BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Yang Relevan 1. Penelitian dengan Judul “Penggunaan Metode Index Card Match Untuk - PENERAPAN METODE INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA UNSUR-UNSUR TEKS EKSPOSISI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA S

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Yang Relevan 1. Penelitian dengan Judul “Penggunaan Metode Index Card Match Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran System Pemindah Tenaga Kompetensi Memelihara Transmisi Kelas XI Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri 1 Gantiwarno Klaten Tahun Ajaran 2012/2013 ” oleh Tribintari (2013). Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran menggunakan

  metode index card match dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran sistem pemindah tenaga kompetensi memelihara transmisi kelas XI B Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri 1 Gantiwarno. Hasil tersebut dibuktikan dengan peningkatan hasil rata-rata nilai tes yaitu sebesar 23,36. Peningkatan tersebut didapat dari nilai rata-rata sebelum perlakuan 62,12, sedangkan nilai rata-rata setelah diberi perlakuan 85,48 dengan pencapaian persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 81,8%. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan objek penelitian VII SMP Darul Ulum Tonjong Kabupaten Brebes dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan penelitian Tribintari (2013) menggunakan objek Kelas XI Teknik Kendaraan Ringan SMK Negeri 1 Gantiwarno Klaten Tahun Ajaran 2012/2013 dengan mata pelajaran System Pemindah Tenaga Kompetensi Memelihara Transmisi.

2. Penelitian dengan Judul “Upaya Meningkatkan Keaktifan Siswa Dalam

  Proses Pembelajaran Biologi Melalui Metode Index Card Match Pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 2 Colomadu Tahun Ajaran 2013/2014 ” oleh Candrawati (2014).

  Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam proses pembelajaran biologi penggunaan strategi pembelajaran index card match dapat meningkatkan keaktifan

  6 siswa pada pelajaran biologi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Candrawati (2014) adalah penggunaan mata pelajaran dan objek penelitian. Penelitian Candrawati (2014) menggunakan mata pelajaran Biologi dengan objek Kelas VII C SMP Negeri 2 Colomadu Tahun Ajaran 2013/2014, sedangkan penelitian ini menggunakan mata pelajaran bahasa Indonesia dengan objek VII SMP Darul Ulum Tonjong Kabupaten Brebes. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Candrawati (2014) adalah penggunaan metode ICM dan dengan sampel siswa SMP.

B. Landasan Teori 1. Membaca

  Membaca adalah satu dari empat kemampuan berbahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan (Tampubolon, 1987:5). Sedangkan menurut Soedarso (2004:4), membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah, meliputi: orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat. Sedangkan Burnes et.al. (dalam Irawati dan Budi, 2014:83) mengungkapkan bahwa membaca itu adalah memahami sebuah tulisan. Membaca merupakan suatu proses interaktif dimana si pembaca terikat dan saling bertukar ide dengan si penulis melalui teks. Selain itu, Hodgson (dalam Tarigan, 2008:7) mengemukakan bahwa membaca ialah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Dalam hal ini, membaca selain sebagai suatu proses, juga bertujuan.

  Membaca dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Selain itu, membaca merupakan suatu aktivitas yang memiliki banyak manfaat. Melalui membaca, seseorang diharapkan dapat memperoleh informasi dan tanggapan yang tepat. Mencari sumber, menyimpulkan, menjaring, dan menyerpa informasi dari bacaan. Serta mampu mendalami, menghayati, menikmati, dan mengambil manfaat dari bacaan (Syafii, 1993:2). Menurut Rahim (2008:11), macam-macam tujuan membaca yaitu: Menyempurnakan membaca nyaring, menggunakan strategi tertentu, memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik, mengaitkan informasi yang baru dengan informasi yang telah diketahuinya, memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

a. Membaca intensif

  Membaca intensif merupakan kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama, yaitu hanya membaca satu atau beberapa pilihan dari bahan yang ada untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara kritis (Irawati dan Budi, 2014:85-86). Membaca intensif juga dapat diterapkan untuk mencari informasi sebagai bahan diskusi. Membaca intensif, disebut juga membaca secara cermat.

  Membaca dengan cermat akan memperoleh sebuah pokok persoalan atau perihal menarik dari suatu teks bacaan untuk dijadikan bahan diskusi. Membaca kritis, membaca pemahaman, membaca ide serta membaca teliti merupakan bentuk dari membaca intensif.

b. Membaca ekstensif

  Membaca ekstensif merupakan program membaca yang dilakukan secara luas antara lain bahan bacaan yang digunakan beranekaragam dan dibaca dalam waktu singkat (Irawati dan Budi, 2014:85-86) . Kegiatan membaca ekstensif ditujukan untuk mendapatkan informasi yang bersifat pokok-pokok penting dan bukan hal yang sifatnya terperinci. Berdasarkan informasi pokok tersebut, kita sudah dapat melihat atau menarik kesimpulan mengenai pokok bahasa atau masalah utama yang dibicarakan. Membaca ekstensif dapat digunakan ketika membaca beberapa teks yang memiliki masalah utama sama. Kita dapat menarik kesimpulan mengenai teks yang memiliki masalah utama yang sama, meskipun pembahasan detailnya berbeda.

2. Kemampuan Membaca

  Menurut Tampubolon (1987:7), kemampun membaca ialah kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan. Menurut Burns yang dikemukakan oleh Arisma (2012:30-31) membaca pemahaman ada beberapa jenis pemahaman yang dapat diperoleh pembaca, yaitu meliputi: Pemahaman literal adalah pemahaman yang diperoleh dengan membaca apa yang dinyatakan secara langsung dalam teks bacaan. Khususnya, bagian dari paragraf atau bab yang dinyatakan secara eksplisit yang memuat informasi dasar, seperti rincian yang mendukung gagasan utama hubungan sebab akibat, inferensi, dan sebagainya. Untuk menemukan rincian-rincian tersebut secara efektif, dapat digunakan pertanyaan dengan kata tanya: apa, siapa, di mana, kapan, bagaimana,dan mengapa. Pemahaman tingkat tinggi adalah pemahaman yang melebihi pemahaman literal-teks yang didasarkan pada proses berpikir tingkat tinggi, seperti menginterpretasi, menganalisis, dan mensintesis informasi. Membaca interpretatif adalah membaca antar baris untuk memperoleh inferensi. Membaca interpretatif meliputi pembuatan simpulan, misalnya tentang gagasan utama, hubungan sebab akibat, serta analisis bacaan seperti menemukan tujuan pengarang menulis bacaan.

  Membaca kritis adalah membaca mengevaluasi materi tertulis, yakni membandingkan gagasan yang tercakup dalam materi dengan standar yang diketahui dan menarik kesimpulan tentang keakuratan, kesesuaian, dan urutan waktu. Pembaca kritis harus menjadi pembaca aktif bertanya, meneliti fakta-fakta, dan menggantungkan penilaian sampai ia mempertimbangkan semua materi. Membaca kreatif adalah membaca yang berusaha mencari makna di balik materi yang dinyatakan oleh penulis. Seperti halnya membaca kritis, membaca kreatif menuntut pembaca untuk berpikir ketika mereka membaca dan menuntut mereka menggunakan imajinasi mereka. Dengan membaca seperti itu, pembaca akan menghasilkan gagasan- gagasan baru.

3. Teks Eksposisi a. Pengertian Eksposisi

  Kata eksposisi (exposition) berasal dari bahasa Latin yang berarti memberitahukan, memaparkan, menguraikan atau menjelaskan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksposisi adalah uraian atau paparan yang bertujuan menjelaskan maksud dan tujuan dalam karangan (Sucipto dkk, 2014:58). Menurut Parera (1987: 05) tulisan eksposisi bertujuan untuk memberikan informasi. Pengarang berusaha memaparkan kejadian atau masalah agar pembaca dan pendengar memahaminya dan pengarang mempunyai sejumlah data dan bukti sehingga ia berusaha menjelaskan persoalan dan kejadian ini demi kepentingan pembaca.

  b. Ciri dan Langkah Menyusun Teks Eksposisi

  Ciri-ciri teks Eksposisi menurut (Sucipto dkk, 2014:58) : Penulis teks berusaha menjelaskan sesuatu secara objektif tidak ada unsur-unsur yang bersifat subjektif.

  Selian itu gaya penulisan harus bersifat informatif. Teks eksposisi juga harus memuat fakta yang terdapat di lapangan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Menentukan topik, menentukan tujuan, membuat kerangka, mengumpulkan bahan dan menulis kerangka/paparan. Langkah-langkah penyusunan teks eksposisi harus runtut agar teks eksposisi yang dihasilkan menjadi baik (Sucipto dkk, 2014:58).

  c. Struktur Teks Eksposisi

  Struktur teks eksposisi terdiri dari tesis, dalam tahap ini penulis harus menulis dengan memberikan gambaran awal dari suatu peristiwa untuk membuka gagasan awal pada teks dan tentunya berdasarkan sebuah fakta, tesis bertujuan untuk membuka gambaran teks. Kedua argumentasi yang merupakan isi dari gagasan teks, dalam argumentasi penulis harus memberikan data yang berkaitan teks. Ketiga penegasan ulang, dimana dalam penegasan ulang yang merupakan bagian akhir dari sebuah teks yang berupa penguatan kembali atas pendapat yang telah ditunjang oleh fakta-fakta dalam bagian argumentasi (Sucipto dkk, 2014:59).

  d. Kriteria Teks Eksposisi yang Baik

  Menurut Sucipto dan Agustina (2014: 58) teks eksposisi yang baik mencakup tentang jenis teks, struktur teks dan kaidah teks. Jenis teks meliputi pertama identifikasi, eksposisi identifikasi merupakan ciri-ciri atau unsur-unsur pengenal suatu objek. Dengan harapan pembaca atau pendengar lebih mengenal objek tersebut.

  Kedua perbandingan atau pertentangan, perbandingan atau pertentangan merupakan teknik pengembangan paragraf dari paragraf itu sendiri, kalimat utama yang mengandung pokok pikiran dalam paragraf dapat dijelaskan dengan cara membandingkan dengab masalah lain. Aspek yang digunakan sebagai pembanding harus bersifat konkret atau paling tidak sudah diketahui masyarakat umum. Ketiga ilustrasi, eksposisi ilustrasi adalah gambaran atau penjelasan khusu dan konkret terhadap suatu prinsip bersifat umum. Penulis akan menjelaskan suatu gagasan secara jelas sehingga pembaca tidak kebingungan dalam memahami gagasan tersebut.

  Keempat klasifikasi, klasifikasi merupakan suatu yang bersifat alamiah untuk menampilkan pengelompokan-pengelompokan sesuai dengan pengalaman manusia.

  Kelima definisi, definisi diartikan suatu pernyataan tentang apa yang dimaksud dengan suatu hal atau barang. Dapat juga diartikan sebagai suatu pernyataan atau penjelasan tentang makna suatu kata atau frasa. Keenam analisis, pada dasarnya analisis adalah suatu cara membagi-bagi suatu subjek kedalam komponen- komponennya. Kata analisis berasal dari bahasa Yunani yaitu analyein yang berarti melepaskan, menanggalkan, atau menguraikan sesuatu yang terikat padu (Sucipto dkk, 2014:60-63). Struktur teks eksposisi meliputi tesis, argumentasi, dan penegasan ulang. Tesis berisikan pendapat atau prediksi penulis yang berdasarkan sebuah fakta. Sementara itu, argumentasi berisikan alasan penulis yang memuat fakta-fakta yang dapat mendukung pendapat atau prediksi penulis. Di sisi lain, penegasan ulang merupakan bagian akhir dari sebuah teks eksposisi yang berupa penguatan kembali atas pendapat yang telah ditunjang oleh fakta-fakta dalam bagian argumentasi. Kaidah teks terdiri dari antonim, pengulangan kata, sinonim, pengacuan, konjungsi penambahan, awalan me-, akhiran

  • –nya, kata benda, kata kerja dan kata sifat. Perbedaan teks eksposisi dengan teks lain adalah teks eksposisi disusun dengan struktur yang terdiri atas pernyataan pendapat (tesis), argumentasi dan penegasan ulang. Bagian pernyataan pendapat (tesis) berisi tentang pendapat yang dikemukakan oleh penulis teks. Bagian argumentasi berisi tentang argumen (alasan) yang mendukung pernyataan penulis, sedangkan penegasan ulang berisi tentang pengulangan pernyataan yang digunakan untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran pernyataan (tesis).

  Poin penting dalam teks eksposisi adalah data bersifat faktual, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi, ada dan bersifat historis tentang bagaimana suatu peristiwa terjadi. Fakta seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian, suatu analisis atau penafsiran objektif terhadap seperangkat fakta. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun teks eksposisi antara lain mengumpulkan pendapat, memerlukan fakta, memerlukan analisis, menggali sumber ide yang didapatkan melalui penelitian, pengamatan dan pengalaman. Bertujuan memberikan informasi yang sejelas-jelasnya (Sucipto dan Agustina, 2014: 58) e.

   Jenis-jenis Teks Eksposisi

  Adapun jenis-jenis teks eksposisi adalah eksposisi identifikasi, perbandingan atau pertentangan, ilustrasi, klasifikasi, definisi, dan analisis. Eksposisi identifikasi, merupakan ciri-ciri atau unsur-unsur pengenal suatu objek. Dengan harapan pembaca atau pendengar lebih mengenal objek tersebut. Perbandingan atau pertentangan merupakan teknik pengembangan paragraf dari paragraf itu sendiri, kalimat utama yang mengandung pokok pikiran dalam paragraf dapat dijelaskan dengan cara membandingkan dengab masalah lain. Aspek yang digunakan sebagai pembanding harus bersifat konkret atau paling tidak sudah diketahui masyarakat umum. Eksposisi ilustrasi adalah gambaran atau penjelasan khusu dan konkret terhadap suatu prinsip bersifat umum. Penulis akan menjelaskan suatu gagasan secara jelas sehingga pembaca tidak kebingungan dalam memahami gagasan tersebut. Klasifikasi merupakan suatu yang bersifat alamiah untuk menampilkan pengelompokan- pengelompokan sesuai dengan pengalaman manusia. Definisi diartikan suatu pernyataan tentang apa yang dimaksud dengan suatu hal atau barang. Dapat juga diartikan sebagai suatu pernyataan atau penjelasan tentang makna suatu kata atau frasa. Eksposisi analisis, pada dasarnya analisis adalah suatu cara membagi-bagi suatu subjek kedalam komponen-komponennya. Kata analisis berasal dari bahasa Yunani yaitu analyein yang berarti melepaskan, menanggalkan, atau menguraikan sesuatu yang terikat padu (Sucipto dkk, 2014:60-63).

f. Macam-Macam Imbuhan

  Dalam bahasa Indonesia ada 4 macam imbuhan yaitu awalan (Prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan awalan-akhiran (konfiks). Berikut ini macam-macam imbuhan dalam bahasa Indonesia (Chaer, 2006)

1) Awalan (Prefiks) Prefiks adalah imbuhan-imbuhan yang di letakkan pada awal kata dasar.

  Imbuhan-imbuhan yang termasuk ke dalam awalan (prefiks) adalah: me-, ber-, ke-, di- , pe-, dan ter-. Awalan me- bisa berubah menjadi beberapa macam bentuk diantaranya adalah men-, meng-, meny-, mem-, dan menge-. Perubahan-perubahan tersebut tergantung dengan kata dasarnya dan makna yang akan dibentuk. Di bawah ini adalah makna-makna dari imbuhan me-

  „ menyatakan suatu perbuatan aktif‟ mengambil, menyiram, mengesampingkan, mempertahankan. Awalan ber- mempunyai beberapa macam perubahan yaitu bel- dan ber-. Perubahan-perubahan tersebut tergantung dengan kata dasarnya. Aturan perubahan imbuhan ber- adalah sebagai berikut: Jika kata dasar diawali dengan huruf r atau er, maka menjadi be- contoh: ber- + riak = beriak, ber- + rekreasi = berekreasi. Jika kata dasarnya ajar, maka imbuhannya berubah menjadi bel-. Contoh: ber + ajar = belajar. Imbuhan ber- memiliki beberapa macam makna yaitu

  „menyatakan kepunyaan‟ misalkan beranak, berotot, beruang. „menyatakan penggunaan‟ misalkan bersepeda dan bermotor. „menyatakan kegiatan‟ misalkan bertelur, berkarya, bekerja. Menyatakan jumlah : berdua, bertiga.

  Menyatakan suasana hati: bersedih, berbahagia, dan lain-lain.

  Awalan ke- tidak memiliki bentuk perubahan khusus, tetapi memiliki makna sebagai berikut: Menyatakan urutan : kesatu, kedua, ketiga, dst. Imbuhan di- adalah kata dasar bermakna pasif. Contoh: di + siram = disiram, dilihat, dipukul. Imbuhan ter- sama dengan imbuhan di- yang membentuk kata kerja pasif. Dalam fungsi membentuk kata kerja pasif, imbuhan ter- cenderung menyatakan

  „perbuatan yang tidak disengaja ‟. terbawa dan tertinggal. Selain kata kerja pasif, imbuhan ter- juga memiliki makna sebagai berikut: membentuk kata sifat dan „menyatakan paling‟: terpandai, terbaik, terhebat. „keadaan telah‟ tertutup, terbuka, terkunci. Menyatakan kegiatan tibaa-tiba; misalnya tertawa, terjatuh.

  Awalan pe- memiliki macam-macam perubahan bentuk seperti makna dari Imbuhan pe- adalah sebagai berikut: Menyatakan pelaku adalah penyebab, pembaca, penulis, pengajar, pemanis, pemutih. Menyatakan pekerjaan adalah perpanjang, perlambat, percantik. Menyatakan alat: penghapus, penggaris, pengasah. Menyatakan sifat adalah pemalu, pemaaf.

  2) Sisipan (infiks)

  Sisipan adalah imbuhan yang diletakan di tengah-tengah kata dasar. Bentuk- bentuk sisipan antara lain

  • –el-, -em-, dan –er-. Contoh: -em- + getar = gemetar, -el- + tali = temai. Imbuhan infiks membentuk kata dasar yang memiliki makna sebagai berikut: menyatakan intensitas dan jumlah: gemetar, gemerincing, temali; menyatakan sifat: temurun, telunjuk, gelembung, gemetar.

  3) Akhiran (sufiks)

  Akhiran sufiks adalah imbuhan yang diletakan pada akhir kata dasar. Ada beberapa macam bentuk imbuhan sufiks, diantaranya adalah

  • –kan, -i, -an, -kah, -tah, dan
  • –pun. Imbuhan -kan memberikan kata dasar memiliki makna sebagai berikut: menyatakan perintah: dengarkan, ambilkan, pejamkan; akh
  • –i membetuk kata dasar menjadi kata yang bermakna sebagai berikut: menyatakan perintah: turuti, kuliti, gelitiki. Akhiran –an membentuk kata menjadi bermakna sebagai berikut: menyatakan tempat: lapangan, kubangan, pangkalan; Menyatakan „alat‟: timbangan, garisan; menyatakan suatu hal atau objek tertentu: gambaran, lukisan, lamaran, didikan; menyatakan keseluruhan: lautan; menyatakan bagian: satuan, kiloan, tahunan, mingguan; menyatakan kemiripan: mobil-mobilan, kuda-kudaan. Akhiran –kah dan - tah membentuk kata dasar sehingga memiliki makna: menyatakan penegasan dalam
pertanyaan: bukankah, sulitkah, mudahkah, iyatah, rugitah, panjangtah. Akhiran

  • –pun membentuk kata dasar yang m emiliki makna seperti “juga”: merekapun, diapun, sayapun.

4) Awalan-akhiran (Konfiks) Konfiks adalah imbuhan yang diletakkan pada bagian awal dan akhir kata.

  Imbuhan-imbuhan konfiks diantaranya adalah me-kan, pe-an, ber-an, se-nya. Imbuhan me-kan bisa berubah menjadi memper-kan, menye-kan. Imbuhan-imbuhan tersebut memiliki makna sebagai berikut: Menyatakan kegiatan aktif: mengirimkan, memantulkan, menggembirakan, menelatarkan, mengirimi, meyambangi, dll. Imbuhan di-kan dan di-i memiliki makna yang sama dengan imbuhan me-kan, tetapi imbuhan ini membentuk kata kerja pasif. Contoh: dikirimkan, dipantulkan, digembirakan, ditelantarkan, dikirimi, dilempari, dll. Imbuhan pe-an membentuk kata dasar sehingga memiliki makna sebagai berikut: Menyatakan suatu hal atau perbuatan: pendidikan, pengangguran, perampokan, pemeriksaan. Menyatakan suatu proses: Pendaftaran, pembentukan, pembuatan. Menyatakan tempat: penampungan, pemandian, pegunungan. Imbuhan se-nya membentuk kata dasar sehingga memiliki makna sebagai berikut: Menyatakan tingkatan atau pengulangan: Sebaik-baiknya, sebagus- bagusnya, secantik-cantiknya.

g. Kelas kata 1) Kata Benda

  Kata benda adalah semua kata yang dapat diterangkan dengan menambahkan

  

yang + kata sifat (Keraf, 1992:58). Misalnya jalan yang bagus, dan pelayanan yang

  

memuaskan. Selain itu, kata benda juga dapat diawali dengan kata bukan tetapi tidak

  bisa diawali dengan kata tidak. Kata benda dapat berupa kata benda dasar dan kata benda turunan. Kata benda dasar merupakan kata benda yang berupa kata dasar atau kata benda yang tidak berimbuhan, contohnya rumah dan murid. Sedangkan kata benda turunan berupa (1) kata benda yang berimbuhan, contohnya penyiar dan

  

bendungan ; (2) kata benda dengan bentuk reduplikasi, misalnya rumah-rumah, dan

buku-buku ; serta (3) kata benda majemuk, contohnya sapu tangan dan minyak goreng.

2) Kata Ganti

  Kata ganti adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda yang menyatakan orang untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu. Misalnya murid dapat diganti dengan kata ganti dia, atau ia. Keterangan lebih lanjut tentang kata ganti dapat dilihat pada tabel 2.1. Berdasarkan bagan 2.1, kami dan kita sama-sama berfungsi sebagai kata ganti orang pertama jamak. Bedanya, kami bersifat eksklusif, sedangkan kita bersifat inklusif. Kami bersifat ekslusif artinya pronomina itu mencakup pembicara dan orang lain di pihaknya tetapi tidak mencakup orang lain di pihak pendengar. Sebaliknya, kita bersifat inklusif artinya pronomina itu tidak saja mencakup pembicara dan orang lain di pihaknya tetapi juga orang lain di pihak pendengar (Alwi, 2003:252).

Tabel 2.1 Kata Ganti

  Orang Tunggal Jamak Aku, daku, ku-, -ku, Kami (eksklusif), kita (inklusif)

  I Engkau, kamu, kau-, Kamu sekalian, anda sekalian

  II

  • mu, anda Ia, dia, -nya, beliau Mereka

  III

  3) Kata Kerja

  Kata kerja adalah kata-kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan.Semua kata yang mengandung imbuhan me-, ber-, di-, kan-, dan -i atau penggabungannya termasuk dalam kata kerja. Tetapi ada juga kata kerja yang tidak mengandung bentuk imbuhan di atas, karena merupakan bentuk kata dasar, misalnya tidur, bangun, mandi,

  

datang, pulang, dan sebagainya. Segala macam kata kerja mempunyai suatu

  kesamaan, baik yang memiliki imbuhan ataupun tidak. Kesamaan tersebut merupakan ciri utama kata kerja, yaitu dapat diperluas dengan “dengan + kata sifat”, misalnya

  belajar dengan rajin.

  4) Kata Sifat

  Kata sifat merupakan kata yang menyatakan sifat atau keadaan dari suatu nomina (kata benda) atau suatu pronominal (kata ganti) (Keraf, 1991:88). Misalnya

  

tinggi, mahal, baik, dan rajin. Semua kata sifat dalam Bahasa Indonesia dapat

  mengambil bentuk se + reduplikasi kata dasar + nya contohnya secepatnya, sebaiknyam sejujurnya. Serta dapat diperluas dengan paling, lebih, dan sekali, misalnya paling cepat, lebih cepat, dan cepat sekali.

  5) Kata Sapaan

  Kata sapaan adalah kata-kata yang digunakan untuk menyapa, menegur, atau menyebut orang kedua, atau orang yang diajak bicara (Chaer, 2006:107). Kata sapaan menggunakan kata-kata dari perbendaharaan kata nama diri dan kata nama perkerabatan. Kata sapaan dalam bentuk nama diri dapat digunakan dalam bentuk utuh seperti Tina, Hasan, dan Asti, dapat pula digunakan dalam bentuk singkatnya, seperti Tin, San, dan As. Begitu juga dengan nama perkerabatan. Bentuk utuh dan bentuk singkat dari nama perkerabatan dapat dipakai, misalnya Pak dari bentuk utuh Bapak, Dik dari bentuk utuh adik, dan Bu dari bentuk utuh Ibu.

  6) Kata Penunjuk dan Kata Bilangan

  Kata penunjuk adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan suatu benda.Chaer (2006:110) membagi kata penunjuk memjadi dua yaitu ini dan itu.Kata penunjuk ini digunakan untuk menunjuk suatu benda yang letaknya relatif dekat dari pembicara, sedangkan kata penunjuk itu digunakan untuk untuk menunjuk benda yang letaknya relatif jauh dari pembicara. Kata bilangan adalah kata yang menunjukkan nomor, urutan atau himpunan. Menurut bentuk dan fungsinya, kata bilangan dibagi menjadi kata bilangan utama dan kata bilangan tingkat (Chaer, 2006:113). Kata bilangan utama seperti satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya. Sedangkan kata bilangan tingkat seperti pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya.

  7) Kata Penyangkal dan Kata Depan

  Kata penyangkal merupakan kata yang digunakan untuk menyangkal atau mengingkari suatu hal atau suatu peristiwa.Chaer (2006:119) menyatakan bahwa kata penyangkal yang ada dalam Bahasa Indonesia yaitu kata tidak atau tak, tiada, bukan, dan tanpa. Kata depan adalah kata yang digunakan di depan kata benda untuk

  

merangkai kata benda tersebut dengan bagian kalimat lain. Chaer (2006:122)

  membagi kata depat berdasarkan fungsinya, yaitu kata depan yang menyatakan (1) tempat berada, yaitu di, pada, dalam, atas, dan antara; (2) arah asal, yaitu dari; (3) arah tujuan, yaitu ke, kepada, akan, dan terhadap; (4) pelaku, yaitu oleh; (5) alat, yaitu

  

dengan, dan berkat; (6) perbandingan, yaitu daripada; (7) hal atau masalah, yaitu

tentang dan mengenai; (8) akibat, yaitu hingga dan sampai; (9) tujuan, yaitu untuk,

buat, guna, dan bagi.

8) Kata Penghubung

  Kata penghubung merupakan kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat. Berdasarkan fungsinya, kata penghubung dibedakan menjadi dua macam yaitu (1) kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya sederajat atau setara; dan (2) kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat. Kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya sederajat atau setara dibedakan menjadi kata penghubung yang (1) menggabungkan biasa, yaitu dan, dengan, serta; (2) menggabungkan memilih, yaitu atau; (3) menggabungkan mempertentangkan, yaitu

  

tetapi, namun, sedangkan, dan sebaliknya; (4) menggabungkan membetulkan, yaitu

  kata penghubung melainkan dan hanya; (5) menggabungkan menegaskan, yaitu

  

bahkan, malah (malahan), lagipula, apalagi, dan jangankan; (6) menggabungkan

  membatasi, yaitu kecuali, hanya; (7) menggabungkan mengurutkan, yaitu lalu,

  

kemudian, selanjutnya ; (8) menggabungkan menyamakan, yaitu yakni, yaitu, bahwa,

adalah, ialah ; dan (9) menggabungkan menyimpulkan, yaitu jadi, karena itu, oleh

sebab itu.

  Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat dibagi menjadi kata penghubung yang menggabungkan (1) menyatakan sebab, yaitu sebab, karena; (2) menyatakan syarat, yaitu kalau, jikalau,

  

jika, bila, apabila, asal ; (3) menyatakan tujuan, yaitu agar, supaya; (4) menyuatakan

  waktu, yaitu ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala; (5) menyatakan akibat

  

sampai, hingga, sehingga ; (6) menyatakan sasaran, yaitu untuk, guna; (7) menyatakan

  perbandingan, yaitu seperti, sebagai, laksana; (8) menyatakan tempat, yaitu kata penghubung tempat.

9) Kata Keterangan

  Kata keterangan merupakan kata yang memberi penjelasan pada kalimat atau bagian kalimat lain. Kata keterangan dibagi menjadi dua, yaitu kata keterangan yang menyatakan seluruh kalimat, dan kata keterangan yang menyatakan unsur kalimat (Chaer, 2006:162-163). Kata keterangan yang menerangkan keseluruhan kalimat mempunyai empat fungsi. Fungsi-fungsi tersebut antara lain (1) kepastian, yaitu

  

memang, pasti, tentu ; (2) keraguan atau kesangsian, yaitu barangkali, mungkin,

kiranya, rasanya, agaknya, rupanya ; (3) harapan, yaitu semoga, moga-moga, mudah-

mud ahan, hendaknya; dan (4) frekuensi, yaitu seringkali, sesekali, sekali-kali,

acapkali, jarang .

  Kata keterangan yang menerangkan unsur kalimat berfungsi untuk menyatakan (1) waktu, yaitu sudah, telah, sedang, lagi, tengah, akan, belum, masih, baru, pernah,

  

sempat ; (2) sikap batin, yaitu ingin, mau, hendak, suka, segan; (3) perkenan, yaitu

  boleh, wajib, mesti, harus, jangan, dilarang; (4) frekuensi, yaitu jarang, sering, sekali,

  

dua kali ; (5) kualitas, yaitu sangat, amat, sekali, lebih paling, kurang, cukup; (6)

  kuantitas dan jumlah, yaitu banyak, sedikit, kurang, cukup, semua, beberapa, seluruh,

  

sejumlah, sebagian, separuh, kira-kira, sekitar, kurang lebih, para, kaum ; (7)

penyangkalan, yaitu tidak, tak, tiada, bukan; dan (8) pembatasan, yaitu hanya, cuma.

  10) Kata Tanya

  Kata tanya merupakan kata yang digunakan sebagai pembantu dalam kalimat tanya, yang menanyakan tentang benda, orang, atau keadaan. Keraf (1992:68) menyatakan bahwa kata tanya asli dalam Bahasa Indonesia adalah (1) apa, untuk menanyakan benda; (2) siapa, untuk menyakan orang, dan (3) mana untuk menanyakan pilihan. Ketiga kata tanya tersebut dapat dgabungkan dengan bermacam- macam kata depan, seperti dengan apa, dengan siapa, dari mana, untuk apa, untuk

  

siapa, ke mana, buat apa, buat siapa, kepada siapa, dari apa, dan dari siapa. Adapula

  kata tanya lain yang bukan menanyakan orang atau benda, melainkan menanyakan keadaan atau perihal, seperti mengapa, bilamana, berapa, kenapa, dan bagaimana.

  11) Kata Seru Kata seru merupakan kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan.

  Ada dua macam kata seru bila dilihat dari strukturnya yaitu kata seru yang berupa kata-kata singkat dan kata seru yang berupa kata-kata biasa (Chaer, 2006:193). Kata seru yang berupa kata-kata singkat misalnya wah, cih, hai, o, oh, nah, ha, dan

  

hah. Sedangkan kata seru yang berupa kata-kata biasa seperti aduh, celaka, gila,

kasihan, dan ya ampun, serta kata serapan astaga, masya Allah, Alhamdulillah, dan

  sebagainya.

  12) Kata Sandang dan Partikel Penegas

  Chaer (2006:193) menyatakan bahwa kata sandang yang ada dalam Bahasa Indonesia adalah si, dan sang. Kata sandang si digunakan di depan kata nama diri, kata nama perkerabatan, dan kata sifat, contohnya si Hasan, si adik, dan si gendut. Sedangkan kata sandang sang berfungsi untuk mengagungkan dan digunakan di depan nama tokoh pahlawan, nama tokoh cerita, atau nama sesuatu yang dihormati, misalnya

  

Sang Mahaputra, Sang kancil, Sang merah putih. Partikel penegas merupakan

  morfem yang digunakan untuk menegaskan (Chaer, 2006:194). Partikel penegas dalam Bahasa Indonesia adalah -kah, -tah, -lah, -pun, dan

  • –ter.

  4. Bahasa Indonesia

  Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, baik dari tingkat sekolah hingga ke perguruan tinggi. Untuk itu dengan mudah mengikuti proses belajar mengajar sehingga benar-benar bisa memahami materi pembelajaran Bahasa Indonesia, diperlukan suatu keterampilan berbahasa yang memadai. Pada hakekatnya belajar bahasa Indonesia adalah belajar komunikatif. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia selain meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Pelajaran Bahasa Indonesia menitikberatkan pada proses pembelajaran bahasa Indonesia tentang belajar komunikasi dan belajar sastra untuk dapat menghargai dan memahami manusia dan nilai-nilainya (Kustiningsih, 2013:2). Sedangkan menurut Tarigan (2008) mendefinisikan bahasa sebagai suatu sistem yang sistematis untuk sistem yang generatif.

  5. Cooperative Learning Cooperative learning adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok

  untuk bekerja sama saling membantu mengonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kelompok partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitasi dan minta tanggungjawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi (Shoimin, 2013). Cooperative learning menurut Suprijono (2011: 54) adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kinerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

a. Langkah-langkah

  Terdapat enam langkah utama atau tahap dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar.Fase ini diikuti oleh penyajian informasi yang sering kali dengan bahan bacaan daripada verbal.Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Pada tahap ini guru membimbing siswa saat mereka bekerja sama untuk menyelesaikan tugas. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah siswa pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

  Enam tahap pembelajaran kooperatif itu dirangkum pada tabel berikut (Shoimin, 2013):

Tabel 2.2 Tahap Pembelajaran Kooperasi FASE-FASE AKTIVITAS GURU

  Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin memotivasi siswa dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

  Menyajikan informasi Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Mengorganisasikan siswa Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya kedalam kelompok- membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar kelompok agar melakukan transisi secara efisien

FASE-FASE AKTIVITAS GURU

  Membimbing kelompok Guru membimging kelompok-kelompok belajar pada bekerja dan belajar saat mereka mengerjakan tugas mereka Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

  Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

  b. Kelebihan

  Kelebihan Cooperative learning antara lain meningkatkan harga diri tiap individu. Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar sehingga konflik antarpribadi berkurang. Sikap apatis berkurang. Pemahaman yang lebih mendalam dan retensi atau penyimpanan lebih lama. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Cooperative learning dapat mencegah keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

  Meningkatkan kemajuan belajar (pencapaian akademik). Meningkatkan kehadiran peserta dan sikap yang lebih positif. Menambah motivasi dan percaya diri. Menambah rasa senang berada ditempat belajar serta menyenangi teman-teman sekelasnya. Mudah diterapkan dan tidak mahal.

  c. Kekurangan Cooperative learning masih memiliki kekurangan. Kekurangan Cooperative

learning antara lain guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas. Banyak

  peserta tidak senang apabila disuruh kerjasama dengan yang lain. Perasaan was-was pada anggota akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Banyak perserta takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata secara adil satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut.

6. Model pembelajaran Index Card Match a. Pengertian Index Card Match

  Menurut Suprijono (2011:120) Teknik Index Card Match adalah mencari pasangan kartu. Teknik ini cukup menyenangkan untuk digunakan dalam mengulangi materi pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya atau materi baru yang sedang diajarkan. Hal ini karena siswa-siswa dapat belajar sambil bermain. Teknik Index

  

Card Match dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu

Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Matematika, dan Bahasa Indonesia.

  Teknik Index card Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan.

  Model pembelajaran Index Card Match atau dapat diterjemahkan sebagai suatu model pembelajaran “mencari pasangan kartu”. Index Card Match menurut

  Binham (dalam Muktiani dkk, 2014:2) merupakan salah satu teknik instruksional dari belajar aktif bagian reviewing strategies (strategi pengulangan) yang dapat membantu siswa mengingat apa yang telah mereka pelajari dan menguji kemampuan serta pengetahuan yang telah mereka terima. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa index card match adalah suatu model pembelajaran dengan cara mencari pasangan kartu dari materi yang telah dibahas sehingga pemahaman siswa semakin kuat.

b. Langkah-langkah Index Card Match

  Menurut Suprijono (2011:120), langkah-langkah pembelajaran Index Card

  

Match yaitu: Membuat potongan-potongan kertas sebanyak jumlah siswa yang ada di

  dalam kelas. Membagi kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama. Pada separuh bagian, ditulis pertanyaan tentang materi yang akan dibelajarkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan. Pada separuh kertas yang lain, ditulis jawaban dari pertanyaan

  • –pertanyaan yang telah dibuat. Kocok semua kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban. Setiap siswa diberi satu kertas. Guru menjelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. Separuh siswa akan mendapatkan soal dan separuh siswa akan mendapatkan jawaban. Siswa diminta untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, siswa tersebut duduk berdekatan. Guru juga menjelaskan agar siswa tidak memberitahukan materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain. Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan, mintalah kepada setiap pasangan secara bergantian untuk membacakan soal yang diperoleh dengan keras kepada teman- temannya yang lain. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangannya. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan.

  Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah index card

  

match adalah membuat potongan kertas berisi pertanyaan dan jawabannya. Kocok

  sehingga tercampur semua. Karena aktifitas berpasangan maka separuh siswa mendapat pertanyaan dan separuh yang lain mendapat jawaban. Siswa diminta untuk mencari pasangan mereka. Setelah semua berpasangan siswa harus membaca pertanyaan dan jawabannya. Akhiri teknik ini dengan memberikan klarifikasi dan kesimpulan.

c. Tujuan Index Card Match Tujuan index card match adalah mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.

  Selain itu, metode ini juga bertujuan untuk menjadikan belajar tepat dengan cara meninjau ulang apa yang telah dipelajari. Materi yang telah ditinjau (review) oleh peserta didik mungkin disimpan lima kali lebih kuat dari materi yang tidak ditinjau. Dengan demikian, peserta didik akan merasa lebih yakin dan mantap dengan materi yang telah dipelajari (Ni‟mah dkk, 2012:3).

d. Rasionalisasi Index Card Match dengan teks eksposisi

  Eksposisi adalah uraian atau paparan yang bertujuan menjelaskan maksud dan tujuan dalam karangan. Karena bentuknya uraian, maka isinya cukup panjang. Materi yang panjang dan tanpa animasi, sepintas tidak menarik siswa untuk mempelajarinya sehingga dibutuhkan model pembelajaran yang menarik untuk meningkatkan minat siswa. Index card match diasumsikan dapat meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran sehingga sangat tepat digunakan dalam materi membaca teks eksposisi.

  Hal ini karena siswa harus meninjau ulang materi yang telah didapatkan sehingga akan tersimpan lebih kuat dalam memori.

C. Kerangka Berpikir

  Pada kondisi awal sebelum dilakukan penelitian tindakan kelas, terlihat bahwa proses pembelajaran sebelum menggunakan metode index card matchprestasi belajar siswa belum memenuhi ketuntasan minimal yang diharapkan. Hal ini dibuktikan dari nilai ulangan siswa yang masih banyak yang rendah. Kemudian dari segi afektif, kepercayaan diri siswa masih rendah, siswa tidak berani untuk mengutarakan pendapatnya sendiri. Berdasarkan identifikasi dan analisis masalah yang ada, dilakukan suatu inovasi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

  

index card match , melalui penelitian tindakan kelas. Model pembelajaran Index Card

Match (ICM) diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang terkait dengan materi memahami teks eksposisi baik melalui lisan maupun tulisan.

  Penelitian tindakan kelas ini akan menggunakan dua siklus yaitu siklus pertama dan siklus kedua. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Dimana jika siklus pertama sudah memenuhi ketuntasan yang diinginkan maka tidak dilanjutkan kesiklus berikutnya. Namun jika dalam siklus pertama prestasi belajar siswa belum memenuhi ketuntasan yang diinginkan maka akan dilanjutkan dengan siklus kedua. Penambahan siklus ini bertujuan prestasi belajar siswa akan lebih meningkat.

  Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

  

Gambar. 2.1 Skema Kerangka Berpikir

  Kondisi awal Tindakan

  Kondisi Akhir Guru: Belum

  Menggunakan model pembelajaran Index

  Card Match k

  Dalam pembelajaran guru menggunakan model pembelajaranIndex

  Card Match

  Diduga melalui model pembelajaranIndex

  Card Match prestasi

  belajar siswa meningkat Siklus 1 dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Index

  Index Card Match

  Siklus II dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Index

  Card Match

  Siswa: prestasi belajar rendah

D. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk penelitian ini, yaitu model pembelajaran Index Card Match dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas VII SMP Darul Ulum Tonjong Kabupaten Brebes tahun ajaran 2015/2016 dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang terkait dengan materi memahami teks eksposisi.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN AKTIF INDEX CARD MATCH (ICM) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS XI IPS SMAN 6 PEKANBARU TAHUN AJARAN 20122013 ASNIMAR

0 0 13

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu - 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA

0 9 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Konsep Model Pembelajaran - MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA BAHASA INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PARTISIPASI PADA SISWA KELAS V MIS WAWOTOBI KECAMATAN WAWOTOBI KABUPATEN KONAWE - Repository IAIN Kendari

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELAS V SDN 2 TOWUA KEC. WUNDULAKO KABUPATEN KOLAKA - Repository IAIN Kendari

0 0 9

Metode Penelitian - PENERAPAN PEMBELAJARAN PROJECT-BASED LEARNING (PJBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMA - repo unpas

0 0 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Prosedur Penelitian 1. Metode Penelitian - 12 BAB III TESIS

0 0 10

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Prosedur Penelitian 1. Metode Penelitian - 10. BAB III PERBAIKAN

0 0 10

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian - BAB III METODE PENELITIAN

0 2 14

PENERAPAN METODE INDEX CARD MATCH DAN MEDIA GAMBAR DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SISWA KELAS IV SDN 2 GRENGGENG TAHUN AJARAN 2013/2014 - UNS Institutional Repository

0 0 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - IBNU NGAFAN BAB II

0 0 18