BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Kohesi dan Koherensi Paragraf Pada - DWI KURNIASIH BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Kohesi dan Koherensi Paragraf Pada Karangan Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Karangsalam Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara, Tahun Pelajaran 2003-2004 karya Marsinah dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2004 . Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur kohesi dan koherensi

  yang terdapat pada karangan siswa. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa 87,57% dari seluruh paragraf karangan siswa kelas VI SDN 3 Karangsalam yang diteliti memiliki hubungan yang kohesif. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan, meliputi; referensi, subsitusi, elipsis, dan konjung.0si. Penanda kohesi leksikal ditandai dengan repetisi, sinonim, antonim, hiponim, dan ekuivalensi. Penanda koherensi yang ditemukan meliputi, kausalitas, kontras, aditif, rincian, temporal, perian, posesif dan kronologis.

2. Penelitian dengan judul Kajian Morfologik Nomina Dalam Novel “Sampai

  Maut Memisahkan Kita” Karya Mira W. Penelitian ini cara pengambilan datanya dari novel “Sampai Maut Memisahkan Kita” karya Mira W.

  Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif. Data penelitian ini diambil dari novel Nomina tersebut

“Sampai Maut Memisahka Kita” Karya Mira W.

dianalisis dengan kajian morfologik. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa 100% pada nomina atau kata benda yang dikelompokkan sesuai dengan jenisnya masing- masing. Jenis nomina tersebut diantaranya yaitu nomina bernyawa (45), nomina tak bernyawa (16), nomina tak terbilang (1), nomina konkret (4), nomina abstrak (18), nomina reduplikasi (2), dan nomina kolektif (25).

  9

B. Kajian Teori

1. Kelas kata

  a. Pengertian Kelas Kata

  Hadiwidjoyo (1999:56) kelas kata adalah jenis atau golongan kata. Mengenai jenis kata memang dapat sangat memudahkan orang memilih kata yang akan digunakan dalam pengungkapan. Usaha menggolong-golongkan kata dalam bahasa indonesia bukanlah hal yang baru. Setiap pakar bahasa atau para ahli bahasa mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengani jenis kata yang dikelompokan dalam bahasa Indonesia. Sakri (dalam Hadiwidjoyo, 1999:57-58) membedakan delapan golongan kata, terbagi dalam dua gugus, yaitu gugus kata perkara (kata benda, kata cacah, kata kerja, dan kata sifat) dan kata sarana (kata depan, kata tokok, kata hubung, dan kata piah).

  b. Kriteria Penggolongan/ Kelas Kata Nomina

  Kelas kata dibagi menjadi empat, yaitu kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata tugas. Dari keempat jenis penggolongan kata tersebut, yang dibahas dalam penelitian adalah kata Benda atau Nomina. Muslich (2008:110), nomina adalah kata dari semua benda dan segala sesuatu yang dibendakan. Misalnya: tuhan, angin, meja, dan lain-lain. Disisi lain Alwi, dkk. (2003:213) dari segi semantis

  rumah, batu, mesin

  nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, meja, kucing, dan kebangsaan adalah nomina. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada nama benda atau yang dibendakan. Misalnya: meja, batu, mesin, dan sebagainya. Sedangkan contoh yang dibendakan yaitu pekerjaan,

  kucing

  

kebangsaan, pemikiran dan kerakyatan. Keraf (1980:65) kata ganti menurut sifat dan

  fungsinya debedakan atas:

  1) Kata Ganti Orang atau Pronomina Personalia

  Pronomina adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang dibendakan. Bila diperhatikan dengan cermat ata benda yang terdapat dalam kalimat- kalimat biasanya digunakan untuk menggantikan kata ganti orang yang asli, selalu atau biasanya menggantikan kedudukan orang I dan orang II. Jarang terjadi pada orang III. Mudah dipahami, mengingat dalam hubungan percakapan atau percakapan sehari-hari. Orang pertama selalu berusaha untuk menghilangkan kehadiran orang II, terutama bila orang II itu kedudukannya lebih tinggi dari orang I. Pronomina berfungsi sebagai nominal yang menggantikan benda-benda atau orang. Djajasudarma (1993:36) pronomina dalam bahasa indonesia dibedakan menjadi:

  a) Pronomina persona I : tunggal : aku, saya; jamak : kami (ekslusif), kita (inklusif) b) Pronomina persona II : tunggal : engkau, kamu jamak : kamu sekalian, kalian c) Pronominal persona III : tunggal : ia, dia jamak : mereka

  2) Kata Ganti Empunya atau Pronomina Possessiva

  Kata ganti empunya adalah segala kata yang menggantikan kata ganti orang dalam kedudukan sebagai pemiliki: -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka (Keraf, 1980:67). Sebanarnya pembagian ini dalam bahasa Indonesia tidak perlu, sebab yang disebut kata ganti empunya itu sama saja dengan kata ganti orang dalam fungsinya sebagai pemilik. Dalam fungsinya sebagai pemilik ini, kata-kata ini mengambil bentuk-bentuk ringkas dan dirangkaikan saja di belakang kata-kata yang diterangkannya. Bentuk-bentuk ringkas ini yang diletakkan di belakang sebuah kata disebut bentuk enklitis. Bentuk enklitis ini dipakai juga untuk menunjukan fungsi kata ganti orang, bila kata agnti orang itu menduduki jabatan obyek atau mengikuti suatu kata depan. Contoh:

  Bajuku = baju aku Bajumu = baju kamu Bajunya = baju n + ia dan lain lain

  3) Kata Ganti Penunjuk atau Pronomina Demonstrativa

  Kata ganti penunjuk adalah kata-kata yang menunjuk dimana terdapat sesuatu benda (Keraf, 1980:68). Dalam Kata yang digunakan untuk penunjukan yaitu sana, Kata sana, sini dan situ sini, situ, di sana, di situ, di sini, ke sana, ke sini, ke situ. termasuk golongan kata ganti tempat yang jauh dari pembicara dan lawan bicara. Kata

  

sini menggantikan tempat yang dekat dengan pembicara, dan kata situ menggantikan

  tempat yang dekat dengan lawan bicara. Di samping itu, juga menggantikan tempat yang tidak begitu jauh dari pembicara dan lawan bicara (Ramlan, 1993:22).

  4) Kata Ganti Penghubung atau Pronomina Relativa

  Djajasudarma (1993:38) menyatakan pronomina relatif adalah kata agnti yang menghubungkan unsur nomina (pronomina), di dalam bahasa Indonesia. Kata ganti penghubung ialah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda yang terdapat dalam induk kalimat (Keraf, 1980:68). Kata ganti penghubung dalam bahasa Indonesia yang umum diterima adalah yang. Dalam bahasa Indonesia kata mula-mula tidak mempunyai fungsi relatif sebagai dirasakan sekarang. Dahulu

  yang yang hanya berfungsi sebagai penentu atau penunjuk. Lambat-laun fungsi itu sudah tidak dirasakan lagi. Walaupun demikian masih dalam pemakaian sehari-hari Contoh:

  Yang buta dipimpin Yang lumpuh diusung

  Ia berkata kepada sekalian yang hadir Yang besar harus memberi contoh kepada yang kecil

  Kata yang sebenarnya terjadi dari kata: ia (sebagai penunjuk) dan ng sebagai penentu. Ia sebenarnya adalah kata ganti orang III tunggal yang juga dipergunakan sebagai penunjuk. Dengan demikian fungsi yang sejak dari awal perkembangannya hingga sekarang dapat diurutkan menjadi tiga. Ketiga tersebut yaitu (i) sebagai penunjuk, (ii) sebagai penentu (penekan) dan, (iii) sebagai penghubung dan pengganti. Selain kata penghubung yang, terdapat lagi satu kata ganti penghubung yang lain, yang menggantikan suatu keterangan atau tempat ialah tempat (Keraf, 1980:69).

  Contoh: Rumah tempat kami tinggal Lemari tempat saya menyimpan buku Sumur tempat saya meninba air

5) Kata Ganti Penanya atau Pronomina Interrogativa

  Kata ganti penanya adalah kata yang menanyakan tentang benda, orang atau sesuatu keadaan (Keraf, 1980:70). Kata ganti penanya digunakan untuk menanyakan sesuatu hal yang dianggap penting. Fungsi dari kata ganti penanya ini untuk memperoleh informasi dari mitra tutur. Kata ganti penanya ini digunakan sesuai dengan kebutuhan untuk hal yang dipertanyakan. Djajasudarma (1993:37) kata ganti penanya dalam bahasa Indonesia ialah a) Siapa : untuk menanyakan orang atau jabatan, asal (keterangan tentang orang) b) Apa : menanyakan benda, persitiwa, profesi

  c) Mana : untuk menanyakan lokasi, biasanya bergabung dengan preposisi: dimana, ke mana, dari mana.

  Kata ganti penanya digunakan untuk bertanya atau menanyakan orang, benda, sifat, keadaan, waktu atau tempat. Selain digunakan sebagai kata ganti penanya. Kata ganti penanya juga dapat dipakai lagi dengan bermacam-macam penggabungan dengan kata depan (Keraf, 1980:70) antara lain sebagai berikut: mengapa, berapa,

  . Kata depan

  buat apa, dengan siapa, untuk siapa, kepada siapa, dari mana, ke mana

  merupakan kata yang menghubungkan kata benda dengan bagian kalimat. Selain itu dari kata-kata tersebut ada pula kata ganti penanya yang lain yang bukan menanyakan orang atau benda tetapi menanyakan keadaan, perintah dan sebagainya: mengapa, (pengaruh bahasa jawa) dan betapa.

  berapa, bagaimana, bilamana, kenapa

6) Kata Ganti Tak Tentu atau Pronomina Indeterminativa

  Keraf (1980:70) Kata ganti tak tentu adalah kata-kata yang menggantikan atau menunjukan benda atau orang dalam keadaan yang tidak tentu atau umum. Kata ganti tak tentu ini digunakan untuk menunjukan keadaan. Fungsi kata ganti tak tentu ini untuk memperoleh informasi dengan keadaan yang sebenarnya. Kata ganti ini sering digunakan dalam setiap paragraf untuk menanyakan atau menunjukan suatu keadaan. Keadaan tersebut didapatkan dari perorangan atau lebih.

  Masing-masing siapa-siapa seseorang para Setiap orang barang sesuatu barang siapa

  Kata barang dalam bahasa Melayu lama masih mempunyai peranan yang cukup penting; dalam bahasa Indonesia tidak terlalu produktif lagi; Barang siapa melanggar peraturan itu harus ditindak dengan tegas. Barang siapa yang dikerjakannya pasti berhasil. Berilah aku barang sedikit.

c. Penggolongan Nomina: Orang, Buah, Ekor

  Alwi, dkk (2003:282-283) bahasa Indonesia memiliki sekelompok kata yang membagi-bagi nomina maujud dalam kategori tertentu. Mausia, misalnya disertai oleh penggolongan orang, binatang oleh penggolongan ekor, dan surat oleh penggolongan

  . Penggolong seperti itu semata-mata didasarkan pada konvensi masyarakat

  pucuk

  yang memakai bahasa itu. Manusia dan Binatang memiliki kedudukan khusus dengan adanya pengolongan orang dan ekor. Berikut ini adalah beberapa kata penggolong dalam bahasa Indonesia. untuk manusia

  Orang

  untuk binatang

  Ekor

  untuk buah-buahan atau hal lain yang ada diluar golongan manusia dan

  Buah

  binatang untuk pohon, rokok, atau barang lain yang berbentuk bulat panjang

  Batang Bentuk untuk cincin, gelang, atau barang lain yang dapat dibengkokkan atau

  dilenturkan

  Bidang untuk tanah, sawah, atau barang lain yang luas dan datar

  untuk mata, telinga, atau benda lain yang berpasangan

  Belah

  untuk kertas, rambut, kain, atau benda lain yang tipis dan halus

  helai

  untuk pisau, pedang, atau benda lain yang tajam

  Bilah

  untuk benang, tali, atau benda lain yang kecil dan panjang

  Utas

  untuk baju, celana, atau bagian/potongan suatu barang

  Potong

  untuk Bunga, pena, atau benda lain yang bertangkai

  Tangkai Butir untuk kelereng, telur, atau benda lain yang bulat dan kecil Pucuk untuk surat atau senapan Carik untuk kertas

  untuk padi, bambu, atau tumbuhan lain yang berkelompok

  Rumpun

  untuk uang logam

  Keping

  untuk mata, jagung, kelereng, padi

  Biji

  untuk bunga

  Kuntum

  untuk kata

  Patah

  untuk senapan

  Laras Kerat untuk roti, daging

d. Subkategorisasi Nomina

  Selain digunakan sebagai kata ganti. Nomina dalam jenisnya dibagi menjadi tiga. Ketiga jenis nomina tersebut dikelompokan sesuai dengan jenisnya masing- masing. Kridalaksana (1994:69-70) subkategorisasi nomina dilakukan dengan membedakan tiga macam. Pertama, nomina bernyawa dan tak bernyawa. Kedua, nomina terbilang dan tak terbilang. Ketiga, nomina kolektif dan bukan kolektif. Dibawah ini penjelasan mengenai ketiga subkategorisasi nomina tersebut.

  1) Nomina bernyawa dan tak bernyawa

  Nomina bernyawa adalah nomina yang menyatakan nama diri. Misalnya

  

Martha, Savitri, Hermin, Sis, dan sebagainya; nomina untuk kekerabatan, misalnya

  nomina yang menyatakan orang atau yang

  nenek, kakek, ibu, bapak, adik;

  diperlalukan seperti orang, misalnya tuan, nyonya, nona. Nomina tak bernyawa adalah nomina nomina yang tidak menyatakan nama diri. Misalnya nama lembaga seperti: . Nama yang menyatakan bahasa seperti: Bahasa Indonesia, Bahasa

  DPR, MPR, UUD

Sunda, dan Bahasa Jawa . Menyatakan waktu seperti: Senin, Selasa, Januari, Oktober,

  . Nama konsep geografis (termasuk tempat),

  1983, pukul 8, sekarang, dulu, besok, kini seperti: Bali, Jawa, utara, selatan, hilir, mudik, hulu.

  2) Nomina terbilang dan tak terbilang

  Nomina terbilang ialah nomina yang dapat dihitung seperti kantor, kampung, . (catatan: cairan dna biji-

  kandang, buku, wakil, sepeda, meja, kursi, pensil, orang bijian, dan tepung-tepungan harus dihitung dengan mempergunakan takaran).

  Sedangkan nomina tak terbilang ialah nomina yang tidak dapat didampingi oleh numeralia seperti udara, kebersihan, kesucian, kemanusiaan. Nomina terbilang jika terdapat dalam kalimat akan dengan mudah dipahami. Nomina tak terbilang jika dalam kalimat penggunaanya tidak dapat terlihat, tapi itu merupakan nomina.

3) Nomina kolektif dan bukan kolektif

  Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubsitusikan dengan mereka atau dapat diperinci atas anggota atau atas bagian-bagian. Nomina kolektif dibagi menjadi dua yaitu nomina dasar dan nomina turunan. Nomina kolektif terdiri atas nomina dasar seperti: tentara, puak, keluarga, dan nomina turunan seperti: wangi-wangian,

  . Nomina yang tidak dapat diperinci atas bagian-bagiannya

  tepung-tepungan, minuman termasuk nomina bukan kolektif. Di bawah ini adalah contoh nomina kolektif.

  Asinan cairan hadirin keluarga Aubade catatan Jemaah kepulauan Senada dengan pendapat Kridalaksana, Chaer (2011:87-88) berpendapat ada tiga macam kata benda. Tiga kata benda tersebut yaitu kata benda yang jumlahnya dapat dihitung, kata benda yang jumlahnya tak terhitung, dan kata benda yang menyatakan nama khas. Dalam Chaer (2011:87-88) nomina terhitung dan tidak terhitung dipisah dalam pembagiannya. Disisi lain Kridalaksana (1994:70) menyebutkan nomina terbilang dan tidak terbilang menjadi satu aspek. Dalam Kridalaksana nomina kolektif dan bukan kolektif termasuk dalam kategorisasi nomina terbilang dan tidak terbilang. Nomina yang menyatakan nama khas (Chaer, 2011:88) termasuk dalam nomina bernyawa. Dari kedua pendapat tersebut maka ada dua subkategori kata benda benda bernyawa dan tak bernyawa serta kata benda terbilang dan tak terbilang. Dalam dua macam subkategorisasi nomina tersebut ditempatkan sesuai dengan jenisnnya masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mempermudah mengenai pembagian jenis nomina.

e. Aturan Penggunaan Kata Benda (Nomina)

  Secara umum kata benda dapat digunakan sebagai subjek, objek atau keterangan di dalam kalimat. Tetapi secara khusus penggunaannya tergantung dari jenis kata kerja atau kata sifat yang menjadi predikat di dalam kalimat itu (Chaer, 2011:88-90). Nomina tersebut digunakan sesuai dengan tataran kalimat-kalimatnya.

  Nomina yang digunakan dalam setiap kalimat menduduki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi tersebut bisa berupa fungsi subjek maupun objek. Di bawah ini adalah aturan penggunaan kata benda (nomina).

  1) kata benda orang dapat digunakan: (a) sebagai pelaku perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Ayah membaca Koran.

  • Penyakitnya sudah diperiksa dokter. (b) sebagai sasaran perbuatan, baik dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Hasan dimarahi buguru karena sering terlambat.

  • Polisi telah menangkap pencuri itu. (c) sebagai penyerta atau yang berkepentingan dari suatu perbuatan dalam fungsi subjek atau objek. Contoh: - Adik dibelikan ayah sepasang sepatu baru.
  • Pak Hamid membacakan murid-murid cerita baru.

  2) Kata benda yang menyatakan „hewan‟ dapat digunakan: (a) sebagai pelaku perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Anjing itu menggonggong saya.

  • Tanaman kami habis dimakan keong. (b) sebagai sasaran perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Jangan kau pukuli saja kuda itu.

  • Koala, beruang Australia, kini dijaga kelestariannya.

  3) kata benda yang menyakan „tumbuhan‟ digunakan sebagai sasaran perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Ibu membeli pepaya.

  • Kangkung ditanam orang dirawa-rawa

  4) kata benda yang menyatakan „alat atau perkakas‟ dapat digunakan: (a) sebagai alat perbuatan dalam fungsi keterangan.

  Contoh: - Adik menulis dengan pensil.

  • Dengan pisau dikupasnya manga itu. (b) sebagai „tempat terjadinya perbuatan‟ dalam fungsi keterangan.

  Contoh: - Kami duduk di kursi.

  • Buku-buku itu disimpan ayah di dalam lemari.

  5) Kata benda ya

ng menyatakan „benda alam‟ dapat digunakan:

(a) sebagai pelaku keadaan dalam fungsi subjek.

  Contoh: - Matahari bersinar dengan terang.

  • Kota kami terendam banjir sehari semalam. (b) sebagai sasaran perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Sungai ini akan kami bendung.

  • Para ahli akan meneliti pulau itu. (c) sebagai „tempat perbuatan‟ dalam fungsi keterangan.

  Contoh: - Penduduk di desa mandi dan mencuci di sungai.

  • Dia berasal dari desa di kaki Gunung Galunggung.

  6) Kata benda yang menyatakan „hal atau peristiwa‟ dapat digunakan sebagai: (a) sasaran perbuatan dalam fungsi objek maupun subjek.

  Contoh : - Polisi terus meneliti kasus kecelakaan lalu lintas itu.

  • Pengembangan bahasa sedang digiatkan pemerintah (b) pelaku atau penyebab terjadinya perbuatan baik dalam fungsi subjek maupun objek. Contoh : - Peraturan baru itu menguntungkan pegawai baru - Kami dirugikan benar oleh pembongkaran itu.

  7) Kata benda yang menyatakan „bahan‟ dapat digunakan: (a) sebagai pelaku perbuatan keadaan dalam fungsi subjek.

  Contoh: - Semen ini sudah mengeras.

  • Gula ini akan mencair bila dipanaskan.

  (b) sebagai sasaran perbuatan keadaan dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Kakak membeli semen dua sak.

  • Terigu ini dibeli ibu tadi pagi. (c) sebagai „bahan perbuatan atau pekerjaan‟ dalam fungsi keterangan.

  Contoh: - Patung-patung ini terbuat dari semen putih.

  • Ayah menambal ember yang bocor itu dengan dempul.

  8) Kata benda yang menyatakan „zat‟ dapat digunakan: (a) sebagai pelaku perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Air telah menghanyutkan segala isi desa itu.

  • Pohon besar itu roboh ditumbang angin. (b) sebagai „sasaran perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Semua makhluk hidup memerlukan air.

  • Kami ingin menghirup udara segar di daerah itu.

  9) Kata benda yang menyatakan nama khas dapat digunakan sebagai tempat berlakunya perbuatan atau kejadian.

  Contoh: - Dia dilahirkan di Jakarta.

  • Minggu depan kami akan berangkat ke TimorTimur.

  10) Kata benda yang menyatakan lembaga atau badan hukum dapat digunakan:

  (a) sebagai pelaku perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek Contoh: - Pemertintah akan melebarkan jalan ini.

  • Masalah itu sudah dibahas oleh kabinet. (b) sebagai sasaran perbuatan dalam fungsi subjek maupun objek.

  Contoh: - Perusahaan itu diminta memberi ganti rugi kepada para korban.

  • Gubernur telah banyak membantu yayasan itu.

f. Ciri-Ciri Pronomina

  Nomina sering juga disebut dengan kata benda. Nomina dapat dilihat dari tiga segi. Ketiga segi tersebut diantaranya segi semantis, segi sintaksis, dan segi bentuk.

  Dari segi semantis, dikatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dari segi sintaktisnya, nomina mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Alwi, 2003:213).

  1) Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat

  pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Kata pekerjaan dalam kalimat Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina.

  2) Nomina tidak dapat diingkari dengan kata tidak. Kata pengingkarnya ialah bukan.

  Untuk mengingkarkan kalimat Ayah saya guru harus dipakai kata bukan: Ayah saya bukan guru .

  3) Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai oleh kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah.

g. Nomina Sebagai Pembangun Kesinambungan Topik

  Nomina merupakan kata dari semua benda atau segala sesuatu yang dibendakan. Nomina dalam paragraf mempunyai fungsi sebagai pembangun kesinambungan topik. Nomina dikatakan sebagai pembangun kesinambungan topik jika kalimat-kalimatnya mempunyai hubungan. Kesinambungan topik meliputi unsur kohesi dan koherensi. Unsur kohesi dan koherensi meliputi beberapa aspek. Jika sebuah paragraf yang mengandung aspek leksikal dan di dalamnya terdapat nomina yang membangun paragraf maka paragraf tersebut menjadi berkesinambungan. Misalnya, penggunaan nomina sebagai pronomina dan penunjukan tempat. Sebagai contoh kata Hartono dalam paragraf diubah menjadi kata dia. Hartono merupakan nomina, dan kata dia merupakan pronomina dari Hartono.

h. Nomina sebagai pembangun kohesi dan koherensi

  Kohesi dan koherensi merupakan cara untuk membangun kesinambungan topik. Kohesi selalu berhubungan dengan koherensi, sering juga tidak terlihat perbedaan nyata antara kohesi dan koherensi. Alwi dkk (2003:427) berpendapat bahwa Kohesi merupakan hubungan perkaitan antar proposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana. Kohesi dibagi menjadi dua yaitu kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2002:29). Nomina dalam aspek kohesi dan koherensi berperan sebagai pembangun. Misalnya nomina sebagai kohesi leksikal subsitusi kata gelar dengan

  

titel . Satuan lingual nomina gelar yang telah disebut digantikan oleh satuan lingual

nomina pula yaitu kata titel.

i. Nomina Sebagai pembangun Kohesi Leksikal

  Kohesi leksikal termasuk dalam aspek keutuhan wacana. Kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis (Sumarlam, 2003:34). Salah satu pendukung kohesi leksikal yaitu nomina. Nomina merupakan kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian (Alwi dkk, 2003:213). Nomina dalam hal ini yaitu berperan sebagai pembangun yang terdapat pada antar kalimat. Jika nomina terdapat pada wacana yang di dalamnya mengandung aspek leksikal maka nomina tersebut sebagai pembangun. Pembangun nomina dalam leksikal terdapat berbagai macam di antaranya yaitu sinonim, antonim, hiponim, repetisi, kolokasi dan ekuivalensi.

  j. Nomina Sebagai Pembangun Kohesi Gramatikal Kohesi gramatikal merupakan salah satu kohesi dalam aspek keutuhan wacana.

  Kohesi gramatikal merupakan keterikatan antara bagian-bagian wacana secara gramatikal (Baryadi, 2002:17-18). Kohesi gramatikal mempunyai beberapa tiga macam sub di antaranya yaitu referensi, subsitusi, elipsis. salah satu pendukung kohesi gramatikal yaitu nomina. Nomina dalam hal ini berperan sebagai pembangun kohesi gramatikal. Pembangun nomina tersebut terdapat pada antar kalimat. Sebagai contoh Jika terdapat sebuah nomina dalam paragraf yang di dalamnya mengandung aspek gramatikal maka nomina tersebut sebagai pembangun. Pembangun nomina dalam kohesi gramatikal tersebut bisa berupa referensi yang berkaitan dengan kata ganti. Mulyana (2005:18) Kata ganti dapat berupa kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga. kata ganti orang (pronomina persona) pertama, yakni (saya, aku), kata ganti orang kedua (kamu, engkau, anda, kalian), dan kata ganti orang ketiga (dia, mereka).

2. Pengertian Wacana

  Istilah “wacana” berasal dari bahasa sanskerta wac/wak/vak, artinya „berkata‟, „berucap‟ Douglas (dalam Mulyana, 2005:3). Bentuk ana yang muncul di belakang adalah sufiks (akhiran), yang bermakna „membedakan‟ (nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan seba gai „perkataan‟ atau „tuturan‟. Kata wacana berasal dari

  vacana

  “bacaan” dalam bahasa sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru, wacana atau wacana atau “wicara, kata, ucapan”. Kata wacana dalam bahasa Jawa Baru itu kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana

  “ucapan, percakapan, kuliah” Poerwadarmita (dalam Baryadi, 2002:1). Chaer (2007:267) wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan). Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Dari ketiga pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan wacana adalah perkataan atau tuturan yang merupakan satuan bahasa yang lengkap dan tertinggi. Contoh:

  (2) Dilarang merokok

  Contoh kalimat (2) di atas berisi w acana “Dilarang merokok”. Wacana di atas bisa terdapat di SPBU dan Bus efisiensi. Jika wacana dilarang merokok terdapat pada area SPBU, itu menandakan pada semua orang yang berada di area tersebut untuk tidak merokok karena bisa menyebabkan kebakaran. Sebaliknya jika wacana tersebut berada di Bus efisiensi maka asap rokok yang berada di Bus tersebut akan mengkristal karena terkena pendingin ruangan (AC). Pengkristalan tersebut akan menyebabkan gangguan pernafasan pada penumpang.

3. Pengertian Paragraf

  Ramlan (1993:1) paragraf adalah bagian dari suatu karangan dan dalam bahasa lisan merupakan bagian dari suatu tuturan. Paragraf terdiri dari sejumlah kalimat, atau dengan kata lain merupakan kumpulan dari sejumlah kalimat meskipun ada juga yang hanya terdiri dari satu kalimat atau satu kata, misalnya kalimat penutup pada surat yang sering hanya berupa kata terima kasih. Paragraf dapat dijelaskan sebagai bagian dari suatu karangan atau tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang mengungkapkan suatu informasi dengan ide pokok sebagai pengendalinya. Disisi lain, sakri (1992:1) menyatakan paragraf disebut juga sebagai alinea. Kata paragraf diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata Inggris paragraph, sedangkan kata alinea berasal dari bahasa Belanda dengan ejaan yang sama. Kata Belanda itu berasal dari kata latin

  a linea

  , yang berarti „mulai dari baris baru‟. Dari kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan paragraf adalah kumpulan dari sejumlah kalimat yang saling berkaitan satu sama lain untuk mengungkapkan suatu informasi dengan satu ide pokok sebagai pengendali, jika kalimat-kalimat tidak saling berkaitan, maka pembaca akan sulit memahami isi atau informasi paragraf tersebut.

4. Macam-Macam paragraf

  Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi tiga. Paragraf tersebut yaitu paragraf pembuka, penghubung, dan penutup (Akhadiah, 1995:145- 146). Paragraf pembuka, penghubung, dan penutup mempunyai fungsi tersendiri. Fungsinya yaitu untuk memperoleh paragraf yang baik dalam merangkaikannya. Paragraf tersebut dibangun berdasarkan kalimat-kalimat. Menurut Keraf (2004:71-74) berdasarkan sifat dan tujuannya, alinea-alinea dapat dibedakan atas:

a. Paragraf Pembuka

  Paragraf pembuka berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah yang akan diuraikan. Sebab itu paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan dikaruniakan. Paragraf pembuka ini jangan terlalu panjang supaya tidak membosankan. Paragraf pembuka (awal) mempunyai dua kegunaan, yaitu selain supaya dapat menarik perhatian pembaca, juga berfungsi menjelaskan tentang tujuan dari penulisan itu (Akhadiah, 1995:146). Keraf (2004:71) berpendapat bahwa alinea pembuka merupakan alinea yang digunakan untuk mrmbuka atau menghantarkan karangan itu, atau menghantarkan pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Dalam alinea pembuka harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yang akan segera diuraikan. Kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa paragraf pembuka dan aliena pembuka yaitu sama, bahwa sebelum menulis sebuah paragraf harus mempunyai pokok bahasan supaya pembaca mengerti isi dari makna paragraf tersebut.

b. Paragraf Penghubung

  Masalah yang akan diuraikan terdapat dalam paragraf penghubung. Paragraf penghubung berisi inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh sebab itu secara kuantitatif paragraf inilah yang paling panjang, dan antara paragraf dengan paragraf harus saling berhubungan secara logis (Akhadiah, 1995:146). Keraf (2004:73) alinea penghubung adalah semua alinea yang terdapat antara alinea pembuka dan alinea penutup. Dalam alinea penghubung, inti persoalan yang akan dikemukakan penulis terdapat dalam alinea ini. Sebab dalam membentuk alinea penghubung harus diperhatikan agar hubungan antara alinea dengan alinea itu teratur, serta disusun secara logis. Dari pendapat di atas bahwa paragraf penghubung dan alinea penghubung yaitu sama bahwa paragraf penghubung harus berisi inti persoalan yang akan kemukakan, persolan tersebut ditulis dengan pertanyaan sehingga memperoleh suatu paragaf yang saling berhubungan.

c. Paragraf Penutup

  Paragraf penutup mengakhiri sebuah karangan. Biasanya paragraf ini berisi kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga paragraf penutup berisi penegasan kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam paragraf penghubung. Paragraf penutup yang berfungsi mengakhiri sebuah karangan tidak boleh terlalu panjang (Akhadiah, 1995:146). Keraf (2004:73) alinea penutup adalah alinea yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain alinea ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam alinea-alinea penghubung. Dari kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa paragraf penutup dan alinea penutup mempunyai arti yang sama yaitu paragraf atau alinea yang mengakhiri sebuah kalimat yang di dalamnya berisi rincian-rincian kalimat yang akhirnya sampai pada kesimpulan.

5. Syarat Paragraf Yang Baik

  Seperti halnya dengan kalimat, sebuah paragraf juga harus mempunyai syarat- syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut yaitu untuk mendukung kepaduan paragraf.

  Paragraf dikatakan baik jika kalimat-klimatnya mempunyai keterkaitan satu sama lain. Untuk mengembangkan paragraf yang baik melalui beberapa tahapan. Akhadiah (1999:148-153) dalam mengembangkan paragraf ada tiga persyaratan yaitu kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.

  a. Kesatuan

  Setiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok atau satu topik. Fungsi

  paragraf ialah mengembangkan topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik atau gagasan pokok tersebut. Paragraf dianggap mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topik. Semua kalimat terfokus pada topik dan mencegah masuknya hal-hal yang tidak relevan (Akhadiah, 1999:148). Sementara Sakri (1992:2) mengemukakan bahwa kesatuan artinya seluruh uraiannya terpusat pada satu gagasan saja. Dari pendapat di atas terbukti bahwa paragraf harus mempunyai kesatuan supaya mempunyai keruntutan dan tidak terlepas dari topik yang dibicarakan.

  Contoh:

  (3) Setiap Negara pada dasarnya harus mampu menghidupi keluarganya

  sendiri dari kondisi, posisi, dan potensi wilayahnya masing-masing. Tetapi tidak setiap wilayah kondisinya memungkinkan, posisinya menguntungkan, atau mempunyai potensi yang cukup untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat yang bermukim di wilayah itu, sehingga harus mencukupinya dari tempat lain yang hampir selalu menyangkut kepentingan negara lain. Untuk itu dibinalah hubungan internasional yang memungkinkan terbukanya peluang bagi setiap negara untuk mencukupi kebutuhannya dari negara lain melalui jalan damai. Namun, untuk mencukupi kebutuhan ini tidak jarang pula ditempuh jalan kekerasan. Oleh sebab itu, masalah utama setiap negara selain meningkatkan kesejahteraan negaranya, juga mempertahankan eksistensinya yang meliputi kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan bangsa, dan keutuhan wilayahnya.

  b. Kepaduan

  Syarat paragraf yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah koherensi atau

  

kepaduan . Satu paragraf merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing- masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat dengan mudah dengan mudah memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena adanya loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pikiran yang teratur, akan memperlihatkan adanya kepaduan. Jadi, kepaduan atau koherensi dititikberatkan pada

  

hubungan antara kalimat dengan kalimat (Akhadiah, 1999:150). Pendapat lain juga

  diungkapkan oleh Sakri (1992:2) bahwa paragraf harus mempunyai kesetalian, artinya kalimat di dalamnya berhubungan sesamanya dengan bermakna bagi pembaca.

  Dengan diperolehnya kalimat-kalimat yang saling berhubungan maka pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena loncatan pikiran yang membingungkan.

  Contoh:

  (4) Pengajaran bahasa sebagai proses belajar-mengajar di dalam lingkungan

  lembaga kependidikan formal, memiliki tiga peranan pokok yang berhubungan dengan pembinaan bahasa. Pertama, pengajaran bahasa merupakan proses yang memungkinkan pelajar memiliki kegairahan dan keterampilan menggunakan bahasa yang diajarkan. Kedua, pengajaran bahasa merupakan jalur penyebarluasan penggunaan bahasa dan sarana peningkatan mutu penggunaan bahasa yang diajarkan, tertutama dikalangan generasi muda. Ketiga, pengajaran bahasa merupakan salah satu jalur yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana evaluasi pembinaan dan pengembangan bahasa dan sumber data tambahan bagi pembinaan dan pengembangan bahasa selanjutnya.

c. Kelengkapan

  Suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama. Sebaliknya suatu paragraf dikatakan tidak lengkap, jika tidak dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-pengulangan (Akhadiah, 1999:152). Sakri (1992:2) bahwa paragraf harus memiliki isi yang memadai yakni memiliki sejumlah rincian yang terpilih dengan patut sebagai pendukung gagasan utama paragraf. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf yang mengandung kelengkapan merupakan paragraf yang seluruh kalimat-kalimatnya mempunyai keselarasan untuk mendukung gagasan utama paragraf dan kejelasan topik. Paragraf yang mempunyai keselarasan maka pembaca mampu memahami isi paragraf tersebut.

  Contoh:

  (5) Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat

  atau penggemar jenis binatang laut, seperti halnya penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah. Tidak ada penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima, atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis makhluk laut tertentu, tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di kawasan Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar menemukan tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati mudah ditemukan. Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan kepiting begal yang biasa menyebar dari pantai barat Afrika sampai bagian barat Laut Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil yang terpencil. Dari mana dana diperoleh untuk melindungi semuanya ini?

6. Topik dan Kesinambungan Topik

  Topik berasal dari bahasa Yunani topoi, yang artinya „tempat‟. Secara mendasar, topik diartikan sebagai pokok pembicaraan. Dalam wacana, topik menjadi ukuran kejelasan wacana. Topik (topic) adalah perihal yang dibicarakan dalam wacana Poedjasoedarmo (dalam Baryadi, 2002:54). Hal ini berarti topik menjiwai seluruh bagian wacana. Topiklah yang menyebabkan lahirnya wacana dan berfungsinya wacana dalam proses komunikasi verbal karena suatu wacana akan lahir jika ada yang dibicarakan dan dapat digunakan sebagai alat komunikasi jika mengandung sesuatu yang dibicarakan. Topik memiliki kedudukan yang sentral dalam wacana. Karena kedudukannya itu, topik selalu diacu dan dipertahankan oleh kalimat- kalimat sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan kesinambungan topik. Dengan begitu yang dimaksud dengan kesinambungan topik adalah keterkaitan antara topik kalimat satu dengan topik kalimat yang lainnya dalam rangka mempertahanka topik utama paragraf. Tentang kesinambungan topik, itu dapat diuraikan terkait dengan penelitian ini, berikut ini diuraikan.

a. Cara Menciptakan Kesinambungan Topik

  Cara menciptakan kesinambungan topik yaitu ada empat cara. Pertama kesinambungan topik diciptakan dengan pronomina, pronomina sebagai konstituen yang terganti bersifat koreferensial, yaitu memiliki referen yang sama (Baryadi, 2002:63). Kedua yaitu kesinambungan topik diciptakan dengan pengulangan. Ketiga yaitu kesinambungan topik diciptakan dengan ekuivalensi leksikal yaitu menulis kembali ungkapan yang dinilai sama. Keempat yaitu kesinambungan topik diciptakan dengan pelesapan, yaitu melesapkan topik yang sudah disebut. Pelesapan menimbulkan konsituen zero (Ø), suatu konstituen yang tidak terwujud secara formatif, tetapi maknanya dapat dipahami karena zero berkoferensi dengan topik yang sudah disebut (Baryadi, 2002:63).

1) Kesinambungan topik diciptakan dengan pronomina

  Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain (Alwi, 2003:249). Dari segi fungsinya dapat dikatakan bahwa pronomina menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan dalam macam kalimat tertentu juga predikat. Ciri lain yang dimiliki pronomina ialah acuannya dapat berpindah-pindah karena bergantung kepada siapa yang menjadi pembicara/penulis, siapa yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan. Pronomina yang digunakan sebagai kata ganti orang atau partisipan wacana secara berganti-ganti pada sebuah wacana. Partisipan itu sebagai pembicara (persona pertama), pendengar (persona kedua), atau yang dibicarakan (persona ketiga). Kesinambungan topik yang diciptakan dengan pronomina untuk memperoleh suatu paragraf yang mempunyai keterkaitan antara topik satu dengan lainnya.

  Contoh:

  (6) Liliani mulai melibatkan diri ke dalam narkotika sejak masih duduk

  dikelas terakhir sekolah dasar. Sejak ia mulai meningkat remaja, tekanan batin yang dialaminya semakin terasa menyiksa. Dia dianggap tidak ada, diacuhkan, diajak bicarapun tidak, bahkan dimarahi pun tak pernah dia rasakan, apalagi sampai pukul.

  Pada contoh paragraf (6) di atas tampak bahwa kesinambungan topik diciptakan dengan pronomina. Paragraf tersebut, diciptakan dengan pronomina karena pada paragraf di atas terdapat kata liliani yang digantikan menjadi ia, dia, dan nya yang menunjuk pada liliani. Kata liliani yang terdapat pada kalimat pertama. Ia, dia, dan nya terdapat pada kalimat kedua dan ketiga. Dari penggunaan pronomina yang terdapat pada paragraf di atas akan memperoleh kesinambungan topik.

2) Kesinambungan topik diciptakan dengan pengulangan kata

  Pengulangan atau reduplikasi adalah proses penurunan kata dengan perulangan, baik secara utuh maupun secara sebagian (Alwi, 2003:238). Baryadi (2002:25) pengulangan merupakan kohesi leksikal yang berupa pengulangan konstituen yang telah disebut. Pengulangan juga merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan yang kohesif antarkalimat. Hal ini bertujuan untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Senada dengan Alwi dan Baryadi, Ramlan (1993:30) ialah adanya unsur pengulang yang mengulang unsur yang terdapat pada kalimat di depannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa repetisi atau pengulangan adalah pengulangan antarkalimat yang sudah disebutkan sebelumnya. Pengulangan tersebut digunakan untuk memperoleh suatu kesinambungan topik dalam paragraf.

  Contoh:

  (7) Latihan adalah salah satu aspek human capital. Latihan dapat dilakukan

  di dalam maupun di luar pekerjaan. Latihan yang dilakukan di luar pekerjaan umumnya bersifat formal. Latihan yang dilakukan di luar pekerjaan dimaksudkan untuk meningkatkan ketrampilan pegawai baik secara horizontal maupun vertical.

  Pada contoh paragraf (7) di atas topik pada kalimat pertama diulang pada kalimat-kalimat berikutnya. Dalam contoh yang demikian kesinambungannya diciptakan dengan pengulangan. Kata yang diulang pada kalimat-kalimat di atas adalah kata Latihan yang terdapat pada kalimat pertama, kedua, dan ketiga.

  Pengulangan tersebut terletak pada awal kalimat disetiap kalimatnya. Pengulangan tersebut termasuk dalam pengulangan anafora yaitu pengulangan kata atau frasa pertama pada kalimat berikutnya yang terdapat pada kata latihan.