RUMUSAN Keswan Kesmavet RAPAT KOORDINASI TEKNIS NASIONAL I TAHUN 2017-perbaikan

RUMUSAN
RAPAT KOORDINASI TEKNIS NASIONAL I TAHUN 2017
KOMISI KESEHATAN HEWAN DAN
KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
Lombok, 2-3 Pebruari 2017
Setelah memperhatikan arahan dari Direktur Kesehatan Hewan, paparan Direktorat
Kesehatan Hewan dan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner serta diskusi yang
berkembang selama berjalannya Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan Hewan Nasional I
Tahun 2017 pada Komisi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner,
dirumuskan sebagai berikut:
A.

Peran Penanggulangan Gangguan Reproduksi dalam Program UPSUS
SIWAB:
1. Pelaksanaan identifikasi status reproduksi ternak dilaksanakan oleh Tim
Terpadu melibatkan Medik Reproduksi, PKB, ATR, Pakan, Bitpro, PPHP,
Koordinator pelaporan, Koordinator iSIKHNAS.
2. Penerbitan SKSR dilakukan secara langsung oleh Medik Veteriner atau atas
rekomendasi ATR kepada Medik Veteriner.
3. Mengingat kegiatan penetapan status reproduksi berpengaruh besar terhadap
kegiatan-kegiatan lainnya lingkup PKH, maka percepatan pelaksanaan

kegiatan melalui Tim Terpadu harus segera dilaksanakan.
4. Tim penanggulangan gangguan reproduksi (Balai Veteriner dan Dinas Provinsi
yang memiliki dana gangguan reproduksi 1784) harus melakukan koordinasi
dengan provinsi dalam pemanfaatan dana penentuan status reproduksi pada
kegiatan 1785.
5. Pelaksanaan penanggulangan reproduksi dilaksanakan oleh Tim dengan
melibatkan BITPRO, Pakan, PPHP, Koordinator pelaporan, PKB, ATR dan
Koordinator iSIKHNAS.
6. Hasil diagonosa hypofungsi ovary pada kegiatan penanggulangan gangguan
reproduksi dalam bentuk SKSR, harus direkap secara bertahap untuk
diserahkan kepada pakan. Hasil rekapan tersebut sebagai dasar dalam
pemberian pakan konsentrat melalui kegiatan 1783.
7. Tenaga Harian Lepas (THL) medik dan paramedik veteriner dimanfaatkan
untuk mendukung pelaksanaan UPSUS SIWAB baik secara teknis maupun
pelaporan.

B.

Peran Pengendalian Ternak Betina Produktif dalam UPSUS-SIWAB
1.

2.

Setiap sapi/kerbau yang akan masuk ke Rumah Potong Hewan (RPH) harus
disertai dengan Surat Keterangan Status Reproduksi (SKSR). Tidak ada
penerbitan SKSR di Rumah Potong Hewan (RPH).
Petugas RPH akan melakukan verifikasi SKSR. Verifikasi SKSR dilakukan
melalui pemeriksaan dokumen (SKSR) dan apabila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan status reproduksi. Pemeriksaan status reproduksi dilakukan

3.

4.

5.
6.

C.

pada kondisi (1) adanya keraguan terhadap keabsahan dokumen SKSR, dan
(2) adanya ketidaksesuaian antara dokumen SKSR dengan kondisi ternak.

Terhadap sapi/kerbau yang tidak disertai SKSR, maka dilakukan penolakan
pemotongan. Petugas RPH dapat membantu menghubungkan antara pemiliki
ternak dengan petugas Puskeswan/Dinas untuk dilakukan pemeriksaan status
reproduksi agar dapat diterbitkannya SKSR.
Terhadap sapi/kerbau yang disertai SKSR tetapi ketika dilakukan pemeriksaan
status reproduksi oleh Petugas RPH ternyata tidak sesuai dengan yang
tercantum dalam SKSR (produktif), maka dilakukan penundaan pemotongan
dan petugas RPH mengarahkan pemilik ternak ke Puskeswan/Dinas agar
dilakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan status reproduksi ternak
tersebut.
Pengawasan pemotongan betina produktif akan dilakukan oleh Tim Terpadu
yang akan melibatkan Baharkam Polri dengan menitikberatkan pada upaya
pembinaan.
Sosialisasi pengendalian betina produktif (pelarangan pemotongan betina
produktif) secara konsisten akan dilakukan kepada pemangku kepentingan
(stakeholder) RPH melalui berbagai media komunikasi.

Pengendalian Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS)
1.
2.

3.
4.

Dalam rangka mendukung upaya peningkatan populasi dan produksi ternak
dalam program UPSUS SIWAB, peran pengendalian penyakit hewan menular
strategis mutlak diperlukan.
Penguatan data dasar populasi dan distribusi hewan/ternak sangat diperlukan
untuk analisis epidemiologi dan analisis risiko sebagai dasar dalam penetapan
kebijakan Pengendalian Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS)
Dalam pengendalian Zoonosis diperlukan penguatan koordinasi lintas sektor
terutama antara kesehatan hewan, kesehatan masyarakat dan kesehatan
satwa liar dengan pendekatan One Health.
MEngingat terbatasnya alokasi APBN untuk kegiatan pengendalian dan
pemberantasan PHMS, maka sangat diperlukan komitmen dan dukungan
anggaran dari APBD. Untuk itu diperlukan upaya advokasi kepada
pemerintahan daerah.

Tim Perumus,
Mataram, 2 Februari 2017