BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI BPH

BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI (BPH)

I.

PENGERTIAN

BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).
ETIOLOGI
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai
dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita
kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin.

Testosteron

dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar
adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.
TANDA DAN GEJALA
Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai
gejala-gejala klinik.

Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung
kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Gejala klinik dapat berupa :


Frekuensi berkemih bertambah



Berkemih pada malam hari.



Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.



Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih.




Rasa nyeri pada waktu berkemih.

Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih,
maka mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu
hydroneprosis, pyelonefritis.
PATOFISIOLOGI
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah

menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan
hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan /
pembesaran prostat.
Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi
hingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak
mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal

sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma
(Moore)
Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai
celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan
suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang
masih baik. Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kung kemerahan,
berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang
berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar
caiaran seperti susu.
Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat
dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga
batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang
berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar
sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh
epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke
dalam lumen. Membran basalis masih utuh.
Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai

adenokarsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas
dan corpora anylacea.
Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi
atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling
berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi
leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit.
Selain gambaran di atas sering terdapat perubahan lain berupa :
1. Metaplasia skwamosa epitel kelenjar dekat uretra.
2. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah

mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin
dari kandung kemih
Ada tiga cara pengkuran besarnya hipertropi prostat :
Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang
menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli
kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm


: grade 0

1 - 2 cm

: grade 1

2 - 3 cm

: grade 2

3 - 4 cm

: grade 3

> 4 cm

: grade 4

Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari

normal.
Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari setelah
bangun pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke
dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc

: normal

Sisa urine 0-50 cc

: grade 1

Sisa urine 50-150 cc : grade 2
Sisa urine > 150 cc

: grade 3

Tidak bisa kencing

: grade 4


Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa
jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.

Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak
lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :
Gejala makin berat

Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence
dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil,
panas 40-41 celsius, kesadaran menurun.
Komplikasi :


Urinary traktus infection




Retensi urin akut



Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi
ginjal.

Bila operasi bisa terjadi :


Impotensi (kerusakan nevron pudendes)



Hemoragic paska bedah




Fistula



Striktur paska bedah



Inkontinensia urin

PEMERIKSAAN FISIK


Urinolisis



Urine kultur




Pemeriksaan fisik

PENATALAKSANAAN
Konservatif
Obat-obatan

: Antibiotika, jika perlu.

Self Care

:



Kencing dan minum teratur.




Rendam hangat, seksual intercourse

Pembedahan


Retropubic Prostatectomy



Perineal Prostatectomy



Suprapubic / Open Prostatectomy



Trans Uretrhal Resectio (TUR), yaitu : Suatu tindakan untuk
menghilangkan obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui
urethra. Tindakan ini dlakukan pada BPH grade I.

Kontraindikasi tindakan pembedahan :
Orangtua dengan :


Decompensasi kordis



Infark jantung baru



Diabetes militus



Malnutrisi berat



Dalam keadaan koma



Tekanan darah sistol 200 - 260 mmHg.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien post TUR Prostat :


Drainase urine, meliputi : kelancaran, warna, jumlah, cloting.



Kebutuhan cairan : minum adekuat ( 3 liter/hari)



Program “Bladder Training” yaitu latihan kontraksi otot-otot perineal selama 10
menit, dilakukan 4 kali sehari.
Dan menentukan jadwal pengosongan kandung kemih: Bokong pasien diletakkan
di atas stekpan / pispot atau pasien diminta ke toilet selama 30 menit - 2 jam
untuk berkemih.



Diskusikan pemakaian kateter intermiten.



Monitor timbul tanda-tanda infeksi (Kalor, Dolor, Rubor, Tumor, Fungsilaesa)



Rawat kateter secara steril tiap hari. Pertahankan posisi kateter, jangan sampai
tertekuk.



Jelaskan perubahan pola eliminasi dan pola seksual.



Fungsi normal kandung kemih akan kembali dalam waktu 2 -3 minggu, namun
dapat juga sampai 8 bulan yang perlu diikuti dengan latihan perineal / Kegel
Exercise.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Sirkulasi :


Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )

2. Eliminasi :


Penurunan kekuatan / kateter berkemih.



Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.



Nokturia, disuria, hematuria.



Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.



Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).



Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)



Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat
peningkatan tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)

3. Makanan / cairan:


Anoreksia, nausea, vomiting.



Kehilangan BB mendadak.

4. Nyeri / nyaman :


Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens
(pada prostatitis akut).

5. Rasa nyaman : demam
6. Seksualitas :


Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.



Takut beser kencing selama kegiatan intim.



Penurunan kontraksi ejakulasi.



Pembesaran prostat.

7. Pengetahuan / pendidikan :


Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.



Penggunaan

obat

antihipertensi

atau

antidepresan,

antibakterial untuk saluran kencing, obat alergi.

antibiotika

/

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BPH
NO.
1.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan pola eliminasi urin ; sehubungan
dengan :
 Mekanisme obstruksi : bekuan darah,
edem, truma, prosedur pem-bedahan.
 Tekanan dan iritasi kateter / balon
 Kehilangan tonus kandung kemih aki bat
over distersi pada preoperasi atau
dekom-presi terus-menerus.
ditandai dengan :
 Sering kencing, dys uria, inkontinensia,
retensi urin.
 Blas penuh, supra-pubis tidak nyaman.

TUJUAN
Tujuan : Jumlah urine normal dan tanpa 
retensi.


Kriteria :
1. Klien
mampu
mengosongkan
kandung kencing setiap 2 - 4 jam.

2. Klien mampu me-lakukan perineal
exercise.

3. Klien B.a.k 1500 cc / 24 jam.




2.

3.

Resiko tinggi untuk kekurangan volume
cairan : sehubungan dengan :
 Perdarahan pada area pembedahan
 Pembatasan intake preoperasi.
ditandai dengan :
 Post TUR Prostat hari ke II
 Masih terpasang kateter dan irigasi drip
NaCl 0,9 %
Resiko tinggi untuk infeksi : sehubungan
dengan :
 Prosedur invasif, instrumentasi sela-ma

Tujuan
: Kebutuhan cairan klien 
terpenuhi.



Kriteria : Jumlah cairan yang masuk dan
keluar seimbang

Tujuan : klien terhindar dari re-siko 
infeksi salur an kemih.
Kriteria :


RENCANA TINDAKAN
Kaji pengeluaran urine dan sistem drainage atau
kateter terutama selama blader irigasi.
Kaji kemampuan klien untuk mengosongkan
kandung kemih contoh, berapa kali klien ke kamar
mandi untuk buang air kecil.
Catat waktu, jumlah, ukur an, urine setelah kateter
diangkat.
Anjurkan klien untuk mengo-songkan kandung
kemih setiap 2 - 4 jam.
Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per
hari jika tidak ada kontra indikasi. Kurangi minum
pada malam hari setelah keteter dilepaskan.
Anjurkan klien untuk perineal exercise, contoh
dengan mengerutkan bokong, menahan urine, baru
mengalirkan urine.
Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam dan
total dalam 24 jam.
Kaji mukosa mulut dan kekenyalan kulit.
Observasi tanda vital tiap 4 jam atau sesuai
kebutuhan.
Berikan cairan peroral atau infus sesuai program
medik ( 2500 - 3000 cc / 24 jam ).
Memasang dan melepaskan kateter dengan cara
aseptik dan antiseptik.
Rawat kateter dengan tehnik aseptik dan antiseptik.







4.








operasi, kateter, seringnya irigasi 
kandung kemih.

Jaringan traumatik, insisi bedah.

Refluk urine ke dalam kandung kemih.
Terbukanya sistem drainage urine.
ditandai dengan :
Post TUR Prostat hari ke II
Masih terpasang kateter dengan irigasi
drip NaCl 0,9 %.

Nyeri akut : sehubungan dengan :
Iritasi mukosa kandung kemih.
Spasme otot sehubungan dengan
prosedur operasi atau penekanan dari
balon (traksi)
ditandai dengan :
Dilaporkannya adanya nyeri pada
pangkal alat kelamin dari perut bagian
bawah.

Tanda vital dalam keadaan normal.
Urine bersih dan jernih.
Tidak terasa nyeri.

Cegah terjadinya refluks urine yaitu kembalinya
urine ke kandung kemih.
Dengan cara : menggantung urine bag lebih rendah
dari kandung kemih.
Dan klem kateter bila akan memindahkan klien.
 Gunakan tehnik aseptik pada saat mengosongkan
urine bag.
 Ganti kateter setiap 7 - 10 hari dengan tehnik aseptik
.
 Irigasi kateter dilakukan dengan tehnik aseptik dan
antiseptik
 Anjurkan klien banyak minum 2500 cc - 3000 cc /
hari bila tidak ada kontra
indikasi
 Mengukur / mengamati tanda kardinal klien setiap 4
jam atau sesuai
kebutuhan.
 Kolaborasi dengan Tim medis untuk penberian
antibiotik atau pemeriksaan
diagnostik
Tujuan
: nyeri berkurang setelah  Kaji intensitas nyeri dengan skala 1- 10.
dilakukan tindakan keperawatan.
 Fiksasi kateter dengan cara yang tepat agar tetap
Kriteria :
stabi sehingga tidak menimbulkan gesekan baru
 Klien dapat mengontrol nyeri dengan
pada mukosa urethra.
menggunakan skala nyeri 1 - 10
 Fiksasi selang urine pada alat tenun disamping klien
 Klien tampak rileks.
dengan menggunakan peniti atau klem yang telah
Klien dapat beristirahat dengan tenang
tersedia pada set urine bag.
 Gunakan kateter menetap dengan nomor atau ukuran
yang sesuai agar tidak menimbulkan iritasi pada





Wajah meringis kesakitan.
Respon autonomik








5.

Resiko tinggi untuk disfungsi seksual: Tujuan : klien dapat menerima dan
sehubungan dengan :
beradaptasi terhadap keadaannya.
Kriteria :
 Situasi krisis (inkontinensia, kondisi area  Klien tampak rileks.
genital)
 Klien menyatakan cemas berkurang.
 Perubahan status kesehatan.
ditandai dengan :
 Pola berkemih saat ini lewat kateter.
 Post
TUR Prostat hari ke II
(kemungkinan ada kerusakan N>
Pudendus)






urethra.
Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan
cara
menarik
napas
panjang
dan
menghembuskannya.
Hindari gerakan atau tarikan mendadak pada selang
kateter untuk menghindari trauma baru pada urethra.
Kempiskan balon kateter sampai habis sebelum
melepaskan kateter dan keluarkan kateter secara
perlahan.
Kolaborasi pemberian analgetik dengan medik bila
diperlukan.
Diskusikan bersama klien tentang anatomi dan
fisiologi fungsi seksual secara singkat.
Jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat
pemakaian kateter yang menetap.
Anjurkan klien untuk berdialog dengan sesama klien
yang menggunakan kateter.
Berikan kesempatan pada klien untuk saling
mengungkapkan perasaan dengan pasangannya.
Ciptakan suasana humor pada saat merawat klien.
Bila perlu konsulkan pada psikolog atau seksolog.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada pasien post TUR Prostat adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pola eliminasi uri ; sehubungan dengan :


Mekanisme obstruksi : bekuan darah, edem, truma, prosedur pembedahan.



Tekanan dan iritasi kateter / balon



Kehilangan tonus kandung kemih akibat over distersi pada preoperasi atau
dekompresi terus-menerus.

ditandai dengan :


Sering kencing, dysuria, inkontinensia, retensi urin.



Blas penuh, suprapubis tidak nyaman.

Tujuan : Jumlah urine normal dan tanpa retensi.
Kriteria :
1. Klien mampu mengosongkan kandung kencing setiap 2 - 4 jam.
2. Klien mampu melakukan perineal exercise.
3. Klien B.a.k 1500 cc / 24 jam.
Intervensi


Kaji pengeluaran urine dan sistem drainage atau kateter terutama selama
blader irigasi.



Kaji kemampuan klien untuk mengosongkan kandung kemih contoh,
berapa kali klien kekamar mandi untuk buang air kecil.



Catat waktu, jumlah, ukuran, urine setelah kateter diangkat.



Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih setiap 2 - 4 jam.



Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per hari jika tidak ada
kontra indikasi. Kurangi minum pada malam hari setelah keteter
dilepaskan.



Anjurkan klien untuk perineal exercise, contoh dengan mengerutkan
bokong, menahan urine, baru mengalirkan urine.

2. Resiko tinggi untuk kekurangan volume cairan : sehubungan dengan :


Perdarahan pada area pembedahan



Pembatasan intake preoperasi.

ditandai dengan :


Post TUR Prostat hari ke II



Masih terpasang kateter dan irigasi drip NaCl 0,9 %

Tujuan : Kebutuhan cairan klien terpenuhi.
Kriteria : Jumlah cairan yang masuk dan keluar seimbang.
Intervensi :


Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam dan total dalam 24 jam.



Kaji mukosa mulut dan kekenyalan kulit.



Observasi tanda vital tiap 4 jam atau sesuai kebutuhan.



Berikan cairan peroral atau infus sesuai program medik ( 2500 - 3000 cc /
24 jam ).

3. Resiko tinggi untuk infeksi : sehubungan dengan :


Prosedur invasif, instrumentasi selama operasi, kateter, seringnya irigasi
kandung kemih.



Jaringan traumatik, insisi bedah.



Refluk urine ke dalam kandung kemih.



Terbukanya sistem drainage urine.

ditandai dengan :


Post TUR Prostat hari ke II



Masih terpasang kateter dengan irigasi drip NaCl 0,9 %.

Tujuan : klien terhindar dari resiko infeksi saluran kemih.
Kriteria :
- Tanda vital dalam keadaan normal.
- Urine bersih dan jernih.
- Tidak terasa nyeri.
Intervensi :


Memasang dan melepaskan kateter dengan cara aseptik dan antiseptik.



Rawat kateter dengan tehnik aseptik dan antiseptik.



Cegah terjadinya refluks urine yaitu kembalinya urine ke kandung kemih.
Dengan cara : menggantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih.
Dan klem kateter bila akan memindahkan klien.



Gunakan tehnik aseptik pada saat mengosongkan urine bag.



Ganti kateter setiap 7 - 10 hari dengan tehnik aseptik .



Irigasi kateter dilakukan dengan tehnik aseptik dan antiseptik



Anjurkan klien banyak minum 2500 cc - 3000 cc / hari bila tidak ada kontra
indikasi



Mengukur / mengamati tanda kardinal klien setiap 4 jam atau sesuai
kebutuhan.



Kolaborasi dengan Tim medis untuk penberian antibiotik atau pemeriksaan
diagnostik

4. Nyeri akut : sehubungan dengan :


Iritasi mukosa kandung kemih.



Spasme otot sehubungan dengan prosedur operasi atau penekanan dari
balon (traksi)

ditandai dengan :


Dilaporkannya adanya nyeri pada pangkal alat kelamin dari perut bagian
bawah.



Wajah meringis kesakitan.



Respon autonomik

Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria :


Klien dapat mengontrol nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1 - 10



Klien tampak rileks.



Klien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :


Kaji intensitas nyeri dengan skala 1- 10.



Fiksasi kateter dengan cara yang tepat agar tetap stabi sehingga tidak
menimbulkan gesekan baru pada mukosa urethra.



Fiksasi selang urine pada alat tenun disamping klien dengan
menggunakan peniti atau klem yang telah tersedia pada set urine bag.



Gunakan kateter menetap dengan nomor atau ukuran yang sesuai agar
tidak menimbulkan iritasi pada urethra.



Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan cara menarik napas
panjang dan menghembuskannya.



Hindari gerakan atau tarikan mendadak pada selang kateter untuk
menghindari trauma baru pada urethra.



Kempiskan balon kateter sampai habis sebelum melepaskan kateter dan
keluarkan kateter secara perlahan.



Kolaborasi pemberian analgetik dengan medik bila diperlukan.

5. Resiko tinggi untuk disfungsi seksual: sehubungan dengan :


Situasi krisis (inkontinensia, kondisi area genital)



Perubahan status kesehatan.

ditandai dengan :


Pola berkemih saat ini lewat kateter.



Post TUR Prostat hari ke II (kemungkinan ada kerusakan N> Pudendes)

Tujuan : klien dapat menerima dan beradaptasi terhadap keadaannya.
Kriteria :


Klien tampak rileks.



Klien menyatakan cemas berkurang.

Intervensi :


Diskusikan bersama klien tentang anatomi dan fisiologi fungsi seksual
secara singkat.



Jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat pemakaian kateter yang
menetap.



Anjurkan klien untuk berdialog dengan sesama klien yang menggunakan
kateter.



Berikan kesempatan pada klien untuk saling mengungkapkan perasaan
dengan pasangannya.
Ciptakan suasana humor pada saat merawat klien. Bila perlu konsulkan
pada psikolog atau seksolog.

6. Kurangnya pengetahuan: sehubungan dengan :


Misinterpretasi informasi



Tidak familiar dengan informasi yang ada.

ditandai dengan :


Sering bertanya



Menanyakan ulang informasi



Kondisi miskonsepsi



Menunjukkan secara verbal masalahnya.



Tidak adekuat dalam mengikuti instruksi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan klien meningkat
Kriteria :


Klien memahami tentang : pengertian, tanda dan gejala, prognosa,
perawatan dan pengobatan

Intervensi :



Kolaborasi dengan medik untuk menjelaskan pada klien tentang
pengertian, tanda dan gejala, prognosa serta pengobatan

7.



Diskusi bersama klien untuk mencegah infeksi saluran kemih



Diskusikan tentang cara mempertahankan aliran urin



Diskusikan cara mempertahankan volume cairan tubuh

Potensial terjadinya sumbatan/obstruksi aliran urin sehubungan dengan :


Penyumbatan lubang /lumen kateter selang urin karena endapan urine atau
bekuan darah



Tertekuk atau terpelintirnya kateter

Tujuan : Kelancaran aliran urine dapat dipertahankan
Kriteria :


Urine keluar lancar, 1500 cc/24 jam

Intervensi :


Jaga kateter atau selang urine tidak tertekuk/terpelintir



Gantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih



Bila selang urine terlalu panjang, gulung dan difiksasi diatas tempat tidur
disamping klien



Lakukan irigasi kateter bila macet (kolaborasi dengan dokter)



Berikan cairan peroral atau infus 2500 - 5000 cc/24 jam (kolaborasi
dengan dr)

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Alfaro, R. (1986). Application of Nursing Proces : Step by Step Guide, Philadelphia :
J.B. Lipincot Company.
Donna D. Ignatavius, Kathy A.H, (1997), Medical Surgical Nursing, 2nd Edition, W.B.
Saunders Co., Philadelphia.
Doenges M.E. (1989), Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ), .

Philadelpia, F.A. Davis Company.

Luckmann, J (1997), Saunders Manual Of Nursing Care, W.B. Saunders Co,
Philadelphia.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing
Process Approach, St. Louis. Cv. Mosby Company.
Luckman N Sorensen, (1994), Medical Surgical Nursing, Fourth edition, W.B.
Saunders Co., Philadelphia.
Sjamsu, R. Hidajat, Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar FK- UI ( Bagian Bedah ), (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina
Rupa

Aksara, Jakarta.
Patofisiologi

Perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan hestrogen.

Testosteron bebas + enzim 5  reduktase

Dihodrolisis

 Dehidro Testosteron (DHT)

Diikat reseptor ( dalam sitoplasma sel prostat)

DHT - Reseptor



Inti Sel

Mempengaruhi RNA


sintesa protein

Proliferasi sel

Pembesaran prostat

Rangsangan pada V U 

Sering berkontraksi
meski belum penuh

Vesika dekompensasi
Retensio urine ( residu urine )
Rasa tidak puas (tuntas pada akhir

Patofisiologi

Trauma langsung / benturan pada tulang

Edema
Perdarahan
gangguan pada


Tulang

Pembuluh darah

Saraf


Manifestasi klinik :



Keterbatasan gerak



Gangguan sirkulasi : Tachikardi
Hipertensi
Hipotensi



Gangguan neuro sensori : hilang rasa
spasme
otot



Nyeri



Gangguan integritas jaringan

Patofisiologi
Trauma pada kepala

Akselerasi
Deselerasi

Rotasi

1.

Perdarahan : Extra dural
Sub dural
Intra cerebral

2. Edema cerebral : meningkatkan tekanan
intra kranial

------- hipoksia cerebral

3. Keluarnya cairan serebro spinal
4. Lokal infeksi