ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM

  Bab

  

8

ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

8.1 Aspek Lingkungan

  Aspek lingkungan yang dimaksud dalam Dokumen RPI2-JM ini adalah sutu bentuk kajian yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa berbagai kegiatan yang diprogramkan telah memperhatikan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Secara normatif, prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan yang dimaksud didasarkan pada peraturan perundang-undangan yaitu:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

  UU No. 32/2009 ini diterbitkan dalam rangka pencegahan terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Beberapa Dokumen yang dipersyaratkan sebagai instrumen pengendalian adalah : 1). Kajian Lingungan Hidup Strategis (KLHS), 2). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), 3). Upaya Pengelolaan Lingkungan - Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), 4). Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).

  Dalam pelaksanaan UU No. 32/2009 tersebut dalam konteks Otonomi Daerah, akan berimplikasi terhadap tugas dan wewenang pemerintah menurut tingkatannya yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1)

  Pemerintah Pusat a.

  Menetapkan kebijakan nasional.

  b.

  Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  c.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan menganai KLHS.

  d.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  e.

  Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup f.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  8 - 1 g.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  h.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i.

  Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j.

  Menetapkan standar pelayanan minimal. 2)

  Pemerintah Provinsi a.

  Menetapkan kebijakan tingkat provinsi .

  b.

  Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  c.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan menganai amal dan UKL-UPL.

  d.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  e.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f.

  Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3)

  Pemerintah Kota Bengkulu a.

  Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  b.

  Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  c.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL d.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  e.

  Melaksanakan standar pelayanan minimal.

2. UU NO. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Janga Panjang Nasional:

  Dalam UU NO. 17/2007 ini mengamanatkan tentang upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik, dapat dilakukan dengan penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang memperhatikan kualitas lingkungan secara berkelanjutan yang konsisten d i segala bidang” 3. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

  Strategis Ketentuan ini mensyaratkan bahwa setiap kegiatan yang diduga menimbulkan dampak penting, dipersyaratkan untuk melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

  KLHS diperlukan dalam rangka menyiapkan alternarif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalisir.

  8 - 2

4. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan :

  Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL, dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL) bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

8.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

8.1.1.1 Pemahaman Terhadap KLHS

  Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang dimaksud dengan Kajian

  

Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah proses mengintegrasikan pembangunan

  berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan, rencana, dan/atau program yang selanjutnya disingkat KRP. Sebagai suatu kajian, KLHS merupakan rangkaian proses analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi pertimbangan serta terintegrasi dengan pembangunan wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. (UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Strategis, berarti bahwa kegiatan yang akan diputuskan mempunyai dampak cukup signifikan terhadap hasil akhir (output dan outcome). Dalam konteks KLHS, kegiatan yang dimaksud adalah suatu proses kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek pembangunan berkelanjutan dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan, rencana dan/atau program sejak dini. Tujuan utama KLHS adalah untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. Selama ini, proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal. Upaya- upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai instrumen seperti antara lain AMDAL, dipandang belum menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau program.

  8 - 3

  8 - 4

  Transparan; 

   Para pihak yang berkepentingan, masyarakat yang terkena dampak, dan instansi

  Partisipatif; 

  f.

   Dilakukan secara profesional, tegas, adil, tidak berpihak, danseimbang.  Proses dapat diawasi dan diverifikasi oleh pihak independen.  Proses pengambilan keputusan terdokumentasi dan dapat dibenarkan.

   Jelasnya tanggung jawab instansi yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategik.

  Akuntabel; 

   Informasi yang tersedia memadai dan dapat dipahami e.

  

   Informasi dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan

  

   Arus informasi dalam keseluruhan rangkaian proses bersifat bebas

  d.

  KLHS diperlukan untuk memastikan apakah kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan telah mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Karena itu kajian KLHS didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut: a.

  

Konsentrasi pada isu-isu penting dan mendasar pembangunan berkelanjutan.

Sesuai dengan karakteristik proses pengambilan keputusan.  Efektif biaya dan waktu.

   Menyediakan informasi yang tepat-guna, cukup, dan dapat dipertanggung- jawabkan untuk perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan.

  Fokus; 

  c.

   Memfasilitasi identifikasi alternatif atau opsi-opsi pembangunan termasuk alternatif proposal yang lebih menjamin pencapaian keberlanjutan.

  Berkelanjutan; 

  b.

   Terkait secara hirarkis dengan kebijakan di sektor tertentu dan antar wilayah, dan bilamana perlu, dengan proyek turunannya yang wajib AMDAL.

   Memuat saling keterkaitan antara aspek biofisik, sosial dan ekonomi. 

   Memastikan bahwa kajian dampak lingkungan tepat untuk semua tahap keputusan strategik dan relevan untuk tercapainya pembangunan keberlanjutan.

  Terpadu; 

  pemerintah dilibatkan dan diinformasikan secara memadai di sepanjang proses pengambilan keputusan.

  

   Masukan dan pertimbangan yang diberikan dalam pengambilan keputusan terdokumentasi secara eksplisit.

  g.

  Interaktif.

   Siklus proses bersifat dinamis dan terus memperbaiki hasil. 

   Memastikan ketersediaan hasil kajian pada kondisi sedini apapun untuk mempengaruhi proses perencanaan selanjutnya.

  

   Memastikan ketersediaan informasi aktual yang memadai untuk memberi basis proses pengambilan keputusan selanjutnya.

  Tuntutan terhadap pentingnya dilakukan KLHS terhadap rancangan atau dokumen KRP didasari oleh pendugaan kemungkinan/berpotensi munculnya faktor-faktor berikut :

  1. Menimbulkan konsekuensi adanya rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan; dan/atau

2. Berpotensi : a.

  Meningkatkan risiko perubahan iklim; b. Meningkatkan kerusakan, kemerosotan, atau kepunahan keanekaragaman hayati; c. Meningkatkan intensitas bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; d.

  Menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; e.

  Mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi kawasan hutan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; f.

  Meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan (livelihood sustainability) sekelompok masyarakat; dan/atau g.

  Meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

8.1.1.2 Kerangka Kerja KLHS

  Prosedur penyelenggaraan KLHS untuk setiap pendekatan berbeda, namun secara generik hubungan antara komponen-komponen kerja KLHS dapat dijelaskan seperti terlihat pada

  Gambar VIII.1.

  8 - 5

  Gambar VIII.1 Kerangka Kerja KLHS

  1. Penapisan Kegiatan penapisan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan KLHS terhadap sebuah konsep/muatan program/kegiatan. Langkah ini diperlukan karena beberapa alasan : a) memfokuskan telaah pada KRP yang memiliki nilai strategik,

  b) memfokuskan telaah pada KRP yang diindikasikan akan memberikan konsekuensi penting pada kondisi lingkungan hidup, dan c) memberikan gambaran umum metodologi pendekatan yang akan digunakan.

2. Pelingkupan

  Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi isu- isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan dengan rencana KRP Bidang Cipta Karya. Dengan adanya pelingkupan ini, pokok bahasan KLHS akan difokuskan pada isu-isu atau konsekuensi lingkungan dimaksud.

  8 - 6

  3. Telaah dan Analisis Teknis Telaah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat dilaksanakannya kegiatan berdasarkan prinsip- prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda, serta teknik analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan aspirasi yang dijaring. Jenis kerangka telaah yang lazim dibutuhkan, antara lain:

   Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan, 

  Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi ekosistem.

  

  Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan.

   Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

  4. Pengembangan Alternatif Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi pokok, b) program atau kegiatan yang dilaksanakan, dan/atau c) kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya: penerapan kode bangunan yang hemat energi).

  5. Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif terbaik yang bisa dilaksanakan yang dipercaya dapat mewujudkan tujuan pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu yang ditetapkan. Alternatif terpilih tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial akan tetapi juga dapat menjamin terpeliharanya fungsi lingkungan secara terus menerus. Berbagai metodologi yang lazim diterapkan dalam pengambilan keputusan, antara lain: compatibility [internal dan eksternal] appraisal, benefit-cost ratio, analisis skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai opini untuk menentukan prioritas, dll.

  6. Pemantauan dan Tindak Lanjut Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dapat diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pada dasarnya efektivitas penerapan rekomendasi KLHS berkaitan langsung dengan efektivitas program dan kegiatan bagi daerah pelayanan kegiatan, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan pemantauan efektivitas kegiatan.

  8 - 7

  7. Partisipasi dan Konsultasi Masyarakat Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi masyarakat. Namun demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi tergantung pada aras (level of

  detail ) kegiatan, peraturan perundangan yang mengatur keterlibatan masyarakat, serta

  komitmen dan keterbukaan dari pimpinan organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.

  Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat nasional atau provinsi, maka keterlibatan atau partisipasi masyarakat harus lebih luas dan intens dibanding KLHS pada tingkat kabupaten/kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat kabupaten/kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif. Hal ini disebabkan cakupan program/kegiatan yang bersifat operasional memiliki ragam penerapan yang variatif dan bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat. Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menelaah, memberikan masukan, dan mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga mensyaratkan adanya tata laksana penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan.

  8. Internalisasi KLHS dalam Proses Penyusunan RPI2-JM Komponen kerja KLHS dilaksanakan dengan memperhatikan proses formal yang berjalan. Kombinasi berbagai alternatif pelaksanaannya sangat ditentukan oleh kekhususan proses pengambilan keputusan yang dilakukan dalam RPI2-JM.

  Dalam kasus dimana proses perencanaan RPI2-JM belum dilaksanakan, seluruh komponen kerja KLHS bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari langkah- langkah pekerjaan penyusunan RPI2-JM. Pada situasi dimana KLHS hadir sebagai kebutuhan untuk mendukung proses pengambilan keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara kedua hal diatas akan terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa komponen kerja di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada tahap yang lain. Dapat pula terjadi situasi dimana tidak semua komponen kerja perlu dilaksanakan atas alasan-alasan tertentu tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS.

  8 - 8

  8 - 9

  Kerangka kerja diatas bisa dilakukan paralel atau semi terintegrasi terhadap proses revisi RTRW, misalnya dengan melakukan langkah-langkah (1) dan (2) pada tahap persiapan revisi RTRW, langkah (3) dan (4) pada tahap pengumpulan data dan analisis RTRW, dan langkah (5) dan (6) pada proses konsepsi muatan RTRW hasil revisi. Namun bisa pula dilakukan proses KLHS terpisah saat draft dokumen hasil revisi RTRW sudah siap untuk ditelaah.

  Kerangka kerja diatas dilakukan terintegrasi dengan proses penyusunan RPI2JM. Sebagai contoh, langkah (1) dilakukan pada tahap persiapan, langkah (2) dan (3) dilakukan selama proses analisis dan penyusunan konsep RPI2JM, dan langkah (4) masuk pada penjabaran program dan kegiatan dalam RPI2JM.

8.1.1.2 Metode Pendekatan dan Analisis

  Ada banyak macam pendekatan, dan metode KLHS yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan, tantangan dan masalah lingkungan yang dihadapi. Pedoman ini tidak mengharuskan digunakannya pendekatan dan metode tertentu untuk KLHS di Indonesia. Penyelenggara KLHS dapat memilih pendekatan dan metode yang sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi sepanjang tujuan, prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam KLHS terpenuhi. Berdasarkan pengalaman penggunaan terbaik (best practice) yang tersedia hingga saat ini, dikenal beberapa bentuk pendekatan KLHS sebagai berikut : a.

  KLHS dengan kerangka dasar analisis mengenai dampak lingkungan hidup; yaitu model pendekatan yang mengikuti langkah-langkah prosedur bekerja AMDAL dan menekankan kajiannya pada efek dan dampak yang ditimbulkan KRP terhadap lingkungan hidup. Pendekatan seperti ini diantaranya dikembangkan oleh United

  Nations Economic Comissions for Europe (UNECE) pada Tahun 2003 dan saat ini diadopsi oleh sebagian negara di dunia.

  b.

  KLHS sebagai kajian penilaian keberlanjutan lingkungan hidup (environmental

  appraisal ); yaitu model yang menempatkan posisi KLHS sebagai alat uji kebijakan

  untuk menjamin keberlangsungan lingkungan hidup. Pendekatan yang menempatkan KLHS berpijak pada sudut pandang lingkungan hidup dikembangkan oleh Canadian Environmental Assessment Agency (CEAA) pada tahun 2004.

  8 - 10 c.

  KLHS sebagai kajian terpadu/penilaian keberlanjutan (integrated assessment/

  sustainability appraisal

  ); yaitu model yang menempatkan posisi KLHS sebagai bagian dari uji kebijakan untuk menjamin keberlanjutan secara holistik. Berbeda dengan butir b, pendekatan ini menempatkan sudut pandang keterpaduan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Pola seperti ini banyak diadopsi Negara-negara di Eropa setelah dikembangkan sebagai protokol oleh European Commission pada tahun 2005.

  d.

  KLHS sebagai bagian dari kerangka pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan; yaitu model yang menempatkan KLHS sebagai bagian dari hirarki sistem dan strategi penyelenggaraan kegiatan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Model seperti ini banyak diadopsi di negara-negara berkembang yang masih memiliki kesulitan mengintegrasikan aspek lingkungan hidup secara konkrit dalam perencanaan pembangunannya. Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat diterapkan dalam bentuk kombinasi, sesuai dengan : hirarki dan jenis program/kegiatan yang akan dihasilkan/ditelaah, lingkup isu mengenai sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang menjadi fokus, konteks kerangka hukum RPI2JM yang dihasilkan/ditelaah, kapasitas institusi dan sumberdaya manusia aparatur pemerintah selaku pelaksana dan pengguna KLHS, serta tingkat kemauan politis atas manfaat KLHS terhadap RPI2-JM.

  Berdasarkan kompleksitasnya, KLHS dapat dilakukan dalam beragam kedalaman analisis dan penyajian. Umumnya, bentuk-bentuk yang dapat dilakukan adalah KLHS telaah cepat dan KLHS telaah rinci dengan rentang perbedaan cukup besar, sejalan dengan beragamnya situasi yang harus mempertimbangkan berbagai kepentingan dan bentuk kesepakatan yang dicapai antar pihak yang berkepentingan. 

   Telaah cepat adalah bentuk sederhana KLHS yang umumnya berbentuk kegiatan

  penilaian. Kegiatan ini mencakup identifikasi isu-isu pokok, telaah konsistensi tujuan KRP dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, dan telaah pengaruh/dampak lingkungan KRP berikut upaya penanganannya. Pendekatan telaah antara lain berbentuk penggunaan daftar pertanyaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan disepakati oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau sistem pengujian dan penilaian cepat lainnya yang dikenal. 

   Telaah rinci adalah bentuk KLHS yang melalui proses pengumpulan data dasar,

  analisis yang lebih komprehensif, formulasi alternatif perbaikan KRP, penulisan dokumen, proses konsultasi yang memadai, dan terbuka terhadap masukan dari berbagai institusi dan masyarakat. Telaah rinci memiliki rentang kedalaman yang didasarkan atas perbedaan ketersediaan data, jenis isu pokok, kerincian analisis dan kajian, pertimbangan atas dampak keseluruhan dan kumulatif dari KRP, serta intensitas dan kualitas konsultasi antara pihak-pihak yang berkepentingan. Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan dikaji. Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel 8. 1 memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi pemilihan metode.

Tabel 8.1 Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya Pilihan Metode Deskripsi Umum Pertimbangan Catatan

   Kebijakan, rencana dan/atau Prasyarat penyusunan program membutuhkan

  Proses penilaian suatu isu kebijakan, rencana penilaian yang cepat. Metode Cepat/ berdasar pertimbangan ahli dan/atau program yang

   Keterbatasan waktu dan (Quick Appraisal) yang umumnya cenderung telah diatur dalam peraturan sumberdaya. kualitatif. perundangan harus tetap  Tidak tersedia data yang cukup. terpenuhi.  Situasi darurat.

  Prasyarat penyusunan Penilaian berdasarkan

   Kebijakan, rencana dan/atau kebijakan, rencana dan/atau pada data dan program memerlukan masukan Metode Semi program yang telah diatur informasi yang lebih segera. Detil dalam peraturan akurat, dapat bersifat

   Tersedia data dan informasi perundangan harus tetap kuantitatif. yang cukup. terpenuhi.  Kebijakan, rencana dan/atau program yang kompleks dan Prasyarat penyusunan cukup waktu untuk kebijakan, rencana dan/atau

  Penilaian menggunakan Metode menyusunnya. program yang telah diatur metode yang komprehensif Detil dalam peraturan

   Tersedia data dan sumber daya dan memerlukan ahli. yang melimpah. perundangan harus tetap terpenuhi.  Tersedia ahli yang dapat mengerjakan.

   Sumber : Draft Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Catatan: 1.

   Dalam prakteknya, metoda semi detil dan detil tidak selalu dapat dibedakan secara tajam. Dengan

demikian, tidak perlu diperdebatkan atau dipermasalahkan perbedaan antara kedua metode tersebut.

2. Pada metode semi detil dan metode detil sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang dikaji dll).

  3. Selain metode analisis teknis di atas, dalam proses pertimbangan pilihan diperlukan pendekatan lain dalam proses pelaksanaan KLHS, seperti pendekatan focus group discussion (FGD), forum workshop dsb.

  8 - 11 Mengingat keterbatasan waktu maka, penyusunan KLHS RPI2-JM Kota Bengkulu dilakukan dengan pendekatan Metode Cepat (Quick Appraisal). Metode ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1.

  Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan 2. Subtansi RPI2-JM 3. Pengaruh suatu kegiatan terhadap lingkungan hidup 4. Alternatif mitigasi sebagai upaya pengendalian dan pencegahan terjadinya dampak dari proses pembangunan yang tidak diinginkan.

  5. Rekomendasi, merupakan usulan perbaikan muatan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan hasi perumusan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program. Selengkapnya tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPI2-JM Kota Bengkulu dengan menggunakan metode Quick appraisal dapat diperlihatkan seperti pada Tabel 8.2.

8.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH

  Seluruh program investasi infrastruktur Bidang Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut ini.

  1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi dampak sub- proyek, dirumuskan dalam bentuk: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak

   Lingkungan (ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

  Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

   Standar Operasi Baku (SOP)

   Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

   2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub-proyek.

3. Kegiatan harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

  Karena itu kegiatan harus dirancang agar memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Program/kegiatan yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa harus dilengkapi AMDAL.

  8 - 12 Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014

  8 - 13

Tabel 8.2

Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPI2-JM Bidang Cipta Karya Kota Bengkulu

Dengan Metode Pendekatan Quick Appraisal

  No. Isu Lingkungan Strategis Substansi Kegiatan Bidang Cipta Karya

Pengaruh

Alternatif Mitigasi Rekomendasi

  

Positif Negatif

  1. Berkurangnya debit sungai (limpasan sungai musi)

  Pemanfaatan air sungai untuk air baku SPAM Regional

  Merupakan alur sungai baru/buatan akibat dari limpasan air Bendungan Musi II

  Dapat menjadi pemicu longsor/erosi dan banjir.

  Pengkajian terhadap efek/pengaruh berkurangnya debit air sungai Penyusunan Amdal

  2. Pembangunan IPLT

  3. TPA Regional 4.

  5. Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2011 Penjelasan UKL-UPL, Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH), Dokumen Pemantauan Lingkungan Hidup (DPLH), Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (DPPLH), Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPLH), yang disampaikan oleh Tim Teknis AMDAL.

  Kegiatan yang diprogramkan dapat menimbulkan dampak atau tidak, sebagai rujukan didasarkan pada Lampiran Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 17/KPTS/M/2003 Tanggal : 3 Februari 2003 seperti terlihat pada Tabel 8.3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur sebagaimana yang diperlihatkan seperti pada

tabel 8.2 tersebut, klasifikasi kegiatan yang dapat menjadi potensi dampak serta upaya penanggulangan/mitigasi dapat dilakukan dapat diperlihatkan seperti pada Tabel 8.4.

8.2 Aspek Sosial

  kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/ pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu strategis, seperti: pengentasan kemiskinan; pengarusutamaan gender; MDGs dan lain sebagainya. Sedangkan pada saat pembangunan, kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

  1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan

   dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

   nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

  Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat

  8 - 14

Tabel 8.3 Ketentuan Pelaksanaan Amdal (Lampiran Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 17/KPTS/M/2003) SKALA NO JENIS USAHA/KEGIATAN DASAR PERTIMBANGAN ALASAN ILMIAH KHUSUS (BESARAN) BENDUNGAN/WADUK

  a. Pembangunan Bendungan/waduk Perubahan bentang alam dan bentuk lahan dan

  Penurunan cadangan quarry, perubahan ekosistem di hulu Tinggi 6m-< 15m eksploitasi sumber daya alam, penggunaan teknologi dan hilir waduk, penggenangan lahan, property milik yang mempengaruhi lingkungan (aspek keamanan

  Atau Luas genangan

  50 Ha-< 200 Ha masyarakat, ketidak puasan atas kompensasi lahan bendungan)

1. Atau daya tampung 100.000-500.000 M3

  b. Rehabilitasi Bendungan/waduk Proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial

  Tinggi > 15m Gangguan pasokan air selama waduk dikeringkan, dan budaya, penggunaan teknologi yang peningkatan keamanan bendungan

  Atau Luas genangan > 200 Ha mempengaruhi lingkungan, Atau daya tampung > 500.000 M3

DAERAH IRIGASI

  Perubahan bentang alam, bentuk lahan. eksploitasi Perubahan ekosistem kawasan peningkatan pencemaran sumber daya air, pemanfaatan SD-Air menimbul-kan pestisida, peningkatan potensi erosi dan sedimentasi, a. Pembangunan Daerah Irigasi (Luas areal) 500 Ha s/d < 2000 Ha pemborosan maupun kemerosotan sumber daya air peningkatan kebutuhan air irigasi, penurunan cadangan air serta mempengaruhi lingkungan sosial budaya baku irigasi

  b. Rehabilitasi dan Peningkatan daerah irigasi Eksploitasi sumber daya air, pemanfaatannya menimbulkan pemborosan dan kemerosotan sumber Penurunan pasokan air, konflik pemakaian air, perubahan Luas areal >1000 Ha daya alam serta mempengaruhi lingkungan sosial pola tanam dll Atau tambahan luas areal 500 Ha s/d < 1000 Ha budaya c. Pencetakan sawah (luas per Pengaruhnya terhadap lingkungan sosial budaya Perubahan pola tanam, konflik pemakaian air irigasi, 200 Ha s/d < 500 Ha kelompok/blok) maupun lingkungan alami peningkatan beban kerja P3A

PENGEMBANGAN RAWA

  Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, Perubahan ekosistem kawasan yang mempengaruhi

  Reklamasi Rawa Pasang Surut (luas areal) 500 Ha s/d <1000 Ha mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sekitarnya sumber daya alam atau pelindungan cagar budaya 3.

  Perubahan bentang alam dan bentuk lahan. Reklamasi Rawa Non Pasang Surut/lebak pengaruhnya terhadap pelestarian kawasan Perubahan system tata air, peningkatan frekuensi banjir 500 Ha s/d <1000 Ha (luas areal) konservasi sumber daya alam atau perlindungan dihilir cagar budaya serta sosial ekonomi budaya

  8 - 15

  Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014

PEMBANGUNAN PENGAMAN PANTAI DAN PERBAIKAN MUARA SUNGAI

  a. Sejajar Pantai - tembok/sea Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, Penurunan stabilitas pantai bagian kiri dan kanan, > 1 Km wall/revetment (Panjang) pengaruhnya terhadap lingkungan sosial budaya perubahan estetika, penurunan asset budaya

4 Perubahan keseimbangan pantai yang cenderung merusak

  b. Tegak Lurus - Groin, breakwater Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, 10m s/d < 500 m sekitamya, perubahan estetika pantai, penurunan nilai asset

  (Panjang) pengaruhnya terhadap lingkungan sosial budaya budaya

NORMALISASI SUNGAI

  a. Kota Besar/Metropolitan (panjang atau

  1 Km s/d < 5 Km luas)

  1 Ha s/d 5 Ha Perubahan bentang alam dan bentuk lahan,

  Perubahan keseimbangan alur sungai, perubahan kondisi 5. pengaruhnya terhadap lingkungan sosial ekonomi dan

  b. Kota Sedang (panjang sungai)

  3 Km s/d < 10 Km sosial ekonomi masyarakat yang lahannya terpotong budaya. pengaruh penerapan teknologi pada proyek

  c. Perdesaan (panjang sungai)

  5 Km s/d<15Km lingkungan Sodetan Semua Besaran

  KANALISASI / KANAL BANJIR

  a. Kota Besar/Metropolitan

  1 Km s/d < 5 Km Panjang kanal

  2 Ha s/d 5 Ha Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, Perubahan keseimbangan alur sungai, kestabilan dasar dan 6.

  Atau luas pembebasan lahan

  2 Ha s/d 5 Ha pengaruhnya terhadap lingkungan sosial ekonomi dan tebing sungai, perubahan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat yang lahannya terpotong kanal b. Kota Sedang (panjang kanal)

  3 Km s/d < 10 Km

  c. Perdesaan (panjang kanal)

  5 Km s/d < 15 Km

JALAN TOL/LAYANG (FLYOVER)

  a. Pembangunan jalan layang dan sub way < 2 Km

  (panjang) Perubahan bentang a!am dan bentuk lahan, Bangkitan LHR, kemacetan lalu lintas, kebisingan, getaran,

  7

  b. Peningkatan jalan tol dengan pembebasan Semua Besaran pengamhnya terhadap lingkungan fisik-kimia dan emisi gas buang, gangguan visual, ketidak puasan atas nilai lahan (panjang) biologi serta sosial ekonomi budaya kompensasi lahan

  c. Peningkatan Jalan tol tanpa pembebasan >5 Km lahan (panjang)

JALAN RAYA

  a. Bangunan/peningkatan jalan dengan pelebaran diluar DAMIJA a-1. Kota Besar/Metropolitan Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, Bangkitan LHR, kebisingan, getaran, emisi gas buang, 8.

  • Panjang

  1 Km s/d <5 Km pengaruhnya terhadap lingkungan fisik-kimia dan gangguan visual, gangguan lalu lintas setempat, perubahan biologi serta sosial ekonomi budaya system aliran permukaan.

  • Atau luas

  2 Ha s/d < 5 Ha a-2. Kota Sedang

  8 - 16

  Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014

  • Panjang

  3 Km s/d <10 Km

  • Atau luas 5 ha s/d 10 Ha a-3. Perdesaan -inter urban (panjang)

  5 Km s/d <30 Km

  b. Peningkatan dengan pelebaran didalam DAMIJA b-1. Kota Besar/Metropolitan -Arteri/ > = 10 Km kolektor (panjang)

  JEMBATAN (Pembangunan Baru)

  Kota Besar (panjang) > = 20 m Gangguan terhadap pengaliran sungai, Bangkitan LHR, Perubahan bentang alam dan bentuk lahan.

  9.

  kemacetan lalu lintas, kebisingan, getaran, emisi gas pengaruhnya terhadap lingkungan fisik-kimiawi- buang, gangguan visual, ketidak puasan atas nilai

  Kota Sedang kebawah (panjang) > = 60 m biologi dan sosial ekonomi kompensasi lahan,

  PERSAMPAHAN

  a. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan system control landfill atau Sanitary landfill Perubahan bentang alam dan bentuk lahan. pengaruh

  Gangguan kesehatan, estetika, bau, asap pembakaran, penggunaan teknologinya terhadap lingkungan fisik- Luas < 10 Ha emisi bio gas (H2S, NOx. SOx.COx, dioxin), pencemaran kimia dan sosial ekonomi budaya, introduksi jenis air tanah maupun air permukaan oleh

  Kapasitas < 10.000 ton hewan b. TPA didaerah pasang surut 10.

  • Luas < 5 Ha - Kapasitas < 5.000 ton kedalam proses pembusukan, kecuali untuk lokasi yang

  < 1000 ton/hari berada di bantaran sungai operasionai) keluhan penduduk sekitar terhadap keberadaan tempat

  Tidak dibangun di sekitar sungai / berbatasan langsung pembuangan sampah disekitar dll c. Pembangunan Incenerator Semua Ukuran dengan sungai d. Bangunan Komposting dan daur ulang > 4 ton/hari (kapasitas sampah baku) > 500 m2

PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

  a. Kota Metropolitan (luas)

  2 Ha s/d < 25 Ha Perubahan tata guna lahan skala kawasan, pembahan daya

  Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, eksploitasi dukung dan tingkat pelayanan kota, bangkitan LHR, b. Kota Besar (luas)

  2 Ha s/d < 50 Ha dan pemanfaatan sumber daya alam. yang

  11.

  bangkitan sampah dan limbah, pembahan tingkat konsumsi menimbulkan pemborosan & kemerosotan, air bersih, pembahan koeffisien KDB & KLB, pembahan pengaruhnya terhadap lingkungan fisik-kimiawi, c. Kota Sedang, kecil (luas)

  2 Ha s/d < 100 Ha volume run-off, perubahan kawasan resapan air, biologi, sosial ekonomi dan budaya kesenjangan sosial dengan masyarakat sekitar

12. PEREMAJAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

  8 - 17

  Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014

PEMBANGUNAN INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT) DAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

  Gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana dan sarana umum. ketidak puasan atas nilai kompensasi kerusakan property atau kompensasi pembebasan lahan, perubahan kualitas air di bagian hilir saluran.

  1 Km-5 Km

  a. Pembangunan saluran di Kota Besar & Metropolitan Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik- kimiawi. proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan budaya

  Gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana dan sarana umum.ketidak puasan atas nilai kompensasi

  Kota Besar/ Metropolitan (luas Layanan) < 500 Ha Penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungsn fisik-kimiawi, proses dan hasil kegiatannya memperngaruhi lingkungan

  IPAL < 3 Ha 14.

  Gangguan kesehatan, estetika, bau, pembahan kualitas air tanah maupun air permukaan sekitar PILT/IPAL, pembahan pola mata pencaharian masyarakat sekitar

  IPLT < 2 Ha Perubahan bentuk lahan, pengaruh proses teknologi terhadap Iingkungan fisik, kimiawi, biologi, sosial, ekonomi dan budaya

  c. Revitalisasi kawasan (memfungsikan kembali kawasan) > = 1 Ha 13.

  b. Kota Sedang > = 2Ha

  Pembahan kepadatan penduduk. perubahan tingkat pelayanan prasarana & sarana kota. perubahan kondisi sosial ekonomi dan budaya, kehilangan bangunan bersejarah atau peningkatan nilai asset bangunan bersejarah

  a. Kota Metropolitan & Besar > = 1 Ha Perubahan bentuk lahan. pengaruhnya terhadap lingkungan sosial, ekonomi dan budaya dan pelestarian cagar budaya

PEMBANGUNAN SISTEM PERPIPAAN AIR LIMBAH (SEWERAGE)

  • Drainase Utama (panjang) < 5 Km - Drainase Sekunder dan Tertier (panjang)

15. DRAINASE PERMUKIMAN PERKOTAAN

  b. Pembangunan Saluran di Kota Sedang Drainase Utama (panjang) < 10 Km Drainase Sekunder dan Tertier (panjang)

  • ) Pembangunan drainase sekunder dan tertier di kota sedang kemungkinan melewati pemukiman padat

  c. Pembangunan Saluran di Kota Kecil (panjang)

  > 5 Km 16.

  Meliputi apartemen / perkantoran dan Rumah Sakit Kelas

  A, B, C (luas lantai) < 10.000 m2

  Perubahan bentuk lahan. proses teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik-kimia, hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi, budaya, flora fauna, penubahan intensitas bangunan gedung terhadap lingkungan

  Gangguan lalu lintas, kebisingan. kesehatan, getaran, gangguan genangan local (dewatering). gangguan cahaya, kebakaran. bangkitan LHR, Air limbah, Sampan, peningkatan kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (air bersih, air limbah, jalan akses, drainase, area parkir), perubahan KDB, KLB, peningkatan kaki lima (PKL), peningkatan emisi gas, bahan yang bersifat ozon

  2 Km -10 Km *)

PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG

17 AIR BERSIH PERKOTAAN

  8 - 18

  Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014 a. Pembangunan jaringan distribusi (luas 100 Ha s/d <500 Ha Gangguan lalu lintas, kecemburuan sosial antar konsumen layanan) air bersih, konflik pemakaian sumber daya air, perubahan

  Penerapan teknotoginya mempengaruhi lingkungan

  b. Pembangunan Jaringan pipa transmisi pasokan air, penurunan muka tanah (land subsident)

  2 Km s/d <10 Km fisik-kimiawi. proses dan hasilnya mempengafuhl (panjang) akibat penyedotan air tanah yang berlebihan, intrusi air lingkungan sosial budaya, eksploitasi Sumber Daya Air asin, perubahan kualitas air di badan penerima limbah

  c. Pengambilan airbaku dan sungai, danau 50 l/dt s/d <250 l/dt*) yang pemanfaatannya berpotensi menimbulkan hasil proses pengolahan air dan sumber air lainnya (debit) pemborosan maupun kerusakan sumber daya alam,

  • ) Skala Besaran wajib UKL/UPL untuk pengambilan dari mata

  d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air ekologi waduk air > 5 l/dt s/d < 50 l/dt (khususnya di P. Jawa dan pulau-pulau >50 l/dt dengan pengolahan lengkap (debit)

  kecil lainnya)

  • ) Sepanjang belum diatur oleh Instansi yang berwenang

  e. Pengambilan air tanah dalam (debit) > 5 l/dt dan < 50 l/dt Pembangunan meliputi Permukim an, Perkantoran,

PEMBANGUNAN KAWASAN TERPADU

  pendidikan, Olah Raga, Kesehatan, Tempat Ibadah, Pusat Perdagangan & Perbelanjaan

  Luas lahan

  5 Ha Gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, genangan local, 18.

  Perubahan bentuk lahan. penerapan teknologinya bangkitan LHR, sampah, air limbah, peningkatan mempergaruhi lingkungan fisik-kimia, biologi, proses kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (air dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial. ekonomi

  Atau luas lantai bangunan < 10.000 m2 bersih, sanitasi, sampah, drainase, areal parker), dan budaya perubahan KLB, KDB, peningkatan PKL

PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN UNTUK PEMINDAHAN PENDUDUK DAN ATAU PERMUKIMAN KEMBALI

  a.Jumlah penduduk yang dipindahkan

  50KK - 200KK Perubahan tata guna lahan kawasan, ketidak puasan atas pemberian kompensasi penggantian dan bangunan, adaptasi dengan penduduk sekitar. perubahan ekosistem

  Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, eksploitasi kawasan, perubahan daya dukung kawasan (lahan, sumber sumber daya alam, proses dan hasilnya mempengaruhi daya air, pertanian, kehutanan, perkebunan dll),

  19.

  lingkungan sosial ekonomi, budaya, penerapan perubahan koefisien run off, perubahan KDB, KLB teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik-kimia-

  b. Atau luas lahan kawasan

  2 Ha - 100 Ha

  Catatan:

  biologi, mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi

  • )Kedalam kegiatan ini termasuk kawasan yang dipersiapkan

  sumber daya alam

  untuk menampung pengungsi dan memukimkan kembali, penduduk yang dipindahkan akibat pembangunan proyek misalnya waduk, jalan, bencana alam dan bencana sosial, dll.

  8 - 19

  Dinas Pekerjaan Umum Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014

  8 - 20

Tabel 8.4 Pengelolaan Dampak Kegiatan

  3 Kualitas air sumur bercampur mineral/bahan2 berbahaya bagi Dilakukan Pengujian kualitas air sebelum dimanfaatkan

  Koordinasi dengan dinas pertambangan & geologi/ instansi terkait sebelum kegiatan dimulai;

  2 Galian sumur dalam/bor bisa memunculkan bahan2 tambang yang bisa berbahaya, seperti minyak,gas

  1 Galian Sumur (sumur dangkal) longsor Dibuat turap penahan tanah Dinding Sumur menggunakan Cincin Beton

  Tanah/Tebing Dasar saluran diperlandai Saluran dibuat dari bahan pasangan batu atau beton Saluran dibuat mengikuti kemiringan alamiah Saluran pembuangan dibuat sampai ketempat pembuangan

  4 Saluran terjadi pendangkalan/sedimentasi akibat erosi dari dinding sal.

  3 Konsentrasi air tidak terkendali disaluran/sawah Pengaturan penggunaan Air Dibuat pintu-pintu air

  2 Meningkatnya erosi pada tebing atau dinding saluran tanah Tampingan diperlandai Penanaman Vegetasi/jerami di daerah kemiringan Dipasang penahan pelindung tebing saluran

  Batasi pemindahan tanah hanya pada musin kering/panas

Dibangun tanggul atau turap penahan

Tampingan diperlandai Penanaman Vegetasi/jerami didaerah kemiringan Dipasang pelindung tebing diarea terkena arus sungai/pantai

  1 Resiko Longsor akibat Kegiatan Galian/Timbunan Tanah di area lereng/tebing Pemindahan jalur Saluran atau bangunan ke tempat lain yang lebih aman