Isolasi dan identifikasi aglikon saponin kecambah kacang hijau [Phaseolus radiatus L. - USD Repository

  

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI AGLIKON SAPONIN KECAMBAH

KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.)

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Yohana Octaviani NIM : 038114013

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Aku memulai segalanya dengan pikiranku Mengerjakannya dengan tanganku Hanya berhenti sejenak untuk melepas lelah Dan akhirnya… Menyelesaikan segala sesuatunya dengan hasil yang sangat memuaskan Aku melakukan pekerjaan-pekerjaan besar Membuat aku begitu bangga menjadi diriku sendiri Dengan demikian aku menjadi besar Bahkan lebih besar dari apa yang selama ini aku mimpikan Dan tak sekalipun aku menahan hatiku dari sukacita apapun Sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku Dan ketika aku merenungkan segalanya Melihat kembali apa yang telah aku lakukan Sesungguhnya aku bertanya pada diriku sendiri Apa yang menjadi tujuan hidupku Karena ternyata segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin Dan inilah yang bukan menjadi kesia-siaan Mempersembahkan karya termegahku untukMu, BAPA Karena menyenangkanMu adalah kerinduan hatiku (Pengkotbah 2:1-26)

Karya ini kupersembahkan untuk

TUHAN YESUS, Bapa dan Rajaku

  

PAPA & MAMA, penyalur berkat terbesar dari Bapa

ANGGI, ANGGA, ANGELIA, adik-adikku yang menjadi

penyemangat hidupku

BENNY, yang selalu mendampingiku dalam segala keadaanku

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Aglikon Saponin Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si. selaku dosen pembimbing atas kesediaannya membimbing, mengoreksi, dan memberi saran selama persiapan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai selesainya penyusunan skripsi ini.

  3. Ibu Erna Tri Wulandari, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

  4. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si. selaku dosen penguji yang telah

  6. Ibu Christine Patramurti, M. Si., Apt. yang telah memberikan saran dan bantuan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

  7. Papa dan mama serta adik-adikku Anggi, Angga, Angelia, untuk semua dukungan dan doa, juga khususnya untuk bantuan dalam materi dan dalam memperoleh bahan-bahan penelitian. I love U.

  8. Benny, terima kasih untuk doa dan semangat yang diberikan, kebersamaan yang indah, kotbah-kotbah yang membangun kehidupan rohaniku, dan kasih yang nyata. Terima kasih karena mengajariku banyak hal dalam memaknai hidupku.

  9. Mas Wagiran, Sigit, Andri, Sarwanto, Ottok, Parlan, Kunto, Iswanto, Bapak Mukmin. Terima kasih atas bantuan yang diberikan.

  10. Dita, teman seperjuanganku dalam menyelesikan skripsi ini. Terima kasih untuk kerjasamanya.

  11. Shyu dan Adhy. Terima kasih untuk persahabatan yang indah.

  12. Teman-teman farmasi khususnya Nia, Nenes, Ci Prima, Mba Ayu, terima kasih atas setiap bantuan dan semangatnya.

  13. Pdt. Sarah Anthony selaku gembala GSJA Filipi Klaten dan Bapak Ev. Daniel Yohanes, terima kasih atas doanya.

  14. Teman-teman kos Dewi, persekutuan Gospel, GSJA Filipi Klaten, GKM-IBS, komsel ’Be-Bless’, dan komsel Rajawali. Terima kasih untuk setiap doa,

  16. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis dengan senang hati menerima segala saran maupun kritik yang bersifat membangun, yang dapat membantu skripsi ini agar dapat menjadi lebih sempurna dan berguna. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pembacanya dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kefarmasian.

  Yogyakarta, 4 Mei 2009 Penulis

  

INTISARI

  Saponin merupakan salah satu senyawa kimia yang terkandung dalam biji kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dan kadarnya meningkat ketika berkecambah. Bila dihidrolisis dengan asam, saponin akan menghasilkan aglikon (sapogenin). Berdasarkan aglikonnya, saponin dibedakan menjadi saponin steroid dan triterpenoid. Saponin steroid digunakan sebagai senyawa awal untuk sintesis beberapa bahan seperti hormon seks, kortison, vitamin D, dan glikosida jantung. Sedangkan saponin triterpenoid sering dimanfaatkan sebagai ekspektoran dan antiinflamasi. Penentuan tipe saponin berguna untuk pemanfaatan selanjutnya dari tanaman yang mengandung tipe saponin tersebut. Penelitian ini bertujuan mengetahui tipe aglikon saponin dalam kecambah kacang hijau beserta karakternya secara KLT dan spektrofotometri UV.

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian noneksperimental dengan cara analisis deskriptif komparatif. Sebagai pembanding digunakan Succus

  

Liquiritiae . Uji pendahuluan saponin dilakukan dengan uji buih dan reaksi warna

  Liebermann-Burchard. Saponin dihidrolisis menjadi aglikonnya dan diisolasi dengan metode KLT preparatif, kemudian dilakukan uji kemurnian secara KLT multi-eluen untuk mendapatkan karakter aglikon saponin berupa warna bercak dan harga Rf. Selanjutnya, dilakukan karakterisasi aglikon saponin dengan spektrofotometri UV.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecambah kacang hijau mengandung saponin triterpenoid. Isolasi dengan KLT preparatif menghasilkan isolat yang murni secara KLT. Dengan analisis KLT, isolat tersebut tampak sebagai bercak ungu pada deteksi dengan sinar UV 254 nm dan biru dengan deteksi anisaldehid-asam sulfat. Hasil spektrofotometri UV menunjukkan puncak tunggal isolat aglikon saponin kecambah kacang hijau dengan max 280,4 nm.

  λ Kata kunci : aglikon saponin, triterpenoid, kecambah, Phaseolus radiatus L.,

  KLT, KLT preparatif, spektrofotometri UV

  ABSTRACT

  Saponin is one of the chemical substance in mungbean (Phaseolus

  radiatus L.) and its concentration promotes up in the sprout-shape. Saponins are

  hydrolized by acids to give an aglycone (sapogenin). Saponin are divided into two types according to the aglycone, they are steroidal and triterpenoid types. Steroidal saponins are used as starting materials for the synthesis of such compounds as the sex hormones, cortisone, vitamin D, and the cardiac glycosides. Meanwhile the triterpenoid saponins are generally used for expectorant and antiinflamation. Knowing the type of saponin is very useful for the next preparation of the plants that include the type of the saponin. The purposes of this research are to knowing the type of saponin of mungbean sprouts and their characterization based on Thin Layer Chromatography and UV spectrophotometry.

  This was a non-experimental research using comparative descriptive analysis. Succus Liquritiae is used as standard. Saponin was tested with foam test and Liebermann-Burchard reaction. Saponin was hydrolized to produce its aglycone. The isolation was done through preparative TLC method. Purity test was done using multi-eluen TLC to get characters of saponin aglycone, included spot colour and Rf value. Then, characterization was done through UV spectrophotometry.

  Based on the research, indicate that mungbean sprout contained triterpenoid saponin. Isolation using TLC preparative gave pure triterpenoid saponin isolate by TLC multi-eluen. Using TLC analysis, the isolate seemed like a violet spot by UV 254 nm detection and blue spot by reaction with anisaldehide- sulphuric acid. The result of UV spectrophotometry showed only one peak of isolate saponin aglycone mungbean sprout with max 280,4 nm.

  λ Key words : saponin aglycone, triterpenoid, sprout, Phaseolus radiatus L., TLC,

  PTLC, UV spectrophotometry

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... ii

  HALAMAN PENGESAHAN

  ..................................................................... iii

  HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ......................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ix

  INTISARI . ........................................................................................................ x

ABSTRACT ......................................................................................................... xi

DAFTAR ISI...................................................................................................... xii DAFTAR TABEL.............................................................................................. xvi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii

  BAB I . PENGANTAR .................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1

  1. ........................................................................ 2

  Permasalahan

  2. Keaslian penelitian ................................................................ 3

  3. Manfaat penelitian ................................................................. 3

  1. Keterangan botani ................................................................. 4 2. . ......................................................................... 4

  Nama daerah

  3. Deskripsi ................................................................................. 4

  4. Khasiat .................................................................................... 5 5. .................................................................. 5

  Kandungan kimia

  B. Kecambah ............................................................................................. 5

  C. . .............................................................................. 7 Succus Liquiritiae

  D. Saponin. ............................................................................................... 7

  E. Penyarian .............................................................................................. 9

  F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Lapis Tipis

  Preparatif (KLTP) .................................................................................... 11

  G. Spektrofotometri Ultraviolet ............................................................. 12

  H. ........................................................................... 16

  Keterangan Empiris

  BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 17 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................... 17 B. Definisi Operasional .......................................................................... 17 C. Bahan dan Alat penelitian ................................................................. 18 D. ................................................................................... 19 Jalan Penelitian

  1. Determinasi tanaman ............................................................ 19

  2. Pengumpulan bahan dan proses perkecambahan .............. 19

  3. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik ..................... 19

  Succus Liquiritiae ………………………………………

  B. Pengumpulan Bahan dan Proses Perkecambahan .......................... 24

  Uji Kemurnian dengan KLT multi-eluen

  H. Isolasi Aglikon Saponin dengan KLT Preparatif ........................... 36 I.

  ........... 31

  Pemeriksaan Pendahuluan Aglikon Saponin dengan KLT

  F. Ekstraksi Aglikon Saponin Kecambah Kacang Hijau dan Succus Liquiritiae ............................................................................... 30 G.

  E. Hidrolisis Saponin Kecambah Kacang Hijau dan Succus Liquiritiae ............................................................................... 29

  ......................................................................................... 26

  Uji Saponin

  C. Hasil Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik ...................... 25 D.

  ....................................................................... 24

  20 6.

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 24 A. Determinasi Tanaman.

  22 E. Tata Cara Analisis Hasil .................................................................... 23

  ............................ 22 10. Spektrofotometri Ultra Violet (UV).........................................

  9. Uji kemurnian dengan KLT multi-eluen

  8. Isolasi aglikon saponin dengan KLT preparatif ................ 21

  ........................................................................... 21

  7. Pemeriksaan pendahuluan aglikon saponin dengan KLT

  Succus Liquiritiae .................................................................. 20

  Ekstraksi aglikon saponin kecambah kacang hijau dan

  ........................................ 37

  A. Kesimpulan ......................................................................................... 46

  B. .................................................................................................... 46

  Saran DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47 LAMPIRAN ..................................................................................................... 49

  .................................................................................... 55

  BIOGRAFI PENULIS

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Hasil kromatogram KLT pendahuluan ..................................... 33 Tabel II. Hasil kromatogram uji kemurnian dengan .........................................................................

  38 KLT multi-eluen

  DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur kimia dua macam golongan saponin....................

  8 Gambar 2. Diagram spektrofotometer .................................................

  15 Gambar 3. Gugus hidrofilik dan lipofilik pada saponin.......................

  26 Gambar 4. Adsorpsi molekul-molekul saponin pada antarmuka air-udara .............................................................................

  27 Gambar 5. Reaksi Liebermann-Burchard ............................................

  28 Gambar 6. Mekanisme hidrolisis Succus Liquiritiae dalam suasana asam ......................................................................

  30 Gambar 7. Hasil kromatogram KLT pendahuluan...............................

  32 Gambar 8. Reaksi antara saponin triterpenoid dengan deteksi anisaldehida-asam sulfat ....................................................

  35 Gambar 9. Hasil kromatogram KLT multi-eluen dengan fase gerak kloroform – metanol (95:5 v/v).........................................

  39 Gambar 10. Hasil kromatogram KLT multi-eluen dengan fase gerak kloroform – metanol – air (64:50:10 v/v) .........................

  40 Gambar 11. Hasil kromatogram KLT multi-eluen dengan fase gerak n-butanol – etanol – air (7:2:5 v/v) ....................................

  41 Gambar 12. Spektra aglikon saponin kecambah kacang hijau (sampel)

  45

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi ............................................

  49 Lampiran 2. Sertifikat analisis Succus Liquiritiae.................................. 50 Lampiran 3. Foto biji dan kecambah kacang hijau.................................

  51 Lampiran 4. Foto uji saponin..................................................................

  52 Lampiran 5. Foto alat hidrolisis .............................................................

  53 Lampiran 6. Foto alat menyaring isolat..................................................

  54

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Hampir semua tumbuhan memiliki khasiat dalam hubungannya dengan

  kesehatan. Dasar inilah yang membuat penelitian tentang tumbuhan berkembang pesat. Lebih jauh lagi, penelitian selanjutnya bukan hanya untuk mengetahui efek kesehatan dari suatu tumbuhan, tetapi juga untuk mengetahui senyawa kimia apa sajakah yang dapat memberikan efek kesehatan bagi manusia. Salah satu dari senyawa kimia ini adalah saponin.

  Pada dasarnya, pencarian saponin dalam tumbuhan didasari atas kebutuhan akan sumber sapogenin (aglikon saponin). Saponin dengan aglikon triterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai ekspektoran dan antiinflamasi (Bruneton, 1999), sedangkan saponin dengan aglikon steroid sangat penting dalam sintesis bahan-bahan seperti hormon seks, kortison, vitamin D, dan glikosida jantung (Evans, 2002).

  Salah satu sumber saponin adalah biji kacang hijau. Bila biji kacang hijau ini dikecambahkan, kadar saponinnya akan meningkat sekitar 450%. Selain dapat membangkitkan sistem kekebalan tubuh, saponin dalam kecambah juga dapat menurunkan kadar lemak LDL (Low Density Lipoprotein) tanpa

  (mengangkut kolesterol kembali ke hati untuk dikatabolisme sehingga mengurangi simpanan kolesterol). Kadar LDL normal adalah < 130 mg/dl, sedangkan kadar HDL normal adalah > 40 mg/dl. Di Indonesia, kecambah merupakan bahan pangan yang cukup dikenal dan memiliki harga yang terjangkau. Kecambah atau tauge ini merupakan salah satu sayuran dalam masakan soto dan rawon.

  Penentuan tipe saponin berguna untuk pemanfaatan selanjutnya dari tanaman yang mengandung saponin tersebut. Setelah diketahui tipe saponin dan karakter aglikon saponin dari kecambah kacang hijau, diharapkan selanjutnya dapat diketahui secara pasti struktur saponin pada kecambah kacang hijau dan pemanfaatan selanjutnya saponin kecambah kacang hijau tersebut sebagai obat untuk menurunkan kolesterol dan membangkitkan sistem kekebalan tubuh.

  Untuk mengetahui dan lebih mendalami tentang saponin kecambah kacang hijau maka dilakukan penelitian mengenai isolasi aglikon saponin kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) secara kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dan identifikasinya secara kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometri ultraviolet (UV).

1. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang di atas, timbul permasalahan untuk diteliti, yaitu :

  2. Keaslian penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian mengenai isolasi dan identifikasi aglikon saponin kecambah kacang hijau serta karakternya secara KLT dan spektrofotometri UV belum pernah dilakukan.

  3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu kefarmasian khususnya tentang tipe saponin kecambah kacang hijau.

  b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai tipe saponin kecambah kacang hijau dan karakternya secara KLT dan spektrofotometri UV serta memberikan informasi sumber saponin dari bahan pangan.

B. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum

  Penelitian ini secara umum bertujuan untuk lebih mendalami pengetahuan tentang kecambah kacang hijau.

  2. Tujuan khusus

  Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui tipe saponin

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Kacang Hijau 1. Keterangan botani Kacang hijau memiliki nama ilmiah Phaseolus radiatus L. dan termasuk suku Papilionaceae (Marzuki dan Soeprapto, 2005).

2. Nama daerah

  Kacang hijau dikenal dengan berbagai macam nama, antara lain : Sumatera : kacang padi, retak – hijo, retik – ritak Jawa : kacang ijo, kacang hejo, kacang herang Sulawesi : tamul, tambul, bue kope, hue moidono, tibuang kopek Maluku : bua, hue elo, temelo, tamelo, bora, tangun, kalebu, pue mepim

  (Anonim, 1995) 3.

   Deskripsi

  Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi, antara 30-60 cm, tergantung varietasnya. Cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat, dan berbulu. Warna batang dan cabangnya ada yang hijau ada juga yang ungu.

  Daunnya trifoliat (terdiri dari tiga helaian) dan letaknya berseling.

  Bunganya berwarna kuning, tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta batang dan dapat menyerbuk sendiri. Polong berbentuk silindris dengan panjang antara 6-15 cm dan biasanya berbulu pendek. Sewaktu muda polong berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam atau coklat.

  Bijinya lebih kecil dibandingkan biji kacang-kacangan lain. Warna bijinya kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap, beberapa ada yang berwarna kuning, coklat, dan hitam. Tanaman kacang hijau berakar tunggang dengan akar cabang pada permukaan (Marzuki dan Soeprapto, 2005).

  4. Khasiat

  Kacang hijau berkhasiat sebagai obat beri-beri, demam nifas, pelancar air seni dan buang air besar, jantung lemah, dan kurang darah (Anonim, 1995; Anonim, 2007)

  5. Kandungan kimia

  Biji kacang hijau mengandung sterol/ terpen, saponin, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C (Anonim, 1995).

B. Kecambah

  Kecambah merupakan tumbuhan kecil yang baru tumbuh dari biji dan masih hidup dari persediaan makanan yang terdapat dalam biji

  Menurut Sutopo (1985), ada 5 tahap proses perkecambahan, yaitu : 1. proses penyerapan air oleh biji, melunaknya kulit biji, dan hidrasi dari protoplasma.

  2. adanya kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi biji.

  3. penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.

  4. asimilasi bahan-bahan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi untuk kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru.

  5. pertumbuhan kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran, dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan dibedakan menjadi 2, yaitu :

  1. Faktor dalam, yang meliputi tingkat kemasakan biji, ukuran biji, dormansi, dan zat-zat penghambat perkecambahan

  2. Faktor luar, yang meliputi air, temperatur, oksigen, cahaya, dan medium (Sutopo, 1985)

  Ketika biji-bijian dan kacang-kacangan dikecambahkan, secara umum kadar saponinnya menanjak 450%. Saponin dalam kecambah akan menurunkan LDL tanpa mengganggu kandungan HDL. Setelah melalui sejumlah percobaan

  Manfaat kecambah bagi kesehatan antara lain mencegah kanker, mencegah serangan jantung dan stroke, mencegah osteoporosis, membangkitkan sistem kekebalan tubuh, menjaga keasaman lambung dan memperlancar pencernaan, membantu meningkatkan kesuburan, dan juga baik untuk kecantikan (Anonim, 2005).

C. Succus Liquiritiae

  Succus Liquiritiae merupakan ekstrak dari Liquiritiae Radix. Liquiritiae

Radix (Glycyrrhiza, Licorice root, akar kayu manis cina) berasal dari sari akar

Glycyrrhiza glabra L. yang dikeringkan (Anonim, 1965). Liquiritiae Radix

  mengandung glikosida saponin, yaitu glisirisin (asam glisirizinat) yang berasa manis 50 kali lipat sukrosa. Bila dihidrolisis, glisirisin akan terurai menjadi asam glisiretinat dan 2 molekul asam glukuronat yang tidak berasa manis lagi. Asam glisiretinat merupakan derivat triterpen pentasiklik tipe β-amyrin. Kandungan lainnya adalah glikosida flavonoid (antara lain likuiritin, isolikuiritin, liquiritosida, isolikuiritosida, ramnoli-kuiritin, dan ramnoisolikuiritin), derivat kumarin (herniarin dan umbeliferon), asparagine, 22,23-dihidrostigmasterol, glukosa, manitol, dan amilum 20% (Tyler, 1988).

D. Saponin

  Saponin merupakan surfaktan yang kuat yang menimbulkan busa bila dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Saponin tersebar luas pada tanaman tingkat tinggi dan merupakan obat yang pahit menusuk. Saponin larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Brotosisworo, 1979; Robinson, 1995; Evans, 2002).

  Hidrolisis saponin menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin. Berdasarkan aglikonnya, saponin dibagi menjadi dua, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid (gambar 1). Kedua macam senyawa tersebut mempunyai hubungan glikosidal pada C-3 dan mempunyai asal-usul biogenetika yang sama melalui asam mevalonat dan satuan isoprenoid (Brotosisworo, 1979; Bruneton, 1999; Evans, 2002). 21 26 20 22 O 23 24 25 18 E 11 12 13 17

16

O D 19 C 14

15

R 1 2 1 10 9 8 R 2 H 3 A B 4 5 6 7 HO H

  Kerangka steroid 29 19 20 21 30 11 12 13 18 17 E 22 28 COOH 1 25 9 26 C D

14

15 16 2 10 8

27

R 1 3 A B 4 5 6 7 HO 23 24 H

  Saponin meningkatkan aktivitas epitel yang bersilia, suatu peristiwa yang memicu batuk untuk mengeluarkan dahak, sedangkan pengaruh iritasi lokal saponin dapat menimbulkan bersin. Selain itu, saponin juga dapat meningkatkan absorpsi zat diuretika dan merangsang ginjal supaya lebih aktif (Brotosisworo, 1979) dan menghambat pertumbuhan kanker kolon serta membantu kadar kolesterol menjadi normal (Arnelia, 2004). Beberapa saponin steroid digunakan sebagai senyawa awal untuk sintesis beberapa bahan seperti hormon seks, kortison, steroid diuretik, vitamin D, dan glikosida jantung (Evans, 2002).

  Sedangkan saponin triterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai ekspektoran dan antiinflamasi (Bruneton, 1999).

E. Penyarian

  Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Untuk melakukan penyarian harus diketahui zat aktif yang dikandungnya sehingga mempermudah pemilihan cairan penyari serta cara penyarian yang tepat (Anonim, 1986). Metode ekstraksi menggunakan pelarut dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu cara dingin dan panas.

  1. Cara dingin

  a. Maserasi b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.

  2. Cara panas

  a. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  b. Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50 °C.

  d. Infus Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90 °C selama 15 menit.

  e. Dekok

  

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

(KLTP)

  KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah pergerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. Pemilihan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan (Mulja dan Suharman, 1995). Penjerap yang umum ialah silika gel (paling banyak digunakan), aluminium oksida, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain (Stahl, 1985).

  Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. jarak titik pusat bercak dari titik awal

  Rf = ———————————————— jarak garis depan dari titik awal Angka Rf berjangka 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan dua desimal, sedangkan hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h) menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 (Stahl, 1985).

  Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar adalah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Ketebalan penjerap yang paling sering dipakai ialah 0,5-2 mm. Ukuran pelat kromatografi biasanya 20x20 cm atau 20x40 cm (Hostettmann dan mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap UV (Hostettmann dan Marston, 1995).

  Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari pelat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung yang disambungkan ke pengumpul vakum. Cara terakhir tidak dapat dilakukan untuk senyawa peka karena penjerap yang mengandung senyawa yang sudah murni terus menerus terkena aliran udara dan resiko otooksidasi selalu ada. Kemudian senyawa harus diekstraksi dari penjerap dengan pelarut sekitar 5 ml untuk 1 g penjerap. Harus diperhatikan bahwa makin lama senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian (Hostettmann dan Marston, 1995).

G. Spektrofotometri Ultraviolet

  Teknik spektroskopik adalah salah satu teknik analisis fisiko-kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Spektrofotometri ultraviolet merupakan teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Dasar dari metode ini adalah interaksi antara radiasi elektromegnetik dengan atom, molekul, atau ion. Interaksi ini akan menyebabkan eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi (Mulja

  1. Transisi elektron n Æ π*, meliputi transisi elektron-elektron heteroatom tak berikatan ke orbital antibonding

  π* dan terjadi pada panjang gelombang yang panjang dan intensitasnya rendah. Transisi ini menunjukkan pergeseran hipsokromik dalam pelarut-pelarut yang lebih polar dan dengan substituen- substituen yang bersifat pemberi elektron.

  2. Transisi elektron n Æ σ*, terjadi pada senyawa-senyawa jenuh yang mengandung heteroatom seperti oksigen, nitrogen, belerang, atau halogen

  3. Transisi elektron π Æ π*, terjadi pada elektron di orbital π, yaitu pada ikatan rangkap dua dan rangkap tiga. Eksitasi ini paling mudah terbaca dan bertanggung jawab terhadap spektra elektronik dalam daerah UV dan tampak

  4. Transisi elektron σ Æ σ*, terjadi pada elektron yang mempunyai ikatan tunggal kovalen dan menduduki orbital

  σ. Tingkat energi yang dibutuhkan untuk eksitasi ini sangat besar (Mulja dan Suharman, 1995; Sastrohamidjojo, 2001).

  Spektrum ultraviolet adalah suatu gambar antara panjang gelombang atau frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmitasi atau absorbansi).

  Kromofor merupakan gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah ultraviolet dan terlihat. Contoh kromofor adalah gugus karbonil (keton) pada aseton yang memberi serapan maksimum pada 188 nm (dengan transisi elektronik

  πÆπ* dan 279 nm (dengan transisi elektron nÆπ*).

  • –OCH 3, –Cl, –OH dan NH

  2 . Terikatnya gugus auksokrom oleh gugus kromofor

  akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih panjang. Pergeseran ini disebut pergeseran merah atau pergeseran batokromik, yang biasanya disertai dengan peningkatan intensitas serapan (efek hiperkromik). Substitusi atau pengaruh pelarut, selain menyebabkan pergeseran batokromik, juga dapat menyebabkan pergeseran hipsokromik (pergeseran biru), yaitu pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang lebih pendek.

  Sedangkan efek hipokromik adalah penurunan intensitas serapan (Pecsok, 1976; Mulja dan Suharman, 1995; Sastrohamidjojo, 2001).

  Panjang gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorban maksimum disebut panjang gelombang maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum dapat digunakan untuk mengidentifikasi molekul (Mulja dan Suharman, 1995).

  Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang sangat encer dengan pembanding blangko pelarut serta menggunakan spektrofotometer yang merekam otomatis. Senyawa tak berwarna diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, senyawa berwarna pada panjang gelombang 200-700 nm. Panjang gelombang serapan maksimum dan minimum pada spektrum serapan yang diperoleh direkam (dalam nm), demikian juga kekuatan absorbansi. Bahan yang diperlukan hanya sedikit saja karena sel spektrofotometri eluat dari kolom kromatografi sewaktu pemurnian dan untuk mendeteksi golongan senyawa tertentu (Harborne, 1987).

  Pelarut yang dipakai untuk melarutkan sampel dalam spektrofotometri UV harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna 2. tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis 3. kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis (Mulja dan Suharman, 1995).

  Pelarut yang banyak digunakan untuk spektrofotometri UV adalah etanol 95% karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut tersebut. Dan sebaiknya alkohol mutlak niaga harus dihindari karena mengandung benzena yang menyerap di daerah UV pendek (Harborne, 1987).

  Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi : (1) sumber tenaga radiasi yang stabil, (2) sistem yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, celah-celah, dan lain-lain, (3) monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal, (4) tempat cuplikan yang transparan, dan (5) detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Diagram sederhana dari spektrofotometer adalah sebagai berikut: sel sumber monokromator detektor pencatat penyerap

H. Keterangan Empiris

  Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui tipe saponin pada kecambah kacang hijau beserta karakter aglikon saponinnya secara KLT dan spektrofotometri UV.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian noneksperimental karena di

  dalam penelitian ini tidak dilakukan manipulasi atau intervensi terhadap subjek uji.

B. Definisi Operasional

  1. Identifikasi organoleptik dan makroskopik adalah cara untuk menentukan ciri khas kecambah kacang hijau yang dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap rasa, warna, bau, dan bentuk.

  2. Uji buih adalah cara untuk mengetahui adanya saponin dengan menggojog ekstrak air dari kecambah kacang hijau dalam tabung reaksi sampai terbentuk buih yang tidak hilang selama 10 menit.

  3. Isolasi aglikon saponin kecambah kacang hijau adalah proses pengambilan aglikon saponin dari kecambah kacang hijau dengan metode KLTP.

  4. Karakter aglikon saponin kecambah kacang hijau secara KLT adalah hasil KLT yang didapatkan berupa warna bercak dan Rf aglikon saponin kecambah kacang hijau.

C. Bahan dan Alat Penelitian

  1. Bahan

  a. Bahan utama : kacang hijau

  b. Bahan pembanding yang digunakan adalah Succus Liquiritiae yang diambil dari Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (asal BRATACO/pharmaceutical grade).

  c. Bahan kimia yang digunakan, kecuali disebut lain, berderajat pro analisis, antara lain : aquadestilata (diambil dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta), asam asetat anhidrida, asam sulfat, asam klorida, natrium sulfat anhidrat, silika gel GF 254 , kloroform, metanol, anisaldehida, etanol, n-butanol.

  2. Alat

  Bakul bambu, neraca analitik (Metler Toledo), kompor, waterbath, seperangkat alat refluks, magnetic stirrer, sinterred glass, oven, alat penyemprot, pipet mikroliter, lampu UV 254 nm, bejana kromatografi, spektrofotometer UV-Vis Lambda 20 (Perkin Elmer) dan kuvet (Quartz), peralatan gelas (tabung reaksi, Erlenmeyer, corong pisah, gelas ukur, dan lain- lain).

D. Jalan Penelitian

  1. Determinasi tanaman

  Determinasi tanaman kacang hijau dilakukan dengan menggunakan buku acuan (Van Steenis, 1975).

  2. Pengumpulan bahan dan proses perkecambahan Biji kacang hijau diperoleh dari pedagang biji-bijian di Klaten.

  Kacang hijau yang digunakan adalah kacang hijau jenis lokal. Biji yang baik dipilih untuk dikecambahkan.

  Biji kacang hijau direndam dalam air selama satu malam kemudian ditebarkan dalam bakul bambu, dan diberi daun untuk menjaga kelembaban.

  Setiap hari disiram air sebanyak 4 kali (Gsianturi, 2003). Kecambah yang digunakan adalah kecambah berumur 2 hari.

  3. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik

  Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap rasa, warna, bau, dan bentuk kecambah kacang hijau,

  4. Uji saponin

  a. Uji buih Sebanyak 500 mg kecambah kacang hijau dilumatkan dan dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambah 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuknya buih selama tidak b. Reaksi Liebermann – Burchard Sebanyak 500 mg kecambah kacang hijau dilumatkan, dipanasi dengan 1 ml asam asetat anhidrida lalu ditetesi dengan asam sulfat pekat 2 tetes, akan terbentuk warna hijau sampai biru bila mengandung senyawa steroid atau warna merah muda sampai merah bila mengandung senyawa triterpen (Bruneton, 1999).

  5. Hidrolisis saponin kecambah kacang hijau dan Succus Liquiritiae

  Secara terpisah, 10 gram Succus Liquiritiae dihaluskan dan 10 gram kecambah kacang hijau dilumatkan kemudian dihidrolisis dengan 50 ml asam sulfat 1 N selama 2 jam dengan menggunakan refluks kemudian didinginkan (Harborne, 1987). Hasil hidrolisis ini dinamakan hidrolisat.

  6. Ekstraksi aglikon saponin kecambah kacang hijau dan Succus Liquritiae

  Hidrolisat yang diperoleh dituang ke dalam Erlenmeyer bertutup, ditambahkan kloroform 30 ml dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Fase kloroform yang terbentuk dipisahkan dengan corong pisah, larutan fase air-asam diekstraksi ulang dengan kloroform sebanyak 3 kali. Fase kloroform yang diperoleh ditambah dengan natrium sulfat anhidrat lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan sampai volumenya sekitar 5 ml.

  Hasil yang diperoleh adalah ekstrak kloroform kecambah kacang hijau dan ekstrak kloroform Succus Liquiritiae (Stahl, 1985).

  

7. Pemeriksaan pendahuluan aglikon saponin dengan kromatografi lapis

tipis (KLT)

  Pemisahan dengan metode KLT ini menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak kloroform – metanol (95:5 v/v). Pada titik pertama lempeng ditotolkan pembanding (ekstrak kloroform Succus Liquiritiae) sebanyak 10 kloroform

  μl dan pada titik kedua ditotolkan sampel (ekstrak kecambah kacang hijau) sebanyak 20 μl. Jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah lempeng dengan jarak pengembangan 10 cm, lalu diamati dengan sinar

  UV 254 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat LP dan dipanaskan pada suhu 110 °C selama 10 menit lalu diamati dengan sinar tampak.

8. Isolasi aglikon saponin dengan KLT preparatif

  Isolasi atau pemisahan aglikon saponin dari senyawa-senyawa lain dilakukan dengan metode KLT preparatif. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF pada lempeng berukuran 20 x 20 cm dengan ketebalan 0,5 mm

  254 dengan fase gerak kloroform – metanol (95:5 v/v).

  Pada lempeng dilakukan penotolan ekstrak kloroform berbentuk pita kemudian dikembangkan dengan fase gerak kloroform – metanol (95:5 v/v).

  Jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah lempeng. Setelah jarak pengembangan mencapai 10 cm, pelat diambil dan dikeringkan kemudian dimasukkan lagi

  Hasil kerokan ini dilarutkan dalam kloroform dan disaring dengan sinterred

  

glass . Filtrat diuapkan di atas waterbath sampai volumenya sekitar 5 ml. Hasil

  yang diperoleh disebut isolat aglikon saponin Succus Liquiritiae dan isolat aglikon saponin kecambah kacang hijau. Isolat ini kemudian diuji kemurniannya dengan KLT multi-eluen dan diidentifikasi secara spektrofotometri ultra violet.

9. Uji kemurnian dengan KLT multi-eluen

  Uji kemurnian dengan KLT multi-eluen ini menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan 3 fase gerak yang berbeda, yaitu kloroform – metanol (95:5 v/v), kloroform – metanol – air (64:50:10 v/v), dan n-butanol – etanol – air (7:2:5 v/v) (Stahl, 1973; Gasparic, 1978; Wagner, 1999).

  Pada titik pertama lempeng ditotolkan isolat pembanding sebanyak 10 µl dan pada titik kedua ditotolkan isolat aglikon saponin kecambah kacang hijau sebanyak 20 µl dengan jarak 1,5 cm dari tepi bawah lempeng. Selanjutnya ketiga lempeng dielusi dengan ketiga fase gerak tersebut dalam bejana yang sudah dijenuhkan. Setelah mencapai jarak pengembangan 10 cm, lempeng diangkat dan dikeringkan, lalu diamati dengan di bawah lampu UV 254 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat LP, dipanaskan pada suhu 110 C selama 10 menit lalu diamati dengan sinar tampak. etanol dan dibaca serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 220-350 nm.

E. Tata Cara Analisis Hasil

  Data yang telah diperoleh berupa data kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif komparatif, yaitu dengan menggambarkan apa adanya hasil yang diperoleh dan dibandingkan dengan pembanding yang sesuai, yaitu Succus Liquiritiae .

  Untuk mengetahui tipe aglikon saponin kecambah kacang hijau dilakukan uji pendahuluan yang meliputi uji buih dan reaksi warna Liebermann – Burchard. KLT pendahuluan digunakan untuk mengetahui bercak aglikon saponin sehingga dapat diketahui bercak mana yang akan diisolasi. Caranya adalah dengan membandingkan warna bercak dan Rf dari ekstrak kecambah kacang hijau dan ekstrak Succus Liquiritiae secara kualitatif.

  Isolasi aglikon saponin kecambah kacang hijau dilakukan dengan metode KLT preparatif, sedangkan uji kemurnian isolat dilakukan dengan metode KLT multi-eluen. Analisis hasil KLT multi-eluen dilihat dari kromatogramnya yang hanya menghasilkan satu macam bercak. Setelah itu dilakukan juga analisis secara kualitatif dengan spektrofotometri UV untuk melihat karakter dari aglikon saponin yang berupa panjang gelombang maksimum ( ).

  max

  λ

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Biji kacang hijau yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

  pedagang biji-bijian. Oleh karena itu, biji yang digunakan untuk dikecambahkan ditumbuhkan menjadi tanaman kemudian dideterminasi menggunakan buku acuan determinasi menurut Van Steenis (1975).

  Berdasarkan hasil determinasi dapat disimpulkan bahwa tanaman yang ditumbuhkan dari biji tersebut benar adalah Phaseolus radiatus L. (lampiran 1).

B. Pengumpulan Bahan dan Proses Perkecambahan

  Bahan yang digunakan adalah biji kacang hijau yang diperoleh dari pedagang biji-bijian di Klaten. Proses pembuatan kecambah dilakukan dengan menggunakan biji kacang hijau yang baik, artinya biji tidak busuk dan bentuk masih baik. Biji kacang hijau kemudian dicuci bersih dan direndam dalam air selama 1 malam. Proses perendaman ini bertujuan supaya biji menarik air dan kulit bijinya melunak, sehingga dapat berkecambah. Setelah perendaman selama 1 malam, keesokan paginya biji disebar di atas daun yang dimasukkan dalam wadah bambu dan ditutupi dengan daun. Biji disebar supaya semua biji mendapat udara dengan panjang sekitar 1,5 – 2 cm. Kecambah inilah yang digunakan sebagai bahan percobaan. Kulit biji yang berwarna hijau dipisahkan dari kecambah.

  Kecambah dilumatkan dalam mortir dengan stamper dan siap untuk digunakan dalam percobaan.