Boks1PembangunanKlasterIndustriHilirBerbasisOleoch.
Boks 1
PEMBANGUNAN KLASTER INDUSTRI HILIR
BERBASIS PERTANIAN OLEOCHEMICAL
DI PROVINSI RIAU
I.
Latar Belakang
Program 100 hari pemerintahan Presiden Republik Indonesia yang baru meliputi 45 program
penting yang akan dijalankan Pemerintah diseluruh tanah air, yang berkaitan dengan
pembangunan sektoral dan regional. Dari 45 program aksi tersebut, Presiden menetapkan
15 di antaranya sebagai program pilihan yang wajib diimplementasikan dalam jangka waktu
100 hari pertama. Program-program pilihan lainnya yang wajib diimplementasikan berkaitan
secara langsung maupun tidak dengan pembangunan ekonomi. Pemerintah mentargetkan
pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun ke depan hingga 2014 mencapai 7 persen. Selain itu,
pemerintah mentargetkan penurunan angka pengangguran ke level 5 persen - 6 persen dari
7 persen - 8 persen pada tahun 2009 dan angka kemiskinan ditargetkan turun dari 14
persen - 15 persen pada tahun 2009 menjadi 8 persen - 10 persen pada tahun 2014.
Pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai diharapkan mrupakan pertumbuhan yang
berkualitas dimana bukan saja menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang
angkanya sudah ditentukan tersebut, akan tetapi mampu menurunkan kesenjangan
pendapatan dan wilayah (Kawasan Indonesia Barat dan Timur). Peningkatan mutu
sumberdaya manusia lewat pendidikan dan kesehatan mendapat perhatian penting, di
samping tentunya masalah kelestarian lingkungan. Semuanya diharapkan bisa berjalan
dengan adanya koordinasi, harmonisasi dan sinkronisasi dalam menentukan berbagai
peraturan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Salah satu program 100 hari dibidang perekonomian adalah Pengembangan klaster industri
berbasis sumberdaya alam (terbarukan) berbasis pertanian. Terkait dengan program
tersebut, Pemerintah telah menentukan 3 daerah sebagai lokasi pembangunan klaster
industri kelapa sawit yaitu Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Untuk
Provinsi Riau, Pemerintah telah menetapakan Kota Dumai dann Kuala Enok di Indragiri Hilir
sebagai lokasi pembanguan klaster industri hilir kelapa sawit. Pengembangan klaster industri
hilir kelapa sawit ini merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) pemerintah yang memfokuskan pada tiga strategi pembangunan yakni peningkatan
sumber daya alam.
II. Pembangunan Klaster Industri Hilir Kelapa sawit di Riau
Pertumbuhan ekonomi Riau tanpa migas selama 5 (lima) tahun terakhir secara rata-rata
berada pada kisaran 7,99%. Secara sektoral terdapat 4 (empat) sektor utama yang
menopang pertumbuhan ekonomi Riau, yaitu sektor pertambangan, sektor perdagangan,
sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sektor pertanian selama 5 (lima) tahun
terakhir selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan sektor ini utamanya
didukung oleh pertumbuhan subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan. Kondisi ini
tidak lepas dari besarnya propek subsektor perkebunan dan kehutanan Provinsi Riau.
Grafik 1. Perkembangan Pertumbuhan Riau dan Sektor Pertanian
dalam 5 (Lima) Tahun Terakhir
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
2005
Tabama
Perikanan
2006
Perkebunan
% PDRB
2007
2008
Peternakan
% Pertanian
2009
Kehutanan
Salah satu komoditas yang memberikan peranan yang besar terhadap pertumbuhan
subsektor perkebunan adalah komoditas kelapa sawit. Hal ini tidak terlepas dari luasnya
lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau yang mencapai 1,68 juta hektar atau sekitar
27% dari total luas perkebunan sawit di Indonesia. Jumlah tersebut mengalami peningkatan
yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2004 dengan luas 1,34 juta hektar.
Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Riau antara
lain; (i) kondisi tanah dan iklim yang sesuai untuk pengembangan tanaman kelapa sawit, (ii)
komitmen yang tinggi dari Pemerintah Daerah untuk mengembangkan perkebunan dengan
visi ”Terwujudnya kebun untuk kesejahteraan masyarakat Riau tahun 2020”, (iii) tingginya
minat masyarakat karena pada saat dan pasca krisis ekonomi 1997 petani sawit sangat
diuntungkan dengan adanya kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO), (iv) kelapa sawit
memberikan pendapatan yang tinggi kepada petani dibandingkan dengan tanaman
1
perkebunan lainnya .
Luas areal perkebunan kelapa sawit terbesar adalah terdapat di Kabupaten Rokan Hulu, Kota
Dumai dan Kabupaten Kuantan Singingi yang masing-masing tercatat seluas 127,81 ribu
hektar, 110,92 ribu hektar dan 102,86 ribu hektar. Produksi kelapa sawit Provinsi Riau pada
tahun 2008 tercatat mencapai 5,78 juta ton dengan jumlah petani mencapai 352.022 KK.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak positif terhadap perekonomian
Riau
terutama
untuk
menciptakan
kesempatan
kerja,
meningkatkan
pendapatan
masyarakat, serta mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah. Tumbuhnya
perkebunan dan industri sawit menyebabkan munculnya sumber-sumber pendapatan yang
lebih bervariasi bagi masyarakat, seperti di sektor perdagangan, pengangkutan, transportasi,
restoran, keuangan, dan jasa-jasa. Selain itu juga meningkatkan mobilitas penduduk dari
satu daerah ke daerah lain, serta mendukung tumbuhnya pusat-pusat perekonomian di
wilayah sekitarnya.
Dalam rangka membangun sektor perkebunan, Pemda Riau menetapkan misi ; (i)
memantapkan penataan ruang untuk pengembangan perkebunan, (ii) mengoptimalisasikan
fungsi kebun untuk kesejahteraan rakyat, (iii) meningkatkan partisipasi masyarakat dan
pemberdayaan petani dalam pembangunan perkebunan, dan (iv) membangun perkebunan
yang berbudaya industri.
Berdasarkan penelitian dan analisa beberapa ahli, komoditas kelapa sawit pada masa yang
akan datang tetap mempunyai prospek yang baik seiring dengan meningkatnya konsumsi
minyak dan lemak dunia, serta dapat digunakannya minyak sawit sebagai sumber energi
terbarukan (biofuel). Pengembangan biofuel, terutama sejak harga minyak dunia
melambung menjadi salah satu prioritas penting di banyak negara, seperti Uni Eropa (UE)
berharap pada tahun 2010 sebanyak 5,75% bahan bakar untuk transportasi akan
menggunakan energi terbarukan, kemudian meningkat menjadi 8% pada tahun 2020.
Sementara itu, Australia berkonsentrasi mengembangkan biofuel dengan target 350 juta
liter pada tahun 2010. Menurut Gubernur Bank Indonesia pada pembukaan kongres Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ke-16 di Manado, dengan merujuk pada laporan yang
disusun oleh The Economist menyebutkan bahwa komoditas pertanian Indonesia memiliki
daya saing cukup baik secara global, bahkan untuk komoditas minyak sawit menempati
peringkat kedua di dunia.
1
Almasdi Syahza, “Potensi Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di daerah Riau”, Usahawan, April 2002.
Selain sebagai sumber energi, kelapa sawit juga dapat menghasilkan produk turunan
(industri hilir) yang sangat beragam dan mempunyai nilai tambah lebih tinggi dibandingkan
dengan CPO. Beberapa industri hilir yang potensial untuk dikembangkan di Riau adalah
industri minyak goreng, margarine, serta industri bahan-bahan untuk sabun dan kosmetik,
baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor. Peluang
pengembangan industri hilir kelapa sawit di Riau sangat besar karena didukung oleh sumber
bahan baku yang cukup dan letak geografis yang sangat strategis bagi pengembangan
industri berorientasi ekspor.
Grafik 1. Turunan Industri Kelapa Sawit
BAHAN BAKU
I NDUSTRI HULU
I NDUSTRI ANTARA
Pro Vitamin A
I NDUSTRI HI LI R
Fatly alkohol ( Ester)
Carolene
Minyak
Kelapa
Saw it
( CKO)
Tocophenol
Pro Vitamin B
Panitic / I sopropanol
Cocoa butter
Paentic/ ButanolOctanol
Minyak salad
Margarine
Olein
Sabun
Glisterine
Soap st ock
Kernel Oil
Kelapa
Saw it
I nti
Kelapa
Saw it
( PKO)
EpithioStearicMono/ Polieldri
Ester Alcohol
Stearic/ Butanol Oktanol
Stearic / Glicol
Oxigenated FattyAcyds/ Ester
Oleic/ Glicol Propilene
EpoxyStearic/ Octanol Ester
Shorthening
Minyak padat
Starein
Oxigenated FattyAcyds/ Ester
EpoxyStearic/ Octanol Ester
Alcohols/ Sulphated
Oleic/ Metanol Butanol
Alchohols/ Esterited
Fetty acid
Lauric Acid
WithHigher Saturatet/ Faty
AcidsAlchohols
Metalic Salt
Acohols/ Ethoxylation
Miristic Acid
Palmitic,Stearic/ Ca,Zn
Monogliserides Ethoxilation
Stearic/ Ca,Mg
Bungkil
Stearic/ Al, Li
Oleic/ Zn, Pb
Oleic/ Ba
Aldehide
Faty Acid Amides
Polyalozylatet Derivatives
Arang
Tempurung
Tepung
tempurung
Briket arang
Karbon aktif
Asam Organik
Palmatic/ EthylenePropyleneOxida
Stearamide
Steric/ EthylenePropylene Oxida
Oleamide
Oleic Acid Diner/ EthylenePropy
leneOxida
Sulpathed Alcarolamide of
Palmitic,Steric & Oleic Acids
Alkanolamide
Serat
Bahan Bakar
Metalic Salt
Palmatic Acid ( C16)
Tandan
Kosong
Oleic Acid( C18
Ethoxilatet/ C16 &C18
Sludge
Makanan
Ternak
GuanidineEthoxilated/ C16 &C18
Ester of Dibasic Acid
Azelaic/ Butanol &
Octanol Esters
Azelaic / Glycol Esters
Oleic Acid Diner / Butanol
& Octanol Esters
Ethoxilated/ Secondary / C16 & C18
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Riau
Pengembangan industri hilir kelapa sawit merupakan salah satu jawaban dalam rangka
meningkatkan nilai tambah produksi kelapa sawit bagi perekonomian daerah/nasional, dan
mengurangi dampak gejolak harga CPO terhadap kegiatan perkebunan sawit (khususnya
pendapatan petani), mengingat barang-barang hasil industri hilir diperkirakan tidak akan
mengalami peningkatan/penurunan yang tajam seperti CPO.
Salah satu implementasi dari program kerja 100 hari pemerintahan yang baru di Provinsi
Riau adalah pengembangan klaster industri berbasis pertanian dan oleochemical yaitu
Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit yang rencananya akan dilaksanakan di Kuala Enok
dan Kota Dumai yaitu di Kawasan Industri Dumai (KID), Pelintung. Dikawasan Pelintung yang
sebagian besar menjadi wilayah operasional PT Wilmar Bioenergi Indonesia saat ini sudah
terbangun sembilan proyek industri hilir antara lain industri pengolahan minyak goreng,
pupuk, dan biodiesel. Saat ini, industri hilir kelapa sawit di Dumai yang sudah dikembangkan
oleh PT. Wilmar Group baru sebatas minyak goreng dan biodiesel.
Saat ini skema model klaster yang akan dikembangkan adalah pembangunan industri inti,
yang bahan bakunya berasal dari pemasok CPO dan PKO. Untuk mendukung
pengembangan klaster dimaksud dibutuhkan industri pendukung seperti bahan kimia, mesin
dan peralatan. Industri inti diharapkan dapat menghasilkan beberapa turunan antara lain
margarin, surfactant, kosmetik dan lain-lain, untuk selanjutnya dapat dipasarkan untuk
konsumsi domestik dan internasional. Namun demikian, agar skema ini dapat berjalan
dengan baik diperlukan beberapa hal, antara lain : (i) regulasi dan insentif dari Pemerintah
Daerah maupun Pusat, (ii) institusi pendukung untuk melakukukan penelitian maupun
dukungan dari sisi dana/investasi, (iii) pembangunan berbagai infrastruktur pendukung
seperti jalan, pelabuhan, listrik, dll agar distribusi dari hasil olahan ini dapat terdistribusi
dengan lancar. Hasil olahan ini dapat dimanfaatkan untuk fasilitas umum (air bersih,
penanganan limbah, Rumah Sakit), dan lembaga promosi & pemasaran bersama.
Grafik 2. Skema Model Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit
Industri Terkait
(Margarin, Surfaktan,
Kosmetik, Sabun, dll)
Regulasi
dan
insentif
(Pusat
dan
daerah)
Industri
Pemasok
(CPO dan
PKO)
Industri Inti
Pembeli
(Olein, Stearin, Fatty acid,
Fatty alkohol, dan Biodiesel)
(Pasar
Domestik,
Internasiona
Industri Pendukung
(Bahan kimia, kemasan, mesin
& peralatan)
Institusi Pendukung (Pendidikan, Keuangan, litbang)
Infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik, tangjki timbun, dll)
Fasilitas Umum
(air bersih,
penanganan
limbah, RS,
dll), Settlement
facility,
lembaga
promosi &
pemasaran
bersama
Terkait dengan investasi yang dibutuhkan, maka pemerintah telah memprediksikan
anggaran investasi untuk pembangunan infrastruktur yang jumlahnya mencapai Rp30,52
triliun yang antara lain digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan laut,
jalan rel, pembangunan dan pengembangan air bersih, pembangkit energi listrik, dll.
Anggaran terbesar adalah untuk pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan yang
jumlahnya mencapai Rp11,45 triliun. Selain itu pemerintah juga menganggarkan dana
investasi dan modal kerja untuk pembangunan beberapa jenis industri yang totalnya
mencapai Rp5,14 triliun.
Tabel 2. Usulan Anggaran Pembangunan Infrastruktur Pendukung
Klaster Industri Kelapa Sawit
Program/Kegiatan
Usulan Dana
(Rp Miliar)
Program Peningkatan/pembangunan Jalan dan Jembatan
Rp
11,450
Program Peningkatan/Pembangunan Pelabuhan Laut
Rp
3,150
Program Pembangunan Jalan Rel
Rp
9,450
Program Pengembangan dan pembangunan Air Bersih
Rp
2,300
Program Pembangunan Pembangkit Energi Listrik
Rp
2,300
Program Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi
Rp
1,400
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia
Rp
475
Jumlah
Dana Investasi dan Modal Kerja Pembangunan Industri
TOTAL
Rp 30,525
Rp
5,140
Rp 35,665
Beberapa hal yang diharapkan dari pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau
adalah: (i) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau yang tercermin dari meningkatnya PDRB
Riau, terutama dari sektor pertanian, (ii) Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), (iii)
Pengembangan Usaha Jasa, (iV) dan terutama adalah penciptaan lapangan kerja. Untuk
mencapai hal-hal tersebut, diperlukan beberapa kriteria yang harus tetap menjadi perhatian
yaitu: (i) ketersediaan tenaga kerja terampil, (ii) ketersediaan infrastruktur, (iii) ketersediaan
pasokan bahan baku, (iv) akses modal, (v) dampak terhadap lingkungan, (vi) ketersediaan
teknologi, (vii) dampak sosial budaya, (viii) manajemen usaha, (ix) ketersediaan pasar, (x)
harga produk, (xi) birokrasi, (xii) kebijakan dan regulasi.
Pembangunan berbagai infrastruktur untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir
di Provinsi Riau tidak hanya berdampak terhadap sektor pertanian, namun juga akan
memberikan multiplier effect yang besar terhadap pertumbuhan sektor lainnya. Tersedianya
berbagai infrastruktur jalan dan jembatan akan menjadi daya tarik bagi investor untuk
melakukan penanaman dananya di Provinsi Riau. Selain itu, kelancaran distribusi akibat
tersedianya infrastruktur jalan dan jembatan akan mengurangi tekanan harga yang berasal
dari sisi supply, kondisi ini pada akhirnya akan berdampak pada tercapainya stabilitas tingkat
harga di Provinsi Riau serta Pekanbaru dan Dumai pada khususnya.
III. Kesimpulan
Terkait dengan pembangunan dan pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit ini,
terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian dan diharapkan dapat segera
direalisasikan, yaitu :
1. Kebutuhan Institusi Pendukung
-
Pembangunan pusat pelatihan dan penelitian kelapa sawit di Riau ;
-
Peningkatan kapasitas riset kelapa sawit di beberapa perguruan tinggi di Provinsi
Riau ;
-
Peningkatan kemampuan SDM di bidang industri hilir kelapa sawit ;
2. Kebutuhan Infrastruktur
-
Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang meliputi : jalan tol Pekanbaru –
Dumai, jalan lingkar provinsi Riau, jalan negara lintas timur, jalan negara lintas timur
– barat ;
-
Pembangunan dan peningkatan pelabuhan laut utama yang meliputi : Dumai, Kuala
Enok dan Dumai ;
-
Pembangunan jaringan kereta api meliputi jalur Dumai–Pekanbaru, Rantau PrapatDuri-Dumai,
Pekanbaru-Rengat-Kuala
Enok,
Pekanbaru-Siak-Tanjung
Buton,
Pekanbaru-Bangkinang-Ujung Batu-Duri, Siak-Sungai Pakning-Dumai.
3. Kebutuhan Regulasi dan Insentif
-
Konsistensi peraturan dan perundangan Pemerintah Pusat sebagai jaminan bagi
investor;
-
Insentif untuk pendirian industri hilir sawit baru dan relokasi yang telah ada ke lokasi
klaster ;
-
Memberikan kemudahan bagi investor untuk mendapatkan bahan baku pendukung
industri hilir kelapa sawit melalui fleksibilitas tarif dan kemudahan impor ;
-
Memanfatkan dana dari penerimaan Riau yang berasal dari industri migas yang
bersifat tidak terbarukan untuk membangun infrastruktur dalam mendukung klaster
industri hilir kelapa sawit ;
-
Mengefektifkan lembaga promosi dan tenaga pemasaran nuntuk meningkatkan
pangsa pasar produk industri hilir kelapa sawit ke pasar internasional ;
-
Pengaturan kuota penggunaan CPO lingkup nasional dan PKS sebagai jaminan
pasokan CPO bagi industri hilir kelapa sawit
4. Kebutuhan Fasilitas Umum dan Settlement Facility
Untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit diperlukan
pengembangan fasilitas umum dan Settlement Facility. Fasilitas umum yang perlu
dikembangkan adalah pengolahan air bersih, penanganan limbah industri, rumah sakit,
training center, lembaga promosi dan pemasaran bersama. Settlement Facility yang
perlu dipersiapkan juga adalah pemukiman bagi tenaga kerja Industri Hilir Kelapa sawit
di lokasi klaster.
5. Kebijakan Pemerintah Provinsi Riau
Pemerintah Provinsi Riau berencana untuk meningkatkan nilai tambah kelapa sawit yang
dimiliki melalui pengembangan produksi hilir sawit. Skenario penggunaan CPO Riau
sampai tahun 2015 adalah ekspor CPO hanya sebesar 30%, pengolahan menjadi
biodiesel dengan pasar domestik dan ekspor sekitar 30% dan pemanfaatan untuk
industri hilir menjadi sekitar 40% dengan tujuan pasar domestik dan ekspor.
PEMBANGUNAN KLASTER INDUSTRI HILIR
BERBASIS PERTANIAN OLEOCHEMICAL
DI PROVINSI RIAU
I.
Latar Belakang
Program 100 hari pemerintahan Presiden Republik Indonesia yang baru meliputi 45 program
penting yang akan dijalankan Pemerintah diseluruh tanah air, yang berkaitan dengan
pembangunan sektoral dan regional. Dari 45 program aksi tersebut, Presiden menetapkan
15 di antaranya sebagai program pilihan yang wajib diimplementasikan dalam jangka waktu
100 hari pertama. Program-program pilihan lainnya yang wajib diimplementasikan berkaitan
secara langsung maupun tidak dengan pembangunan ekonomi. Pemerintah mentargetkan
pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun ke depan hingga 2014 mencapai 7 persen. Selain itu,
pemerintah mentargetkan penurunan angka pengangguran ke level 5 persen - 6 persen dari
7 persen - 8 persen pada tahun 2009 dan angka kemiskinan ditargetkan turun dari 14
persen - 15 persen pada tahun 2009 menjadi 8 persen - 10 persen pada tahun 2014.
Pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai diharapkan mrupakan pertumbuhan yang
berkualitas dimana bukan saja menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang
angkanya sudah ditentukan tersebut, akan tetapi mampu menurunkan kesenjangan
pendapatan dan wilayah (Kawasan Indonesia Barat dan Timur). Peningkatan mutu
sumberdaya manusia lewat pendidikan dan kesehatan mendapat perhatian penting, di
samping tentunya masalah kelestarian lingkungan. Semuanya diharapkan bisa berjalan
dengan adanya koordinasi, harmonisasi dan sinkronisasi dalam menentukan berbagai
peraturan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Salah satu program 100 hari dibidang perekonomian adalah Pengembangan klaster industri
berbasis sumberdaya alam (terbarukan) berbasis pertanian. Terkait dengan program
tersebut, Pemerintah telah menentukan 3 daerah sebagai lokasi pembangunan klaster
industri kelapa sawit yaitu Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Untuk
Provinsi Riau, Pemerintah telah menetapakan Kota Dumai dann Kuala Enok di Indragiri Hilir
sebagai lokasi pembanguan klaster industri hilir kelapa sawit. Pengembangan klaster industri
hilir kelapa sawit ini merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) pemerintah yang memfokuskan pada tiga strategi pembangunan yakni peningkatan
sumber daya alam.
II. Pembangunan Klaster Industri Hilir Kelapa sawit di Riau
Pertumbuhan ekonomi Riau tanpa migas selama 5 (lima) tahun terakhir secara rata-rata
berada pada kisaran 7,99%. Secara sektoral terdapat 4 (empat) sektor utama yang
menopang pertumbuhan ekonomi Riau, yaitu sektor pertambangan, sektor perdagangan,
sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sektor pertanian selama 5 (lima) tahun
terakhir selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan sektor ini utamanya
didukung oleh pertumbuhan subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan. Kondisi ini
tidak lepas dari besarnya propek subsektor perkebunan dan kehutanan Provinsi Riau.
Grafik 1. Perkembangan Pertumbuhan Riau dan Sektor Pertanian
dalam 5 (Lima) Tahun Terakhir
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
2005
Tabama
Perikanan
2006
Perkebunan
% PDRB
2007
2008
Peternakan
% Pertanian
2009
Kehutanan
Salah satu komoditas yang memberikan peranan yang besar terhadap pertumbuhan
subsektor perkebunan adalah komoditas kelapa sawit. Hal ini tidak terlepas dari luasnya
lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau yang mencapai 1,68 juta hektar atau sekitar
27% dari total luas perkebunan sawit di Indonesia. Jumlah tersebut mengalami peningkatan
yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2004 dengan luas 1,34 juta hektar.
Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Riau antara
lain; (i) kondisi tanah dan iklim yang sesuai untuk pengembangan tanaman kelapa sawit, (ii)
komitmen yang tinggi dari Pemerintah Daerah untuk mengembangkan perkebunan dengan
visi ”Terwujudnya kebun untuk kesejahteraan masyarakat Riau tahun 2020”, (iii) tingginya
minat masyarakat karena pada saat dan pasca krisis ekonomi 1997 petani sawit sangat
diuntungkan dengan adanya kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO), (iv) kelapa sawit
memberikan pendapatan yang tinggi kepada petani dibandingkan dengan tanaman
1
perkebunan lainnya .
Luas areal perkebunan kelapa sawit terbesar adalah terdapat di Kabupaten Rokan Hulu, Kota
Dumai dan Kabupaten Kuantan Singingi yang masing-masing tercatat seluas 127,81 ribu
hektar, 110,92 ribu hektar dan 102,86 ribu hektar. Produksi kelapa sawit Provinsi Riau pada
tahun 2008 tercatat mencapai 5,78 juta ton dengan jumlah petani mencapai 352.022 KK.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak positif terhadap perekonomian
Riau
terutama
untuk
menciptakan
kesempatan
kerja,
meningkatkan
pendapatan
masyarakat, serta mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah. Tumbuhnya
perkebunan dan industri sawit menyebabkan munculnya sumber-sumber pendapatan yang
lebih bervariasi bagi masyarakat, seperti di sektor perdagangan, pengangkutan, transportasi,
restoran, keuangan, dan jasa-jasa. Selain itu juga meningkatkan mobilitas penduduk dari
satu daerah ke daerah lain, serta mendukung tumbuhnya pusat-pusat perekonomian di
wilayah sekitarnya.
Dalam rangka membangun sektor perkebunan, Pemda Riau menetapkan misi ; (i)
memantapkan penataan ruang untuk pengembangan perkebunan, (ii) mengoptimalisasikan
fungsi kebun untuk kesejahteraan rakyat, (iii) meningkatkan partisipasi masyarakat dan
pemberdayaan petani dalam pembangunan perkebunan, dan (iv) membangun perkebunan
yang berbudaya industri.
Berdasarkan penelitian dan analisa beberapa ahli, komoditas kelapa sawit pada masa yang
akan datang tetap mempunyai prospek yang baik seiring dengan meningkatnya konsumsi
minyak dan lemak dunia, serta dapat digunakannya minyak sawit sebagai sumber energi
terbarukan (biofuel). Pengembangan biofuel, terutama sejak harga minyak dunia
melambung menjadi salah satu prioritas penting di banyak negara, seperti Uni Eropa (UE)
berharap pada tahun 2010 sebanyak 5,75% bahan bakar untuk transportasi akan
menggunakan energi terbarukan, kemudian meningkat menjadi 8% pada tahun 2020.
Sementara itu, Australia berkonsentrasi mengembangkan biofuel dengan target 350 juta
liter pada tahun 2010. Menurut Gubernur Bank Indonesia pada pembukaan kongres Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ke-16 di Manado, dengan merujuk pada laporan yang
disusun oleh The Economist menyebutkan bahwa komoditas pertanian Indonesia memiliki
daya saing cukup baik secara global, bahkan untuk komoditas minyak sawit menempati
peringkat kedua di dunia.
1
Almasdi Syahza, “Potensi Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di daerah Riau”, Usahawan, April 2002.
Selain sebagai sumber energi, kelapa sawit juga dapat menghasilkan produk turunan
(industri hilir) yang sangat beragam dan mempunyai nilai tambah lebih tinggi dibandingkan
dengan CPO. Beberapa industri hilir yang potensial untuk dikembangkan di Riau adalah
industri minyak goreng, margarine, serta industri bahan-bahan untuk sabun dan kosmetik,
baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor. Peluang
pengembangan industri hilir kelapa sawit di Riau sangat besar karena didukung oleh sumber
bahan baku yang cukup dan letak geografis yang sangat strategis bagi pengembangan
industri berorientasi ekspor.
Grafik 1. Turunan Industri Kelapa Sawit
BAHAN BAKU
I NDUSTRI HULU
I NDUSTRI ANTARA
Pro Vitamin A
I NDUSTRI HI LI R
Fatly alkohol ( Ester)
Carolene
Minyak
Kelapa
Saw it
( CKO)
Tocophenol
Pro Vitamin B
Panitic / I sopropanol
Cocoa butter
Paentic/ ButanolOctanol
Minyak salad
Margarine
Olein
Sabun
Glisterine
Soap st ock
Kernel Oil
Kelapa
Saw it
I nti
Kelapa
Saw it
( PKO)
EpithioStearicMono/ Polieldri
Ester Alcohol
Stearic/ Butanol Oktanol
Stearic / Glicol
Oxigenated FattyAcyds/ Ester
Oleic/ Glicol Propilene
EpoxyStearic/ Octanol Ester
Shorthening
Minyak padat
Starein
Oxigenated FattyAcyds/ Ester
EpoxyStearic/ Octanol Ester
Alcohols/ Sulphated
Oleic/ Metanol Butanol
Alchohols/ Esterited
Fetty acid
Lauric Acid
WithHigher Saturatet/ Faty
AcidsAlchohols
Metalic Salt
Acohols/ Ethoxylation
Miristic Acid
Palmitic,Stearic/ Ca,Zn
Monogliserides Ethoxilation
Stearic/ Ca,Mg
Bungkil
Stearic/ Al, Li
Oleic/ Zn, Pb
Oleic/ Ba
Aldehide
Faty Acid Amides
Polyalozylatet Derivatives
Arang
Tempurung
Tepung
tempurung
Briket arang
Karbon aktif
Asam Organik
Palmatic/ EthylenePropyleneOxida
Stearamide
Steric/ EthylenePropylene Oxida
Oleamide
Oleic Acid Diner/ EthylenePropy
leneOxida
Sulpathed Alcarolamide of
Palmitic,Steric & Oleic Acids
Alkanolamide
Serat
Bahan Bakar
Metalic Salt
Palmatic Acid ( C16)
Tandan
Kosong
Oleic Acid( C18
Ethoxilatet/ C16 &C18
Sludge
Makanan
Ternak
GuanidineEthoxilated/ C16 &C18
Ester of Dibasic Acid
Azelaic/ Butanol &
Octanol Esters
Azelaic / Glycol Esters
Oleic Acid Diner / Butanol
& Octanol Esters
Ethoxilated/ Secondary / C16 & C18
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Riau
Pengembangan industri hilir kelapa sawit merupakan salah satu jawaban dalam rangka
meningkatkan nilai tambah produksi kelapa sawit bagi perekonomian daerah/nasional, dan
mengurangi dampak gejolak harga CPO terhadap kegiatan perkebunan sawit (khususnya
pendapatan petani), mengingat barang-barang hasil industri hilir diperkirakan tidak akan
mengalami peningkatan/penurunan yang tajam seperti CPO.
Salah satu implementasi dari program kerja 100 hari pemerintahan yang baru di Provinsi
Riau adalah pengembangan klaster industri berbasis pertanian dan oleochemical yaitu
Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit yang rencananya akan dilaksanakan di Kuala Enok
dan Kota Dumai yaitu di Kawasan Industri Dumai (KID), Pelintung. Dikawasan Pelintung yang
sebagian besar menjadi wilayah operasional PT Wilmar Bioenergi Indonesia saat ini sudah
terbangun sembilan proyek industri hilir antara lain industri pengolahan minyak goreng,
pupuk, dan biodiesel. Saat ini, industri hilir kelapa sawit di Dumai yang sudah dikembangkan
oleh PT. Wilmar Group baru sebatas minyak goreng dan biodiesel.
Saat ini skema model klaster yang akan dikembangkan adalah pembangunan industri inti,
yang bahan bakunya berasal dari pemasok CPO dan PKO. Untuk mendukung
pengembangan klaster dimaksud dibutuhkan industri pendukung seperti bahan kimia, mesin
dan peralatan. Industri inti diharapkan dapat menghasilkan beberapa turunan antara lain
margarin, surfactant, kosmetik dan lain-lain, untuk selanjutnya dapat dipasarkan untuk
konsumsi domestik dan internasional. Namun demikian, agar skema ini dapat berjalan
dengan baik diperlukan beberapa hal, antara lain : (i) regulasi dan insentif dari Pemerintah
Daerah maupun Pusat, (ii) institusi pendukung untuk melakukukan penelitian maupun
dukungan dari sisi dana/investasi, (iii) pembangunan berbagai infrastruktur pendukung
seperti jalan, pelabuhan, listrik, dll agar distribusi dari hasil olahan ini dapat terdistribusi
dengan lancar. Hasil olahan ini dapat dimanfaatkan untuk fasilitas umum (air bersih,
penanganan limbah, Rumah Sakit), dan lembaga promosi & pemasaran bersama.
Grafik 2. Skema Model Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit
Industri Terkait
(Margarin, Surfaktan,
Kosmetik, Sabun, dll)
Regulasi
dan
insentif
(Pusat
dan
daerah)
Industri
Pemasok
(CPO dan
PKO)
Industri Inti
Pembeli
(Olein, Stearin, Fatty acid,
Fatty alkohol, dan Biodiesel)
(Pasar
Domestik,
Internasiona
Industri Pendukung
(Bahan kimia, kemasan, mesin
& peralatan)
Institusi Pendukung (Pendidikan, Keuangan, litbang)
Infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik, tangjki timbun, dll)
Fasilitas Umum
(air bersih,
penanganan
limbah, RS,
dll), Settlement
facility,
lembaga
promosi &
pemasaran
bersama
Terkait dengan investasi yang dibutuhkan, maka pemerintah telah memprediksikan
anggaran investasi untuk pembangunan infrastruktur yang jumlahnya mencapai Rp30,52
triliun yang antara lain digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan, pelabuhan laut,
jalan rel, pembangunan dan pengembangan air bersih, pembangkit energi listrik, dll.
Anggaran terbesar adalah untuk pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan yang
jumlahnya mencapai Rp11,45 triliun. Selain itu pemerintah juga menganggarkan dana
investasi dan modal kerja untuk pembangunan beberapa jenis industri yang totalnya
mencapai Rp5,14 triliun.
Tabel 2. Usulan Anggaran Pembangunan Infrastruktur Pendukung
Klaster Industri Kelapa Sawit
Program/Kegiatan
Usulan Dana
(Rp Miliar)
Program Peningkatan/pembangunan Jalan dan Jembatan
Rp
11,450
Program Peningkatan/Pembangunan Pelabuhan Laut
Rp
3,150
Program Pembangunan Jalan Rel
Rp
9,450
Program Pengembangan dan pembangunan Air Bersih
Rp
2,300
Program Pembangunan Pembangkit Energi Listrik
Rp
2,300
Program Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi
Rp
1,400
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia
Rp
475
Jumlah
Dana Investasi dan Modal Kerja Pembangunan Industri
TOTAL
Rp 30,525
Rp
5,140
Rp 35,665
Beberapa hal yang diharapkan dari pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau
adalah: (i) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau yang tercermin dari meningkatnya PDRB
Riau, terutama dari sektor pertanian, (ii) Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), (iii)
Pengembangan Usaha Jasa, (iV) dan terutama adalah penciptaan lapangan kerja. Untuk
mencapai hal-hal tersebut, diperlukan beberapa kriteria yang harus tetap menjadi perhatian
yaitu: (i) ketersediaan tenaga kerja terampil, (ii) ketersediaan infrastruktur, (iii) ketersediaan
pasokan bahan baku, (iv) akses modal, (v) dampak terhadap lingkungan, (vi) ketersediaan
teknologi, (vii) dampak sosial budaya, (viii) manajemen usaha, (ix) ketersediaan pasar, (x)
harga produk, (xi) birokrasi, (xii) kebijakan dan regulasi.
Pembangunan berbagai infrastruktur untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir
di Provinsi Riau tidak hanya berdampak terhadap sektor pertanian, namun juga akan
memberikan multiplier effect yang besar terhadap pertumbuhan sektor lainnya. Tersedianya
berbagai infrastruktur jalan dan jembatan akan menjadi daya tarik bagi investor untuk
melakukan penanaman dananya di Provinsi Riau. Selain itu, kelancaran distribusi akibat
tersedianya infrastruktur jalan dan jembatan akan mengurangi tekanan harga yang berasal
dari sisi supply, kondisi ini pada akhirnya akan berdampak pada tercapainya stabilitas tingkat
harga di Provinsi Riau serta Pekanbaru dan Dumai pada khususnya.
III. Kesimpulan
Terkait dengan pembangunan dan pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit ini,
terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian dan diharapkan dapat segera
direalisasikan, yaitu :
1. Kebutuhan Institusi Pendukung
-
Pembangunan pusat pelatihan dan penelitian kelapa sawit di Riau ;
-
Peningkatan kapasitas riset kelapa sawit di beberapa perguruan tinggi di Provinsi
Riau ;
-
Peningkatan kemampuan SDM di bidang industri hilir kelapa sawit ;
2. Kebutuhan Infrastruktur
-
Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan yang meliputi : jalan tol Pekanbaru –
Dumai, jalan lingkar provinsi Riau, jalan negara lintas timur, jalan negara lintas timur
– barat ;
-
Pembangunan dan peningkatan pelabuhan laut utama yang meliputi : Dumai, Kuala
Enok dan Dumai ;
-
Pembangunan jaringan kereta api meliputi jalur Dumai–Pekanbaru, Rantau PrapatDuri-Dumai,
Pekanbaru-Rengat-Kuala
Enok,
Pekanbaru-Siak-Tanjung
Buton,
Pekanbaru-Bangkinang-Ujung Batu-Duri, Siak-Sungai Pakning-Dumai.
3. Kebutuhan Regulasi dan Insentif
-
Konsistensi peraturan dan perundangan Pemerintah Pusat sebagai jaminan bagi
investor;
-
Insentif untuk pendirian industri hilir sawit baru dan relokasi yang telah ada ke lokasi
klaster ;
-
Memberikan kemudahan bagi investor untuk mendapatkan bahan baku pendukung
industri hilir kelapa sawit melalui fleksibilitas tarif dan kemudahan impor ;
-
Memanfatkan dana dari penerimaan Riau yang berasal dari industri migas yang
bersifat tidak terbarukan untuk membangun infrastruktur dalam mendukung klaster
industri hilir kelapa sawit ;
-
Mengefektifkan lembaga promosi dan tenaga pemasaran nuntuk meningkatkan
pangsa pasar produk industri hilir kelapa sawit ke pasar internasional ;
-
Pengaturan kuota penggunaan CPO lingkup nasional dan PKS sebagai jaminan
pasokan CPO bagi industri hilir kelapa sawit
4. Kebutuhan Fasilitas Umum dan Settlement Facility
Untuk mendukung pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit diperlukan
pengembangan fasilitas umum dan Settlement Facility. Fasilitas umum yang perlu
dikembangkan adalah pengolahan air bersih, penanganan limbah industri, rumah sakit,
training center, lembaga promosi dan pemasaran bersama. Settlement Facility yang
perlu dipersiapkan juga adalah pemukiman bagi tenaga kerja Industri Hilir Kelapa sawit
di lokasi klaster.
5. Kebijakan Pemerintah Provinsi Riau
Pemerintah Provinsi Riau berencana untuk meningkatkan nilai tambah kelapa sawit yang
dimiliki melalui pengembangan produksi hilir sawit. Skenario penggunaan CPO Riau
sampai tahun 2015 adalah ekspor CPO hanya sebesar 30%, pengolahan menjadi
biodiesel dengan pasar domestik dan ekspor sekitar 30% dan pemanfaatan untuk
industri hilir menjadi sekitar 40% dengan tujuan pasar domestik dan ekspor.