Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Batak Toba Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1.

Aksara Batak

Aksara adalah suatu sistem simbol visual yang tertera pada kertas maupun media
lainnya (batu, kayu, kain, dll) untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif
dalam suatu bahasa. Istilah lain untuk menyebut aksara adalah sistem tulisan. Surat
Batak adalah nama aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Batak (Kertasari,
2000). Aksara Batak yang memiliki keunikan tersendiri dimana aksaranya semi silabis
yang terdiri atas 19 huruf (ina ni surat)

2.1.1. Ina ni surat

Ina ni surat (ina = ibu) terdiri dari huruf-huruf silabik dasar yang diakhiri
bunyi /a/ (kecuali untuk huruf i dan u) seperti yang ditunjukkan tabel 2.1.

Tabel 2.1 Huruf-Huruf Ina Ni Surat Dan Variannya
(Kozok, 2009; Simatupang, 2006)


Gambar 2.1. Huruf-Huruf Ina Ni Surat (Font Tradisional)
2.2.

Citra

Munir (2004) berpendapat

bahwa citra (image) merupakan gambar pada bidang

dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan
fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber

Universitas Sumatera Utara

6

cahaya menerangi objek, objek kembali memantulkan kembali sebagian dari berkas
cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata
pada manusia, kamera, pemindai (scanner ) dan sebagainya, sehingga bayangan objek

yang disebut citra tersebut terekam.
Citra digital merupakan suatu fungsi intensitas cahaya dua dimensi f(x,y),
dimana x dan y menunjukkan koordinat spasial. Nilai f pada setiap titik (x,y)
menunjukkan tingkat kecerahan citra pada titik tersebut (Gonzales & Woods 2002).
Citra digital dapat berupa citra dalam skala keabuan (grayscale) ataupun citra
berwarna (color ).

Citra digital dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis:
1. Citra Biner
Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai
derajat keabuan: hitam dan putih. Piksel-piksel objek bernilai 1 dan pikselpiksel latar belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan citra, 0 adalah
warna putih dan 1 adalah warna hitam.
Untuk mengubah citra grayscale menjadi citra biner, proses yang
dilakukan adalah mengubah kuantisasi citra dengan cara pengambangan secara
global (global image thresholding). Setiap piksel di dalam citra dipetakan ke
dalam dua nilai, 1 atau 0. Dengan fungsi pengambangan:

2. Citra Keabuan (Grayscale)
Citra keabuan adalah citra yang setiap pikselnya mengandung satu layer di
mana nilai intensitasnya berada pada interval 0 (hitam) – 255 (putih). Untuk

menghitung citra grayscale (keabuan) digunakan rumus:

dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh
dengan mengatur warna R (merah), G (hijau), B (biru) yang ditunjukkan oleh
nilai parameter α,

dan . Secara umum nilai α,

dan adalah 0.γγ.

Universitas Sumatera Utara

7

Nilai yang lain juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersbut asalkan
total keseluruhannya adalah 1 (Putra, 2009).

3. Citra Warna
Citra warna adalah citra digital yang memiliki informasi warna pada setiap
pikselnya.Sistem pewarnaan citra warna ada beberapa macam seperti RGB,

CMYK, HSV, dll.

2.3.

Pengolahan Citra (Image Processing)

Pengolahan citra adalah setiap bentuk pengolahan sinyal dimana input adalah gambar,
seperti foto atau video bingkai, sedangkan output dari pengolahan gambar dapat
berupa gambar atau sejumlah karakteristik atau parameter yang berkaitan dengan
gambar. Kebanyakan gambar-teknik pemrosesan melibatkan atau memperlakukan foto
sebagai dimensi dua sinyal dan menerapkan standar-teknik pemrosesan sinyal untuk
itu, biasanya hal tersebut mengacu pada pengolahan gambar digital, tetapi dapat juga
digunakan untuk optik dan pengolahan gambar analog. Akuisisi gambar atau yang
menghasilkan gambar input di tempat pertama disebut sebagai pencitraan.
Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak
melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi
keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum
didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi
yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra
digital adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit

tertentu.
Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar (pada
beberapa sistem pencitraan ada pula yang berbentuk segienam) yang memiliki lebar
dan tinggi tertentu. Ukuran ini biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel
sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat. Setiap titik memiliki koordinat sesuai
posisinya dalam citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat positif,
yang dapat dimulai dari 0 atau 1 tergantung pada sistem yang digunakan. Setiap titik
juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang
diwakili oleh titik tersebut.

Universitas Sumatera Utara

8

2.3.1. Binarization
Proses pengambilan citra merupakan suatu langkah awal guna memberikan inputan
terhadap langkah selanjutnya untuk melakukan modifikasi terhadap citra masukan dan
menghasilkan suatu citra keluaran yang sesuai dengan sistem yang telah dibangun.
Langkah utama yang dilakukan dalam operasi terhadap citra ini adalah binerisasi.
Proses binerisasi adalah proses mengkonversi citra greyscale ke dalam bentuk

citra biner yaitu citra dalam warna hitam dan putih. Tiap-tiap piksel dalam citra
levelnya dirubah melalui suatu thresholding tertentu apabila piksel tersebut nilainya
diatas nilai thresholding maka piksel tersebut akan diubah ke warna putih, dan apabila
nilai piksel tersebut berada pada level di bawah nilai thresholding maka piksel tersebut
di ubah ke warna hitam. Nilai dari thresholding untuk citra dalam derajat keabuan 256
maka nilai thresholding adalah 128 sehingga untuk mengubah menjadi citra biner
dapat dituliskan dalambentuk pengandaian yaitu : jika nilai point < x =" 0" x ="">.

2.3.3. Normalization
Sharma et. Al (2012) berpendapat bahwa normalisasi merupakan proses mengubah
ukuran citra, baik menambah atau mengurangi, menjadi ukuran yang ditentukan tanpa
menghilangkan informasi penting dari citra tersebut Dengan adanya proses
normalisasi maka ukuran semua citra yang akan diproses menjadi seragam.
Normalisasi terkadang disebut juga pelebaran kontras dan pelebaran histogram
(Gonzales & Woods, 2007).

2.3.4. Thinning
Thinning adalah proses pengurangan data yang mengikis (erode) sebuah objek hingga

menjadi ukuran 1 piksel dan menghasilkan kerangka (skeleton) dari objek tersebut.

Objek seperti huruf atau silhouettes dapat lebih mudah dikenali dengan melihat
kepada kerangkanya saja (Phillips, 2000). Pada penelitian ini digunakan algoritma
thinning Zhang-Suen.
Algoritma ini adalah algoritma untuk citra biner, dimana piksel background
citra bernilai 0, dan piksel foreground (region ) bernilai 1. Algoritma ini cocok
digunakan untuk bentuk yang diperpanjang (elongated) dan dalam aplikasi OCR
(Optical Character Recognition). Algoritma ini terdiri dari beberapa penelusuran,
dimana setiap penelusurannya terdiri dari 2 langkah dasar yang diaplikasikan terhadap

Universitas Sumatera Utara

9

titik yang pikselnya bernilai 1, dan memiliki paling sedikit 1 piksel dari 8-tetangganya
yang bernilai 0.

2.4.

Ekstraksi Fitur


Ekstraksi fitur adalah proses pengukuran terhadap data yang telah dinormalisasi untuk
membentuk sebuah nilai fitur. Nilai fitur digunakan oleh pengklasifikasi untuk
mengenali

unit

masukan

dengan

unit

target

keluaran

dan

memudahkan


pengklasifikasian karena nilai ini mudah untuk dibedakan (Pradeep et. al, 2011).
Secara luas, fitur adalah semua hasil pengukuran yang bisa diperoleh. Fitur
juga bisa menggambarkan karakteristik objek yang dipantau (Putra, 2009). Contoh
dari fitur level rendah adalah intensitas sinyal. Fitur bisa berupa simbol, numerik atau
keduanya. Contoh dari fitur simbol adalah warna. Contoh dari fitur numerik adalah
berat. Fitur bisa diperoleh dengan mengaplikasikan algoritma pencari fitur pada data
masukan.Fitur dapat dinyatakan dengan variabel kontinu, diskret atau diskret-biner.
Fitur biner dapat digunakan untuk menyatakan ada tidaknya suatu fitur tertentu.
Fitur yang baik memiliki syarat berikut, yaitu mudah dalam komputasi,
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dan besarnya data dapat diperkecil tanpa
menghilangkan informasi penting (Putra, 2009). Ekstraksi fitur dapat dilakukan pada
berbagai representasi citra seperti pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Ekstraksi Fitur Pada Representasi Citra Yang Berbeda
(Jain Dan Taxt, 1996)
Grayscale subimage

Binary
Solid character


Template matching

Unitary transforms

Outer countour

Template matching
-

Deformable templates

Vector (Skeleton)

Unitary transforms

-

Template matching

-


Deformable templates

-

Graph decription

Projection histograms

Countour Profile

Discrete features

Zoning

Zoning

Zoning

Zoning

Geometric moments

Geometric moments

Spline curve

Zernike moments

Zernike moments

Fourier decriptors

-

Fourier decriptors

Universitas Sumatera Utara

10

2.4.1.

Zoning

Zoning adalah salah satu ekstraksi fitur yang paling popular dan sederhana untuk

diimplementasikan (Sharma et. al, 2012). Sistem optical character recognition (OCR)
komersil yang dikembangkan oleh CALERA menggunakan metode zoning pada citra
biner (Bosker, 1992).
Setiap citra dibagi menjadi NxM zona dan dari setiap zona tersebut dihitung
nilai fitur sehingga didapatkan fitur dengan panjang NxM. Salah satu cara menghitung
nilai fitur setiap zona adalah dengan menghitung jumlah piksel hitam setiap zona dan
membaginya dengan jumlah piksel hitam terbanyak pada yang terdapat pada salah
satu zona. Contoh pembagian zona pada citra biner dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pembagian Zona Pada Citra Biner

2.4.2. Diagonal Based Feature Extraction

Pradeep et. al(2011) menggunakan diagonal based feature extraction untuk
mendapatkan input untuk pengenalan karakter tulisan tangan. Cara kerja ekstraksi
fitur tersebut adalah sebagai berikut :

1.

Setiap karakter image dengan ukuran 90x60 piksel (Gambar 2.5) dibagi menjadi
54 zona, setiap zona berukuran 10x10 piksel (Gambar 2.6).

2.

Untuk setiap zona:
a. Hitung histogram secara diagonal untuk mendapatkan 19 subfitur (Gambar
2.7).
b. Hitung rata-rata dari 19 subfitur tersebut dan nilai tersebut digunakan untuk
mewakili setiap zona.

3.

Dari nilai setiap zona, hitung rata-rata masing-masing baris dan masing-masing
kolom. Sehingga didapatkan 9 nilai baris dan 6 nilai kolom.

4.

54 fitur + 15 fitur menjadi nilai masukan untuk jaringan saraf tiruan.

Universitas Sumatera Utara

11

Gambar 2.5 Karakter Ukuran 60x90 Piksel (Pradeep Et. Al, 2011)

Gambar 2.6 Pembagian Zona Ekstraksi Fitur (Pradeep Et. Al, 2011)

Gambar 2.7 Diagonal Histogram Setiap Zona (Pradeep Et. Al, 2011)

2.5.

Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan Saraf Tiruan adalah jaringan komputasional yang mensimulasikan jaringan
sel saraf (neuron) dari pusat sistem saraf makhluk hidup (manusia atau hewan)
(Graupe, 2007). Jaringan saraf tiruan pertama kali didesain oleh Warren Mc-Culloh
dan Walter Pitts pada tahun 1943. Mc Cullah-Pitts menemukan bahwa dengan

Universitas Sumatera Utara

12

mengkombinasikan banyak neuron sederhana sehingga menjadi sebuah sistem saraf
merupakan peningkatan tenaga komputasional.
Jaringan saraf tiruan disusun dengan asumsi yang sama seperti jaringan saraf
biologi (Puspitaningrum, 2006):
1.

Pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen pemrosesan (neuron).

2.

Sinyal antara dua buah neuron diteruskan melalui link-link koneksi.

3.

Setiap link koneksi memiliki bobot terasosiasi.

4.

Setiap neuron menerapkan sebuah fungsi aktivasi terhadap input jaringan (jumlah
sinyal input berbobot). Tujuannya adalah untuk menentukan sinyal output.

2.5.1. Komponen jaringan saraf tiruan

Jaringan saraf tiruan terdiri dari banyak neuron yang menyusun jaringan tersebut.
Neuron-neuron tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa lapisan (layer ) dan
lapisan-lapisan tersebut memiliki hubungan satu sama lain.
Lapisan-lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1.

Lapisan input
Pada lapisan ini neuron-neuron akan menerima input yang selanjutnya diproses
untuk dikirimkan ke lapisan selanjutnya.

2.

Lapisan tersembunyi
Lapisan ini berada di antara lapisan input dan lapisan output. Pada lapisan ini
bobot yang diterima dari lapisan input diproses untuk selanjutnya diproses untuk
dikirimkan ke lapisan selanjutnya. Output dari lapisan ini tidak secara langsung
dapat diamati.

3.

Lapisan output
Lapisan ini merupakan lapisan akhir dimana nilai output dihasilkan. Pada lapisan
ini ditetapkan nilai output aktual untuk dibandingkan dengan nilai output target
untuk mengetahui apakah jaringan sudah sesuai dengan hasil yang diinginkan.

2.6.

Algoritma Backpropagation

Algoritma pelatihan Backpropagation Neural Network pertama kali dirumuskan oleh
Werbos dan dipopulerkan oleh Rumelhart & Mc.Clelland. Backpropagation neural
network merupakan tipe jaringan saraf tiruan yang menggunakan metode

pembelajaran terbimbing (supervised learning). Pada supervised learning terdapat

Universitas Sumatera Utara

13

pasangan data input dan output yang dipakai untuk melatih JST hingga diperoleh
bobot penimbang (weight) yang diinginkan. Penimbang itu sendiri adalah sambungan
antar lapis dalam JST.
Istilah “propagasi balik” diambil dari cara kerja jaringan ini, yaitu bahwa
gradient error unit-unit tersembunyi diturunkan dari penyiaran kembali error-error
yang diasosiasikan dengan unit-unit output. Hal ini karena nilai target untuk unit-unti
tersembunyi tidak diberikan (Puspitaningrum, 2006). Backpropagation adalah metode
pembelajaran terawasi (supervised learning). Metode ini membutuhkan nilai yang
sudah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan output yang diinginkan pada proses
pembelajaran. Contoh jaringan backpropagation dengan satu buah lapisan
tersembunyi dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Jaringan Propagasi Balik Dengan Satu Buah Lapisan Tersembunyi
(Puspitaningrum, 2006)

Algoritma propagasi balik dapat dibagi ke dalam 2 bagian (Puspitaningrum, 2006):
1.

Algoritma pelatihan
Terdiri dari 3 tahap: tahap umpan maju pola pelatihan input, tahap pemropagasian
error , dan tahap pengaturan bobot.

2.

Algoritma aplikasi
Yang digunakan hanyalah tahap umpan maju saja.

Universitas Sumatera Utara

14

Algoritma Pelatihan
1.

Inisialisasi bobot-bobot.
Tentukan angka pembelajaran (α).
Tentukan pula nilai toleransi error atau nilai ambang (bila menggunakan nilai
ambang sebagai kondisi berhenti) atau set maksimal epoch (bila menggunakan
banyaknya epoch sebagai kondisi berhenti).

2.

While kondisi berhenti tidak terpenuhi do langkah ke-2 sampai langkah ke-9.

3.

Untuk setiap pasangan pola pelatihan, lakukan langkah ke-3 sampai langkah ke-8.

Tahap Umpan Maju

4.

Setiap unit input xi (dari unit ke-1 sampai unit ke-n pada lapisan input)
mengirimkan sinyal input ke smua unit yang ada di lapisan atasnya (ke lapisan
tersembunyi)

5.

Pada setiap unit di lapisan tersembunyi zj (dari unit ke-1 sampai unit ke-p;
i=i,…,n; j=1,...,p) sinyal output lapisan tersembunyinya dihitung dengan
menerapkan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input berbobot xi:

(2.1)

kemudian dikirim ke semua unit di lapisan atasnya.
6.

Setiap unit di lapisan output yk (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; i=1,...,n;
k=1,…,m) dihitung sinyal outputnya dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap
penjumlahan sinyal-sinyal input berbobot zj bagi lapisan ini:

(2.2)

Tahap Pemropagasibalikan Error

7.

Setiap unit output yk (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; i=1,…,p; k=1,….,m)
menerima pol target tk lalu informasi kesalahan lapisan output (δk) dihitung. δk
dikirim ke lapisan di bawahnya dan digunakan untuk mengitung besar koreksi
bobot dan bias (Δwjk dan Δw0k) antara lapisan tersembunyi dengan lapisan output:

Universitas Sumatera Utara

15

b

(2.3)

Δwjk = α δk zj
Δw0k = α δk
8.

Pada setiap unit di lapisan tersembunyi (dari unit ke-1 sampai unit ke-p; i=1,…,n;
j=1,…,p; k=1,…,m) dilakukan perhitungan informasi kesalahan lapisan
tersembunyi (δj). δj kemudian digunakan untuk menghitung besar koreksi bobot
dan bias (Δwjk dan Δw0k) antara lapisan input dan lapisan tersembunyi.

(2.4)
Δvij = α δj xi
Δv0j = α δj
Tahap Peng-update-an Bobot dan Bias

9.

Pada setiap unit output yk (dari unit ke-1 sampai unit ke-m) dilakukan pengupdate-an bias dan bobot (j=0,…,p; k=1,…,m) sehingga bias dan bobot baru

menjadi:
wjk (baru) = wjk (lama) + Δ wjk
Dari unit ke-1 sampai unit ke-p di lapisan tersembunyi juga dilakukan pengupdate-an pada bias dan bobotnya (i=0,…,n; j=1,…,p):

vij (baru) = vij (lama) + Δ vij
10. Tes kondisi berhenti.

Algoritma Aplikasi
1.

Inisialisasi bobot. Bobot ini diambil dari bobot-bobot terakhir yang diperoleh dari
algoritma pelatihan.

2.

Untuk seitap vektor input, lakukanlah langkah ke-2 sampai ke-4.

3.

Setiap unit input xi (dari unit ke-1 sampai unit ke-n pada lapisan input; i=1,…,n)
menerima sinyal input pengujian xi dan menyiarkan sinyal xi ke semua unikt pada
lapisan di atasnya (unit-unit tersembunyi).

4.

Setiap unit di lapisaan tersembunyi zj (dari unit ke-1 sampai unit ke-p; i=1,…,n;
j=1,….,p) menghitung sinyal outputnya dengan menerapkan fungsi aktivasi

Universitas Sumatera Utara

16

terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input xi. Sinyal output dari lapisan
tersembunyi kemudian dikirim ke semua unit pada lapisan di atasnya:

(2.5)

5.

Setiap unit output yk (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; j=1,…,p; k=1,…,m)
menghitung sinyal outputnya dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap
penjumlahan sinyal-sinyal input bagi lapisan ini, yaitu sinyal-sinyal input zj dari
lapisan tersembunyi:

(2.6)

2.6.1. Fungsi aktivasi

Pilihan fungsi aktivasi yang dapat digunakan pada metode propagasi balik yaitu fungsi
sigmoid biner, sigmoid bipolar dan tangent hiperbolik. Karakteristiki yang harus
imiliki fungsi aktivasi tersebut adalah kontinu, diferensiabel dan tidak menurun secara
monoton. Fungsi aktivasi diharapkan jenuh (mendekati nilai-nilai maksimum dan
minimum secara asimtot) (Puspitaningrum, 2006).

2.6.1.1.

Fungsi sigmoid biner

Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan. Rentang-nya adalah (0,1) dan
didefenisikan sebagai :

(2.7)

dengan turunan :

(2.8)

Universitas Sumatera Utara

17

sigmoid biner diilustrasikan pada gambar 2.7.

Gambar 2.9 Fungsi Sigmoid Biner Dengan Rentang (0,1) (Puspitaningrum, 2006)

2.6.2. Inisialisasi bobot dan bias

Cepat atau tidaknya pembelajaran pada pelatihan jaringan propagasi balik salah
satunya dipengaruhi oleh nilai bobot antar neuron dan nilai bias. Semakin baik
inisialisasi bobot dan bias semakin cepat pula pembelajaran jaringan propagasi balik.
Bobot dan bias pada jaringan propagasi balik dapat dinisialisasi dengan berbagai cara
seperti inisialisasi acak, nguyen-widrow dan lain-lain.

2.6.2.1.

Inisialisasi acak

Prosedur yang umum dilakukan adalah menginisialisasi bias dan bobot, baik dari unit
input ke unit tersembunyi maupun dari unit tersembunyi ke unit output secara acak
dalam sebuah interval tertentu (- dan ), misalnya antara -0.4 sampai 0.4, -0.5 sampai
0.5, dan -1 sampai 1 (Puspitaningrum, 2006).

2.6.2.2.

Inisialisasi nguyen widrow

Waktu pembelajaran jaringan propagasi balik yang bobot dan biasnya diinisalisasi
dengan inisialisasi Nguyen-Widrow lebih cepat dibandingkan bila diinisialisasi
dengan inisialisasi acak. Pada inisialisasi Nguyen-Widrow, inisialisasi acak tetap
terpakai tetapi digunakan untuk menginisialisasi bias dan bobot dari unit tersembunyi
ke unit output saja. Untuk bias dan bobot dari unit-unit input ke unit-unit tersembuyi
digunakan bias dan bobot yang khusus diskala agar jatuh pada range tertentu.
Dengan penskalaan maka diharapkan kemampuan belajar dari unit-unit tersembunyi
dapat meningkat.

Universitas Sumatera Utara

18

Faktor skala Nguyen-Widrow ( ) didefenisikan sebagai :

(2.9)
dimana :
n = banyak unit input
p = banyak unit tersembunyi
= faktor skala
Prosedur inisialisasi Nguyen-Widrow
Untuk setiap unit tersembunyi dari unit ke-1 sampai unit ke-p :
1. Inisialisasi vektor bobot dari unit-unit input ke unit-unit tersembunyi (j = 1, …, p)
dengan cara :
a. Menentukan bobot-bobot antara unit input ke unit tersembunyi (vij) :
vij(lama) = bilangan acak antara -

dan

di mana i = 1, …, n.
b. Menghitung || vij ||.
c. Menginisialisasi kembali vij :

2. Menentukan bias antara unit input ke unit tersembuni (j = 1, …, p). voj diset
dengan bilangan acak yang terletak pada skala antara -

dan .

2.6.3. Pengupdate bobot dengan momentum

Penambahan parameter momentum dalam mengupdate bobot seringkali bisa
mempercepat proses pelatihan. Ini disebabkan karena momentum memkasa proses
perubahan bobot terus bergerak sehingga tidak terperangkap dalam minimumminimum lokal. Pengupdatean bobot pada proses pelatihan jaringan yang biasa adalah
sebagai berikut :
Δwjk = α δk zj

(2.10)

Δvij = α δjxi
Jika error tidak terjadi (output actual telah sama dengan output target) maka δk
menjadi nol dan hal ini akan menyebabkan koreksi bobot Δwjk = 0, atau dengan kata
lain pengupdatean bobot berlanjut dalam arah yang sama seperti sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

19

Jika

parameter

momentum

digunakan

maka

persamaan-persamaan

pengupdatean bobot dengan langkah pelatihan t, dan t+1 untuk langkah pelatihan
selajutnya, mengalami modifikasi sebagai berikut :
Δwjk(t + 1) = α δk zj + µ Δwjk(t)

(2.11)

Δvij(t + 1) = α δj xi + µ Δvij(t)
dengan µ adalah parameter momentum dalam range antara 0 sampai 1.

2.7.

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang kombinasi dua atau lebih metode ekstraksi fitur juga telah
dilakukan.Penelitian terdahulu berfungsi sebagai referensi dan masukan bagi
pengerjaan pengenalan tulisan tangan aksara Batak agar lebih optimal. Berbagai
penelitian terdahulu dapat dilihat seperti pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
Peneliti
Robin Panjaitan (2011)

Metode Penelitian
Pengenalan Tulisan Tangan Aksara Batak Toba Menggunakan
Metode Ekstraksi Freeman Chain Code. Tingkat pengenalan
yang dicapai adalah 63.56%

Khairunnisa (2012)

Pengenalan Tulisan Tangan Latin Bersambung Menggunkan
metode ekstraksi zoning dengan ukuran citra 30x40 piksel
yang dibagi menjadi 48 zona dengan ukuran masing-masing
zona adalah 5x5 piksel. Nilai fitur hasil ekstraksi berupa nilai
biner, yaitu 0 dan 1. Tingkat pengenalan yang dicapai adalah
83,85%

Putra (2012)

Peningkatan Nilai Fitur Jaringan Propogasi Balik Pada
Pengenalan Angka Tulisan Tangan Menggunakan Metode
Zoning dan DBFE dengan ukuran citra 60x90 pixel yang
dibagi menjadi 54 zona dengan ukuran masing-masing zona
10x10 piksel. Tingkat pengenalan yang dicapai adalah 87%

Universitas Sumatera Utara