Boks2StrukturPasarPenjualanProdukManufakturdiKotaK.
Triwulan IV - 2009
|
BOKS
STRUKTUR PASAR PENJUALAN PRODUK MANUFAKTUR
DI KOTA KUPANG
Latar Belakang
Pola pergerakan inflasi yang terjadi di Kupang, berdasarkan kondisi
beberapa tahun terakhir memiliki tren seasonal (musiman). Hal tersebut terlihat
dari pergerakan pada periode tertentu, cenderung terjadi tekanan inflasi yang
relatif lebih tinggi. Salah satu penyebab angka inflasi Kupang relatif lebih tinggi
adalah kondisi geografis. Provinsi NTT adalah provinsi kepulauan yang sangat
bergantung kepada transportasi laut. Pada bulan-bulan tertentu, kondisi
perairan di NTT umumnya kurang mendukung untuk kegiatan pelayaran
maupun aktivitas bongkar muat. Kondisi tersebut mengakibatkan terhambatnya
proses distribusi barang menuju ke NTT, secara khusus Kupang.
Inflasi
Kota
Kupang
cenderung tinggi antara triwulan IV
sampai dengan triwulan I. Pada
Inflasi Kota Kupang (q-t-q)
6%
5%
4%
periode dimaksud, tekanan dari sisi
3%
permintaan, akibat adanya lonjakan
2%
bertepatan dengan perayaan Hari
1%
Raya
0%
Natal
Kemudian
dengan
dan
dari
kondisi
Tahun
sisi
Baru.
penawaran,
perairan
yang
I
-1%
II
III
2007
IV
I
II
III
2008
IV
I
II
III
IV
2009
Grafik 1. Perkembangan Inflasi Kota Kupang (q-t-q)
kurang kondusif untuk kegiatan pelayaran, maka potensi terjadinya supply
shock selama kurun waktu diatas cukup besar. Dengan kondisi diatas, umumnya
para pedagang melakukan antisipasi dengan meningkatkan volume stock
(persediaan) pada beberapa bulan sebelumnya. Sehingga dengan mekanisme
tersebut, seharusnya tekanan inflasi bisa diminimalisasi. Namun demikian, hal
ternyata kurang memberikan implikasi. Oleh karena itu ada dugaan bahwa
kondisi struktur pasar di Kupang hanya dikuasai oleh beberapa pedagang besar
(distributor). Hal tersebut, tentunya menyebabkan power dalam mempengaruhi
pola perubahan harga, sebagian besar dikendalikan pada level pedagang besar
(distributor).
| Kajian Ekonomi Regional NTT
1
Triwulan IV - 2009
|
Berdasarkan kondisi diatas, diperlukan analisa mengenai kondisi
persaingan pada setiap level pedagang, sehingga bisa terlihat struktur pasar
untuk produk-produk olahan (manufaktur) di Kupang. Hal tersebut akan sangat
mempengaruhi pola perilaku di setiap level pedagang dalam penetapan harga.
Oleh karena itu, dilakukan survei dengan menggunakan metode purposive
sampling kepada 150 responden di Kota Kupang, dengan kriteria pedagang
besar sebanyak 28 responden dan 112 responden pedagang kecil yang menjual
produk manufaktur.
Hasil Analisa
Berdasarkan hasil survei, tingkat persaingan pada level pedagang besar di
Kota Kupang dalam satu wilayah relatif kecil. Seperti terlihat pada grafik 2,
sebagian besar responden atau sebesar 53,49% menyatakan bahwa jumlah
pesaing untuk komoditi sejenis maksimal 10 pesaing. Hal tersebut menunjukkan
bahwa peta persaingan pada
level
pedagang
besar
di
Jumlah Pesaing
100%
11,63%
Kupang relatif kecil. Atau bisa
dikategorikan jenis oligopoli,
13,95%
75%
perusahaan yang umumnya
berjumlah
sepuluh.
kurang
Bahkan
untuk
Lebih dari 100
51 - 100
28,19%
31 - 50
50%
11 - 30
25,58%
penawaran satu jenis barang
hanya dikuasai oleh beberapa
8,81%
11,01%
6,98%
13,95%
yaitu kondisi pasar dimana
5,29%
6 - 10
20,70%
1-5
25%
25,58%
0%
dari
Tidak ada
25,99%
2,33%
0,00%
Pedagang Besar
Pedagang Retail
di Grafik 2. Prosentase Jumlah Pesaing
wilayah Kota Kupang, antar
pedagang besar satu dengan lainnya masih
mempunyai keterikatan hubungan yang kuat. Sehingga bukan tidak mungkin,
dalam melakukan penentuan perubahan harga barang tertentu, sudah melewati
proses kesepakatan terlebih dahulu.
Sementara itu, pada level pedagang eceran (retail) jumlah pesaing relatif
lebih
banyak
dibandingkan
dengan
pedagang
besar.
Hal
tersebut
mengindikasikan bahwa struktur pasar untuk pedagang eceran (retail)
cenderung ke arah persaingan sempurna. Akibatnya, kompetisi pada level
pedagang ritel relatif lebih ketat. Pedagang eceran (retail) umumnya tidak
memiliki kemampuan (power) untuk mempengaruhi perubahan harga dan
| Kajian Ekonomi Regional NTT
2
Triwulan IV - 2009
|
hanya bertindak sebagai penerima harga (price taker). Dengan struktur pasar
yang bersifat oligopoli, maka harga yang terbentuk pada level konsumen pada
akhirnya memang sangat dipengaruhi oleh keputusan distributor dalam
menetapkan margin keuntungan yang diinginkan.
| Kajian Ekonomi Regional NTT
3
|
BOKS
STRUKTUR PASAR PENJUALAN PRODUK MANUFAKTUR
DI KOTA KUPANG
Latar Belakang
Pola pergerakan inflasi yang terjadi di Kupang, berdasarkan kondisi
beberapa tahun terakhir memiliki tren seasonal (musiman). Hal tersebut terlihat
dari pergerakan pada periode tertentu, cenderung terjadi tekanan inflasi yang
relatif lebih tinggi. Salah satu penyebab angka inflasi Kupang relatif lebih tinggi
adalah kondisi geografis. Provinsi NTT adalah provinsi kepulauan yang sangat
bergantung kepada transportasi laut. Pada bulan-bulan tertentu, kondisi
perairan di NTT umumnya kurang mendukung untuk kegiatan pelayaran
maupun aktivitas bongkar muat. Kondisi tersebut mengakibatkan terhambatnya
proses distribusi barang menuju ke NTT, secara khusus Kupang.
Inflasi
Kota
Kupang
cenderung tinggi antara triwulan IV
sampai dengan triwulan I. Pada
Inflasi Kota Kupang (q-t-q)
6%
5%
4%
periode dimaksud, tekanan dari sisi
3%
permintaan, akibat adanya lonjakan
2%
bertepatan dengan perayaan Hari
1%
Raya
0%
Natal
Kemudian
dengan
dan
dari
kondisi
Tahun
sisi
Baru.
penawaran,
perairan
yang
I
-1%
II
III
2007
IV
I
II
III
2008
IV
I
II
III
IV
2009
Grafik 1. Perkembangan Inflasi Kota Kupang (q-t-q)
kurang kondusif untuk kegiatan pelayaran, maka potensi terjadinya supply
shock selama kurun waktu diatas cukup besar. Dengan kondisi diatas, umumnya
para pedagang melakukan antisipasi dengan meningkatkan volume stock
(persediaan) pada beberapa bulan sebelumnya. Sehingga dengan mekanisme
tersebut, seharusnya tekanan inflasi bisa diminimalisasi. Namun demikian, hal
ternyata kurang memberikan implikasi. Oleh karena itu ada dugaan bahwa
kondisi struktur pasar di Kupang hanya dikuasai oleh beberapa pedagang besar
(distributor). Hal tersebut, tentunya menyebabkan power dalam mempengaruhi
pola perubahan harga, sebagian besar dikendalikan pada level pedagang besar
(distributor).
| Kajian Ekonomi Regional NTT
1
Triwulan IV - 2009
|
Berdasarkan kondisi diatas, diperlukan analisa mengenai kondisi
persaingan pada setiap level pedagang, sehingga bisa terlihat struktur pasar
untuk produk-produk olahan (manufaktur) di Kupang. Hal tersebut akan sangat
mempengaruhi pola perilaku di setiap level pedagang dalam penetapan harga.
Oleh karena itu, dilakukan survei dengan menggunakan metode purposive
sampling kepada 150 responden di Kota Kupang, dengan kriteria pedagang
besar sebanyak 28 responden dan 112 responden pedagang kecil yang menjual
produk manufaktur.
Hasil Analisa
Berdasarkan hasil survei, tingkat persaingan pada level pedagang besar di
Kota Kupang dalam satu wilayah relatif kecil. Seperti terlihat pada grafik 2,
sebagian besar responden atau sebesar 53,49% menyatakan bahwa jumlah
pesaing untuk komoditi sejenis maksimal 10 pesaing. Hal tersebut menunjukkan
bahwa peta persaingan pada
level
pedagang
besar
di
Jumlah Pesaing
100%
11,63%
Kupang relatif kecil. Atau bisa
dikategorikan jenis oligopoli,
13,95%
75%
perusahaan yang umumnya
berjumlah
sepuluh.
kurang
Bahkan
untuk
Lebih dari 100
51 - 100
28,19%
31 - 50
50%
11 - 30
25,58%
penawaran satu jenis barang
hanya dikuasai oleh beberapa
8,81%
11,01%
6,98%
13,95%
yaitu kondisi pasar dimana
5,29%
6 - 10
20,70%
1-5
25%
25,58%
0%
dari
Tidak ada
25,99%
2,33%
0,00%
Pedagang Besar
Pedagang Retail
di Grafik 2. Prosentase Jumlah Pesaing
wilayah Kota Kupang, antar
pedagang besar satu dengan lainnya masih
mempunyai keterikatan hubungan yang kuat. Sehingga bukan tidak mungkin,
dalam melakukan penentuan perubahan harga barang tertentu, sudah melewati
proses kesepakatan terlebih dahulu.
Sementara itu, pada level pedagang eceran (retail) jumlah pesaing relatif
lebih
banyak
dibandingkan
dengan
pedagang
besar.
Hal
tersebut
mengindikasikan bahwa struktur pasar untuk pedagang eceran (retail)
cenderung ke arah persaingan sempurna. Akibatnya, kompetisi pada level
pedagang ritel relatif lebih ketat. Pedagang eceran (retail) umumnya tidak
memiliki kemampuan (power) untuk mempengaruhi perubahan harga dan
| Kajian Ekonomi Regional NTT
2
Triwulan IV - 2009
|
hanya bertindak sebagai penerima harga (price taker). Dengan struktur pasar
yang bersifat oligopoli, maka harga yang terbentuk pada level konsumen pada
akhirnya memang sangat dipengaruhi oleh keputusan distributor dalam
menetapkan margin keuntungan yang diinginkan.
| Kajian Ekonomi Regional NTT
3