PEMBUATAN ALAT PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PELAT DATAR DENGAN PERLAKUAN SELECTIVE SURFACE

PEMBUATAN ALAT PEMANAS AIR MENGGUNAKAN KOLEKTOR PELAT DATAR DENGAN PERLAKUAN SELECTIVE SURFACE

  TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin

  Disusun oleh :

  

Nama : BAYU ARDIYANTO

NIM : 015214089 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

  

SOLAR WATER HEATER USING FLAT

COLLECTOR WITH SELECTIVE SURFACE

TREATMENT

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

to Obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

  by

  

BAYU ARDIYANTO

Student Number : 015214089

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

  

2009

  PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Yogyakarta,

  12 September 2009 Penulis

  Bayu Ardiyanto

  

INTISARI

  Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan metode pengamplasan dan penambahan serbuk karbon dengan metode pengecatan hitam terhadap hasil yang diraih pada pemanas air. Bahan yang dipakai adalah pelat aluminium dengan panjang 1000 mm, lebar 800 mm, dan tebal 2 mm, pipa tembaga satu inchi, serbuk aluminium yang telah dicampur lem epoksi, serbuk karbon, serta amplas dengan ukuran 1500.

  Ada dua perlakuan dasar pada permukaan aluminium yang dipakai sebagai pembanding, yaitu dicat hitam (prototype 1) dan diamplas selama 10 menit dengan ukuran amplas 1500 kemudian ditambah serbuk karbon dan diamplas lagi selama 10 menit (prototype 2). Di bawah kedua pelat aluminium tersebut direkatkan pipa tembaga dengan menggunakan lem epoksi yang telah dicampur serbuk aluminium. Kemudian pelat tersebut diletakkan dalam kotak kayu yang telah dipersiapkan dan kotak kayu dimiringkan sebesar 30 derajat pada rangka yang juga telah dipersiapkan sebelumnya agar pelat dapat menangkap panas sinar matahari lebih banyak. Pipa disambungkan dengan reservoir yang ada di atas rangka dan dialiri fluida (air). Air inilah yang nantinya akan diukur suhunya dengan menggunakan termometer.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa absorptivitas prototype1 lebih besar dibandingkan prototype2. Dapat dikatakan bahwa prototype 1 lebih efisien dibanding prototype 2 dalam hal menyerap panas. Hal itu dapat dilihat dari besarnya suhu fluida (air) yang ada dalam pipa tembaga tersebut, yaitu prototype1 sebesar 92 °C dan prototype2 88 °C. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang juga menyatakan bahwa pelat absorber dengan perlakuan dicat hitam memiliki absorptivitas lebih besar dibandingkan pelat absorber dengan perlakuan diamplas dan ditambah serbuk karbon.

  

ABSTRACT

  The aim of the research is to compare added carbon powder and grinding method with painted black method to the result of the achievement on the water heater. The using material is the aluminum plate with 1000 mm length, 800 mm width, 2 mm high, one inch copper-pipe, aluminum powder has been mixed using epoxy glue, carbon powder, and 1500 grinder size.

  There are two basic treat that used for comparison. The first aluminum plate has been painted black (prototype1). The second aluminum plate has been grinded for 10 minutes with 1500 grinder size, then added by carbon powder and grinded again for 10 minutes (prototype2). After that the copper-pipe fixed on the bottom side of aluminum plate using epoxy glue that mixed with aluminum powder. The next way is the plate put in the wood box has been prepared before. Then the box aslant 30° degree as the plate can catch the heat of the sun a lot. The copper-pipe has been connected with the reservoir on the frame work and flown by fluid. The temperature of the fluid was measured by thermometer.

  The result of the research shows that the absorption of prototype 1 greater than prototype 2. The temperatures water-fluid of prototype 1 is 92 °C. The temperatures water-fluid of prototype 2 is 88 °C. That result as suitable with the research before. It was said that the absorption of painted black plate greater than grinded and added by carbon powder.

KATA PENGANTAR

  Segenap puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Pengasih, Pemurah, dan Penyayang yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis, sehingga penulis diberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh penulis untuk memperoleh gelar sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini penulis tak lepas dari bantuan dan masukan dari berbagai pihak, seperti halnya dalam bentuk dorongan, motivasi, bimbingan, sarana dan materi. Untuk itu pada kesempatan ini hanya terima kasih yang sebesar-besarnya yang dapat penulis ucapkan kepada:

  1. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

  3. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin FT-USD yang telah membimbing dalam masa-masa kuliah.

  4. Bapak Martono Dwiyaning Nugroho, Petugas Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penelitian penulis.

  5. Keluarga tercinta yang telah memberi makna hidup dan selalu memberi kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan dalam hidup.

  6. Untuk Yustina Kurnia Sapti tercinta dan Michael Orion Artstoe Natale buah hati kami atas kasih sayang dan novenanya selama ini.

  7. Anak Agung Made Yudhanegara, Topan Bhayu Purba, Dudit Priambodo, Edwardus , Andreas Kurniawan, Berty dan Tris, Widhi Setyawan, Sahono Subroto, Roy Dahlan Purba, Tomo atas segala dukungan dan semangat yang tiada henti.

  8. Teman-teman TM angkatan 2000-2005 yang telah mendukung kelancaran penyusunan Tugas Akhir ini. Maaf jika penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu. Tiada kata yang bisa penulis ucapkan selain terima kasih dan semoga Tuhan selalu memberkati dan membalas segala kebaikan Anda semua.

  Demikian usaha yang telah penulis lakukan sudah semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kemajuan yang akan datang.

  Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat berguna dan memberikan wawasan lebih tentang ilmu pengetahuan dan teknologi bagi semua pembaca.

  Yogyakarta,

  12 September 2009 Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................... iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN ............................ iv HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... v

  INTISARI ..................................................................................................... vi ABSTRAK.................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................ x DAFTAR DIAGRAM .................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xv DAFTAR GRAFIK……………………………………………………... ... xvii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xviii BAB I PENDAHULUAN .....................................................................

  1 1.1. Latar Belakang ...................................................................

  1 1.2. Batasan Masalah .................................................................

  3 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................

  4 1.4. Sistematika Penulisan .........................................................

  5

  BAB II DASAR TEORI .........................................................................

  30 2.7. Karbon ................................................................................

  41 2.9.3. Data Pengujian Sinar Halogen Untuk Spesimen........

  37 2.9.2. Data dan Analisis Pengujian Emisivitas Spesimen....

  2.9.1. Data dan Analisis Pengujian Absorptivitas Spesimen

  37

  2.8.4. Penggunaan................................................................ 36 2.9. Data Penelitian Sebelumnya................................................

  35

  35 2.8.3. Pencetakan.................................................................

  32 2.8.2. Sifat-sifat...................................................................

  32 2.8.1. Produksi.....................................................................

  31 2.8. Resin Epoksi.......................................................................

  29 2.6. Tembaga .............................................................................

  6 2.1. Pengertian ...........................................................................

  26 2.5.2. Amplas ......................................................................

  25 2.5.1. Sifat Bahan Abrasif ...................................................

  21 2.5. Bahan Abrasif .....................................................................

  18 2.4.2. Unsur-unsur Yang Terkandung Dalam Alumunium..

  15 2.4.1. Jenis-jenis Alumunium dan Paduannya ....................

  15 2.4. Aluminium ..........................................................................

  13 2.3.2. Bahan Pelat Absorber ................................................

  12 2.3.1. Pembuatan Permukaan Selektif .................................

  7 2.3. Pelat Absorber ....................................................................

  6 2.2. Perpindahan Kalor ..............................................................

  44

  2.9.4. Data dan Analisis Dengan Sinar Matahari untuk Spesimen....................................................................

  47

  2.9.5. Data Pengujian Dangan Sinar Matahari Untuk Peningkatan Konduktivitas Lem Epoksi....................

  49 BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................

  53 3.1. Skema Penelitian ................................................................

  53 3.2. Bahan-bahan Yang Diperlukan ..........................................

  54 3.3. Proses Pembuatan Prototype ..............................................

  55 3.4. Proses Pengamplasan .........................................................

  59 3.5. Penempelan Pipa Tembaga Pada Pelat Aluminium ...........

  60

  3.6. Pemasangan Pelat Aluminium Yang Telah Ditempel Pipa Tembaga ke Rangka Prototype...................................

  62 3.7. Pengujian Sinar Matahari....................................................

  63 BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .........................

  68

  4.1. Dasar Penentuan Pengujian Dengan Sinar Matahari Untuk Prototype..............................................................................

  68 4.2. Data Pengujian Dengan Sinar Matahari Untuk Prototype...

  68

  4.3. Analisis Pengujian Dengan Sinar Matahari Untuk Prototype..............................................................................

  73

  BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP .............................................

  81 5.1. Kesimpulan .........................................................................

  81 5.2. Saran ...................................................................................

  82 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

  83

  

DAFTAR DIAGRAM

  Diagram 2.1. Absorbtivitas Tanpa Perlakuan .................................................... 39 Diagram 2.2. Absorbtivitas Spesimen Dicat Warna Hitam ............................... 40 Diagram 2.3. Pengaruh Waktu Pengamplasan Pada Absortivitas (Amplas 1500 + Karbon) ............................................................. 40 Diagram 2.4. Emisitivitas Tanpa Perlakuan ...................................................... 43 Diagram 2.5. Emisitivitas Dicat Hitam .............................................................. 44 Diagram 2.6. Pengaruh Waktu Pengamplasan Pada Emisitivitas (Amplas 1500 + Karbon) ............................................................. 44 Diagram 2.7. Pengujian Sinar Halogen Untuk Spesimen Tanpa Perlakuan ...... 45 Diagram 2.8. Pengujian Sinar Halogen Untuk Spesimen Dicat Hitam ............. 46 Diagram 2.9. Pengujian Sinar Halogen Untuk Spesimen Amplas 1500 Ditambah Serbuk Karbon ............................................................ 46

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sudut Azimut dan Sudut Polar ...................................................... 9Gambar 2.2. Dimensi Kimia Unsur Tembaga .................................................... 30Gambar 2.3. Tembaga Kuno .............................................................................. 31Gambar 3.1. Pelat Aluminium ........................................................................... 55Gambar 3.2. Pipa Tembaga 1 inchi .................................................................... 56Gambar 3.3. Kotak Kayu Hitam ........................................................................ 56Gambar 3.4. Jenis Elbow Tembaga dan PVC .................................................... 56Gambar 3.5. Kaca Bening .................................................................................. 56Gambar 3.6. Rangka Besi Berlubang dan Sambungan Siku .............................. 57Gambar 3.7. Serbuk Aluminium ........................................................................ 57Gambar 3.8. Serbuk Karbon............................................................................... 57Gambar 3.9. Hardener dan Resin Epoksi ........................................................... 57Gambar 3.10. Reservoir ..................................................................................... 58Gambar 3.11. Amplas Ukuran 1500 .................................................................. 58Gambar 3.12. Cat Kaleng ................................................................................... 58Gambar 3.13. Busa Peredam .............................................................................. 58Gambar 3.14. Kran Air....................................................................................... 58Gambar 3.15. Pelat Aluminium Dalam Proses Amplas + Karbon ..................... 59Gambar 3.16. Mesin Amplas M-2500................................................................ 60Gambar 3.17. Susunan Pipa Tembaga di Bawah Pelat Aluminium ................... 61Gambar 3.18. Pelat Aluminium di Atas Pipa Tembaga ..................................... 61Gambar 3.20. Letak Kaca Bening Dikunci Dengan Pelat Aluminium Tipis ..... 63Gambar 3.21. Box Dipasang Dengan Sudut 30° ................................................ 63Gambar 3.22. Sambungan Reservoir Dengan Pipa Tembaga ............................ 64Gambar 3.23. Pipa Tembaga Luar Dilapisi Busa ............................................... 64Gambar 3.24. Prototype 1 Dengan Perlakuan Dicat Hitam ............................... 65Gambar 3.25. Prototype 2 Dengan Perlakuan Diamplas + Karbon ................... 65Gambar 3.26. Skema Prototype ......................................................................... 66Gambar 3.27. Termometer Air Raksa ................................................................ 67Gambar 4.1. Dimensi Panjang Total Pipa Tembaga .......................................... 79Gambar 4.2. Foto Permukaan Aluminium Tanpa Perlakuan ............................. 80Gambar 4.3. Foto Permukaan Aluminium Pengamplasan + Karbon ................. 80

  

DAFTAR GRAFIK

  Grafik 2.1. Perbandingan Suhu - Waktu Spesimen Untuk Pengujian Sinar Halogen................................................................................... 47 Grafik 2.2. Pengujian Sinar Matahari Pelat Aluminium .................................... 49 Grafik 2.3. Dsitribusi Suhu Peningkatan Konduktivitas Lem Epoksi ............... 51 Grafik 4.1. Perbandingan Suhu Fluida Air di Dalam Pipa Kolektor ................. 71 Grafik 4.2. Perbandingan Suhu Fluida Air di Dalam Reservoir ........................ 72

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat-sifat Fisik Aluminium .............................................................. 17Tabel 2.2. Sifat-sifat Mekanik Aluminium ........................................................ 17Tabel 2.3. Klasifikasi Paduan Aluminium Cor .................................................. 21Tabel 2.4. Kalsifikasi Paduan Aluminium Tempa ............................................. 21Tabel 2.5. Ukuran Standart Amplas ................................................................... 27Tabel 2.6. Klasifikasi Dari Abrasif .................................................................... 29Tabel 2.7. Sifat-sifat Bahan Pengeras dan Resin Epoksi Kaku ......................... 34Tabel 2.8. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal

  Tanpa Perlakuan................................................................................ 37

Tabel 2.9. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal Yang

  Sudah Dicat Warna Hitam................................................................. 37

Tabel 2.10. Data Hasil Pengujian Absorptivitas Surya Material Awal Yang

  Sudah Diamplas 1500 + Karbon..................................................... 38

Tabel 2.11. Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Material Awal

  Tanpa Perlakuan.............................................................................. 41

Tabel 2.12. Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Material Awal

  Dicat Warna Hitam......................................................................... 41

Tabel 2.13. Data Hasil Pengujian Emisivitas Termal Material Awal

  Diamplas 1500 + Karbon.............................................................. .. 42

Tabel 2.14. Data Hasil Pengujian Dengan Sinar Halogen ................................. 45Tabel 2.15. Data Hasil Pengujian Dengan Sinar Matahari ................................ 48Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Suhu Fluida Air Dalam Prototype

  Untuk Perlakuan Pelat Absorber Dicat Hitam.................................. 69

Tabel 4.2. Data Hasil Pengujian Suhu Fluida Air Dalam Prototype

  Untuk Perlakuan Pelat Absorber Diamplas 1500 + Karbon............ . 70

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1.1 Energi merupakan salah satu faktor pendukung kehidupan manusia

  yang paling vital karena tanpa adanya energi semua aspek kehidupan di muka bumi ini tidak akan tercipta. Energi yang paling banyak digunakan sekarang ini adalah energi yang tidak dapat diperbaharui dan sewaktu- waktu dapat habis, misalnya energi minyak bumi, gas, batu bara, dan lain- lain. Seiring perkembangan jaman dan pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat maka kebutuhan akan energi semakin banyak pula dan itu memaksa untuk menggali dan mengambil energi dari perut bumi secara besar-besaran. Di sisi lain jumlah energi yang ada di dasar perut bumi ini kian hari berkurang dan tidak menutup kemungkinan akan habis.

  Melihat keadaan tersebut manusia dituntut berpikir dan bertindak untuk mengatasi masalah energi dengan menemukan berbagai macam inovasi dan penemuan. Ada berbagai macam cara untuk menindaklanjuti keadaan tersebut, yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam sebagai pengganti minyak bumi yang sebenarnya ada di sekitar kita, contohnya : energi surya, energi gelombang, energi angin, energi air, biogas dan lain sebagainya. Dilihat dari letak geografisnya Indonesia berada pada garis khatulistiwa yang tentunya beriklim tropis, maka dengan kelebihan ini dapat dimanfaatkan untuk memilih salah satu energi alternatif yang cocok untuk digunakan yaitu menggunakan energi surya. Energi surya selain hemat juga ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan potensi energi tersebut maka dapat digunakan teknologi radiasi termal (thermal

  

radiation) yaitu radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu

  benda karena suhunya. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu benda maka sebagian dari radiasi itu akan dipantulkan (refleksi), sebagian diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi). Ada dua macam fenomena yang bisa diamati jika radiasi tersebut menimpa permukaan suatu benda. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi maka dikatakan refleksi itu spekular, apabila berkas yang jatuh itu tersebar secara merata ke segala arah sesudah refleksi maka refleksi itu disebut baur (diffuse). Untuk mengambil panas dari surya dapat digunakan alat penerima atau pengumpul yang disebut kolektor yang berfungsi untuk mengumpulkan radiasi surya sebanyak mungkin dan mengalirkan energi yang didapat ke fluida kerja.

  Hal yang harus diperhatikan dalam kolektor ini adalah efisiensi konversi, yang semuanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pada pelat absorber pada kolektor itu sendiri. Namun demikian juga harus diperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi pelat absorber, dalam penggunaannya untuk menyerap radiasi surya (radiasi gelombang pendek), dalam hal ini disebut faktor absorptivitas surya, semakin besar nilai absorptivitasnya maka semakin besar efisisensi konversi pelat absorber tersebut. Dengan keadaan pelat absorber yang menyerap radiasi surya maka temperatur pelat akan naik, sehingga dengan sifat alami suatu benda yang bertemperatur lebih tinggi dari benda sekitar akan memancarkan energi secara radiasi.

  Pengaruh kekasaran permukaan terhadap sifat-sifat radiasi termal bahan merupakan masalah yang akan menjadi bahan penelitian. Biasanya permukaan benda yang kasar lebih menunjukkan sifat baur dari pada permukaan benda yang halus (mengkilap). Untuk mendapatkan sifat kasar atau halus dapat diperoleh dengan beberapa metode diantaranya vacuum

  evaporation, vacuum sputtering, ion exchange, chemical vapour disposition, chemical oxidation, dipping in chemical baths, electroplating, spraying, screen printing, brass painting, mekanik. dll.

  Batasan Masalah

  1.2

  1. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua pelat alumunium dengan ukuran masing 1 m x 0,8 m serta tebal 2 mm, pipa tembaga 1 inchi, lem epoksi, box kayu, kaca, rangka besi berlubang, ember plastik sebagai resevoir, busa, cat hitam, amplas ukuran 1500, serbuk karbon, dan serbuk aluminium.

  2. Metode peningkatan absorptivitas termal pelat aluminium yang digunakan adalah secara mekanik (pengamplasan dengan penambahan serbuk karbon dan pengecatan).

3. Dengan metode mekanik pertama (pengecatan), prototype 1 permukaannya hanya dicat hitam.

  4. Dengan metode mekanik kedua (pengamplasan dan penambahan serbuk karbon), prototype 2 permukaannya dikasarkan menggunakan amplas ukuran 1500 dengan waktu pemakanan 10 menit kemudian ditambah serbuk karbon dan diamplas lagi dengan waktu 10 menit.

  5. Penambahan pipa tembaga dilakukan dengan cara ditempelkan pada permukaan bawah masing-masing benda kerja menggunakan lem epoksi yang telah dicampur dengan serbuk aluminium untuk menguji absorptivitas prototype pada fluida (air).

6. Hanya dilakukan pengujian untuk mencari besar absorptivitas prototype terhadap suhu fluida (air).

  Tujuan Penelitian

1.3 Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

  1. Membandingkan metode pengamplasan dan penambahan serbuk karbon dengan metode pengecatan hitam terhadap hasil yang diraih pada pemanas air.

2. Mencari data untuk mendukung pengadaan energi alternatif yang lebih hemat dan bermanfaat.

  Sistematika Penulisan

  1.4 Pada bab I penulis membahas tentang latar belakang, batasan

  masalah, serta sistematika penulisan, pada bab II akan diuraikan tentang pengertian perpindahan kalor dan juga tiga modus perpindahan kalor dan segala macam tentang pelat absorber serta pengertian tentang aluminium, bahan abrasif yaitu amplas, tembaga, karbon, lem epoksi, dan tinjauan data penelitian sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian, bahan yang digunakan serta urutan pada proses pembuatan dan pengujian

  

prototype dijelaskan pada bab III untuk pembahasan dan data hasil

  pengujian dibahas pada bab IV. Bab V menyajikan tentang kesimpulan dan saran-saran.

BAB II DASAR TEORI

2.1. Pengertian

  Mekanisme dari peralatan konversi energi surya sangat erat hubungannya dengan perpindahan panas dan yang sangat mempengaruhi besar kecilnya energi yang dikonversi adalah aliran fluidanya, pada umumnya menggunakan fluida cairan karena koefisisen aliran laminer dan koefisien perpindahan panas dalam pipa sama. Untuk memperbesar perpindahan panas biasanya aliran laminer dibuat supaya aliran menjadi turbulen dengan memberikan gangguan pada aliran itu.

  Panas dalam kolektor yang disebabkan oleh energi surya menggunakan prinsip perpindahan kalor secara konduksi, konveksi dan radiasi. Panas yang diserap oleh pelat penyerap secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dialirkan sepanjang pelat tersebut dan melalui dinding saluran, kemudian panas dialirkan ke fluida dalam saluran secara konveksi. Selanjutnya pelat penyerap yang panas itu melepaskan panas ke pelat penutup kaca (umumnya menutupi kolektor) secara radiasi.

  Dalam sebuah kolektor surya yang terpenting adalah bagaimana cara menggunakan energi surya itu secara optimal, yaitu dengan mengatur kedudukan permukaan kolektor pada berbagai sudut terhadap bidang horisontal. Untuk bidang permukaan yang miring harus dihitung secara khusus dengan mengukur radiasi pada permukaan tersebut.

2.2. Perpindahan Kalor

  Sebagai dasar prinsip sebuah kolektor perlu mengetahui suatu gambaran bahwa perpindahan panas yang diserap melalui tiga cara yang berbeda yaitu :

  1. Konduksi Perpindahan panas dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah secara langsung atau dengan bantuan media padat sebagai penghantar. Laju perpindahan panas yang terjadi dinyatakan dengan hukum Fourier seperti dibawah ini :

  

dT

  § ·

  q kA

  W(watt) ¨ ¸

  

dx

  © ¹ dengan : K = konduktivitas termal, W/(m.K)

  2 A = luas penampang tegak lurus pada aliran panas, m dT/dx = gradien temperatur dalam arah aliran panas, -K/m.

  2. Konveksi Perpindahan panas dengan media penghantar yang bergerak, seperti halnya jika udara yang mengalir di atas suatu permukaan panas kemudian permukaan lain menjadi panas. Apabila aliran udara atau fluida disebabkan oleh sebuah blower maka disebut konveksi paksa. Dalam perancangan sebuah kolektor surya biasanya perpindahan panas konveksi dinyatakan dengan hukum pendinginan Newton, sebagai berikut :

  q hA ( T T ) W(watt) W

  yang diketahui di mana :

  

2

H = koefisisen konveksi, W/(m .K)

  2 A = luas permukaan, m

  T = temperatur dinding

  W

  T = temperatur fluida, K

  3. Radiasi Perpindahan panas yang terjadi tanpa media perantara atau transfer panasnya berupa gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas secara radiasi yang mengenai sebuah benda akan dipantulkan (reflected), sebagian akan diserap (absorbed), dan jika benda tersebut transparan maka sisanya akan diteruskan (transmitted).

  Hubungan antara reflektivitas (ȡ), absorptivitas (Į), dan transmisivitas (IJ) pada suatu panjang gelombang tertentu (Ȝ) adalah:

  Į + ȡ + IJ = 1

  Ȝ Ȝ Ȝ

  Bila ditinjau dengan hukum Kirchoff, maka suatu benda yang berada dalam kesetimbangan termodinamik akan mempunyai absortivitas (Į) yang sama dengan emisivitas (İ) pada suatu panjang gelombang tertentu (Ȝ) atau dapat dinyatakan dengan persamaan :

  İ = Į

  Ȝ Ȝ Perlu diketahui bahwa persamaan di atas hanya berlaku pada permukaan yang tidak bergantung pada sudut azimut (ɮ), dan sudut polar (µ). Seperti tersaji pada Gambar 2.1. Z S udut

  N F A

polar

µ

E W horisontal P erm ukaan P S udut azim ut S

Gambar 2.1. Sudut Azimut dan Sudut Polar

  Tetapi jika permukaan tersebut tergantung pada sudut azimut (ɮ), dan sudut (µ) maka persamaan di atas menjadi : İ (µ,ɮ) = Į (µ,ɮ)

  Ȝ Ȝ

  tetapi pada permukaan yang tidak transparan (opaque), radiasi yang diterima hanya akan diserap dan dipantulkan karena pada permukaan yang tidak transparan tidak meneruskan radiasi (IJ = 0), sehingga persamaannya menjadi:

  Į + ȡ = İ + ȡ = 1

  Ȝ Ȝ Ȝ Ȝ

  atau secara umum : İ (µ,ɮ) = Į (µ,ɮ) = 1 - ȡ (µi,ɮi)

  Ȝ Ȝ Ȝ

  Dari persamaan di atas dapat disimpulkan emisivitas dan absorptivitas dapat diketahui jika reflektivitas diketahui.

  Efisiensi pada kolektor surya dalam mengkonversi energi surya menjadi energi termal tergantung pada : a. Faktor absorptivitas surya pelat absorber pada radiasi surya yang datang.

  b. Emisivitas termal pelat absorber pada panjang gelombang yang panjang.

  c. Kerugian panas karena konduksi, konveksi, dan radiasi. Untuk efisiensi sebuah kolektor surya dapat dinyatakan dengan persamaan :

  § T T · i a Ș = F (IJĮ) – F U

  R R L

  ¨¨ ¸¸

  G T

  © ¹ dengan : F = faktor pelepasan panas

  R

  (IJĮ) = faktor transmitan-absorpan kolektor

2.

U L = koefisien kerugian (W/(m K)) T = temperatur fluida masuk kolektor (K)

  i

  T = temperatur sekitar (K)

  a

  2 G = radiasi yang datang (W/m ) T

  Dengan melihat persamaan efisiensi bahwa jika faktor absorptivitas surya (Į) membesar maka efisiensi (Ș) akan membesar. Koefisien kerugian (U ) dipengaruhi oleh faktor

  L

  emisivitas termal di mana semakin besar begitu juga dengan koefisien kerugian yang terjadi, hal ini juga akan mengakibatkan berkurangnya efisiensi termal. Jadi bila ditinjau dari keadaan tersebut untuk idealnya pelat absorber harus memiliki faktor absortivitas surya yang besar dan emisivitas surya termal yang rendah. Dari beberapa metode peningkatan efisiensi kolektor, penggunaan permukaan selektif merupakan cara yang paling efektif dan ekonomis dan dari beberapa penelitian yang dilakukan ternyata peningkatan harga faktor absortivitas surya memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan penurunan faktor emisivitas termal terhadap peningkatan efisiensi kolektor.

  Faktor lain yang mempengaruhi koefisien kerugian adalah kualitas isolasi, makin baik isolasi maka makin kecil harga koefisien kerugian. Perolehan panas berguna dari kolektor dapat dinyatakan dengan persamaan :

  2

  q = ȘG (W/m )

  u T

  dengan persamaan di atas terlihat jumlah panas berguna tergantung dari efisiensi kolektor, selain itu bahan pelat absorber harus memiliki konduktivitas termal yang baik dan panas jenis yang kecil. Dalam tinjauan ini emisivitas thermal adalah perbandingan total energi yang dipancarkan suatu permukaan dengan total energi yang dipancarkan benda hitam pada temperatur yang sama. Bila ditinjau pada permukaan nyata maka perpindahan panas netto emisivitas termal merupakan fungsi panjang gelombang radiasi, sudut datang, temperatur permukaan dan keadaan permukaan

  (kekasaran, warna, bahan, dll). Dengan persamaan Stefan-

  Boltzmann dinyatakan sebagai berikut : 4 4 q HV T T

S A

  dengan :

  2

  q = energi yang dipancarkan (W/m ) İ = emisivitas termal

  • 8

  2

  4 ı = konstanta Stefan-Boltzmann, 5.67×10 W/(m .K ) T = temperatur permukaan pelat penyerap, K. S T = temperatur sekitar/permukaan kaca, K. A

  Pada benda hitam faktor emisivitas termal (e) = 1, sehingga persamaan menjadi : 4 4 V

  q T T b S A

  dan :

  

q

H

q

b

  Pada penelitian ini energi yang dipancarkan (q) diukur dengan radiometer sehingga emisivitas termal (İ) dapat diketahui.

2.3. Pelat Absorber

  Untuk mendapatkan efisiensi yang baik dalam pemanfaatan energi surya harus diperhatikan mengenai sifat-sifat dari bahan pelat absorber.

  Sifat-sifat pelat absorber yang perlu dibutuhkan dalam hal ini adalah :

  1. Faktor absorptivitas yang besar (mendekati satu)

  2. Faktor emisivitas termal yang kecil (mendekati nol)

  3. Sifat optik dan fisik yang stabil

  4. Kualitas kontak pelat dengan lapisan selektif yang baik

  5. Mudah diaplikasikan

  6. Proses pelapisan permukaan selektif yang murah dan tidak merusak lingkungan ( Pandey dan Banerjee, 1998).

2.3.1. Pembuatan Permukaan Selektif

  Untuk proses pembuatan permukaan selektif ini, ada banyak cara untuk memperolehnya. Namun yang memerlukan perhatian lebih adalah bagaimana cara memperoleh permukaan selektif yang ideal dengan proses yang ada. Dimana dari hasil permukaan selektif yang diperoleh harus memiliki faktor absorptivitas surya (Į) yang besar berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka semakin mendekati 1 (satu) akan semakin baik, dan faktor emisivitas termal (İ) yang kecil berkisar 0 (nol) sampai 1 (satu), dengan angka semakin mendekati 0 (nol) semakin baik. Dari beberapa percobaan dan penelitian yang pernah ada, diantaranya seperti berikut : a. Permukaan selektif dengan lapisan oksida tembaga.

  Lapisan oksida tembaga dibentuk dengan konversi kimia, yaitu dengan mencelupkan pelat tembaga yang telah dibersihkan dan

  sodium hydroxide sodium chloride

  dipolis ke dalam larutan dan panas selama waktu tertentu. Faktor absorptivitas surya (Į) yang didapatkan sebesar 0,89 dan faktor emisivitas termal (İ) yang didapatkan sebesar 0,17 ( Choudhury , 2002).

  b. Permukaan selektif oksida cobalt .

  Dapat dibuat dengan metode electroplating pada pelat baja-nikel, dengan metode ini didapatkan faktor absorptivitas surya (Į) antara 0,87 – 0,92 dan faktor emisitvitas termal (İ) antara 0,07 – 0,08 ( Choudhury , 2002).

  c. Permukaan selektif dengan metode sputtering .

  Dengan mengganti lapisan anti korosi dari nickel-chromium menjadi copper-nickel . Dengan metode ini dapat menaikkan absorptivitas surya (Į) dari 0,89 – 0,91 menjadi 0,97, dan menurunkan faktor emisivitas termal dari 0,12 menjadi 0,06 ( Gelin , 2004).

  d. Permukaan selektif dengan metode elektrokimia.

  Dengan oksidasi alumunium dan pigmentasi nikel, dapat menghasilkan absorptivitas surya (Į) sebesar 0,91 dan emisivitas termal sebesar 0,17 ( Kadirgan et al , 1999).

  grinding e. Permukaan selektif dengan metode .

  Untuk memperoleh permukann selektif dengan metode grinding ini, menggunakan kekasaran permukaaan 1µm - 2µm.

  Absorptivitas surya (Į) yang dihasilkan sebesar 0,90 dan emisivitas

  Konttinen et al termal (İ) yang dihasilkan sebesar 0,25 ( , 2003). Namun dengan metode grinding ini, setelah diuji dengan mikrostruktur terdapat variasi pada penggunaan komposisi dan struktur dari alat grinding . Penggunaan komposisi dan struktur yang tepat dapat mempengaruhi hasil absorptivitas surya (Į) sampai diatas 0,94.

2.3.2. Bahan Pelat Absorber

  Dalam pemilihan bahan pelat absorber yang ditentukan dengan pertimbangan antara lain efisiensi, biaya proses yang relatif murah, mudah dalam mendapatkannya serta tidak berdampak mencemaran lingkungan maka dipilih aluminium sebagai pelat absorber. Selain hal tersebut pembutannya mudah dilakukan, karena alumumium sangat mudah dikerjakan dengan teknologi mekanik dan sifat aluminium tidak mudah berubah secara fisik.

2.4. Aluminium

  Aluminium merupakan logam non-ferro mempunyai tahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Aluminium sendiri pertama kali ditemukan sebagai suatu unsur kemudian mengalami reduksi sebagai logam. Secara terpisah aluminium diperoleh dari alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi, sampai sekarang proses ini masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Penggunaan aluminium sebagai logam setiap tahunnya menempati urutan kedua setelah besi dan baja, yang tertinggi di antara logam non-fero.

  Sifat-sifat fisik:

  • Konduktivitas listrik dan panas bagus
  • Tahan korosi air, asam fosfat encer, asam nitrat konsentrat, dioksida belerang dan senyawa nitrogen yang lain.
  • Tidak tahan terhadap korosi air laut, asam, anorganik, soda, mortar.

  Sifat-sifat mekanik:

  • Kekuatan relatif tinggi dan ringan
  • Dapat dilas tetapi sukar disolder (adanya lapisan oxid )
  • Dapat dibalut atau dilapisi dan di-anodasi (oksidasi elektris) Sifat-sifat aluminium murni :

  

3

  • Masa jenis 2,7 – 2,85 gr/cm
  • Kekuatan tarik 90-120 Mpa - Tegangan luluh 34 Mpa - Kekerasan 23 BHN

  2

  • Modulus Elastisitas (E) = 70.000 N/mm

Tabel 2.1. Sifat – sifat Fisik Aluminium

  Kemurnian Al (%) Sifat – sifat

  99,996 >99,0

  o

  Massa jenis (20

  C) 2,6989 2,71 Titik cair 660,2 653-657

  o o Panas jenis (cal/g.

  C) (100

  C) 0,2226 0,2297 Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)

  o

  Tahanan listrik koefisien temperatur (

  C) 0,00429 0,0115

  o -6 -6

  Koefisien pemuaian (20-100

  C) 23,86 x 10 23,5 x

  10 Jenis kristal, konstanta kisi Fcc fcc Tabel 2.2. Sifat – sifat Mekanik Aluminium.

  Kemurnian Al (%) Sifat – sifat 99,996 > 99,0

  Dianil 75 % dirol dingin Dianil H18

  2 Kekuatan tarik (kg/mm ) 4,9 11,6 9,3 16,9

  2 Kekuatan mulur (0,2%) (kg/mm ) 1,3 11,0 3,5 14,8

  Perpanjangan (%) 48,8 5,5

  35

  5 Kekerasan Brinell

  17

  27

  23

  44 Aluminium memiliki sifat-sifat seperti tahan terhadap korosi, tahan aus, koefisien pemuaian rendah, dan sebagainya. Material ini dipergunakan dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi dan sebagainya.

2.4.1. Jenis-jenis Alumunium Dan Paduannya

  a. Aluminium Murni Aluminium murni diperoleh dengan cara elektrolisa dengan tingkat kemurnian Yang dapat mencapai 99,99 %. Ketahanan

  Aluminium terhadap korosi tergantung pada kemurniannya, semakin murni semakin tahan terhadap korosi.

  b. Al-Cu dan Cu-Mg Sebagai bahan coran dipakai aluminium paduan dengan komposisi 4-5 % Cu, karena mudah terjadi retakan pada coran maka perlu ditambahkan Si. Sedangkan untuk memperhalus butir, ditambahkan Ti, setelah mengalami perlakuan panas kekuatan tariknya akan meningkat menjadi

  2

  25 kg/mm . Paduan Al-Cu adalah paduan yang

  r

  mengandung 4 % Cu dan 0,5 % Mg, dengan penuaan pada temperatur biasa dalam beberapa hari paduan ini dapat mengeras sehingga sangat dalam. Paduan ini disebut juga Duralium .

  c. Paduan Al-Mn Mn dipakai untuk memperkuat Al, tanpa mengurangi ketahanan terhadap korosinya. Paduan Al-Mn merupakan paduan tahan korosi yang tidak mengalami perlakuan panas. d. Paduan Al-Si Paduan antar aluminium denagan sislikon ini mempunyai sifat :

  1. Mudah mencairkannya

  2. Permuakaanya sangat bagus

  3. Tidak getas karena pemanasan

  4. Sangat baik sebagai paduan coran

  5. Tahan terhadap korosi

  6. Ringan dan Koefisien pemuaiannya kecil

  7. Merupakan penghantar panas yang baik

  e. Paduan Al-Mg Mempunyai sifat tahan terhadap korosi, dan sejak lama dikenal dengan nama Hidronalium. Dengan 2-3 % Mg, paduan ini mempunyai sifat-sifat : mudah ditempa, mudah dirol dan mudah diekstrusi.

  f. Paduan Al-Mg-Si Pengerasan dengan penuaan sangat jarang terjadi bila Al hanya dicampur sedikit dengan Mg. Dengan penambahan Si, paduan dapat dikeraskan dengan penuaan panas setelah perlakuan pelarutan. Paduan ini mempunyai sifat-sifat : Kurang baik sebagai bahan tempaan, mempunyai mampu bentuk yang baik, sangat liat dan tahan terhadap korosi. g. Paduan Al-Mg-Zn.

  Paduan ini dapat dibuat menjadi sangat keras dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan, mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan. Sifat-sifat yang tidak baik ini berhasil dihilangkan dengan menambahkan 0,3 Mn atau Cr (hal ini akan membuat butiran kristal padatnya menjadi halus dan bentuk presipitasinya berubah). Paduan ini dinamakan

  

Duralumin Super Extra . Paduan ini juga merupakan paduan

  Al dengan kekuatan paling tinggi diantara paduan-paduan lainnya. Paduan ini paling banyak dipakai sebagai bahan konstruksi pesawat terbang dan sebagai bahan konstruksi umum.

  Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara. Paduan aluminium dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum, yaitu :

  a. Paduan aluminium tuang atau cor (cast aluminium alloys) ƒ Paduan dengan perlakuan panas (heat treatable alloys) ƒ Paduan tanpa perlakuan panas ( non heat treatable alloys ) b. Paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys)

  ƒ Paduan dengan perlakuan panas (heat treatable alloys) ƒ Paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys) Sistem penandaan untuk kedua kelompok paduan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.3. Klasifikasi Paduan Aluminium Cor

  Seri paduan Unsur paduan utama 1xx.x 2xx.x 3xx.x 4xx.x 5xx.x 6xx.x 7xx.x 8xx.x

  Al

  t

  99 % Cu

  Si + Cu atau Mg Si

  Mg Tidak digunakan

  Zn Sn

Tabel 2.4. Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa

  Seri paduan Unsur paduan utama 1xx.x 2xx.x 3xx.x 4xx.x 5xx.x 6xx.x 7xx.x 8xx.x

  Al t 99 % Cu atau Cu + Mg

  Mn Si

  Mg Mg + Si

  Zn + Mg atau Zn + Mg +Cu Unsur lainnya

2.4.2. Unsur-unsur yang terkandung dalam Aluminium

  a. Silikon (Si) Keuntungan dari unsur silikon dalam paduan aluminium : ƒ Mempermudah proses pengecoran

  ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi ƒ Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran ƒ Menurunkan penyusutan dalam hasil cor Kerugian unsur silikon adalah : ƒ Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut ƒ Hasil cor akan rapuh jika kandungan silicon terlalu tinggi

  b. Tembaga (Cu) Keuntungan unsur Cu : ƒ Meningkatkan kekerasan bahan ƒ Memperbaiki kekuatan tarik ƒ Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin Kerugian unsur Cu : ƒ Menurunkan daya tahan terhadap korosi ƒ Mengurangi keuletan bahan ƒ Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol