Eksistensi Asian network Infrastructure Investme

Eksistensi Asian Infrastructure Investment Bank dalam Pergeseran
Tatanan Ekonomi Politik Internasional
Alfionita Rizky Perdana

071311233080

ABSTRACT

Asian Infrastructure Investment Bank or AIIB was initiated by China in 2013 and projected
as a bank that would give investment fund for building the infrastructures in Asia. According
to Asian Development Bank (ADB), Asia still needs US$ 8 triliun for building the
infrastructure such as roads, electricity, telecommunication, and etc. The existence of AIIB
creates controversy due to the existence of the existing similar bank such as Asian
Development Bank in Asia and World Bank in the international level. The creation of AIIB is

seen as China’s effort to be the great power in 2050. Its creation is also made USA and
Japan to react against AIIB. USA approached its allies to not join the AIIB. However some

allies such as Australia, South Korea, and UK have joined and ignored USA’s sayings. The
existence of AIIB draws on how the order in International Political Economy is shifting from
hegemonic stability to what Modern World System Theory argues that core countries are the

responsible to the order of International Political Economy.

Kata-Kata Kunci: Asian Infrastructure Investment Bank, Modern World System Theory,

order, hierarchy, core, periphery.

Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) diinisiasi oleh Tiongkok di tahun 2013 dan
diproyeksikan sebagai bank yang akan memberi dana investasi untuk pembangunan
infrastruktur di kawasan Asia. Menurut data yang dikeluarkan oleh Asian Development Bank
(ADB), Asia masih membutuhkan dana sebesar US$ 8 triliun untuk pembangunan
infrastruktur seperti jalan, telekomunikasi, listrik, dan lainnya. Keberadaan AIIB memicu
kontroversi terkait eksistensinya di Benua Asia yang notabene telah memiliki Asian
Development Bank (ADB) dan Bank Dunia di tingkat internasional. Pendirian AIIB di tengah
keberadaan dua institusi tersebut dipandang sebagai bentuk upaya Tiongkok menuju great

1

Alfionita Rizky Perdana

power 2050. Pendirian AIIB memicu reaksi keengganan dari Amerika Serikat (AS) dan

Jepang. AS berupaya untuk memengaruhi negara-negara sekutunya agar tidak bergabung
dengan AIIB. Namun pada perkembangannya, negara-negara seperti Australia, Korea
Selatan, dan bahkan Inggris memilih mengabaikan AS dan bergabung dengan AIIB.
Eksistensi AIIB menjadi gambaran adanya pergeseran tatanan dalam Ekonomi Politik
Internasional. Tatanan Ekonomi Politik Internasional kini tengah mengarah pada bentuk apa
yang dikatakan oleh Modern World System Theory yakni ada negara-negara core sebagai
penjaga kestabilan dan bukan lagi hegemonitas di dalam Ekonomi Politik Internasional.

Keywords: Asian Infrastructure Investment Bank, Modern World System Theory, tatanan,

hierarki, core, periphery.

Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) merupakan sebuah bank yang diinisiasi oleh
Tiongkok di tahun 2013 (Beaulieu & Dobson 2015). Bank ini diproyeksikan akan menjadi
badan yang memberi pinjaman dana investasi kepada negara-negara berkembang di kawasan
Asia untuk pembangunan infrastruktur seperti infrastruktur telekomunikasi, pembangunan rel
kereta api, jalan raya, dan sebagainya (Wall Street Journal 2015). Pendirian AIIB ini
memunculkan beragam reaksi dari dunia. Pertama, ada negara-negara yang menolak atas
pendirian AIIB ini, seperti Amerika Serikat (AS). AS menyadari akan ambisi Tiongkok
sebagai great power dunia dan AIIB dijadikan wadah bagi Tiongkok untuk mewujudkan

ambisinya tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah AS berusaha untuk memengaruhi negaranegara yang dikenal sebagai sekutu dekatnya untuk tidak bergabung dengan AIIB. Alasannya
adalah AIIB dinilai memiliki track record yang mengkhawatirkan terkait dampak sosial dan
lingkungan yang ditimbulkan. Keberadaan Tiongkok dinilai AS tidak memiliki rasa tanggung
jawab terhadap dua aspek tersebut (Forbes 2015). Pembangunan infrastruktur akan selalu
menimbulkan dampak sosial yakni penggusuran tempat tinggal penduduk lokal dan dampak
lingkungan seperti kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan baru.

Salah satu momen AS menolak AIIB adalah saat Menteri Luar Negeri AS John Kerry
bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott pada pelantikan Presiden Joko
Widodo tahun 2014 (Mohan 2014). Kerry mendekati secara personal Abbott agar menjauh
dari AIIB. Hal sama juga dilakukan pada Korea Selatan dan Indonesia. Sementara itu, ada
pula negara-negara yang menyambut positif pembentukan AIIB. Keberadaan AIIB bagi
negara-negara berkembang di Asia disambut positif dengan telah tergabungnya beberapa
2

Ekonomi Politik Internasional

Eksistensi Asian Infrastructure Investment Bank dalam Pergeseran Tatanan Ekonomi Politik
Internasional


negara berkembang sebagai anggota pendiri AIIB. Yang menarik, sambutan postif juga
muncul dengan bergabungnya Inggris, Australia, dan Korea Selatan dalam AIIB. Meski telah
diminta AS untuk tidak ikut bergabung, namun pada akhirnya negara-negara ini tetap
bergabung dan tercatat sebagai 58 negara pendiri AIIB (Renard 2015).

AIIB juga memantik perdebatan terkait keberadaannya di Asia. Saat ini ada bank serupa di
benua ini. Asian Development Bank (ADB) adalah bank yang memiliki peranan hampir sama
dengan AIIB, terkait pemberian bantuan dana pembangunan bagi negara-negara berkembang
di Asia (Renard 2015). Akan tetapi, bagi Tiongkok permasalahannya adalah ADB didominasi
oleh Jepang, terlihat dari proporsi hak suara yang dimiliki Jepang lebih besar dari anggota
lainnya (Adams 2015, 3). Oleh sebab itu, Tiongkok kemudian menuntut adanya reformasi
karena proporsi yang demikian dianggapnya tidak sesuai. AIIB kemudian digagas oleh
Tiongkok dan sebagai bagian mencapai kepentingan mereka. Selain itu ada alasan-alasan
yang dikatakan menjadi dasar pembeda dengan ADB, di antaranya adalah ADB lebih
berfokus pada pembangunan di sektor-sektor seperti pendidikan dan kemiskinan, sementara
AIIB diproyeksikan untuk pembangunan terkait infrastruktur di negara-negara berkembang.
Selain itu, selama ini memang ADB hanya sedikit mengalokasikan dananya untuk
pembangunan infrastruktur di negara-negara yang ada di Asia (Forbes 2015).

Jika dilihat lebih lanjut, AIIB sebenarnya merepresentasikan apa yang tengah terjadi dalam

hubungan internasional. Unilateralisme dan hegemonitas AS tengah mendapat tantangan dari
kemunculan negara-negara yang kekuatannya mulai bangkit. Beberapa di antaranya adalah
Tiongkok, Jerman, Brasil, India, Korea Selatan, Jepang, dan sebagainya. Negara-negara yang
kekuatannya tengah bangkit ini banyak bermunculan dalam forum-forum multilateralisme, di
antaranya G-20, BRICS, dan lainnya. Keberadaan negara-negara maju ini dipandang oleh
Giovanni Arrighi (2006) sebagai momentum dijalankannya tatanan Ekonomi Politik
Internasional oleh negara-negara core atau dengan kata lain, apa yang dikatakan oleh Modern
World System Theory terkait eksistensi yang tengah berkembang saat ini adalah ada negara-

negara core dan periphery. Sehingga, eksistensi AIIB merupakan gambaran tatanan Ekonomi
Politik Internasional kini tengah dijaga stabilitasnya oleh negara-negara core, bukan lagi
hegemonitas AS.

Ekonomi Politik Internasional

3

Alfionita Rizky Perdana

Modern World System Theory dan Pandangannya terhadap Tatanan Ekonomi Politik


Internasional
Immanuel Wallerstain pernah menggagas pemikiran yang kemudian dikenal sebagai Teori
Modern World System. Memiliki dasar yang sama dengan Marxisme, Wallerstain kemudian

menariknya ke tingkat yang lebih tinggi, yakni ke tingkat internasional. Cara pandang teori
ini salah satunya menekankan pada melihat dunia sebagai area yang memiliki struktur. Maka
teori ini memandang bahwa dalam ranah Ekonomi Politik Internasional ada struktur yang
berhirarki dan terefleksi dari struggle of states dan kelas-kelas ekonomi (Gilpin 1987, 68).
Teori ini kemudian menjelaskan struktur yang muncul adalah negara core, semi-periphery,
dan periphery sebagai sebuah integrasi secara keseluruhan (Gilpin 1987, 69). Teori Modern
World System menjelaskan bahwa dalam Ekonomi Politik Internasional, negara-negara
periphery cenderung tereksploitasi dan tergantung pada negara-negara core (Gilpin 1987,

69). Bahan-bahan mentah diekspor ke negara-negara core dan tidak jarang dibeli hanya
dengan harga murah. Ketika bahan-bahan mentah tersebut telah diolah, produk jadi akan
diekspor kembali ke negara-negara periphery tersebut dengan harga yang terbilang tinggi. Ini
merupakan sistem yang ada dalam Ekonomi Politik Internasional menurut Teori Modern
World System.


Bagi Teori Modern World System tatanan Ekonomi Politik Internasional bersifat hirarkis.
Hirarki ini didasarkan oleh asas division of labor yang jika ditarik ke tingkat internasional
maka disebut sebagai negara-negara core, semiperiphery, dan periphery (Gilpin 1987, 83).
Keteraturan dalam Ekonomi Politik Internasional dijaga melalui adanya sistem yang dijaga
untuk terus berjalan. Negara-negara core adalah aktor yang berperan menjaga agar sistem
terus berjalan karena pada akhirnya, keuntungan akan kembali pada negara-negara core.
Keadaan ini dilakukan melalui berbagai mekanisme seperti salah satunya adalah pemberian
maupun pinjaman dana bagi pembangunan infrastruktur di negara-negara periphery.
Kemudian, teori ini memandang bahwa struktur bersifat dinamis, artinya akan ada
kebangkitan atau kemunculan negara-negara core yang telah mengalami perkembangan
dalam negerinya (Gilpin 1987, 84). Artinya, negara-negara yang dahulu merupakan negaranegara berkembang, dapat bergeser menjadi negara maju akibat adanya pembaruan domestik
misalnya kebijakan negara di bidang ekonomi yang menaikkan gaji pegawai sehingga
masyarakat hidup sejahtera.

4

Ekonomi Politik Internasional

Eksistensi Asian Infrastructure Investment Bank dalam Pergeseran Tatanan Ekonomi Politik
Internasional


Keberadaan Asian Infrastructure Investment Bank di Dunia Multipolar

Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam lawatannya ke Asia Tenggara di tahun 2013
mengutarakan niatan Tiongkok untuk mendirikan sebuah bank yang akan bergerak di bidang
pembangunan infrastruktur dan khusus membantu negara-negara berkembang di Benua Asia
(Beaulieu & Dobson 2015). Saat ini ada 58 negara yang tergabung sebagai pendiri (Renard
2015). Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) digagas oleh Tiongkok dengan dasar
untuk menurunkan gap infrastruktur di Asia yang masih tinggi. Menurut data yang dihimpun
oleh Asian Development Bank (ADB), gap infrastruktur di Asia masih membutuhkan dana
sebesar US$ 8 triliun (The Economist 2015). Menurut Hui Feng (2015, dalam Beaulieu &
Dobson 2015) rinciannya, US$ 2,5 triliun digunakan untuk pembangunan jalan dan jalur
kereta api, US$ 4,1 triliun untuk power plant dan transmisi, US$ 1,1 triliun untuk
komunikasi, dan US$ 400 miliar untuk air dan snitasi. Kondisi ini lantas dijadikan motivasi
Tiongkok menginisiasi pembentukan AIIB. Di Asia dan internasional sendiri sebenarnya
sudah ada bank yang fungsinya juga bergerak di sektor pembangunan, baik infrastruktur
maupun sektor-sektor seperti pendidikan. Bank tersebut dikenal sebagai Asian Development
Bank (ADB) dan Bank Dunia.

Akan tetapi, Tiongkok memiliki kepentingan terkait reformasi di dua organ tersebut.

Tiongkok sebagai negara berkembang dengan kemampuan ekonomi yang bagus menuntut
adanya reformasi dalam dua organisasi tersebut. Reformasi ini diminta Tiongkok karena
ADB terlalu didominasi Jepang dan juga AS sementara itu Bank Dunia masih didominasi AS
dan negara-negara Barat lainnya (Renard 2015). Dominasi ini lebih menguntungkan negaranegara tersebut karena jumlah hak suara dalam sistem voting yang dimiliki lebih besar
dibanding Tiongkok. Oleh sebab itu, Tiongkok yang merasa frustasi tuntutannya tidak
kunjung terpenuhi akhirnya memutuskan untuk menginisiasi AIIB ini (Renard 2015).
Sebelum AIIB sendiri sudah ada dua organisasi yang juga digagas oleh Tiongkok, BRICS
Development Bank dan the Silk Road Fund (Renard 2015).

AIIB kemudian dirancang untuk menjadi institusi yang mengedepankan transparansi serta
mekanisme yang bersih (Beaulieu & Dobson 2015, 4). Selama ini, Tiongkok masih
dipandang sebagai free rider dalam berbagai rezim maupun organisasi internasional (Dreyer
2014). Tiongkok juga masih dipandang sebagai negara yang korup (Dreyer 2014). Kondisi ini

Ekonomi Politik Internasional

5

Alfionita Rizky Perdana


yang memunculkan kecurigaan bahwa Tiongkok dan AIIB hanya akan menjadi institusi yang
demikian. Akan tetapi, untuk menepisnya, bergabunglah negara-negara Barat yang selalu
membawa semangat demokrasi dan kebersihan untuk kemudian diharapkan eksistensi mereka
dapat memengaruhi jalannya AIIB agar institusi ini tidak menjadi institusi yang korup dan
buruk di dalamnya. AIIB di dunia multipolar ini menjadi salah satu contoh adanya pergeseran
dalam tatanan Ekonomi Politik Internasional.

Benua Asia menjadi target pemberian dana investasi pembangunan infrastruktur karena
beberapa hal selain gap infrastruktur yang masih besar. Pertama , di Asia kini telah banyak
negara berkembang yang membuka perekonomiannya dan berupaya untuk terintegrasi dalam
perekonomian global. Di Asia Tenggara misalnya, tercatat ada Myanmar, Kamboja, dan Laos
yang kini tengah menuju integrasi ke perekonomian global setelah pemerintahnya membuka
perekonomian mereka (Beaulieu & Dobson 2015). Sebelumnya, ketiga negara ini tidak
memberlakukan kebijakan ekonomi terbuka, Myanmar sebagai contoh baru membuka
perekonomiannya di era Presiden Thien Seing sejak 2011 untuk mengembalikan stabilitas
ekonominya (Mon 2014). Realita baru ini menjadi peluang bagi banyak negara untuk
memberi investasi dan mengirimkan perusahaan yang akan mengerjakan proyek
pembangunan infrastruktur mengingat di negara-negara berkembang dan baru membuka
perekonomiannya kebutuhan akan infrastruktur yang dapat mendukung kebijakan ekonomi
terbuka tersebut diperlukan. Selain itu, dengan potensi negara-negara berkembang kini telah

menuju integrasi global, pemberian investasi untuk pembangunan infrastruktur di Asia ini
juga bertujuan untuk mempermudah proses ekspor sumber daya alam dari negara-negara
penerima dana ke negara-negara pendonornya (Zhiqin 2015). Sehingga akan tercipta
ketergantungan antara negara penerima dana dan pendonor.

Kedua , di Benua Asia belum banyak negara-negara yang mampu mengembangkan dan

mengelola sumber daya alamnya secara efisien (Cronin 2009, 69-70). Negara-negara di Asia
sebenarnya banyak yang mulai memiliki perekonomian bagus dengan status middle income
countries. Dengan kemajuan ini negara-negara tersebut mmebutuhkan foreign direct
investment (FDI) yang besar untuk membantu pembangunannya. Kehadiran FDI dalam

bentuk pembangunan infrastruktur tentunya diperlukan untuk dapat mengefisienkan proses
industri negara-negara ini sehingga ekspor barang bisa dilakukan. Di dalam konteks AIIB ini,
maka kehadiran negara-negara pendonor diharapkan oleh negara-negara berkembang di Asia
untuk pengembangan infrastruktur yang mendukung perindustrian mereka. Tiongkok pun
6

Ekonomi Politik Internasional

Eksistensi Asian Infrastructure Investment Bank dalam Pergeseran Tatanan Ekonomi Politik
Internasional

sebagai inisiator telah menyiapkan separuh dari jumlah dana di AIIB ini sebagai modal untuk
investasi infrastruktur di kawasan Asia nantinya. Tidak hanya itu, negara-negara yang telah
mendaftarkan diri sebagai pendiri AIIB telah sepakat untuk menanamkan modal awal sebesar
US$ 50 juta (Renard 2015).

Keempat, Asia merupakan pangsa pasar yang masih menjanjikan (Cappell 2015). Benua Asia

kini juga memiliki beberapa daftar negara yang tergolong sebagai emerging market seperti
Indonesia, India, dan sebagainya. Pemberian dana investasi infrastruktur oleh negara-negara
pendonor dapat dirupakan dalam bentuk pengiriman perusahaan-perusahaan (Renard 2015).
Perusahaan-perusahaan ini yang dikirim ke negara-negara berkembang untuk membuka
usaha baru dan pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang yang dapat
dirupakan sebagai corporate social responsibility (CSR). Pangsa pasar besar di Asia akan
memberi keuntungan bagi perusahaan-perusahaan milik negara-negara pendonor untuk dapat
memasarkan produk mereka.

Eksistensi Negara-Negara Core dalam Asian Infrastructure Investment Bank

Merujuk pada Modern World System Theory, AIIB jika diamati sebenarnya menggambarkan
adanya negara-negara core dan periphery. Tatanan Ekonomi Politik Internasional dalam
AIIB menggambarkan adanya hirarkhi atau struktur yakni negara-negara core yang menjaga
agar sistem konfliktual dan bersifat eksploitatif terus berjalan. Negara-negara yang tergolong
sebagai core memiliki karakteristik sebagai negara yang memiliki kekuatan ekonomi, politik,
dan militer yang besar, spesialisasi pada manufaktur, dan memiliki modal yang biasanya akan
disalurkan ke negara-negara periphery baik dalam bentuk dana bantuan segar maupun dana
investasi untuk keperluan pembangunan di negara-negara berkembang (Wallerstain 1974). Di
dalam AIIB, setidaknya ada beberapa negara yang dapat digolongkan sebagai negara-negara
core beberapa di antaranya yaitu Tiongkok, Inggris, Korea Selatan, Australia, Prancis, Rusia,

Jerman, India, Brasil (Renard 2015). Selama ini negara-negara core ini telah menjadi bagian
dari sistem kapitalis global melalui transfer sumber daya alam dari negara-negara periphery.
Sebagai negara industri, kebutuhan negara-negara ini terhadap sumber daya alam mentah dan
energi untuk menggerakkan perindustrian mereka secara terus menerus adalah sebuah hal
yang penting. Tiongkok dan India misalnya, dua negara ini menjadi negara yang banyak
mengimpor sumber daya alam mentah dari Asia Tenggara (Cronin 2009, 66).

Ekonomi Politik Internasional

7

Alfionita Rizky Perdana

Bergabungnya negara-negara sekutu AS seperti Inggris menjadi sebuah fakta menarik.
Inggris beralasan jika bergabungnya mereka ke AIIB adalah untuk dapat memengaruhi
jalannya AIIB agar menjadi institusi yang bersih, transparan, dan lebih demokratis
(Mahbubani 2015). Mengingat Inggris adalah salah satu negara Barat yang membawa
semangat demokrasi, seperti yang dikatakan oleh pihak pemerintah Inggris dalam rilisan
resminya bahwa Inggris. Tetapi di balik alasan tersebut, ada pendapat lain yang menyatakan
bahwa bergabungnya Inggris ke AIIB juga disebabkan karena kekuatan ekonomi Tiongkok
(Mahbubani 2015). Tiongkok masih menjadi daya tarik tersendiri bagi negara-negara lain.
Bagi Inggris, hubungan dengan Tiongkok selama ini hanya terjalin dalam sektor ekonomi
(Cappell 2015). Oleh sebab itu, melanjutkan kerjasama di bidang ekonomi seperti di AIIB
adalah cara mereka untuk dapat meraih keuntungan dari kekuatan ekonomi Tiongkok. Contoh
lain dari bergabungnya negara Barat dengan AIIB adalah Norwegia. Norwegia yang
sebelumnya tidak terlalu banyak menjalin hubungan kerjasama dengan Tiongkok, kini mulai
mempertimbangkan Tiongkok dan negara-negara berkembang lainnya di Asia sebagai mitra
kerjasama ekonominya lewat AIIB ini (Cappell 2015).

Sebagai negara-negara dunia pertama yang memiliki modal, bergabung dengan AIIB
merupakan bentuk upaya mereka dalam memelihara sistem yang ada. Motif-motif ini yang
kemudian mendorong negara-negara core bergabung dengan AIIB. Apalagi melihat Asia
sebagai pangsa pasar dan penyedia sumber daya alam yang begitu menarik (Rhee 2014).
Negara-negara Barat melihat bahwa akses sumber daya alam serta potensi mereka untuk
menjadi core akan memperkuat posisi mereka di dunia internasional. Selain itu, melihat peta
kekuatan di AIIB ini terlihat bahwa ada negara-negara kuat yang dipandang menjadikan AIIB
sebagai wadah bagi mereka untuk mempertegas posisi mereka sebagai kekuatan dunia atau
dalam kata lain soal kebanggaan menyandang status negara pendiri AIIB (Dreyer 2014).

Tiongkok yang merupakan negara core dalam lembaga ini juga memiliki kepentingan
tersendiri. AIIB akan menjadi salah satu wadah menuju kebangkitan kekuatan Tiongkok di
dunia. Tiongkok harus menunjukkan komitmennya dengan masyarakat internasional agar
tidak dituduh sebagai free rider oleh AS dan sekutunya. Sebagai contoh, disebutkan bahwa
modal awal dana investasi sebesar US$ 50 juta yang akan digunakan di AIIB berasal dari
Tiongkok (Renard 2015). Selain itu Tiongkok didukung dengan kemampuan diplomasi dan
kekuatan ekonomi mereka yang menjadi nilai jualnya (Renard 2015). Dibandingkan dengan
BRICS Development Bank, kepentingan Tiongkok dinilai lebih mudah tercapai di AIIB
8

Ekonomi Politik Internasional

Eksistensi Asian Infrastructure Investment Bank dalam Pergeseran Tatanan Ekonomi Politik
Internasional

(Renard 2015). Selain itu, persoalan sumber daya alam tidak bisa diabaikan mengingat
Tiongkok merupakan negara industri dengan kebutuhan bahan-bahan mentah serta minyak
untuk menggerakkan industri mereka (Cronin 2009, 63). Lewat AIIB ini Tiongkok bisa
memeroleh kebutuhannya tersebut dan juga untuk mendorong perusahaan-perusahaan
Tiongkok beroperasi di negara-negara berkembang lainnya.

Mekanisme dan Tatanan dalam Asian Infrastructure Investment Bank

AIIB dirancang untuk menjadi institusi yang mengedepankan transparansi serta mekanisme
yang bersih (Beaulieu & Dobson 2015, 4). Di dalamnya sudah ada beberapa negara Barat
yang merupakan promoter nilai-nilai demokrasi dan transparansi, sehingga ada pandangan
bahwa AIIB bisa berjalan dengan transparan dan tidak korup. Bergabungnya Inggris, Jerman,
dan lainnya dalam AIIB ini misalnya secara resmi dalam rilisan pemerintah masing-masing
dilatarbelakangi oleh alasan untuk dapat memengaruhi jalannya AIIB agar menjadi institusi
yang bersih, transparan, dan lebih demokratis (Mahbubani 2015). Sejauh ini, sudah
ditandatangani oleh 58 negara pendiri AIIB sebuah kesepakatan tertulis yang dikenal sebagai
Article of Agreements. Salah satu kesepakatan yang membedakan AIIB dengan Bank Dunia

misalnya adalah AIIB membuka keanggotaannya bagi siapa pun, termasuk bagi anggota
Bank Dunia dan ADB. Ini berbeda dibanding Bank Dunia yang hanya membuka
keanggotaannya bagi negara-negara yang tergabung ke dalam IMF.

Mekanisme berikutnya adalah terkait pemberian dana pinjaman kepada negara-negara
berkembang penerima. Di dalam Artikel 11 tertulis bahwa AIIB akan bertindak sebagai
fasilitator bagi negara-negara anggota, agensi, maupun entitas-entitas yang beroperasi dengan
berkaitan pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang di Asia (Asian
Infrastructure Investment Bank 2015). Selain menjadi fasilitator, AIIB juga akan bertindak
sebagai ; (1) partisipator maupun peminjam dana langsung, (2) investor kapital atau dana
melalui institusi maupun perusahaan beroperasi di negara-negara berkembang di Asia, (3)
sebagai penjamin atas pemberian dana (Asian Infrastructure Investment Bank 2015). Dari sini
dapat ditarik poin penting bahwa dana kepada negara-negara berkembang yang bertindak
sebagai penerima akan berupa pinjaman langsung atau pun dana-dana yang diberikan melalui
perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara-negara berkembang. Negara-negara
pendonor juga dapat memberikan dananya melalui pemberian proyek pada perusahaan-

Ekonomi Politik Internasional

9

Alfionita Rizky Perdana

perusahaan asingnya agar membangun infrastruktur di negara-negara penerima dana.
Keputusan dalam peminjaman dana pun direncanakan untuk lebih mudah dan cepat (Rastello
& Krishnan 2015). AIIB berbeda dibanding Bank Dunia maupun bank-bank peminjam
lainnya yang menerapkan berbagai persayaratan (conditions).

Selain mekanisme dana, AIIB juga telah menuliskan di dalam Articles of Agreement ini agar
setiap anggota maupun entitas-entitas yang menjadi pendonor bagi pembangunan
infrastruktur agar mematuhi peraturan AIIB dan tanpa terkecuali agar mematuhi kebijakan
lingkungan dan sosial yang ada di negara penerima (Asian Infrastructure Investment Bank
2015). Akan tetapi, belum dijelaskan secara lebih lanjut mengenai mekanisme kepatuhan ini.
Kemudian, mekanisme lainnya adalah berkaitan dengan hak suara dan voting. Di dalamnya
disepakati pembagian hak suara dan voting. Berdasarkan Articles of Agreement, distribusi
shareholders di AIIB didasarkan atas ukuran ekonomi negaranya sehingga sebagai hasilnya

Tiongkok memegang hak sebesar 30 persen, kemudian India sebesar 8,4 persen, Rusia
sebesar 6,5 persen (Xinhua 2015). Dengan pembagian seperti ini, Tiongkok memiliki jumlah
hak suara voting lebih besar yakni 26,06 persen. Meski hak suara cukup besar, namun
Tiongkok tidak bisa serta merta mudah dalam mengeluarkan veto karena dibutuhkan 75
persen suara bagi Tiongkok untuk mengeluarkan veto. Sementara negara-negara yang
tergabung di dalamnya memiliki kemampuan negosiasi dan diplomasi yang dapat dikatakan
saling menyeimbangi. Ketentuan hak suara ini berbeda dibanding dengan yang ada di ADB
dan Bank Dunia. Di ADB dan Bank Dunia lebih didominasi oleh negara-negara Barat.
Dengan ketentuan seperti ini, maka ada potensi kemunculan negara-negara berkembang yang
tengah menjadi emerging market untuk ikut menjaga stabilitas Ekonomi Politik Internasional.

Kesepakatan lain yang disepakati adalah penggunaan Dollar sebagai kurs resmi dalam AIIB
(Asian Infrastructure Investment Bank 2015). Ini berlawanan dengan asumsi bahwa
Renminbi Tiongkok akan digunakan sebagai kurs dalam AIIB. Di dalam Articles of
Agreement, Dollar tertulis sebagai mata uang resminya. Sehingga, terlihat di AIIB negara-

negara yang menjadi pendirinya menetapkan tatanan yang yang lama seperti di Bank Dunia
dan ADB. Penggunaan Renminbi belum dilaksanakan karena dianggap akan memunculkan
unilateralisme Tiongkok. Selain itu, untuk presiden bank, telah ditetapkan bahwa presiden
harus berasal dari Benua Asia (Asian Infrastructure Investment Bank 2015). Ini berbeda
dibanding ADB yang presidennya selalu ditempati oleh wakil-wakil dari Jepang. Dengan
ketentuan seperti ini, AIIB memberi kesempatan bagi negara-negara di Asia untuk dapat
10

Ekonomi Politik Internasional

Eksistensi Asian Infrastructure Investment Bank dalam Pergeseran Tatanan Ekonomi Politik
Internasional

berpartisipasi aktif. Ini juga dapat meminimalisir potensi hegemonitas satu negara di dalam
AIIB dan sekaligus mematahkan anggapan bahwa AIIB akan didominasi oleh Tiongkok
seperti halnya ADB dan Bank Dunia yang didominasi Jepang, AS, dan negara-negara Barat
lainnya.

Dari sini terlihat bagaimana tatanan Ekonomi Politik Internasional dijalankan secara
multilateral melalui negara-negara core melalui sebuah sistem. Sistem ini yang sengaja dijaga
karena jika ada instabilitas terjadi pada sistem ini, maka yang terjadi adalah krisis. Setidaknya
sebagai gambaran pada Krisis Finansial Global tahun 2008, pola yang terjadi adalah adanya
negara-negara core seperti Tiongkok, AS, dan negara-negara Eropa yang mengalami
instabilitas finansial sehingga krisis terjadi. Belajar dari kasus tersebut, bermunculan
kemudian forum-forum kerjasama multilateralisme yang bertujuan untuk mengembalikan
stabilitas domestik masing-masing maupun bagi sistem dalam Ekonomi Politik Internasional
yang tengah berjalan. Beberapa di antaranya adalah G-20, BRICS, dan yang terbaru adalah
AIIB.

Dengan adanya AIIB, negara-negara core bisa menjaga aliran ekspor manufaktur dan impor
bahan mentah yang berguna untuk menjaga stabilitas ekonomi mereka. Mekanisme
peminjaman dana untuk pembangunan infrastruktur pun dibuat semudah mungkin dan
didorong untuk terus dijalankan dengan tujuan pula agar tidak terjadi inflasi yang berpotensi
menimbulkan krisis atau instabilitas nantinya. Pemerintah Tiongkok sendiri telah menerapkan
kebijakan domestiknya untuk pembangunan infrastruktur mengingat PDB Tiongkok yang
begitu besar namun tidak banyak pengeluarannya (Morrison 2009). Sebelumnya, ditambah
dengan kebijakan saat itu yang penarikan pajak dan suku bunga yang tinggi, maka jumlah
peminjam menjadi menurun dan kemampuan para peminjam yang telah terlanjur meminjam
tidak mampu kembali untuk membayar hutang-hutangnya (Morrison 2009). Oleh sebab itu,
untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah kemudian mendorong pembangunan
infrastruktur domestik dan termasuk pula mendorong perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk
meminjam dana agar dana yang dimiliki dirupakan dalam pembangunan infrastruktur
(Morrison 2009). Dengan kebijakan baru yakni pajak dan suku bunga yang diturunkan, maka
jumlah peminjam akan meningkat dan pembangunan infrastruktur yang bermanfaat bagi
kegiatan perdagangan akan lebih banyak digalakkan. Tidak hanya di tingkat domestik,
melainkan kemudian dikembangkan ke tingkat internasional. Dengan PDB yang banyak ini

Ekonomi Politik Internasional

11

Alfionita Rizky Perdana

Tiongkok kemudian menjadi pendonor dan menginisiasi AIIB. Begitu pula dengan negaranegara core lainnya seperti Jerman, Prancis, Inggris yang memiliki kebijakan untuk
pembangunan infrastruktur (PwC 2011). Pembangunan infrastruktur diperluas bukan hanya
di tingkat domestik melainkan juga hingga ke luar negeri. Hal ini disebabkan karena ada
pandangan bahwa dengan pembangunan infrastruktur, maka akan mempermudah kegiatan
ekonomi yang akan berkontrbusi bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara (PwC 2011).

Kesimpulan

Asian Inrastructure Investment Bank atau AIIB merupakan sebuah bank yang diinsiasi
pendiriannya oleh Tiongkok di tahun 2013 dan diproyeksikan sebagai bank yang akan
memberi pinjaman dana investasi untuk pembangunan infrastruktur di negara-negara
berkembang di Asia. Beberapa negara yang dikenal sebagai aliansi AS yakni Inggris,
Australia, dan Korea Selatan ikut bergabung di saat AS menyatakan penolakannya terhadap
AIIB. AIIB juga sempat memunculkan pertanyaan terkait keberadaan bank serupa di Asia
yakni Asian Development Bank (ADB) dan Bank Dunia di tingkat global. Kemunculan AIIB
menggambarkan adanya pergeseran dalam tatanan Ekonomi Politik Internasional dari yang
semula didasarkan atas adanya hegemoni kemudian bergser menjadi apa yang dikatakan oleh
Modern World System Theory yakni berstruktur dan bersifat hirarkhi. Sistem atau struktur

dalam Ekonomi Politik Internasional didasarkan atas asas pembagian tenaga kerja yang jika
ditarik ke ranah internasional, maka memunculkan negara-negara core, semiperiphery, dan
periphery. Negara-negara core menjaga sistem berjalan terus agar tidak terjadi instabilitas

ekonomi serta agar keuntungan terus mengalir padanya. Cara yang dilakukan adalah melalui
alur ekspor dan impor dengan negara-negara periphery. Jika sistem ini berhenti atau
mengalami gangguan, maka akan berdampak pada instabilitas domestik di banyak negara.
AIIB pun demikian, mekanisme yang diciptakan dengan memberi pinjaman dana untuk
pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang bertujuan untuk mempermudah
proses ekspor dan impor antara negara-negara maju dan berkembang. Infrastruktur menjadi
media yang akan mempermudah jalannya ekonomi global. Dengan demikian, maka
instabilitas di banyak negara dapat dicegah. AIIB selain itu juga menunjukkan tatanan
Ekonomi Politik Internasional yang dijalankan oleh negara-negara core seperti Tiongkok,
Jerman, Rusia, Inggris, India, Brasil, dan sebagainya. Negara-negara core ini peranannya
penting dalam menciptakan keteraturan dalam Ekonomi Politik Internasional. Peranan dan
pengaruhnya dapat dilihat dalam mekanisme yang telah dirancang. Sehingga, penting untuk
12

Ekonomi Politik Internasional

Eksistensi Asian Infrastructure Investment Bank dalam Pergeseran Tatanan Ekonomi Politik
Internasional

mempertahankan struktur yang ada. Struktur ini memang akan menguntungkan negara-negara
core dan mencegah negara-negara periphery untuk dapat berkembang.

Daftar Pustaka

Buku dan Artikel dalam Buku
Cronin, Richard, 2009. “Exploiting Natural Resources”, dalam Growth, Instability, and
Conflict in the Middle East and Asia. Washington D.C. : The Henry L. Stimson Center.

Gilpin, Robert, 1987. The Political Economy of International Relations . Princeton : Princeton
University Press, pp. 65-117.

Wallerstein, Immanuel, 1974. The Modern World- System: Capitalist Agriculture and the
Origins of the European World-Economy in the Sixteenth Century. New York: Academic

Press.

Artikel Jurnal dan Jurnal Elektronik
Adams, Stephen, 2015. “The AIIB : Political Influence and Infrastructure Policy”, Global
Counsel.

Beaulieu, Eugene, & Wendy Dobson, 2015. “Why Delay the Inevitable : Why the AIIB
Matters to Canada’s Future”, SPP Communiques, 7 (2).
Mohan, Brij, 2014. “Asian Infrastructure Investment Bank : Purpose, Structure, and India’s
Interest”, International Research Journal of Commerce Arts and Science, 5 (11).
Rhee, Changyong, 2014. “Asia : Achieving Its Potential”, Financial & Development, 51 (2).

Ekonomi Politik Internasional

13

Alfionita Rizky Perdana

Artikel Online

Rastello, Sandrine, & Unni Krishnan, 2015. AIIB Said to Mull Faster Loan Approval with No
Board On-Site [online]. dalam : http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-05-

18/aiib-said-to-mull-fast-track-loan-approval-with-no-board-on-site [diakses 9 Juli 2015].

Cappell, Elliott, 2015. Seizing Opportunity : the UK and the Asian Infrastructure Investment
Bank [online]. dalam : http://devpolicy.org/seizing-opportunity-the-uk-and-the-asian-

infrastructure-investment-bank-20150424/ [diakses 21 Juni 2015].

Dreyer, June Teufel, 2014. The Asian Infrastructure Investment Bank : Who Will Benefit ?
[online]. dalam : http://www.fpri.org/articles/2015/04/asian-infrastructure-investmentbank-who-will-benefit [diakses 21 Juni 2015].

Mahbubani, Kishore, 2015. Why Britain Joining China-Led Bank is a Sign of American
[online].

Decline

dalam

:

http://www.mahbubani.net/articles%20by%20dean/Why%20Britain%20Joining%20China
-Led%20Bank%20Is%20a%20Sign%20of%20American%20Decline.pdf [diakses 21 Juni
2015]

Mon, Kyaw Hsu, 2014. Economists Say Political Stability Key to Growth [online]. dalam :
http://www.irrawaddy.org/business/economists-say-political-stability-key-growth.html
[diakses 20 Maret 2015]

Zhiqin, Shi, 2015. The Asian Infrastructure Investment Bank : A Win-Win for China-EU
Relations [online]. dalam : http://carnegietsinghua.org/2015/06/16/asian-infrastructure-

investment-bank-win-win-for-china-eu-relations/ialz [diakses 29 Juni 2015].

Media Massa Online
Forbes, 2015. Is the UK ‘Accomodating’ China by Joining Its New Investment Bank ?
[online].

dalam

:

http://www.forbes.com/sites/anaswanson/2015/03/15/is-the-uk-

accommodating-china-by-joining-the-asian-infrastructure-investment-bank/ [diakses 21
Juni 2015]
14

Ekonomi Politik Internasional

Eksistensi Asian Infrastructure Investment Bank dalam Pergeseran Tatanan Ekonomi Politik
Internasional

______, 2015. Washington's Lobbying Efforts Against China's 'World Bank' Fail As Italy,
France

Welcomed

Aboard

[online].

dalam

:

http://www.forbes.com/sites/kenrapoza/2015/04/03/washingtons-lobbying-efforts-againstchinas-world-bank-fail-as-italy-france-welcomed-aboard/ [diakses 9 Juli 2015].

The Economist, 2015. Development Finance Helps China Win Friends and Influence
American

Allies.

[online].

dalam

http://www.economist.com/news/asia/21646740-

development-finance-helps-china-win-friends-and-influence-american-alliesinfrastructure-gap [diakses 21 Juni 2015].

Wall Street Journal, 2015. China-Led Bank to Focus on Big-Ticket Projects, Indonesia Says.
[online].

dalam

http://www.wsj.com/articles/china-led-aiib-to-focus-on-big-ticket-

projects-indonesia-says-1428647276 [diakses 21 Juni 2015].

Xinhua, 2015. Signing of AIIB Agreement is Historic Step. [online]. dalam :
http://www.chinadaily.com.cn/bizchina/2015-06/29/content_21135343.htm [diakses 29
Juni 2015].

Lain-Lain

Asian Infrastructure Investment Bank, 2015. Articles of Agreement. [online]. dalam :
http://www.aiibank.org/ [diakses 30 Juni 2015].
Morrison, Wayne M., 2009. ‘China and the Global Financial Crisis : Implications for the
United States’, CRS Report for Congress.
PwC, 2011. ‘Infrastructure Investment in the Wake of Crisis Impact of the Global Economy
on PPPs in OECD Countries’, Talking Points.
Renard, Thomas, 2015. ‘The Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) : China’s New
Multilateralism and the Erosion of the West’, EGMONT Security Policy Brief.

Ekonomi Politik Internasional

15