STUDI FENOMENOLOGI GEGAR BUDAYA MAHASISWA ASAL SUMATERA DI UNTIRTA - FISIP Untirta Repository
STUDI FENOMENOLOGI GEGAR BUDAYA
MAHASISWA ASAL SUMATERA DI UNTIRTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat
Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh:
AYU SITI RACHMA
NIM. 6662111633
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
ABSTRAK
Ayu Siti Rachma. NIM. 6662111633. Skripsi. Studi Fenomenologi Gegar
Budaya Mahasiswa Asal Sumatera di UNTIRTA. Pembimbing I: Naniek
Afrilla Framanik, S.Sos.,M.Si dan Pembimbing II: Uliviana Restu H, S.Sos.,
M.IkomMelakukan perantauan bukanlah suatu hal yang mudah karena individu akan bertemu dengan lingkungan dan budaya baru yang berbeda. Hal ini dapat menyebabkan individu mengalami gegar budaya saat melakukan interaksi antarbudaya di perantauan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong mahasiswa asal Sumatera melakukan perantauan, bagaimana proses interaksi yang terjadi serta upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi gegar budaya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan paradigma konstruktivisme. Penelitian ini menggunakan metode snowball dan purposive sampling dalam mendapatkan informan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dengan 5
key informan yang merupakan mahasiswa asal Sumatera yang sedang menempuh
studi di Kampus Untirta dan 1 informan pendukung yaitu Guru Besar Bidang Ilmu Komunikasi Lintas Budaya pada FISIP Untirta dan juga observasi. Penelitian ini menggunakan analisis teori fenomenologi dari Alfred Schutz dan konsep culture
shock dari Kalvero Oberg. Hasil dari penelitian ini yaitu, faktor yang mendorong
mahasiswa melakukan perantauan adalah faktor pendidikan, budaya dan ekonomi.Dalam proses interaksi, mahasiswa asal Sumatera dituntut untuk menyesuaikan diri mulai dari budaya, bahasa, makanan, cuaca, dan kehidupan sosial. Perbedaan yang signifikan ini membuat mahasiswa asal Sumatera mengalami gegar budaya, namun untuk mengatasinya mereka mempunyai cara-cara tersendiri seperti bergabung dengan organisasi maupun komunitas di dalam dan di luar kampus untuk mengisi waktu luang dan berinteraksi dengan mahasiswa lain.
Kata Kunci: Komunikasi Antarbudaya, Gegar Budaya, Teori Fenomenologi.
ABSTRACT
Ayu Siti Rachma. NIM. 6662111633. The Phenomenological Study of Culture
Shock on Students from Sumatera in UNTIRTA. Lecturer I: Naniek Afrilla
Framanik, S.Sos., M.Si and Lecturer II: Uliviana Restu H, S.Sos., M.IkomLeaving home is not an easy thing to do because people will meet a new
environment and different culture. It can cause people to experience culture shock
when they do intercultural communication. The purpose of this research is to reveal
what factors that encourage Untirta’s students from Sumatera to leave their
hometowns, how the process of intercultural communication occur and how they
overcome the culture shock. This research uses a qualitative research method with
phenomenological approach and constructivism paradigm. This research uses
snowball and purposive sampling method in selecting the informants. The data
collection technique used in this research is interview involving 5 key informants,
Sumatera students who are studying in Untirta, and 1 additional informant who is
Professor of Cross-Cultural Communication Studies at FISIP Untirta and also
observation. The analysis of this research is conducted by applying the
phenomenology theory by Alfred Schutz and the concept of culture shock by Kalvero
Oberg. The results from this study reveal that there are 3 factors (education, culture
and economic) that push Untirta student from Sumatera to leave their hometowns.
In the process of communication, Untirta students from Sumatera are required to
adjust themselves to the new culture, language, food, weather, and social life. The
significant difference makes Untirta students from Sumatera experience culture
shock, nevertheless they have their own way to overcome the problem such as by
joining an organization and a comunity in or outside the college to spend their
spare times and to communicate with other students.Key words: Intercultural communication, culture shock, phenomenon theory.
“I swear by the time, most surely man is in loss, expect those who believe and do good, and enjoin on each other truth, and enjoin on each other patience”
- QS.103: Al-Asr
“You don’t need anybody to tell you
who you are or what you are.
You are what you are!”
- – John Lennon “Life isn’t how you survive the storm, but how you dance in the rain”
- – Unknown This skripsi is dedicated to my parents.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Dengan usaha diiringi doa, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan, walaupun selama menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini banyak sekali mendapatkan hambatan- hambatan, namun pada akhirnya hambatan tersebut dapat teratasi.
Skripsi yang berjudul
“Studi Fenomenologi Gegar Budaya Mahasiswa Asal Sumatera di UNTIRTA
” ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir dan syarat untuk memperoleh gelar strata (S1) Ilmu Komunikasi pada Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis menyadari jika penelitian maupun penulisan skripsi ini masih belum sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dan juga berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak serta dapat menjadi sumbangsih yang berguna bagi perkembangan ilmu komunikasi.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak selama proses yang cukup panjang, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd. selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si. selaku Ketua Prodi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Ibu Naniek Afrilla F, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I.
5. Ibu Uliviana Restu H, S.Sos., M.Ikom. selaku Dosen Pembimbing
II. Terima kasih atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
6. Bapak Prof. Dr. Ahmad Sihabudin,, M.Si. yang sudah memberikan waktu dan kesempatan untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta jajaran staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
8. Kedua orang tua peneliti, Mama dan Bapak yang yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun materil, doa, motivasi, kesabaran, nasehat serta kasih sayang yang luar biasa.
9. Saudara-saudaraku tersayang, Kakak Ria, Kakak Kiki, Abang Bangkit, Kakak Dewi, serta dua keponakan super, Dera dan Yumnaa yang selalu meramaikan suasana.
10. Alzasya Asdrie Rivaldie yang selalu mendukung dan sudah mau mendengarkan keluh kesah selama proses penyelesaian skripsi yang panjang ini.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan selama ini, Niken Lestari dan Dwi Afriani. Terima kasih sudah mau mendengarkan keluhan, memberikan dukungan serta tawa selama ini.
12. Teman-teman DIOLAS (Monic, Iqbal, Teguh, Dzikri, Fahmi, dll) yang merupakan teman seperjuangan dalam menempuh studi di Untirta ini dan seluruh teman-teman Ilmu Komunikasi 2011.
13. Teman-teman Science+ (Fitri, Fida, Dila, Kiki, Maya, Fulky, Dini) dan yang lainnya. Terima kasih atas tawa yang tiada ujung setiap kali bertemu. Semoga kita semua diberi kelancaran dalam memasuki tahap selanjutnya.
14. Teman-teman senasib dan seperjuangan semasa bimbingan (Lena, Isti, Ibos) dan lain-lain yang sudah saling memberikan semangat dan
15. Rekan-rekan di kotaserang.com yang sudah memberikan kesempatan, ilmu serta kebersamaan selama ini.
16. Teman-teman “Hello Entertainment” yang sudah memberikan penulis pengalaman dan ilmu yang begitu berharga serta keluarga baru yang menyenangkan.
17. Kelima informan dalam penelitian ini (Tami, Risda, Rienny, Aslam dan Ferdi). Terima kasih sudah mau meluangkan waktu dan bersedia untuk berkontribusi dalam penelitian ini.
18. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang penulis buat ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan menjadi masukan bagi perkembangan penelitian ilmu komunikasi di waktu mendatang.
Serang, Februari 2016 Ayu Siti Rachma
DAFTAR ISI
HalamanLEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
ABSTRACT ............................................................................................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I: PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
1.3 Identifikasi Masalah ........................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8
1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................................................. 8
1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................................... 8
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis .................................................................................................... 9
2.1.1 Komunikasi ......................................................................................... 9
2.1.2 Budaya... ........................................................................................... 11
2.1.3 Komunikasi Antarbudaya.................................................................. 13
2.1.4 Teori Fenomenologi .......................................................................... 15
2.3 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 32
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian .................................................................. 35
3.2 Paradigma Penelitian ....................................................................................... 37
3.3 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 38
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 39
3.4.1 Sumber Data... ................................................................................... 39
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 39
3.5 Informan Penelitian ......................................................................................... 41
3.5.1 Metode Pemilihan Informan... .......................................................... 41
3.5.2 Karakteristik Informan ...................................................................... 42
3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................................ 43
3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data .............................................................. 45
3.8 Jadwal Penelitian .............................................................................................. 46
BAB IV: HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................................... 47
4.2 Deskripsi Informan Penelitian ......................................................................... 49
4.3 Analisa Hasil Penelitian .................................................................................. 56
4.3.1 Faktor Pendorong Mahasiswa Sumatera Melakukan Perantauan ..... 59
4.3.2 Proses Interaksi Mahasiswa Asal Sumatera di Untirta ..................... 72
4.3.3 Upaya Mengatasi Gegar Budaya yang dilakukan Mahasiswa Asal Sumatera ............................................................................................ 96
BAB IV: PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 105
5.2 Saran ............................................................................................................... 106
Daftar Pustaka ................................................................................................... 107
Daftar Riwayat Hidup ....................................................................................... 147
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 32Tabel 3.8 Jadwal Penelitian.................................................................................... 46Tabel 4.1 Identitas Key Informan ........................................................................... 51
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Kurva-U Fase Culture Shock.............................................................. 29Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ................................................................... 31
DAFTAR LAMPIRAN
HalamanLampiran 1 Pedoman Wawancara ....................................................................... 110 Lampiran 2 Hasil Wawancara Key Informan 1 .................................................... 112 Lampiran 3 Hasil Wawancara Key Informan 2 .................................................... 117 Lampiran 4 Hasil Wawancara Key Informan 3 .................................................... 123 Lampiran 5 Hasil Wawancara Key Informan 4 .................................................... 128 Lampiran 6 Hasil Wawancara Key Informan 5 .................................................... 133 Lampiran 7 Hasil Wawancara Informan Pendukung ........................................... 139 Lampiran 8 Catatan Bimbingan Skripsi ............................................................... 143
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap individu berhak untuk mendapatkan pendidikan, namun karena kualitas pendidikan di Indonesia yang belum merata membuat sebagian masyarakat melakukan perantauan ke luar daerahnya untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang laik terutama pada tingkat perguruan tinggi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), orang yang belajar di perguruan tinggi disebut mahasiswa.
Melakukan perantauan bukanlah satu hal yang mudah, mahasiswa yang merantau ini harus rela meninggalkan rumah, keluarga, teman dan lingkungannya, kemudian mereka akan menemui masyarakat dengan latar belakang budaya yang berbeda jauh dari tempat asal. Perbedaan ini didasari oleh negara Indonesia yang merupakan republik kesatuan yang terdiri dari 34 provinsi dengan beragama suku dan budaya. Mulyana dan Rakhmat (2005) menyatakan bahwa salah satu kecemasan yang terbesar adalah mengenai bagaimana harus berkomunikasi. Sangat wajar ketika individu masuk dalam lingkungan budaya baru mengalami kesulitan bahkan tekanan mental karena telah terbiasa dengan hal-hal yang ada di
1 sekelilingnya. Situasi dan kondisi yang berbeda cukup jauh dari daerah asal mengakibatkan ketidaknyamanan baik psikis maupun fisik, hal inilah yang menyebabkan adanya gegar budaya atau culture shock. Mulyana dan Rakhmat (2005) mendefinisikan culture shock sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang yang familiar dalam hubungan sosial. Tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk itu meliputi seribu satu cara yang kita lakukan dalam mengendalikan diri kita sendiri dalam menghadapi situasi
2 sehari-hari.
Fenomena gegar budaya menjadi persoalan dasar bagi mahasiswa rantau karena seringkali fenomena inilah yang menjadi akar dari berbagai kesulitan penyesuaian diri, apalagi mahasiswa rantau tersebut berasal dari pulau yang berbeda dengan segala macam perbedaan mulai dari bahasa, budaya, cuaca dan sebagainya, seperti mahasiswa rantau asal Pulau Sumatera yang sedang menempuh pendidikan di Kampus Untirta - Banten.
biasa juga dikenal dengan sebutan pulau Andalas. Dalam Bahasa Sansekerta, pulau Sumatera disebut Suwarnadwipa yang berarti ‘Pulau Emas’. Memang tepat sekali penamaan ini sebab Pulau Sumatera sangat kaya akan hasil alam. Terletak di bagian barat gugusan Nusantara dengan posisi koordinat 0°00 LU 102°00 BT. Pulau seluas 470.000 km² ini merupakan pulau keenam
3 terbesar di dunia.
2 Ibid. Hal 174
Suku asli Pulau Sumatera adalah Melayu. Suku Melayu memiliki keunikan tersendiri dalam hal pernikahan, yaitu pengantin perempuan harus ‘dibeli’ oleh pengantin dan keluarga laki-laki. Besar nominalnya tergantung pada tingkat pendidikan, strata sosial dan latar belakang keluarga pihak perempuan. Sementara Suku Batak lebih dominan di Provinsi Sumatera Utara. Di sini, mayoritas suku Batak beragama Kristen. Suku Batak memiliki pakaian adat khas yaitu ‘kain Ulos’. Kain ini selalu digunakan masyarakat Suku Batak dalam upacara-upacara adat mereka. Bahkan, bagi Suku Batak sumber kehangatan bagi manusia yaitu matahari,
4 api, dan ulos.
Suku besar lainnya di Pulau Sumatera adalah Suku Minang, atau juga biasa disebut Suku Minang Kabau. Suku Minang mayoritas berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Ciri khas dari suku ini adalah penduduknya yang suka merantau, atau dengan kata lain berpindah ke suatu tempat di luar kampung halaman mereka. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya Suku Minang di berbagai tempat dan provinsi di Indonesia. Selain bertani, mayoritas mata pencaharian masyarakat Suku Minang adalah berdagang. Masakan Padang yang berasal dari suku Minang sangat terkenal di penjuru dunia. Namun, perpindahan dan migrasi penduduk mengakibatkan populasi pulau Sumatera kini menjadi multi etnik. Tidak hanya Suku Melayu, tetapi juga Suku Aceh, Suku Batak, Suku
5 Minangkabau, Suku Rejang, Suku Banjar, dan Tionghoa. Pulau Sumatera terdiri atas 11 provinsi, diantaranya adalah: Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan ibukota Banda Aceh, Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota Medan, Provinsi Sumatera Barat dengan ibukota Padang, Provinsi Riau dengan ibukota Pekanbaru, Provinsi Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung Pinang, Provinsi Jambi dengan ibukota Jambi, Provinsi Sumatera Selatan dengan ibukota Palembang, Provinsi Bangka Belitung dengan ibukota Pangkal Pinang, Provinsi Bengkulu dengan ibukota Bengkulu, dan Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung. Kota Medan di Sumatera Utara adalah kota terbesar di pulau Sumatera dengan luas
6 265,10 km².
Mayoritas penduduk beragama Islam. Bahkan, Nangroe Aceh Darussalam dinamai sebagai Serambi Mekkah, mengingat letaknya yang terdepan di pulau Sumatera dan tingginya tingkat ketaatan umat Islam di daerahnya. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, Hukum Islam pun turut digunakan sebagai sumber hukum Provinsi Aceh. Sementara untuk agama Kristen lebih dominan terdapat di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Umat Budha dan Hindu juga ada di pulau
7 Sumatera, meski jumlahnya jauh lebih sedikit.
Perbedaan latar belakang budaya yang cukup signifikan membuat mahasiswa rantau asal Sumatera merasa cemas dan membutuhkan penyesuain diri di lingkungan barunya yaitu Provinsi Banten. Penulis melakukan wawancara
8 6 bersama salah seorang mahasiswi bernama Tami . Tami menjelaskan bahwa ketika Ibid pertama kali tahu dirinya akan merantau ke Serang, ia merasakan kesenangan dan memiliki semangat yang tinggi untuk bertemu dengan hal-hal yang baru, namun ketika sudah pindah ke Serang, ia juga sempat merasakan kecemasan yang cukup tinggi saat melakukan komunikasi dengan mahasiswa lain yang bukan berasal dari Sumatera, salah satunya dipengaruhi oleh bahasa. Walaupun sama-sama menggunakan bahasa Indonesia, tetapi dialek yang digunakan sangat berbeda. Ini yang membuat Tami cukup berhati-hati ketika berkomunikasi bahkan sempat membuatnya enggan untuk berkomunikasi di dalam kelas sehingga ia menjadi lebih pendiam dibanding teman-temannya. Selain itu, adanya perbedaan kebudayaan dan kebiasaan dari tempat asalnya yaitu Sumatera, walaupun masih dalam satu negara yang sama. Makanan juga merupakan satu hal yang cukup berbeda dari daerah asal dimana Tami menganggap makanan di daerah Serang lebih berminyak dibandingkan di tempat asalnya yang lebih bersantan dan pedas. Butuh waktu sekitar 1 sampai 2 bulan untuk Tami membiasakan dirinya di lingkungan yang baru.
Menyesuaikan diri di lingkungan baru adalah salah satu hal yang mau tak mau harus kita lakukan demi kelangsungan hidup, jika kita tidak bisa melakukannya maka berkomunikasi akan menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin jika dalam berinteraksi kita tidak menciptakan simbol atau makna yang sama dengan lawan bicara, terutama jika kita memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Sihabudin (2013) menjelaskan bahwa budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan dari
9 generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok.
Budaya yang kita kenal sejak dalam kandungan hingga kehidupan kita kedepannya bahkan sampai mati akan terus mempengaruhi kita. Sihabudin (2013) mengatakan bahwa budaya dipelajari tidak diwariskan secara genetis, budaya juga berubah ketika orang-orang berhubungan antara yang satu dengan lainnya. Artinya budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Sebenarnya, seluruh perbendaharan perilaku kita sangat tergantung pada budaya kita dibesarkan. Bila budaya beraneka
10 ragam, maka beragam pula praktik-praktik komunikasi.
Manusia merupakan makhluk sosial yang bergantung satu sama lain, manusia tidak dapat hidup sendirian. Hal ini dipertegas oleh Porter & Samovar dalam (Sihabudin, 2013: 14), bahwa hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang lainnya dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia
11 yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Atas dasar itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang
“Studi Fenomenologi Gegar Budaya Mahasiswa Asal Sumatera di Untirta ” karena saat ini tidak hanya mahasiswa asal Provinsi Banten saja yang
menempuh pendidikan di Untirta, melainkan mahasiswa di luar Banten bahkan di luar Pulau Jawa. Salah satunya adalah mahasiswa Sumatera yang memiliki latar
9 Ahmad Sihabudin. 2011. Komunikasi Antarbudaya Satu Perspektif Multidimensi. Jakarta:
belakang kebudayaan yang cukup jauh berbeda dengan Provinsi Banten, khususnya Kota Serang dan Cilegon.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan sebagai berikut:
“Bagaimana Fenomena Gegar Budaya Mahasiswa Asal Sumatera di Untirta?”
1.3 IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi masalah penelitian ini adalah: 1. Faktor apa saja yang mendorong mahasiswa asal Sumatera untuk merantau dan menempuh studi di Untirta?
2. Bagaimana proses interaksi yang dialami oleh mahasiswa asal Sumatera ketika melakukan perantauan atau menempuh studi di Untirta?
3. Upaya apa saja yang dilakukan mahasiswa rantau asal Sumatera di Untirta untuk mengatasi gegar budaya?
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui faktor apa saja yang mendorong mahasiswa asal Sumatera untuk merantau dan menempuh studi di Untirta.
2. Mengetahui bagaimana proses interaksi yang dialami oleh mahasiswa asal Sumatera ketika melakukan perantauan atau menempuh studi di Untirta.
3. Mengetahui upaya apa saja yang dilakukan mahasiswa rantau asal Sumatera di Untirta untuk mengatasi gegar budaya.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1.5.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan ataupun deskripsi mengenai faktor-faktor apa saja yang mendorong mahasiswa asal Sumatera melakukan perantauan dan menempuh studi di Kampus Untirta Serang. Serta memberikan deskripsi bagaimana proses interaksi yang terjadi di tengah kebudayaan yang berbeda dan upaya-upaya apa saja yang dilakukan mahasiswa untuk mengatasi gegar budaya.
1.5.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangsih dari penulis sekaligus menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian mahasiswa khususnya Ilmu Komunikasi di masa yang akan datang mengenai faktor seseorang melakukan perantauan, fenomena gegar budaya, proses interaksi, serta upaya-upaya untuk mengatasinya. Penelitian ini juga diharapkan dapat lebih memantapkan penguasaan fungsi keilmuan yang dipelajari selama mengikuti program perkuliahan, serta membandingkan antara teori yang didapat dengan kenyataan di lapangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Komunikasi
Sebagai makhluk sosial, komunikasi merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Mulyana (2004: 41) menjelaskan bahwa kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin
communis yang berarti sama, communico, communication, atau communicare yang berarti membagi atau membuat sama. Istilah communis
seringkali disebut sebagai asal kata dari komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa pikiran, suatu makna, atau pesan dianut secara bersama, sehingga menimbulkan
1 saling pengertian, saling memahami, atau saling percaya.
Komunikasi pada dasarnya adalah suatu proses yang dinamis yang secara sinambung mengubah pihak-pihak yang berkomunikasi. Para pakar mendefinisikan komunikasi sebagai proses karena komunikasi merupakan kegiatan yang ditandai dengan tindakan, perubahan, pertukaran, dan
2
perpindahan. Dalam penelitian ini, proses komunikasi lah yang akan menentukan bagaimanakah mahasiswa rantau asal Sumatera dapat menghadapi gegar budaya selama menempuh kuliah di Kampus UNTIRTA.
Effendy (2004:7) mengatakan bahwa yang terpenting di dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan.
3 Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yakni:
(a) Dampak kognitif adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkatkan intelektualitasnya.
Tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran dari komunikan. (b) Dampak afektif lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya; menimbulkan perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya. (c) Dampak behavioral yakni dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan dan kegiatan. Dampak-dampak dalam komunikasi dapat kita lihat dalam penelitian ini ketika mahasiswa asal Sumatera berkomunikasi dengan mahasiswa non Sumatera yang memiliki perbedaan dalam bahasa dan budaya karena akan ada banyak hal yang akan diketahui, mengubah pemikiran atau bahkan perilaku masing-masing.
Hafied (2008:21) mengatakan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya,
4 sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasinya.
Oleh karena itu komunikasi yang terjadi antara mahasiswa asal Sumatera dan non Sumatera tidak terbatas pada bahasa verbal saja namun juga non verbal.
2.1.2 Budaya
Porter & Samovar dalam (Sihabudin, 2013: 19) menjelaskan bahwa budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekomnomi, politik dan teknologi, semua
5
itu berdasarkan pola-pola budaya. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat memiliki cara-caranya masing-masing dalam hal apapun. Apa yang mereka lakukan, bagaimana mereka bertindak, merupakan respons terhadap fungsi-fungsi budayanya.
Sihabudin dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Antarbudaya (2013) menjelaskan bahwa budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan
6
dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok. Budaya-
4 Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008. Hal 21
budaya inilah yang membentuk sebuah bahasa, perilaku, gaya berkomunikasi dan sebagainya.
Budaya berkesinambungan dan hadir di mana-mana, budaya juga berkenaan dengan bentuk fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Budaya kita, secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati dan bahkan setelah mati, kita dikuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita. Budaya dipelajari tidak diwariskan secara genetis, budaya juga berubah ketika orang-orang
7
berhubungan antara yang satu dengan lainnya. Dalam penelitian ini, mahasiswa rantau berasal dari satu pulau yang sama yaitu Sumatera namun berbeda daerah sehingga memiliki ciri khas budaya masing-masing. Ketika mahasiswa Sumatera merantau ke Pulau Jawa tentu saja perbedaan budaya makin terlihat signifikan.
Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan, oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sebenarnya, seluruh perbendaharan perilaku kita sangat tergantung pada budaya kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila
8 budaya beraneka ragam, maka beragam pula praktik-praktik komunikasi. Perbedaan budaya di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa inilah yang membuat mahasiswa rantau asal Sumatera melakukan komunikasi dengan mahasiswa non Sumatera menggunakan cara yang berbeda daripada ketika mereka berkomunikasi dengan mahasiswa asal Sumatera.
2.1.3 Komunikasi Antarbudaya
William dalam Liliweri (2011:8) menjelaskan bahwa pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya tak dapat dielakkan dari pengertian kebudayaan (budaya). Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan
9
pada efek kebudayaan terhadap komunikasi. Menurut Liliweri, definisi yang paling sederhana dari komunikasi antarbudaya adalah menambah kata budaya ke dalam pernyataan “komunikasi antara dua orang atau lebih yang
10 Komunikasi antarbudaya dapat berbeda latar belakang kebudayaan”.
didefinisikan lebih sederhana lagi yaitu komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.
Samovar dan Porter dalam (Liliweri) juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser pesan dan penerima
11
pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. Seperti dalam penelitian ini ketika mahasiswa Sumatera berinteraksi dengan mahasiswa
9 Dr. Alo Liliweri, M.S. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: PUSTAKA
non Sumatera maka hal ini termasuk ke dalama komunikasi antarbudaya karena adanya latar belakang budaya yang berbeda.
Menurut Liliweri (2011:12), banyaknya pengertian komunikasi antarbudaya membenarkan sebuah hipotesis proses komunikasi antarbudaya, bahwa semakin besar derajat perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat kepastian sebuah komunikasi yang efektif. Jadi harus ada jaminan
12
terhadap akurasi interpretasi pesan-pesan maupun non verbal. Hal ini disebabkan karena ketika kita berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka kita memiliki pula perbedaan dalam sejumlah hal, misalnya derajat pengetahuan, derajat kesulitan dalam peramalan, derajat ambiguitas, kebingungan, suasana misterius yang tak dapat dijelaskan, tidak bermanfaat, bahkan nampak tidak bersahabat.
Dengan demikian manakala suatu masyarakat berada pada kondisi kebudayaan yang beragam maka komunikasi antarpribadi dapat menyentuh nuansa-nuansa komunikasi antarbudaya. Di sini kebudayaan yang menjadi latarbelakang kehidupan, akan mempengaruhi perilaku komunikasi manusia. Oleh karena itu di saat kita berkomunikasi antarpribadi dengan seseorang dalam masyarakat yang makin majemuk, maka dia merupakan orang yang pertama dipengaruhi oleh kebudayaan kita. Dalam penelitian ini, proses komunikasi lah yang akan menentukan bagaimana mahasiswa asal Sumatera berperilaku di perantauan.
2.1.4 Teori Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’ dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah ini diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Istilah fenomenologi apabila dilihat lebih lanjut berasal dari dua kata yakni; phenomenon yang berarti realitas yang tampak, dan logos yang berarti ilmu. Maka fenomenologi dapat diartikan sebagai ilmu yang berorientasi unutk mendapatan penjelasan dari realitas yang tampak. Lebih lanjut, Kuswarno (2009:2) menyebutkan bahwa Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubjektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh
13
hubungan kita dengan orang lain). Penelitian ini akan mencari tahu bagaimana fenomena gegar budaya yang terjadi ketika mahasiswa Sumatera berinteraksi dengan mahasiswa non Sumatera, apakah akan terjadi pertukaran makna atau malah sebaliknya.
Kuswarno (2009:2) menjelaskan bahwa pemikiran Weber tentang tindakan sosial menarik perhatian Alfred Schutz, sosiolog yang lahir di Vienna tahun 1899, terutama ketika melahirkan pemikiran tentang dasar metodologis dalam ilmu sosial. Fondasi metodologis di dalam ilmu sosial berdasarkan pemikiran Schutz dikenal dengan studi tentang fenomenologis, yang sebenarnya tiada lain merupakan kritikan Schutz tentang pemikiran- pemikiran Weber, selain Husserl tentang sosiologi. Schutz setuju dengan pemikiran Weber tentang pengalaman dan perilaku manusia dalam dunia sosial keseharian sebagai realitas yang bermakna secara sosial. Schutz menyebut manusia yang berperilaku tersebut sebagai “aktor”. Ketika seseorang melihat atau mendengar apa yang dikatakan atau diperbuat aktor, dia akan memahami makna dari tindakan tersebut. Dalam dunia sosial hal
14 demikian disebut sebagai sebuah “realitas interpretif”.
Craib dalam (Basrowi dan Sudikin, 2002: 39) mengatakan bahwa Alfred Schutz merupakan ahli teori femenologi yang paling menonjol, menurutnya tugas fenomenologi menghubungkan antara pengetahuan ilmiah dengan pengalaman sehari-hari dan dari kegiatan dimana pengalaman dan pengetahuan berakar. Meyakini bahwa dunia yang dialami atas sebuah kesadaran manusia secara implisit, termasuk terhadap dunia eksternal, dapat dimengerti karena kesadaran kita dan sepanjang memiliki makna. Jadi fenomenologi mengidentifikasi masalah dari dunia pengalaman indrawi yang bermakna kepada dunia yang penuh dengan objek-objek yang bermakna, suatu hal yang semula terjadi dalam kesadaran individu secara terpisah dan kemudian secara kolektif di dalam interaksi antara kesadaran-
15 kesadaran.
Alfred Schutz merupakan orang pertama yang mencoba menjelaskan bagaimana fenomenologi dapat diterapkan untuk mengembangkan wawasan ke dalam dunia sosial. Ritzer & Goodman (2007:94) mengatakan bahwa Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang lain, akan tetapi ia hidup dalam aliran kesadaran diri sendiri. Perspektif yang digunakan oleh schutz untuk memahami kesadaran itu dengan konsep intersubjektif, yang dimaksud dengan dunia intersubjektif ini adalah kehidupan-dunia atau dunia
16 kehidupan sehari-hari.
Sendjaja (1994:375) mengatakan bahwa karya Schutz sangat penting bagi teori komunikasi karena menempatkan komunikasi sebagai faktor penting bagi realitas yang dialami seseorang. Realitas bagi kita tergantung pada apa yang kita pelajari dari orang lain dalam komunitas sosial budaya kita yang terbentuk suatu situasi historis. Seseorang dalam berbagi waktu dan tempat mengalami realitas yang berbeda.
Bagi Schutz pengetahuan sosial mengandung formula yang merupakan cara-cara yang sudah dikenal untuk melakukan sesuatu.
Memungkinkan seseorang untuk mengelompokan sesuatu menurut logika yang sama-sama dipahami dalam menyelesaikan masalah, melakukan peranan, berkomunikasi dan untuk menyesuaikan perilaku dalam perilaku yang berbeda. Sebagai fenomenologi sosial, filsafat Schutz memberikan dukungan bagi aliran pemikiran konstruksi sosial yang mengarahkan pengamatan pada makna-makna yang dibawa oleh orang yang berbeda dalam suatu komunikasi.
Schutz tidak menjelaskan adanya suatu kesamaan dalam semua kehidupan manusia yang melewati umur penciptanya. Dalam setiap situasi fenomenologis yakni konteks, ruang, waktu dan historis yang secara unik menempatkan individu memiliki dan menerapkan persediaan pengetahuan yang terdiri dari semua fakta, kepercayaan, keinginan, prasangka dan aturan, yang kita pelajari dari pengalaman pribadi dan pengetahuan siap pakai yang tersedia bagi kita di dunia yempat kita lahir dan eksis. Sehingga konsep intersubjektifitas dalam fenomenologi Schutz merupakan konsep yang memungkinkan kita melakukan interaksi dalam komunikasi. Dengan bekal karakteristik persediaan pengetahuan yang dimiliki, maka dapat saling berbagi perspektif dengan orang lain, dapat melakukan berbagai macam hubungan dengan orang lain.
Pandangan Schutz, kategori pengetahuan, derajat pertama bersifat pribadi dan unik bagi setiap individu dalam interaksi tatap muka dengan orang lain. Kemudian berbagai pengkhasan yang telah terbentuk dan dianut semua anggota suatu budaya, terdiri dari mitos, pengetahuan, budaya dan akal sehat. Maka tujuan utama analisis fenomenologis adalah mengkonstruksi dunia kehidupan manusia “sebenarnya” dalam bentuk yang mereka alami sendiri. Realitas dunia tersebut bersifat intersubjektif, dalam arti bahwa anggota masyarakat berbagai persepsi dasar mengenai dunia yang mereka internalisasikan melalui sosialisasi dan memungkinkan melakukan interaksi.
Derajat kedua bagi Schutz, yaitu mengkonseptualisasikan pengamatan yang berhasil diamati oleh panca indera atas sebuah realitas yang ada, kemudian dikonfirmasikan realitas pengamatan tersebut kepada pelaku dalam realitas tersebut. Schutz menyetujui pemikiran Weber tentang penggalan dari perilaku manusia dalam dunia sosial keseharian sebagai realitas yang bermakna secara social.
Cuff dan Payne dalam (Kuswarno, 2004:47) menjelaskan bahwa Schutz menyebutkan manusia yang berperilaku sebagai “aktor”. Ketika seseorang melihat perbuatan aktor atau mendengar apa yang dikatakan, ia akan memahami makna dari tindakan tersebut. Dalam dunia sosial hal
17 Maka (Mulyana, demikian disebut sebagai sebuah “realitas interpretif”.
2002: 62) menjelaskan bahwa penelitian sosial adalah usaha untuk mengembangkan model-model sistem konsep dan relevansi subjek untuk penelitian oleh karena hal-hal tersebut dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Kaum fenomenologis menolak prediksi sebagai tujuan ilmu sosial, eksplanasi tidak identik dengan prediksi. Karena prediksi dapat menjadi tujuan hanya bagi fenomena yang memungkinkan penjelasan kausalitas. Sehingga dengan kata lain fenomenologi adalah mengkonstruksi dunia kehidupan manusia “sebenarnya” dalam bentuk yang mereka alami
18 sendiri.
Kemudian menurut Schutz, bahwa orang-orang begitu saja menerima dunia keseharian itu eksis dan orang lain berbagi pemahaman atas ciri- ciri penting dunia ini. Selain makna “intersubjektif”, dunia sosial menurut Schutz harus dilihat secara historis. Karenanya Schutz menyimpulkan bahwa tindakan sosial adalah tindakan yang berorientasi pada perilaku orang atau orang lain pada masa lalu baik sekarang ataupun akan datang.