Sintesis N-(3-bromofenil)pirazina-2-karboksamida dan N-(4-bromofenil)pirazina-2-karboksamida dengan Metoda Yamaguchi - ITS Repository

SKRIPSI SINTESIS N-(3-BROMOFENIL)PIRAZINA-2- KARBOKSAMIDA DAN N-(4-

  

BROMOFENIL)PIRAZINA-2-KARBOKSAMIDA

DENGAN METODA YAMAGUCHI FIRST AMBAR WATI NRP. 1412 100 087 Dosen Pembimbing Prof. Mardi Santoso, Ph.D. JURUSAN KIMIA Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016

FINAL PROJECT

  

SYNTHESIS OF N-(3-BROMOPHENYL)PIRAZINE-2-

CARBOXAMIDE AND N-(4-

BROMOPHENYL)PIRAZINE-2-CARBOXAMIDE USING YAMAGUCHI METHOD

  FIRST AMBAR WATI NRP. 1412 100 087 Supervisor Prof. Mardi Santoso, Ph.D. CHEMISTRY DEPARTMENT Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2016

  

SINTESIS N-(3-BROMOFENIL)PIRAZINA-2-

KARBOKSAMIDA DAN N-(4-

BROMOFENIL)PIRAZINA-2-KARBOKSAMIDA

DENGAN METODA YAMAGUCHI

  

SKRIPSI

  Disusun sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi S-1 Jurusan Kimia

  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

  Surabaya Oleh :

  

First Ambar Wati

NRP. 1412 100 087

  Surabaya, 12 Februari 2016

  

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

  

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2016

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat ALLAH SWT yang

  telah memberikan taufik, serta hidayahNya sehingga Tugas Akhir yang berjudul

  “SINTESIS N-(3-BROMOFENIL)PIRAZINA-

2-KARBOKSAMIDA DAN N-(4-

BROMOFENIL)PIRAZINA-2-KARBOKSAMIDA DENGAN

METODA YAMAGUCHI

  dapat diselesaikan. Penulis

  mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Prof. Mardi Santoso, Ph.D, selaku dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, motivasi, nasehat, dan semua ilmu yang bermanfaat selama penyusunan Tugas Akhir.

  2. Prof. Dr. Taslim Ersam, selaku Kepala Laboratorium Kimia Bahan Alam dan Sintesis Jurusan Kimia FMIPA

  ITS atas bantuan, arahan, motivasi, dan nasehat selama Tugas Akhir.

  3. Prof. Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITS.

  4. Dr.Ir. Endah Mutiara Marhaeni Putri, M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan bantuan, arahan, dan semangatnya selama masa perkuliahan di Jurusan Kimia FMIPA ITS.

  5. Lidya Tumewu, M.Farm, Apt. dari Institute of Tropical (ITD) Universitas Airlangga atas bantuan analisa

  Disease dengan Spektrofotometer NMR.

  6. Kaliawan, S.T., dari Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang atas bantuan analisa Spektrometer Massa (ESI).

7. Ibu, Kakek, Nenek, Adik dan keluarga atas dukungan, do’a serta semangat yang tiada henti.

  8. Teman-teman keluarga besar Lab. NPCS, keluarga besar HIMKA RANGERS, keluarga External Affair HIMKA, keluarga PSDM Ranger, keluarga ‘anak bapak’, keluarga 7 ikan , keluarga IKAHIMKI, semua teman-teman terdekat, dan semua teman-teman yang saya sayangi dan menyayangi saya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bentuk perhatian, do’a, bantuan dan semangatnya dalam membantu penulis selama penyusunan naskah Skripsi.

  9. Teman-teman yang telah berjuang bersama sejak masuk kuliah, SPECTRA, terima kasih karena tetap bersama, selalu menyemangati, saling mendoakan dan sebagainya.

  10. Berbagai pihak yang membantu pelaksanaan dan penyusunan Tugas Akhir ini.

  Penulis menyadari Tugas Akhir ini jauh dari kesempurnaan. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini mampu memberikan konstribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta memberi inspirasi bagi pembaca untuk pengembangan lebih lanjut.

  Surabaya, 12 Februari 2016

  Penulis

DAFTAR ISI

  i

HALAMAN JUDUL

  

HALAMAN PENGESAHAN iv

ABSTRAK

  vi

  ABSTRACT

  vii

  

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI

  x

  

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I. PENDAHULUAN

  1

  1.1 Latar belakang

  1

  1.2 Perumusan masalah

  5

  1.3 Tujuan penelitian

  6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

  7

  2.1 Asam pirazina-2-karboksilat (15)

  7 2.2 2,4,6-Triklorobenzoil klorida (13)

  7 2.3 4-Dimetilaminopiridin (14)

  8

  2.4 Trietilamina (21)

  8 2.5 3-Bromoanilina (16)

  9 2.6 4-Bromoanilina (17)

  9

  2.7 Tetrahidrofuran

  9

  2.8 Pirazina-2-karboksamida (3)

  9

  2.9 Pemisahan dan pemurnian hasil sintesis

  10

  2.10 Identifikasi struktur hasil sintesis

  12

  2.10.1 Spektroskopi Inframerah

  12

  2.10.2 Spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR)

  14

  2.10.3 Spektroskopi massa (ESI)

  20

  19

  3.1 Alat dan bahan

  19

  3.1.1 Alat

  19

  3.1.2 Bahan

  19

  3.2 Prosedur penelitian

  20

  16 BAB III. METODOLOGI

3.2.1 Sintesis N-(3-bromofenil)pirazina-2-

  3.2.2 Sintesis N -(4-bromofenil)pirazina-2-

  5.1 Kesimpulan

  59

  51 BIODATA PENULIS

  45 LAMPIRAN

  43 DAFTAR PUSTAKA

  5.2 Saran

  43

  43

  karboksamida (19)

  33 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

  4.2 Sintesis N-(4-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19)

  23

  4.1 Sintesis N-(3-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18)

  23

  karboksamida (18)

  21 BAB IV. PEMBAHASAN

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sintesis turunan pirazina-5-kloro-2-

  4 karboksamida (10-12)

Gambar 2.1 Sintesis 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13)

  8 Gambar 2.2 Sintesis 5-kloro-N-(klorofenil)pirazina-2-

  10 karboksamida (22) Gambar 2.3

  16 Skema alat spektrometer NMR

Gambar 2.4 Diagram penyemprotan larutan pada MS

  (ESI)

  17 Gambar 4.1 Hasil pemantauan dengan KLT sintesis N-(3-

  23 bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18)

Gambar 4.2 Hasil pemantauan dengan KLT sintesis N-(3-

  24 bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18), setelah penambahan asam pirazina-2- karboksilat (15), trietilamina (21), DMAP

  (14) dan 2,3,4-trikklorobenzoil klorida (13) yang pertama.

Gambar 4.3 Hasil pemantauan KLT sintesis N-(3-

  25 bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18) setelah setelah penambahan asam pirazina-2- karboksilat (15), trietilamina (21), DMAP

  (14) dan 2,3,4-trikklorobenzoil klorida (13) yang kedua.

Gambar 4.4 Hasil uji KLT hasil pemurnian N-(3-

  26 bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18) dengan kromatografi kolom gravitasi

Gambar 4.5 Hasil uji kemurniann N -(3-

  26 bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18) hasil sintesis 1 Gambar 4.6 Spektra H NMR N-(3-bromofenil)pirazina-2-

  28 karboksamida (18) hasil sintesis menggunakan katalis asam sulfat 13 Gambar 4.7 Spektra C NMR N-(4-bromofenil)pirazina-

  29 2-karboksamida (18) hasil sintesis

Gambar 4.8 Spektra IR N-(3-bromofenil)pirazina-2-

  30 karboksamida (18) hasil sintesis

Gambar 4.9 Spektra massa N-(3-bromofenil)pirazina-2-

  31 karboksamida (18) hasil sintesis

Gambar 4.10 Mekanisme reaksi pembentukan N-

  32 fenilpirazina-2-karboksamida (18-19)

Gambar 4.11 Hasil pemantauan dengan KLT sintesis N-(4-

  33 bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19)

Gambar 4.12 Hasil pemantauan dengan KLT sintesis N-(4-

  34 bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19), setelah penambahan asam pirazina-2- karboksilat (15), trietilamina (21), DMAP

  (14) dan 2,3,4-trikklorobenzoil klorida (13)

  yang pertama

Gambar 4.13 Hasil pemantauan dengan KLT sintesis N-(4-

  35 bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19), setelah penambahan asam pirazina-2- karboksilat (15), trietilamina (21), DMAP

  (14) dan 2,3,4-trikklorobenzoil klorida (13)

  yang kedua

Gambar 4.14 Hasil uji kemurnian KLT N -(4-

  36

  (19)

  bromofenil)pirazina-2-karboksamida hasil sintesis 1 Gambar 4.15 Spektra H NMR N-(4-bromofenil)pirazina-2-

  37 karboksamida (19) hasil sintesis 13 Gambar 4.16 Spektra C NMR N-(4-bromofenil)pirazina-

  38 2-karboksamida (19) hasil sintesis

Gambar 4.17 Spektra IR N-(4-bromofenil)pirazina-2-

  40 karboksamida (19) hasil sintesis

Gambar 4.18 Spektra massa N-(4-bromofenil)pirazina-2-

  41 karboksamida (19) hasil sintesis xiii xiv

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1.1

  Nilai MIC (µg/mL) (µmol/L) senyawa (11) dan (12) terhadap Mycobaceterium tuberculosis H37RV

  4 Tabel 2.1 Data Serapan IR

  13 Tabel 2.2 Data Pergeseran Kimia pada 1 H-NMR

  15 Tabel 2.3 Data Pergeseran Kimia pada 13 C-NMR

  15 Tabel 4.1

  Perbandingan data

  1 H-NMR senyawa hasil sintesis (18-19)

  39 Tabel 4.2

  Perbandingan data

  13 C-NMR senyawa hasil sintesis (18-19)

  39

DAFTAR LAMPIRAN

  xv

  A. Skema kerja

  51

  1. Sintesis N-(3-bromofenil)pirazina-2- karboksamida (18)

  51

  2. Sintesis N-(4-bromofenil)pirazina-2- karboksamida (19)

  53 B. Perhitungan 55 1.

  Sintesis N-(3-bromofenil)pirazina-2- karboksamida (18)

  55

  2. Sintesis N-(4-bromofenil)pirazina-2-

  karboksamida (19)

  56

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu ancaman global (Kratky dkk, 2013). Bakteri ini dapat menyerang beberapa organ, terutama paru-paru (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2014) menyatakan bahwa diperkirakan ada 9 juta penderita tuberkulosis, 1,5 juta meninggal dan 360 ribu di antaranya adalah penderita HIV. Kasus tuberkulosis terbesar ditemukan di Asia yakni sekitar 56%. Indonesia menduduki peringkat ke lima didunia dengan jumlah penderita tuberkulosis sebesar 410.000-520.000 dan jumlah kematian sebesar 36.000 pada tahun 2013. Menteri Kesehatan RI menyatakan bahwa Indonesia memiliki kemajuan luar biasa dalam pengelolaan program pengendalian TB yang efektif, yakni sejak strategi penggunaan DOTS (Directly Observed Treatment Short-

  

course) atau strategi pengobatan jangka pendek dengan tingkat

  keberhasilan pengobatan TB lebih dari 90% dan tingkat deteksi kasus TB baru di atas 70% yang secara konsisten telah tercapai (Departemen Kesehatan, 2013). Strategi DOTS berisi lima komponen yang dua diantaranya menunjukkan pengobatan dengan menggunakan Obat Anti Tubekulosis (OAT) (PMK RI, 2013)

  Obat Anti Tubekulosis (OAT) lini pertama yang digunakan untuk pengobatan adalah: isoniazid (H) (1), rifampisin (R) (2), pirazinamida (Z) (3), streptomisin (S) (4) dan ethambutol (E) (5). Kelima obat tersebut aktif terhadap bakteri, tetapi efektifitasnya perlahan berkurang akibat resistensi bakteri terhadap obat tersebut (Evangelopoulos dkk, 2014). Resistensi terhadap obat adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius. Hal ini menyebabkan terjadinya kasus multidrug-resistant

  

tuberculosis (MDR-TB) atau resisten obat ganda atau yang tidak

  responsif minimal terhadap isoniazid (1) dan rifampisin (2)

  2 dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya (Chen dkk, 2015). Masalah yang paling ditakuti adalah adanya resistensi terhadap seluruh obat TB (TDR-TB) dan kasus pertama tercatat di India (Jandourek dkk, 2014). O H HO OH OH OH O O H N NH 2 N O NH O O N N (1)

O OH

O N HO HO O H C 3 O (2) HO OH N N O HO NH 2 HO NH O NH HN HO

CH

3 N OH 2 H N 2 2 N (4) H C N 3 (3) H N N CH H HO 3 N 2 H N OH (6) (5)

  Pirazina (6) dan turunannya digunakan sebagai obat antivirus, anti kanker dan anti mikobakterial (Manzeera, 2013). Pirazinamida (PZA) (3) adalah salah satu OAT lini pertama yang merupakan komponen penting dalam fase intensif pengobatan jangka pendek pada pendertia tuberkulosis. PZA (3) mampu

  3 bekerja dalam lingkungan asam dan memiliki sinergi yang baik dengan rifampicin (1) (Dolezal dkk, 2011).

  Servusova dkk (2013) berhasil mensintesis senyawa- senyawa anti TBC dengan bahan dasar asam 5-hidroksipirazina- 2-karboksilat (7) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.1. Reaksi asam 5-hidroksipirazina-2-karboksilat (7) dengan tionil klorida diperoleh asil klorida (8), yang direaksikan dengan nukleofil amina (9-10) dan trietilamina dalam aseton sehingga diperoleh pirazina-5-kloro-2-karboksamida (11-12). Reaksi berjalan dalam dua tahap. Hasil menunjukkan bahwa N- fenilpirazina-2-karboksamida (11) memiliki aktifitas antimikobakterial yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan N- benzilpirazina-2-karboksamida (12). N- (4-bromofenil)-5- kloropirazina-2-karboksamida (11f) memiliki MIC 3,13 µg/mL sedangkan N- (4-bromobenzil)-5-kloropirazina-2-karboksamida

  

(12f) memiliki MIC 12,5 µg/mL. Selain itu, adanya subtituen

  bromo pada N-(4-bromofenil)-5-kloropirazina-2-karboksamida

  

(11f) dan N-(4-bromobenzil)-5-kloropirazina-2-karboksamida

(12f) menyebabkan senyawa (11f) dan (12f) lebih aktif terhadap

Mycobacterium tuberculosis dibandingkan pirazinamida (3) yang

memiliki MIC 12,5-25 µg/mL dan dapat dilihat pada Tabel 1.1.

  MIC (minimum inhibitory concentration) adalah konsentrasi terendah antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

  Metode Yamaguchi pertama kali digunakan Inanaga dkk (1979) untuk sintesis laktona dan ester rantai panjang. Kawanami dkk (1981) mensintesis S-ester tiokarboksilat yang melibatkan

Gambar 1.1 Sintesis turunan pirazina-5-kloro-2-karboksamida

  PZA (3) 12,5-22,5 (102-203)

  (11a) 0,78 (3) (12a) 25 (89) (11b) 3,13 (12) (12b) 25 (89) (11c) >100 (12c) >100 (11d) 6,25 (25) (12d) 25 (94) (11e) 3,13 (11) (12e) >100 (11f) 3,13 (10) (12f) 12,5 (38)

  MIC (µg/mL) (µmol/L)

  (µmol/L) Senyawa

  Senyawa MIC (µg/mL)

  

terhadap Mycobaceterium tuberculosis H37RV

Tabel 1.1 Nilai MIC (µg/mL) (µmol/L) senyawa (11) dan (12)

  (11-12)

  N H n R n = 0 (11) n = 1 (12) H 2 N n R n = 0 (9) n = 1 (10)

  4

  f. R = 4-Br O (7) (8) HO DMF, toluena TEA, Aseton

  2

  e. R = 3-NO

  d. R = 2-F

  3

  c. R = 2,4-OCH

  b. R = 3-Cl,

  a. R = 2-Cl,

  N N OH O N N Cl Cl O N N Cl SOCl 2

  • - -

  5 reaksi antara asam karboksilat, tiol, trietilamina, pereaksi Yamaguchi (13) dan DMAP (14).

  Sebagai kesinambungan dari percobaan sebelumnya untuk pengembangan senyawa-senyawa anti tuberkulosis, dilakukan pengembangan sintesis senyawa-senyawa berdasarkan modifikasi struktur PZA (3). Pada penelitian ini, asam pirazina-2- karboksilat (15) diubah menjadi anhidrida menggunakan 2,4,6- triklorobenzoil klorida (pereaksi Yamaguchi) (13) karena harganya yang lebih murah dibandingkan tionil klorida yang cukup mahal. Pereaksi ini tetap efektif dalam pembentukan anhidrida yang kereaktifannya hampir sama dengan asil klorida

  

(8). Anhidrida kemudian direaksikan dengan senyawa turunan

  anilina, yakni 3-bromoanilina (16), 4-bromoanilina (17) dengan katalis 4-dimetilaminopiridina (14). Produk yang dihasilkan merupakan senyawa N-(3-bromofenil)pirazina-2-karboksamida

  

(18) dan N-(4-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19) dan yang

dapat digunakan sebagai obat anti tuberkulosis. Cl O Cl N N N O OH Cl Cl N

  (15) (13) (14) Br NH Br NH 2 2 (16) (17)

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian adalah apakah pirazina-2-karboksamida

  

(3) berupa N-(3-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18) dan N-

  (4-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19) dapat disintesis dari

  6 asam pirazina-2-karboksilat (15) dengan menerapkan metode Yamaguchi?

1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian adalah untuk menerapkan metode Yamaguchi sebagai alternatif sintesis pirazina-2-karboksamida berupa berupa N-(3-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18) dan

  N -(4-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam pirazina-2-karboksilat (15)

  Asam pirazina-2-karboksilat (15) berbentuk serbuk padat putih tidak berbau, memiliki rumus molekul C 5 H 4 N 2 O 2 . Senyawa ini juga dikenal dengan nama asam pirazinoat. Asam pirazina-2- karboksilat (15) memiliki massa molekul 124,1 g/mol dan titik leleh 222-225ºC (Fishersci, 2015).

  Asam pirazina-2-karboksilat (15) berperan sebagai senyawa antimikrobia intraselular aktif (Zimic dkk, 2012). Zhang dkk (2003) melaporkan bahwa asam pirazina-2-karboksilat (15) merupakan asam lemah (pKa 2,9) yang bertindak sebagai senyawa yang menghancurkan membran bakteri (Lu dkk, 2011; Fernandes dkk, 2014).

  2.2 2,4,6-Triklorobenzoil klorida (13)

  2,4,6-Triklorobenzoil klorida (13) berbentuk cairan berwarna kuning dengan massa molekul relatif 243,89 g/mol, titik 3 didih 107-108ºC, dan massa jenis 1,561 g/cm . Senyawa ini larut dalam hampir semua pelarut organik (Ewin dan Pertusati, 2013). 2,4,6-Triklorobenzoil klorida (13) digunakan pertama kali oleh Yamaguchi dkk (1979) untuk mensintesis laktona cincin besar sehingga senyawa ini dikenal dengan pereaksi Yamaguchi.

  Kawanami dkk (1981) mensintesis S-ester tiokarboksilat yang melibatkan pereaksi Yamaguchi, asam karboksilat, tiol, trietilamina dan DMAP (14). Dhimitruka dan Santalucia Jr. (2005) selanjutnya melaporkan pemanfaatan reaksi Yamaguchi untuk sintesis inhibitor asam aspartat Lux-S.

  Seebach dan Sutter (1983) melaporkan bahwa pereaksi Yamaguchi (13) dapat disintesis dari 1,3,5-triklorobenzena (20) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.3

  8 Cl Cl Cl O O Cl Cl CO BuLi 2 Cl Cl Cl Cl OH Refluks, 24 jam SOCl 2 Cl

  (13) (20)

Gambar 2.1 Sintesis 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13)

  2.3 4-Dimetilaminopiridin (14)

  4-Dimetilaminopiridin atau DMAP (14) berbentuk padatan kristal putih dengan massa molekul relatif sebesar 122,17 g/mol. Senyawa ini memiliki rumus molekul C H N , titik didih 7 10 2 162ºC, dan titik leleh 110ºC (Sciencelab, 2013). DMAP (14) merupakan basa nukleofilik (pKa 9,70) yang

  10.000 lebih aktif dalam mempercepat reaksi asilasi dibandingkan piridina (pKa 5,29), karena gugus dimetilamino (Hofle dkk, 1978). DMAP (14) mudah didapat dengan harga yang terjangkau, Sehingga DMAP (14) secara luas digunakan sebagai katalis (Berry dkk, 2001).

2.4 Trietilamina (21)

  Trietilamina atau TEA (21) berbentuk cairan jernih yang berbau sangat kuat. Senyawa dengan rumus molekul (CH 3 CH 2 ) 3 N ini memiliki massa molekul relatif sebesar 101,1 g/mol dengan titik didih dan titik leleh adalah 89,7ºC dan -115ºC. Trietilamina (21) larut dalam air, metanol dan dietil eter (Sciencelab, 2013).

  Trietilamina (21) digunakan sebagai akseptor asam dalam sintesis organic. Trietilamina (21) mudah didapat, murah dan mudah dipisahkan dengan cara distilasi. Garam hidroklorida dan hidrobromida dari TEA (21) tidak larut dalam pelarut organik, seperti dietil eter sehingga dapat dipisahkan dari hasil sintesis dengan filtrasi sederhana (Sorgi, 2001).

  9

  N (21) 2.5 3-Bromoanilina (16)

  3-Bromoanilina (16) berbentuk cairan jernih hingga berwarna kuning. Massa molekul relatif 3-bromoanilina (16) adalah 172,03 g/mol, titik didih dan titik leleh 3-bromoanilina

  

(16) adalah 251ºC dan 17ºC. Senyawa ini tidak larut dalam air

tetapi larut dalam eter dan alkohol (Spectrumchemical, 2014). 2.6 4-Bromoanilina (17)

  4-Bromoanilina (17) berbentuk padatan kristal berwarna putih dan berbau agak manis (sweetish). Massa molekul relatif dan titik leleh 4-bromoanilina (17) adalah 172,03 g/mol dan 66ºC. Senyawa ini tidak larut dalam air dingin (Sciencelab, 2013).

  2.7 Tetrahidrofuran

  Tetrahidrofuran (THF) memiliki rumus molekul C 4 H 8 O dan massa molekul relatif 72,11 g/mol. THF berbentuk cairan jernih dan berbau seperti eter atau fruity. Titik didih dan massa 3 jenis THF adalah 65ºC dan 0,8892 g/cm (Sciencelab, 2013).

  THF merupakan pelarut ramah lingkungan yang relatif tidak beracun dan larut dalam air dalam kondisi tertentu (Cai, 2013).

  2.8 Pirazina-2-karboksamida (3)

  Pirazina (6) adalah salah satu senyawa heterosiklik yang merupakan basa lemah dibandingkan dengan piridina akibat efek induksi atom nitrogen yang kedua. Beberapa turunan pirazina (6) telah digunakan sebagai antioksidan, antimikobakteria dan anti auksin (Dolezal dkk, 2008).

  (3)

  Pirazina-2-karboksamida atau pirazinamida merupakan salah satu turunan pirazina (6) yang banyak

  10 dilaporkan memiliki potensi sebagai senyawa antimikobakteri. Servusova dkk (2013) berhasil mensintesis 5-kloro-N-(2- klorofenil)pirazina-2-karboksamida (22) sebagai senyawa antimikobakteri yang memiliki MIC 0,78 µg/mL terhadap

Mycobacterium tuberculosis H37Rv (Servusova dkk, 2015).

Sintesis 5-kloro-N-(2-klorofenil)pirazina-2-karboksamida (22) digambarkan pada Gambar 2.3. N O OH SOCl , DMF, toluena 2 N O Cl HO N

H N

2

Cl N Cl TEA, aseton N O H N Cl Cl N

  (22)

Gambar 2.2 Sintesis 5-kloro-N-(2-klorofenil)pirazina-2- karboksamida (22)

2.9 Pemisahan dan pemurnian hasil sintesis

  Reaksi-reaksi senyawa organik memungkingkan diperoleh hasil sintesis yang tidak murni akibat adanya hasil samping dan masih terdapat pereaksi yang belum bereaksi. Proses pemisahan dan pemurnian dilakukan untuk menghilangkan pengotor tersebut. Pemisahan hasil sintesis dapat dilakukan dengan beberapa metode (Furniss dkk, 1989). Filtrasi atau penyaringan adalah teknik pemisahan padatan dari campurannya sehingga didapatkan endapan (residu) dan larutan (filtrat). Teknik filtrasi yang umum digunakan adalah menggunakan kertas saring

  11 yang ditempatkan pada corong, sehingga larutan ditarik turun oleh gravitasi melalui kertas saring dan padatan tertinggal pada kertas saring (Pavia dkk, 2001).

  Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak zat yang diinginkan tanpa melarutkan zat yang lainnya (Sulihono dkk, 2012). Prinsip ekstraksi adalah distribusi komponen campuran terhadap dua pelarut yang tak saling larut (Gilbert dan Martin, 2010; Skoog dkk, 2013). Ekstraksi dapat dilakukan dengan corong pisah (Zhang, 2007).

  Kromatografi adalah suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi senyawa antara dua fasa yakni fasa gerak dan fasa diam. Proses pemisahan pada kromatografi tergantung pada kemampuan senyawa teradsorb pada fasa diam dan kelarutannya terhadap fasa gerak (Pavia, 2001). Kromatografi lapis tipis adalah salah satu teknik kromatografi menggunakan adsorben (fase diam) berupa lempeng kaca atau plat aluminium atau plastik yang terlapisi fasa diam seperti silika gel (Sherma, 1991; Mukhriani, 2014).

  Pengerjaan kromatografi lapis tipis dapat dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama, larutan sampel ditotolkan pada plat KLT, Kemudian pelarut pembawa dari larutan sampel diuapkan sehingga meninggalkan sampel dalam bentuk spot atau pita di plat KLT. Plat selanjutnya ditempatkan dalam wadah tertutup yang berisi pelarut dengan (fasa gerak). Pelarut bergerak vertikal ke atas sepanjang plat KLT sehingga komponen- komponen dari sampel berjalan dengan laju yang berbeda akibat interaksinya dengan lapisan silika pada plat KLT (fasa diam) dan pergerakan pelarut (fasa gerak). Pelarut yang tersisa pada plat KLT selanjutnya diuapkan dan didapatkan spot atau noda. Kromatogram sampel dapat dicirikan dengan jumlah dan lokasi spot atau noda yang dihasilkan. Sampel dapat diidentifikasi dengan membandingkan kromatogram sampel dengan kromatogram pembanding (Striegell dan Hill, 1996). Noda pada plat KLT dapat ditampakkan dengan menggunakan sinar UV dan

  12 uap iod. KLT juga sering digunakan untuk memantau reaksi dan mengidentifikasi pembentukan hasil reaksi dalam sintesis organik (Dillon, 2012).

  Jenis kromatografi yang lain adalah kromatografi kolom yang menggunakan silika gel dalam kolom sebagai fasa diam dan pelarut sebagai fase gerak. Sampel yang dimurnikan ditempatkan pada ujung kolom. Pelarut (eluen) kemudian dialirkan secara kontinu ke dalam kolom. Eluen melalui kolom dengan adanya gravitasi pada kromatografi kolom gravitasi. Molekul-molekul senyawa akan dibawa ke bagian bawah kolom dengan kecepatan yang berbeda-beda. Cairan yang keluar dari kolom ditampung dan diuji dengan KLT untuk mengetahui hasil pemisahannya (Kristanti dkk, 2006).

  Uji titik leleh digunakan untuk mengidentifikasi dan mengetahui kemurnian senyawa. Pengujian dilakukan dengan menempatkan sejumlah kecil bahan yang dipanaskan perlahan- lahan dalam alat khusus yang dilengkapi dengan termometer atau termokopel, koil pemanas dan lensa pembesar untuk mengamati sampel. Titik leleh menunjukkan kemurnian senyawa. Senyawa organik murni umumnya memiliki titik leleh yang tajam dengan rentang tidak melebihi sekitar 0,5°C (Pavia dkk, 2001; Furniss, 1989).

2.10 Identifikasi Struktur Hasil Sintesis

2.10.1 Spektroskopi Inframerah

  Sinar inframerah memiliki bilangan gelombang sekitar -l 12.800-10 cm dan panjang gelombang 0,78-1000 µm. Spektra IR dibagi menjadi tiga wilayah yakni inframerah dekat dengan panjang gelombang 0,78- 2,5 µm (bilangan gelombang 12800- -1 4000 cm ), inframerah pertengahan dengan panjang gelombang

  • -1 2,5- 50 µm (bilangan gelombang 4000- 200 cm ) dan inframerah jauh dengan panjang gelombang 50- 1000 µm (bilangan -1 gelombang 200- 10 cm ). Panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk identifikasi gugus fungsi senyawa organik
  •   13 terletak pada daerah inframerah pertengahan dengan panjang gelombang 2,5- 15 µm (Skoog dkk, 2013)

      Molekul cenderung tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika menyerap radiasi inframerah yang memiliki frekuensi yang sesuai. Perubahan energi ketika mengadsorbsi sinar inframerah sekitar 8-40 kJ/mol (Pavia, 2001). Getaran molekul setelah dilewati sinar inframerah dibedakan menjadi dua jenis, yakni tipe ulur (stretching) dan tipe tekuk (bending). Tipe ulur ditandai dengan perubahan secara terus-menerus sepanjang sumbu ikatan antara dua atom. Tipe tekuk ditandai dengan perubahan sudut antara dua ikatan pada molekul. Tipe vibrasi tekuk memiliki empat macam getaran yakni scissoring, rocking,

      

    wagging dan twisting (Skoog dkk, 2013). Molekul yang simetris

      memiliki sifat aktif inframerah yang lebih kecil dari pada molekul asimetris. Vibrasi dari gugus C-C atau N=N akan memberikan pita serapan lemah, hal ini disebabkan perubahan momen dipol senyawa yang relatif kecil (Stuart, 2004). Data serapan dari beberapa gugus fungsi yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Data serapan IR -1

      Tipe Serapan Gugus fungsi Daerah Serapan (cm ) O-H Alifatik dan aromatik 3600-3000 N-H Amina sekunder dan 3600-3100 tersier C-H Aromatik 3150-3000 C-H Alifatik 3000-2850

      Nitril 2400-2200 C≡N

      Alkuna 2260-2100 C≡C C=O Ester 1750-1700 C=O Asam Karboksilat 1740-1670 C=O Aldehid dan Keton 1740-1660 C= Amida 1720-1640 C=C Alkena 1670-1610 Ar-OR Aromatik 1300-1180 R-O-R Alifatik 1160-1060

      14 Tidak semua molekul dapat menyerap energi inframerah meskipun inframerah memiliki frekuensi yang sesuai dengan vibrasi senyawa tersebut. Senyawa yang memiliki momen dipol yang mampu mengadsorbsi sinar inframerah (Pavia, 2001).

    2.10.2 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (NMR)

      Spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) didasarkan pada pengukuran penyerapan radiasi elektromagnetik di wilayah frekuensi radio (4-900 MHz) (Skoog dkk, 2013). Inti yang sering 1 digunakan dalam penentuan struktur senyawa organik adalah H 13 dan

      C. Kedua atom tersebut dapat dianalisis menggunakan 1 spektroskopi proton NMR ( H NMR) dan spektroskopi karbon 13 1 NMR ( C NMR). Informasi yang diberikan oleh spektroskopi H NMR adalah jumlah serta susunan atom hidrogen dalam suatu 13 molekul, sedangkan pada spektroskopi C NMR memberikan informasi mengenai jumlah dan kerangka karbon pada suatu molekul (Hart dkk, 2003). 1 Spektra H NMR menunjukkan tiga parameter yang terkait langsung dengan struktur molekul, yakni pergeseran kimia

      (δ), konstanta kopling dan integrasi. Pergeseran kimia berhubungan dengan jumlah sinyal dan posisi sinyal, integrasi adalah area puncak atau besaran sinyal dalam spektra NMR yang digunakan untuk mengetahui jumlah proton dari suatu molekul, dan konstanta kopling dapat digunakan mengetahui hubungan dengan ikatan kimia atau proton tetangga (Zhang, 2007).

      Pergeseran kimia menyatakan perbedaan frekuensi resonansi inti dengan senyawa standar pada spektrometer NMR. Senyawa standar atau referens yang digunakan pada NMR adalah tetrametilsilan, (CH 3 ) 4 Si atau TMS. Senyawa ini memiliki proton metal yang lebih terlindungi dibandingkan sebagian besar senyawa yang akan diidentifikasi (Pavia, 2001). Pelarut yang digunakan pada identifikasi senyawa menggunakan NMR harus inert, titik didih rendah, murah dan dan tidak memiliki banyak proton. Kloroform terdeteurasi (CDCl 3 ) sering digunakan sebagai pelarut (Silverstein, 2005).

      15 Berdasarkan perbedaan nilai pergeseran kimia, sinyal

      NMR dibedakan menjadi dua daerah, yakni daerah downfield terletak di sumbu-x sebelah kiri dan upfield terletak di sumbu-x sebelah kanan. Frekuensi resonansi meningkat dari upfield ke

      

    downfield yang menyebabkan daerah upfield lebih kaya elektron

      dan lebih terlindungi, sedangkan downfield kurang terlindungi 1 13 (Zhang, 2007). Data pergeseran kimia pada H-NMR dan

      C- NMR dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3, skema spektrometer NMR digambarkan pada Gambar 2.5. 1 Tabel 2.2 Data pergeseran kimia pada H-NMR

      Tipe proton δ (ppm) Tipe proton δ (ppm) TMS RC=CH 2,3-2,9 R-CH 0,11-1,2 R-CO-CH 2,0-2,7 3 3 R CH 1,2-1,4 R-O-CH 3,3-3,9 2 2 3 R CH 1,4-1,65 R C=CHR 4,9-5,9 3 2 Ph-CH 3 2,2-2,5 Ar H 6,0-8,0

      R-CH 2 -I 3,1-3,3 RCHO 9,4-10,4 R-CH 2 -Br 3,4-3,6 RCOOH 10-12 R-CH -Cl 3,6-3,8 ROH 1-6 2 R-CH -F 4,3-4,4 ArOH 6-8 2 R-CH-Cl 5,8-5,9 R NH 2-4 2 2 R-S-H 1,0-4,0 O 2 N-CHR 4,1-4,3

      R-S-CHR 2,0-3,0 R-CO-NHR 5,0-9,0 13 Tabel 2 3 Data pergeseran kimia pada C-NMR Tipe karbon δ (ppm) Tipe karbon δ (ppm) TMS C ≡C 75-95 RCH 3 0-30 C=C 105-145 R CH 20-45 C (aromatik) 110-155 2 2 R CH 30-60 C (heteroaromatik) 105-165 3 R C 30-50 C 115-125 4 ≡N

    • OCH 3 50-60 C=O (karboksilat) 155-185
    • NCH 3 15-45 C=O (aldehida atau keton) 185-225

      16

    Gambar 2.3 Skema alat spektrometer NMR

    2.10.3 Spektroskopi massa (ESI)

      Spektrometri massa merupakan teknik identifikasi yang terutama ditujukan untuk mendapatkan massa relatif suatu molekul (Cappiello, 2007). Prinsip dari spektroskopi massa adalah ionisasi suatu molekul sehingga terbentuk ion. Proses ionisasi dapat dilakukan dengan tumbukan elektron sehingga +. . keluarnya sebuah elektron dan terbentuklah ion molekul [M] Ion molekul yang tidak stabil selanjutnya terpecah menjadi fragmen- fragmen yang lebih kecil (Pine, 1988).

      Electrospray Ionization (ESI) adalah salah satu metode ionisasi dalam spektrometri massa untuk mendapatkan ion molekul. Prinsip ESI adalah penyemprotan suatu aerosol sehingga diperoleh ion molekul (Cappiello, 2007). ESI digunakan pada tekanan atmosfer sehingga sering disebut API (atmospheric pressure ionization). Sampel yang diidentifikasi harus dalam bentuk larutan (biasanya dalam pelarut polar yang volatil) yang dimasukkan ke sumber ion melalui kapiler stainless steel

    • + (Silverstein, 2005).

      Molekul membentuk ion adduct seperti [M+H] , + + [M+Na] dan [M+K] pada ESI ionisasi positif, Dimer atau

      17

    • + trimer dari ion-ion tersebut juga sering terdeteksi pada spektra massa seperti [2M+Na] . Selain itu, ion molekul yang bermuatan dobel dengan beberapa gabungan dari kation juga teridentifikasi 2+ - seperti [M+Na+H] . Ion molekul yang sering terbentuk pada ESI ionisasi negatif, adalah [M-H] (Eichhorn dan Knepper, 2001).

    Gambar 1.4 Diagram penyemprotan larutan pada MS (ESI)

      18

      

    “Halaman ini sengaja dikosongkan”

    BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

    3.1 Alat dan Bahan

      3.1.1 Alat

      Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah pipet ukur, neraca analitis Pioneer, kaca arloji, gelas kimia, pipet tetes, labu erlenmeyer, gelas ukur, pengaduk, mikropipet Socorex, corong, gelas ukur, labu bundar leher tiga, kondensor, termometer, seperangkat alat refluks, corong pisah, statif, pinset, pipa kapiler, hot plate stirrer Cimarec, magnetic stirrer bar,

      

    chamber KLT, rotatory evaporator Buchi, plat kromatografi lapis

      tipis (KLT) aluminium silica gel 60 F 254 , lampu UV (λ= 254 dan 365 nm), kolom kromatografi, alat ukur titik leleh Fisher John, FTIR

    • – 8400S Shimadzu, spektrometer NMR Jeol Resonance 400 Hz dan spektrometer massa triple quadrupole TSQ Quantum Access Max.

      3.1.2 Bahan

      Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah asam pirazina-2-karboksilat (15) (Merck 800615), 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13) (Sigma-Aldrich 345504), trietilamina (21) (Merck 808352), 4-dimetilaminopiridin (DMAP) (14) (Fluka 39405), tetrahidrofuran (THF) (Merck 109731), 3-bromoanilina (16) (Sigma-Aldrich 180025), 4-bromoanilina (17) (Sigma-Aldrich 100900), natrium bikarbonat (Merck 106329), magnesium sulfat heptahidrat (Merck 105886), aquades, kloroform (Merck 102445), diklorometana (Merck 106050), etil asetat (Merck 109623), n-heksana (Fulltime 671104), silica gel Merck 60 (0,063-0,200 mm) (Merck 107734), natrium hidroksia (Merck 106498) dan asam klorida (Merck 100317).

      20

    3.2 Prosedur Penelitian

    3.2.1 Sintesis N-(3-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18)

      Sintesis N-(3-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18) dilakukan dengan mengadaptasi metode esterifikasi Yamaguchi (Kamadatu dan Santoso, 2015). Larutan asam pirazina-2- karboksilat (15) (0,094 gram; 0,76 mmol) dalam 20 mL THF ditambah 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13) (117,2 µL; 0,75 mmol) dan trietilamina (21) (104,0 µL; 0,75 mmol), larutan kemudian diaduk pada suhu kamar selama 20 menit. Hasil reaksi selanjutnya ditambah DMAP (14) (0,092 gram; 0,75 mmol) dan 3-bromoanilina (1) (54,4 µL; 0,50 mmol), dan direfluks pada suhu 66ºC selama 1,5 jam (pemantauan reaksi dilakukan dengan KLT)). Asam pirazina-2-karboksilat (15) (0,094 gram; 0,76 mmol) dalam 20 mL THF, 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13) (117,2 µL; 0,75 mmol), trietilamina (21) (104,0 µL; 0,75 mmol) dan DMAP (14) (0,092 gram; 0,75 mmol) selanjutnya ditambahkan pada campuran, dan campuran direfluks lebih lanjut selama 135 menit (pemantauan reaksi dilakukan dengan KLT). Asam pirazina-2-karboksilat (15) (0,094 gram; 0,76 mmol) dalam 20 mL THF, 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13) (117,2 µL; 0,75 mmol), trietilamina (21) (104,0 µL; 0,75 mmol) dan DMAP (14) (0,092 gram; 0,75 mmol) kemudian ditambahkan pada campuran, dan campuran direfluks lebih lanjut selama 135 menit (pemantauan reaksi dilakukan dengan KLT). Hasil reaksi didinginkan sehingga mencapai suhu ruang, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambah 30 mL aquades dingin, kemudian diekstrak dengan diklorometana (2x25 mL). Ekstrak yang diperoleh dicuci berturut-turut dengan larutan HCl 5% (3x25 mL), larutan NaOH 5% (3x25 mL), NaHCO (3x25 mL) dan 3 aquades (2x25 mL). Fasa organik kemudian dikeringkan dengan magnesium sulfat anhidrat, diuapkan pada tekanan rendah

      21 sehingga diperoleh hasil sintesis yang kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom gravitasi menggunakan eluen kloroform:n-heksana (1:1). Uji kemurnian hasil kromatografi kolom gravitasi dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dan titik leleh. Hasil sintesis yang telah murni, ditimbang serta diidentifikasi dengan spektrofotometer inframerah, spektrometer massa, dan spektrometer NMR.

    3.2.2 Sintesis N-(4-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19)

      Sintesis N-(4-bromofenil)pirazina-2-karboksamida (19) dilakukan dengan mengadaptasi metode sintesis N- (3- bromofenil)pirazina-2-karboksamida (18). Larutan asam pirazina- 2-karboksilat (15) (0,093 gram; 0,75 mmol) dalam 20 mL THF ditambah 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13) (117,2 µL; 0,75 mmol) dan trietilamina (21) (104,0 µL; 0,75 mmol), larutan kemudian diaduk pada suhu kamar selama 20 menit. Hasil reaksi selanjutnya ditambah DMAP (14) (0,092 gram; 0,75 mmol) dan 4-bromoanilina (17) (0,087 gram; 0,51 mmol), dan direfluks pada suhu 66ºC selama 5,5 jam (pemantauan reaksi dilakukan dengan KLT). Asam pirazina-2-karboksilat (15) (0,093 gram; 0,75 mmol) dalam 20 mL THF, 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13) (117,2 µL; 0,75mmol), trietilamina (21) (104,0 µL; 0,75 mmol) dan DMAP

      

    (14) (0,092 gram; 0,75 mmol) ditambahkan pada campuran, dan

      campuran selanjutnya direfluks lebih lanjut selama 5,5 jam (pemantauan reaksi dilakukan dengan KLT). Asam pirazina-2- karboksilat (15) (0,093 gram; 0,075 mmol) dalam 20 mL THF, 2,4,6-triklorobenzoil klorida (13) (117,2 µL; 0,75 mmol), trietilamina (21) (104,0 µL; 0,75 mmol) dan DMAP (14) (0,092 gram; 0,75 mmol) kemudian ditambahkan pada campuran, dan campuran direfluks lebih lanjut selama 1 jam (pemantauan reaksi dilakukan dengan KLT). Hasil reaksi didinginkan sehingga

      22 mencapai suhu ruang, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambah 30 mL aquades dingin dan diekstrak dengan diklorometana (2x25 mL). Ekstrak yang diperoleh dicuci berturut- turut dengan larutan HCl 5% (25 mL), larutan NaOH 5% (25 mL), larutan NaHCO 5% (25 mL) dan akuades (25 mL). Fasa 3 organik kemudian dikeringkan dengan magnesium sulfat anhidrat, diuapkan pada tekanan rendah sehingga diperoleh hasil sintesis. Uji kemurnian hasil sintesis dilakukan dengan KLT dan titik leleh. Hasil sintesis yang telah murni ditimbang serta diidentifikasi dengan spektrofotometer inframerah, spektrometer massa, dan spektrometer NMR.