yang pada akhirnya menyebabkan pergeseran cuaca yang
telah terbukti di beberapa bagian dunia.
partikel-partikel debu selain mengadung unsur-unsur radioaktif
juga berbahaya bagi kesehatan jika sampai terhirup masuk ke dalam
paru-paru.
logam-logam berat seperti Pb,Hg,Ar,Ni,Se dan lain-lain, yang
terbukti terdapat dengan kadar jauh di atas normal di sekitar PLTU.
Sebagai kondensator dari sikius uap air primer, kedua jenis
pembangkit listrik di atas memanfaatkan air dari sumber yang
berdekatan dengan lokasinya. Oleh karena itu polusi air yang
disebabkan oleh masing-masing kurang lebih berimbang untuk
ukuran generator yang sama. Sebuah PLTN rata-rata beroperasi
dengan efisiensi panas 33% (40% untuk PLTU). Jadi kurang lebih dua
pertiga dari panas yang dihasilkan oleh bahan bakar terpaksa dilepas
ke lingkungan meialui sikius pendingin.
Untuk sebuah PLT (nuktir atau batubara) dengan ukuran 1.000
MWe yang beroperasi dengan efesiensi 35%, dihasilkan sekitar 1.860
MW sisa panas. Jika air diambil dengan debit 100 m3/s, maka air yang
keluar dari sikius sekunder ini akan mengalami kenaikan suhu sekitar
4,5oC, suatu angka yang cukup untuk menggangu kesetimbangan
ekosistim dari organisms yang hidup di sumber air tersebut. Dampak
ini akan bertambah lagi dengan adanya bahan-bahan kimia pemurni
air yang dicampurkan sebelum air tersebut masuk ke sikius
pendingin.
Bertentangan dengan anggapan umum, radiasi sinar-sinar
radioaktif (selanjutnya akan disebut radiasi) bukanlah sumber utama
polusi pada PLTN. Malah terbukti bahwa secara rata-rata untuk
seorang yang tinggal sampai 1 km dari sebuah reaktor nuklir, dosis
radiasi yang diterimanya dari bahan-bahan yang dipakai di reaktor
tersebut adalah kurang dari 10% dari dosis radiasi alam (dari batuan
radioaktif alami, sinar kosmis, sinar-sinar radioaktif untuk maksudmaksud medis) .
Kalau untuk tambang-tambang batubara dikenal istilah "black
lung", dimana partikel batubara yang terh-irup oleh para pekerja
tambang mengendap di paru-paru dan menimbulkan berbagai
macam gangguan kesehatan, para pekerja di tambang Uranium
(bahan utama untuk bahan bakar PLTN) terutama terkena radiasi dari
Carbon 14 (C-14) dan gas Radon yang terpancar dari Uranium alam.
Dari data statistik didapat bahwa kedua jenis radiasi ini
menelan korban jiwa kurang lebih 1 orang tiap 20 juta MWH listrik
yang dihasilkan PLTN per tahun. Tetapi karena kedua unsur tersebut
mempunyai waktu paruh yang sangat besar, dampaknya akan terus
terasa untuk masa-masa yang akan datang. Salah satu pencegahan
adalah dengan menempatkan sisa-sisa Uranium tambang di bawah
permukaan tanah dimana radiasinya akan ditahan oleh dinding
lapisan penyekat khusus, tetapi karena praktek ini juga dilakukan
untuk sisa Uranium yang telah tidak mengandung C-14 dan Radon,
pada dasarnya belum ada tindakan khusus yang dicanangkan untuk
penangangan bahaya dari kedua unsur ini.
Perlu disimak bahwa masalah radiasi bukan semata-mata
berlaku untuk PLTN. Misainya untuk kapasitas 1.000MWe, PLTN
menghasilkan 50kCi radiasi yang sebagian besar berasal dari gas
Xenon dan Krypton sementara PLTU akan mengeluarkan 2Ci radiasi
yang keluar dari cerobong asapnya. Meskipun jumlahnya jauh lebih
kecil, radiasi dari PLTU mempunyai dampak kesehatan yang lebih
besar karena kalau abu tersebut terhisap akan menetap di paru-paru,
sumsum tulang atau jaringan yang lain dan merupakan ancaman
yang kontinyu sementara radiasi PLTN lebih berupa sinar yang
menembus tubuh dan tidak menetap. Pada kedua kasus ini, radiasi
yang dihasilkannya masih berada jauh dibawah limit masing-masing.
Faktor Keamanan
Salah satu sumber ketidakpastian masyarakat tentang PLTN
disebabkan oleh adanya kemungkinan kegagalan sistim yang
mengakibatkan bencana pada PLTN, seperti yang terjadi di TMI dan
Chernobyl. Karakterisitik bencana pada PLTN dapat didefinisikan
sebagai insiden dengan "low probability, high consequences'. Suatu
bencana disebut katastrofi jika mengakibatkan sedikitnya 3.000
korban jiwa atau 45.000 orang cedera; maka probabilitas terjadinya
katastrofi adalah sangat kecil, yaitu 1 tiap 107 tahun.
Disamping katastrofi, insiden-insiden dalam skala lebih kecil
yang terjadi di PLTN diperkirakan mengakibatkan kurang lebih 2
korban jiwa tiap 20 juta MWh per tahun listrik dari kanker, tumor,
penyakit genetik dan lain-lainnya. Karena pada PLTU angka korban
insiden ini sedemikian kecilnya sehingga dapat diabaikan, faktor ini
dapat dijadikan satu pertimbangan dalam memilih jenis Pembangkit
Tenaga Listrik untuk sumber listrik kita di masa depan. Menjajagi segi
keamanan (safety) dari kedua pilihan ini terhadap kemungkinan
kecelakaan, terlihat bahwa sebagian besar risiko ditemui pada saat
penambangan bahan bakar tersebut. Di AS, sejauh ini teknologi PLTU
telah menelan 1.300 korban jiwa dan 40.000 orang cedera sementara
untuk PLTN 5.000 orang cedera dan kurang dari 100 korban jiwa
Limbah nuklir sampai saat ini tetap menjadi sumber utama
kecemasan masyarakat banyak tentang PLTN. Sebuah PLTN dengan
kapasitas 1.000 MWe membutuhkan sekitar 1 metrik ton bahan bakar
dan menghalkan limbah sebanyak kira-kira 70 liter per hari. Sampai
tahun 1980, AS telah menghasilkan 36 juta ton limbah dengan radiasi
rendah dan 8.300 ton limbah dengan radiasi tinggi. Jumlah ini
sebenarnya menghasilkan dampak radiologis yang setingkat dengan
ratusan juta ton sampah yang dihasilkan oleh PLTU. Hanya karena
konsentrasi radiasi yang tinggi, limbah PLTN membutuhkan suatu
penanganan yang khusus.
Selama ini, sisa bahan bakar dengan radiasi tinggi disimpan
sementara di kolam-kolam penampungan sehingga efek radiasi yang
ditimbulkannya dapat diabaikan, tetapi dengan semakin
meningkatnya pemakain PLTN dalam produksi listrik, kebutuhan akan
suatu metode penyimpanan permanen yang tepercaya terasa
semakin mendesak. Meskipun sejauh ini belum ada satu cara yang
dapat diterima secara meluas, beberapa metode yang diusulkan
meliputi penyimpanan di tambang garam, lapisan granit, dibawah
lapisan air tanah atau di dasar laut. Satu syarat mutlak yang telah
dipenuhi oleh lokasi-lokasi ini terjaminnya kestabilan geologis untuk
masa-masa yang akan datang.
Untuk PLTN, satu tambahan pertimbangan adalah adanya
ancaman terorisme, meskipun sampai sekarang belum ada
realisasinya. Meskipun menurut para ahli penggelapan Plutonium
untuk pembuatan bom nuklir sederhana lebih merupakan fiksi
daripada kenyataan, hendaknya hal ini diperhitungkan juga dalam
pemilihan jenis Pembangkit Tenaga Listrik dan lokasinya di masa
mendatang. Tetapi dengan sikap waspada dan hati-hati yang selama
ini dianut dalam lingkup penggunaan bahan nuklir dan fakta bahwa
untuk Indonesia risiko ini adalah lebih kecil daripada di negara-negara
lain yang lebih maju dan liberal, agaknya untuk saat ini hal tersebut
hanya akan merupakan pertimbangan minor saja.
Sosial/faktor Ekonomi
Secara umum, PLTN dapat digolongkan sebagai investasi
dengan modal tinggi dan biaya tahunan yang rendah ( untuk bahan
bakar, operasi dan pemeliharaan) atau disebut "high capital low
annuities investment" sementara PLTU sebaliknya adalah sebuah
investasi dengan " low capital high annuities ". Ini sedikit banyak
dapat dihubungkan dengan perbedaan waktu konstruksi : 5-6 tahun
untuk PLTU dan 7-10 tahun untuk PLTN. Oleh karenanya, biaya
pembangunan PLTN lebih sensitif terhadap perubahan desain dan
teknologi reaktor, perubahan standar keamanan, harga bahan baku
reaktor dan suku bunga pinjaman dari kapital yang dipakai.
Menurut statistik, pembangunan PLTN cenderung untuk
"overbudget", dari hanya beberapa persen sampai sekitar dua kali
lipat perkiraan biaya semula. Di lain pihak, PLTU lebih sensitif
terhadap harga bahan bakar yang berubah-ubah sesuai dengan pasar
yang ada meskipun biaya pembangunan tidak akan banyak beranjak
dari yang semula diperkirakan. Untuk Indonesia, dimana penyediaan
batubara untuk PLTU akan berasal dari perusahaan negara, faktor
perubahan harga ini tidak akan sedrastis yang terjadi di pasar bebas.
Dari beberapa sumber yang dipakai untuk makalah ini diperoleh
angka yang berbeda-beda untuk biaya rata-rata untuk kedua jenis
pembangkit listrik ini, sehingga hanya dapat disimpulkan bahwa pada
umumnya, terutama untuk negara-negara maju di Amerika Utara,
Eropa Barat dan Asia, PLTN tergolong lebih murah dari PLTU untuk
kapasitas listrik yang sama. Untuk negara-negara sedang
berkembang yang masih harus mengimpor sebagian besar dari
teknologi pembuatan reaktor tersebut, mungkin didapat angka yang
berbeda untuk biaya pembuatan sebuah reaktor nuklir, tetapi sulit
didapat data yang akurat untuk itu. Maka penulis hanya akan
memberikan gambaran tentang angka-angka yang beriaku di negaranegara maju yang telah kami sebut di atas.
Maksud dari istilah biaya disini adalah rata-rata pertahun dari
seturuh investasi yang dikeluarkan selama masa laik operasinya.
Hanya saja untuk masa-masa mendatang harga sebuah PLTN akan
mengalami tingkat kenaikan yang lebih tinggi daripada PLTU,
terutama karena terdapatnya biaya de-commissioning (penutupan
sebuah lokasi PLTN) yang tinggi. Oleh karena itu pada permulaan
abad ke 21 nanti keduanya tidak akan berbeda jauh. Walaupun
demikian harga PLTN tetap di bawah PLTU. Satu referensi
mengungkapkan bahwa rendahnya harga PLTN tersebut
dimungkinkan oleh adanya subsidi dari pemerintah setempat untuk
memacu penggunaan teknologi baru ini. Tanpa subsidi tersebut, biaya
sebuah PLTN mencapai 30-100% lebih mahal daripada PLTU. Tetapi
teknologi maju yang didapat bisa dijadikan justifikasi untuk memilih
teknologi tersebut meskipun dengan biaya yang lebih mahal.
Keuntungan dan Kerugian PLTN
Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama
lainnya adalah :
1.
Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi
normal) - gas rumah kacahanya dikeluarkan ketika Generator
Diesel Darurat dinyalakan dan hanya sedikitmenghasilkan gas).
2.
3.
4.
5.
6.
Tidak mencemari udara - tidak menghasilkan gas-gas
berbahaya sepert karbonmonoksida, sulfur dioksida, aerosol,
mercury, nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia.
Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal).
Biaya bahan bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar yang
diperlukan.
Ketersedian bahan bakar yang melimpah - sekali lagi, karena
sangat sedikit bahanbakar yang diperlukan.
Baterai nuklir - (lihat SSTAR).
Berikut ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN :
Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah
kecelakaan Chernobyl(yang tidak mempunyai containment
building).
2. Limbah nuklir - limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan
dapat bertahan hinggaribuan tahun.
1.
Kebutuhan PLTN di Indonesia
Pada saat ini, kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat
namun cadangan sumber energi utama yang tak terbarukan seperti
minyak bumi, gas, dan batu bara semakin lama semakin menipis.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengembangkan
sumber daya energi alternatif seperti contohnya : bio massa, bioetanol, biogas, serta sumber daya alam lain yang masih bisa
dimanfaatkan untuk menggantikan fossil fuel seperti : panas bumi,
air, angin, dan panas matahari.
Namun, masih ada satu energi alternatif lagi yang masih dalam
pengembangan di Indonesia, yaitu energi nuklir. Pemanfaatan energi
nuklir dapat meminimalkan ketergantungan negara dari energi fosil.
Selain itu, pemanfaatan energi nuklir juga dapat mengurangi masalah
pemanasan global yang sedang menjadi perhatian dunia saat ini.
Pada bidang kelistrikan, energi nuklir dapat dipakai pada sistem
pembangkitan listrik tenaga nuklir (PLTN).
Dalam sudut pandang kebutuhan energi listrik di masa
sekarang dan akan datang, sebagian besar masyarakat sepakat
bahwa Indonesia harus meningkatkan produksi energinya yang sering
gagal diantisipasi. Selain sebagai sumber penerangan, listrik
mempunyai peranan lain, yaitu sebagai pendorong kemajuan
perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, ada suatu hubungan
antara konsumsi listrik dengan keadaan perekonomian suatu
masyarakat. Dari beberapa sumber energi yang ada perlu ditentukan
juga beberapa alternatif pilihan yang sudah sering ditawarkan oleh
pemerintah dan banyak dibahas, dikaji, dikomentari oleh para pakar
energi, pakar listrik, maupun masyarakat umum, dan PLTN merupakan
salah satu alternatif untuk mengantisipasi kebutuhan listrik Indonesia
yang terus meningkat tersebut.
Sedangkan kawasan kawasan Timur Tengah, sebagai kawasan
negara sumber penghasil minyak saat ini kecenderungan untuk
memanfaatkan PLTN sebagai opsi pemasok penaga listriknya. Seperti
Uni Arab Emirat langsung merencanakan pembangunan PLTN empat
unit dari sepuluh yang diusulkan. Sedangkan di Eropa khususnya
negara Prancis, seluruh kebutuhan listrik negaranya di suplai dari
PLTN.
Bab III.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan mengenai
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir :
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan stasiun
pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan
diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.
Pada proses kerja dari PLTN hampir sama dengan proses kerja
dari PembangkitListrik Konvensional, hanya saja yang
membedakannya adalah sumber panas yangdigunakan. Pada PLTN
mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir.
PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan,
yaitu reaktor fisi danreaktor fusi.
Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir
dari isotop fissiluranium dan plutonium. Reaktor daya fisi dibagi
menjadi : reaktor thermal, reaktor cepat dan reaktor subkritis.
Reaktor daya fusi menawarkan kemungkinan pelepasan energi
yang besar denganhanya sedikit limbah radioaktif yang
dihasilkan serta dengan tingkat keamanan yanglebih baik.
Beberapa usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi
kesehatan dan keselamatanmasyarakat, para pekerja reaktor
dan lingkungan PLTN diantaranya denganpenghalang ganda dan
pertahanan berlapis.
PLTN memiliki keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya,
diantara beberapakeuntungan salah satunya adalah Tidak
menghasilkan emisi gas rumah kaca (selamaoperasi normal)
gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel
Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas. Dan
salah satu kerugiannya adalah Risiko kecelakaan nuklir kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl(yang
tidak mempunyai containment building).
DAFTAR PUSTAKA
Hardianto, Toto. Kuliah Pembangkitan : Opsi Nuklir Dalam Kebijakan
Energi Nasional. ITB : 2009.
Hardianto, Toto. Kuliah Pembangkitan : Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir. Kelompok Keahlian Konversi Energi, ITB : 2009
www.batan.go.id
NN. Pemanfaatan PLTN sebagai Pembangkit Listrik Indonesia.
(Sumber: Andang Nugroho dan Hindro Mujianto - Permias)
Ir. Nanan Tribuana, Subdirektorat Pengawasan Lingkungan
Ketenagalistrikan Ditjen LPE
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
http://www.detikfinance.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/
08/tgl/07/time/104539/idnews/814179/idkanal/4
The graduation ceremony held on parking area
of Politechnic of Sriwijaya. Outside the parking area,
I believe there were a lot of people that have
handphone and used it for buying something via
online. Inside the graduation ceremony, i believe a
lot of graduates felt uncomfortable of wearing the
graduation uniform. The graduates wore a different
merk of shoes and the girl graduates wore a
different merk of make-up. I believe, some
graduates wanted the graduation ceremony done
quickly.