BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - ALDILA MEISTI ANISAKURI BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk

  memberikan referensi atau acuan. Selain itu juga untuk membedakan antara penelitian yang dulu dengan yang akan ditulis. Untuk membedakan penelitian yang berjudul “Kajian Eufemisme Dalam Kalimat-Kalimat Pada Rubrik Peristiwa Tabloid Nova Edisi Februari-April

  2017” dengan penelitian yang sebelumnya, maka penulis meninjau penelitian mahasiswa Pedidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan penelitian mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa, FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Pertama, penelitian dari mahasiswa pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia menganalisis eufemisme pada majalah Kartini. Kedua, penelitian mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa menganalisis eufemisme pada majalah Jaya Baya.

1. Penelitian berjudul Kajian Eufemisme dalam Rubrik Problematika Pada Majalah Kartini Edisi Tahun 2013, oleh : Tri Astuti, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto

  Penelitian Tri Astuti menjelaskan dan mendeskripsikan (1) Bentuk satuan gramatik eufemisme dalam rubrik problematika majalah Kartini bulan Januari-Juli tahun 2013 berupa kata, frasa, dan klausa, dan (2) Konotasi yang digantikan oleh eufemisme dalam rubrik problematika majalah Kartini bulan Januari-Juli 2013 adalah konotasi tidak pantas dan konotasi kasar. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) terdapat bentuk eufemisme dalam rubrik majalah Kartini bulan

  7 Januari-Juli tahun 2013 berupa kata, frasa, dan klausa. (2) Konotasi tidak pantas dan konotasi kasar adalah konotasi yang digantikan oleh eufemisme dalam rubrik problematika majalah Kartini bulan Januari-Juli 2013.

  Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada masalah penelitian dan sumber data penelitian. Masalah pada penelitian sebelumnya yaitu bentuk eufemisme dan konotasi yang digantikan oleh eufemisme. Sedangkan yang akan dilakukan pada penelitian ini masalah penelitiannya bentuk eufemisme, fungsi penggunaan eufemisme, dan jenis referensi eufemisme. Sumber data pada penelitian sebelumnya yaitu rubrik problematika pada majalah Kartini edisi Januari-Juli 2013. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan sumber datanya rubrik Peristiwa pada Tabloid Nova edisi Februari-April 2017.

  Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama berobjek pada media cetak yaitu majalah atau tabloid. Latar belakang objek penelitian sama yaitu tabloid atau majalah yang mempunyai sasaran pembaca wanita. Selain sasaran pembaca wanita, tabloid dan majalah tersebut sama-sama banyak membahas mengenai wanita atau kebutuhan wanita. Persamaan lainnya yaitu sama-sama mendeskripsikan bentuk-bentuk eufemisme. Bentuk-bentuk eufemisme yang akan diteliti berupa kata, frasa, dan klausa.

2. Penelitian berjudul Pemakaian Eufemisme Dalam Cerkak Majalah Jaya

  Baya Edisi April - Juli 2012, oleh : Alia Retna Fitriani, Pendidikan Bahasa Jawa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, FBS Universitas Negeri Yogyakarta

  Penelitian Alia Retna Fitriani menjelaskan dan mendeskripsikan (1) Bentuk kebahasaan eufemisme yang digunakan dalam cerkak majalah JB edisi April

  • – Juli

  2012 berupa kata, frasa dan klausa. Bentuk kebahasaan yang berupa kata lebih dominan daripada frasa dan klausa. (2) Fungsi penggunaan eufemisme dalam cerkak majalah JB edisi April – Juli 2012 yaitu sebagai alat untuk menghaluskan ucapan. Dilihat dari fungsi pemakaian eufemismenya, walaupun dari berbagai referensi yang berbeda-beda akan tetapi memiliki fungsi yang sama yaitu menghaluskan ucapan. (3) Nilai-nilai rasa yang bentuknya digantikan dengan bentuk eufemisme dalam cerkak majalah JB edisi April

  • – Juli 2012 berupa nilai rasa positif dan negatif. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada masalah penelitian dan sumber data penelitian. Masalah pada penelitian sebelumnya yaitu bentuk eufemisme, fungsi penggunaan eufemisme, referensi eufemisme, dan nilai rasa yang digantikan dengan bentuk eufemisme. Sedangkan yang akan dilakukan masalah penelitiannya bentuk eufemisme, fungsi penggunaan eufemisme, dan jenis referensi eufemisme dengan pemaparan yang berbeda. Sumber data pada penelitian sebelumnya yaitu cerkak majalah Jaya Baya edisi April - Juli 2012. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan sumber datanya rubrik Peristiwa pada Tabloid Nova edisi Februari-April 2017.

  Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama mendeskripsikan bentuk eufemisme berupa kata, frasa, dan kalusa.

  Kemudian sama-sama mendeskripsikan fungsi penggunaan eufemisme yang terdapat 5 fungsi. Selain itu, hal yang sama dibahas dalam penelitian ini adalah jenis referensi eufemisme yang terdiri dari 7 jenis. Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya juga terletak pada persamaan objek yaitu media cetak yang berupa majalah atau tabloid. Latar belakang objek penelitian sama yaitu tabloid atau majalah yang banyak menggunakan eufemisme dalam penyajiannya.

B. Eufemisme 1. Pengertian Eufemisme

  Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizien yang berarti berbicara dengan kata-kata yang jelas dan wajar, yang diturunkan dari eu „baik‟ + phanai

  „berbicara‟. Jadi, secara singkat, menurut Dale eufemisme berarti pandai berbicara, berbicara baik (Tarigan, 2015). Lebih lanjut menurut beliau bahwa eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap merugikan, dirasakan kasar, atau tidak menyenangkan (Tarigan, 2015: 135). Menurut Keraf (2006: 132) eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Menurut Wijana eufemisme adalah pemakaian kata tau bentuk lain untuk menghindari bentuk larangan atau bentuk yang ditabukan di dalam bahasa (Wijana, 2011: 78). Berdasarkan definisi- definisi tersebut dapat dikatakan bahwa eufemisme merupakan suatu usaha dalam pemakaian bahasa untuk menggantikan kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi. Kata-kata yang dianggap kasar diganti dengan kata-kata yang lebih halus untuk menjaga perasaan orang lain.

2. Bentuk Eufemisme

  Satuan gramatik adalah satuan-satuan yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatik (Ramlan, 2009: 27). Arti leksikal adalah arti yang dimiliki atau ada pada leksem meskipun tanpa konteks apapun. Berbeda dengan arti leksikal, arti gramatik baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Satuan gramatik meliputi morfem, kata frase, klausa, kalimat dan wacana. Satuan-satuan gramatik yang digunakan sebagai eufemisme hanya berupa kata, frasa, dan klausa. Oleh karena itu, bentuk eufemisme dapat dikategorikan sebagai kata, frasa, dan klausa.

a. Kata

  Kata ialah satuan bebas yang paling kecil. Atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 2009: 33). Menurut Chaer (2007: 162) kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan yang paling kecil yang memiliki satu pengertian. Perhatikan contoh kata-kata berikut: mobil, rumah, sepeda,

  , dingin, dan kuliah. Keenam kata yang kita ambil itu, kita akui sebagai kata

  ambil

  karena setiap kata mempunyai makna. Berbeda dengan kata adepes, libma, ninggis, dan haklab. Kata tersebut bukan termasuk kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna. Dalam penelitian ini peneliti mengamati bentuk eufemisme yang berupa kata secara spesifik yaitu kata dasar dan kata bentukan.

1) Kata Dasar

  Definisi kata dasar menurut Tarigan (2009a: 20) adalah satuan terkecil yang menjadi asal atau permulaan suatu kata kompleks. Kata dasar adalah kata yang belum mendapat penambahan baik awalan maupun akhiran. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kata dasar adalah satuan terkecil atau kata yang belum mendapat penambahan baik awalan maupun akhiran atau belum mengalami proses afiksasi. Contoh eufemisme yang berbentuk kata dasar misalnya mantan yang menggantikan bekas . Eufemisme bunting yang digantikan dengan kata hamil.

2) Kata Bentukan

  Kata bentukan merupakan kata yang telah mengalami proses afiksasi atau berimbuhan, pemajemukan, dan berakronim. Kata berimbuhan adalah kata yang mengalami pengimbuhan atau afiksasi. Imbuhan atau afiks adalah morfem terikat yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata (Muslich, 2009: 38). Hasil pengimbuhannya menghasilkan kata berimbuhan atau kata turunan. Dari definisi di atas disimpulkan bahwa kata berimbuhan adalah kata yang telah mangalami pengimbuhan atau afiksasi. Contoh eufemisme yang berbentuk kata berimbuhan misalnya dimakamkan yang menggantikan dikuburkan.

  Kata majemuk adalah bergabungnya dua kata dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru (Muslich, 2009: 57). Kata majemuk adalah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya. Misalnya, daya dan ada pula yang terdiri dari pokok kata semuanya, misalnya

  tahan, lempar lembing,

lompat lari, jual beli, simpan pinjam , dan lain-lain. Pada tata bahasa struktural

  menitikberatkan kajian pada struktur, datang dengan konsep bahwa kedua unsur kata majemuk tidak dapat dipisahkan dengan unsur lain dan tidak dapat di balik susuannnya. Umpamanya bentuk mata sapi dalam arti telur digoreng tanpa dihancurkan adalah sebuah kata majemuk sebab tidak dapat dipisah, misalnya menjadi

  

matanya sapi atau mata dari sapi atau tidak bisa dibalikkan menjadi sapi mata.

  Contoh eufemisme yang berbentuk kata majemuk misalnya pembantu rumah tangga yang menggantikan babu.

  Kata berakronim merupakan kata-kata yang telah mengalami proses akronim. Akronim adalah pemendekan dua kata atau lebih menjadi satu kata saja, dengan kata lain akronim merupakan kata. Maknanya merupakan kepanjangan kata tersebut (Pateda, 2001: 150). Menurut Chaer (2007: 192) akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama dan berupa pengekalan suku-suku kata yang berbentuk kata misalnya lapas pemendekan dari lembaga pemasyarakatan.

b. Frasa

  Frasa ialah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2007: 222). Cook, dkk (dalam Tarigan, 2009b: 96) berpendapat bahwa frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa. Frasa merupakan satuan linguistik yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yan terdiri dari dua kata atau lebih yan tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Contoh eufemisme yang berbentuk frasa yaitu pemutusan hubungan kerja yang menggantikan bentuk pemecatan,

  

pemberlakuan tarif baru menggantikan bentuk kenaikan harga dan dan tingkat

perekonomian yang rendah menggantikan bentuk kemiskinan.

  Menurut Chaer (2007: 228) jenis frasa berdasarkan kategori intinya dapat dibedakan menjadi frasa nomina, frasa verbal, frasa ajektifa, dan frasa numeralia. Frasa nomina adalah frasa yang intinya berupa nomina atau kata benda. Contohnya

  

bus sekolah, kecap manis , dan guru muda. Frasa verbal adalah vrasa yang intinya berupa verba atau kata kerja. Frasa ini dapat menggantikan kedudukan kata verba di dalam sintaksis. Semisal frasa verba sedang membaca, sudah mandi, makan lagi, dan

  

tidak akan datang. Frasa ajektifa adalah frasa yang intinya berupa kata ajektifa atau

kata sifat. Beberapa contohnya seperti sangat cantik, indah sekali, dan kurang baik.

  Frasa numeralia adalah frasa yang intinya berupa kata numeral atau kata bilangan. Contohnya seratus dua puluh lima dan tiga belas.

c. Klausa

  Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata yang berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata dan frasa, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lainnya berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan (Chaer, 2007: 231). Ramlan (dalam Tarigan, 2009b: 76) berpendapat bahwa klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat atau suatu bentuk linguistik yang terdiri atas subjek dan predikat. Jadi dapat disimpulkan bahwa klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat bisa juga disertai objek dan keterangan. Contoh eufemisme yang berbentuk klausa yaitu menafkahi yang menggantikan bentuk mencari uang untuk keluarga.

  keluarga

  Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya,klausa dapat dibedakan menjadi klausa verbal, klausa nominal, klausa ajektifal, klausa adverbial, klausa preposisional, klausa numeralia. Definisi klausa verbal adalah klausa yang predikatnya terdiri dari verbal. Contohnya kakek menari, nenek mandi, matahari

  

terbit, dan sapi itu berlari. Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berupa

nomina atau frasa nomina, misalnya satpam bank sasta, dosen linguistik, dan petani.

  Klausa ajektifal adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frasa, contohnya ibu dosen itu cantik. Klausa adverbial adalah klausa predikatnya berupa adverbia. Misalnya klausa bandelnya teramat sangat. Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frasa yang berkategori preposisi.

  Misalnya kakek ke pasar baru. Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frasa numeralia. Misalnya pada klausa anaknya dua belas orang (Chaer, 2007: 236-238).

3. Jenis Referensi Eufemisme

  Menurut Wijana (2008: 96-104) berdasarkan referensi, eufemisme dapat digolongkan menjadi: (a) benda dan binatang adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada benda dan binatang, (b) bagian tubuh adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada bagian tubuh makhluk hidup, (c) profesi adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada profesi seseorang, (d) penyakit adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada penyakit yang diderita oleh seeorang, (e) aktivitas adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada aktivitas seseorang, (f) peristiwa adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada peristiwa atau hal tertentu yang dialami oleh seseorang, dan (g) sifat atau keadaan adalah suatu referen yang mengacu pada kekurangan atau kelemahan seseorang.

a. Benda dan Binatang

  Benda-benda yang dikeluarkan oleh aktivitas organ tubuh manusia ada beberapa di antaranya yang memiliki referen yang bernilai rasa jijik. Kata-kata yang mengacu pada nilai rasa jijik biasanya dituturkan dengan cara memperhalus kata. Tempat kencing dan berak disebut WC. Kata WC menimbulkan nilai rasa jijik. Oleh karena itu, kata WC diperhalus menjadi toilet. Kemudian air kencing dan tai, agar lebih sopan maka diganti dengan air seni, urine, air kecil, tinja dan feaces. Benda- benda yang dihasilkan dari aktivitas tidak legal atau halal, misalnya uang sogok dan

  

uang suap memiliki beberapa eufemis yaitu uang bensin, uang rokok, dan uang

pelicin, dsb. Biasanya sebagai sarana pendidikan, nama-nama hewan seperti anjing,

kambing, kucing diganti dengan tiruan bunyi (onomatope)-nya, yaitu guguk, embek

dan pus (Wijana, 2008: 80-81).

  b. Bagian Tubuh

  Bagian-bagian tubuh tertentu yang fungsinya digunakan untuk aktivitas seksual tidak bebas dibicarakan secara terbuka. Oleh karena itu, harus dihindari penyebutan langsungnya. Misalnya bagian tubuh yang dieufemismekan adalah buah

  

dada dan tetek. Eufemisnya dari kata tersebut adalah payudara. Kemudian bagian

  tubuh lain yang dianggap kotor adalah anus dan dubur. Kata tersebut diganti dengan

  

pelepasan , untuk menghindari penyebutan langsungnya. Dalam kaitan ini perlu pula

  dikemukakan bahwa tidak hanya bagian tubuh yang bersangkutan dipandang memiliki nilai rasa negatif. Alat-alat yang secara langsung digunakan untuk menutupinya juga sering mendapat perlakuan demikian. Misalnya, celana dalam diganti istilahnya dengan segitiga pengaman (Wijana, 2008: 81-82).

  c. Profesi

  Di dalam masyarakat, selain terdapat profesi-profesi yang bergengsi dan terhormat, terdapat pula profesi-profesi yang dipandang rendah martabatnya. Untuk menghormati orang-orang yang memiliki atau menjalani profesi semacam itu, perlu dibentuk kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang bersifat eufemistis. Kata pelacur,

  

pemantu, pemulung, dan pengemis adalah profesi yang dipandang rendah di dalam masyarakat. Untuk menghindari pandangan tersebut, maka diciptakan bentuk-bentuk eufemisme. Kata pelacur harus diganti dengan wanita tuna susila (WTS), wanita

  

penggibur, atau pramunikmat. Adapun metafora eufemismenya adalah kupu-kupu

malam . Penggantian istilah itu digunakan untuk menghormati orang-orang yang

  memiliki profesi tersebut. Contoh lainnya, kata pemulung merupakan kosakata yang relatif baru dalam b ahasa Indonesia yang bermakna „pemungut barang-barang bekas

  dan tidak berharga

  ‟. Karena jasa-jasanya di dalam menjaga kebersihan lingkungan, orang yang menjalankan profesi itu mendapat sebutan laskar mandiri (Wijana, 2008: 82-83).

d. Penyakit

  Penyakit yang diderita oleh seseorang tentu saja merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi penderitanya. Penyakit-penyakit yang referennya menjijikan lazimnya dihindari penyebutan disfemistisnya, dan harus diganti dengan bentuk eufemistisnya. Bentuk-bentuk eufemisme nama-nama penyakit ini berupa istilah- istilah yang lazim digunakan dibidang kedokteran. Pemakaian istilah tersebut untuk menimbulkan kesan sopan, untuk merahasiakan penyakit-penyakit itu kepada para pasien atau orang-orang yang tidak berhak mendengarnya. Misalnya, ayan diganti dengan epilepsi, kudis diganti dengan scabies, dsb. Bila istilah kedokteran yang bersangkutan masih dianggap kurang dapat menjaga kerahasiaannya, bentuk-bentuk singkatannya sering digunakan untuk menggantinya. Istilah Kanker harus diganti dengan CA. Istilah Hemoroid (istilah kedokteran untuk ambeien atau wasir) seringkali disingkat HM. Kata yang mengacu pada pengertian cacat mengakibatkan menyinggung perasaan bagi orang yang menderita cacat. Misalnya, orang buta tidak suka disebut picak buta‟ atau wuta buta‟. Untuk menghindari agar tidak menyinggung perasaan yang bersangkutan dibuatlah ungkapan lain, misalnya

  

tunanetra . Penyebutan untuk penderita cacat tertentu, baik mengenai kejasmanian atau

  kesusilaan akhir-akhir ini digunakan kata-kata tertentu untuk menghilangkan perasaan kasar yang ditimbulkan oleh kata-kata yang telah lama dikenal oleh masyarakat. Kata- kata itu misalnya tunakarya untuk menyebut orang yang tidak memiliki pekerjaan, tunadaksa untuk menyebut orang yang cacat badannya (Wijana, 2008: 83).

e. Aktivitas

  Tidak hanya benda-benda buangan tubuh manusia yang harus diberi bentuk eufemistis, tetapi aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pembuangan benda-benda tubuh manusia harus mendapat perlakuan yang sama di dalam pemakaian bahasa. Misalnya buang air (kecil atau besar), ke belakang atau ke kamar mandi adalah bentuk eufemistis untuk menggantikan kata berkonotasi negatif seperti kencing dan berak. Aktivitas yang berhubungan dengan aktivitas seksual juga perlu digunakan pemakaian eufemisme. Misalnya kata bersenggama dan bersetubuh harus diganti dengan berhubungan intim. Kemudian aktivitas seksual yang ilegal, yaitu

  

menyeleweng dapat diganti dengan kata berselingkuh. Dalam bidang kriminalitas, kata

korupsi dan manipulasi dapat diperhalus dengan kata penyalahgunaan atau

penyimpangan . Kemudian kata ditangkap, ditahan, atau dipecat dapat diperhalus

dengan diamankan, dimintai keterangan, atau diberhentikan (Wijana, 2008: 84).

  f. Peristiwa

  Peristiwa dalam hal ini mengenai sesuatu yang buruk yang dialami oleh seseorang. Sesuatu yang buruk itu dapat pula peristiwa yang disengaja dan tidak disengaja. Misalnya, kata mati tidak sopan apabila dituturkan untuk orang. Kata mati diganti dengan bentuk eufemisme seda (dalam bahasa Jawa), karena kata seda (dalam bahasa Jawa) dianggap lebih sopan dan menghormati untuk orang yang meninggal dan ditinggalkannya. Kata mati (dalam bahasa Indonesia) digantikan dengan bentuk eufemisme meninggal dunia (Wijana, 2008: 84).

  g. Sifat atau Keadaan

  Keadaan buruk atau kekurangan pada seseorang atau suatu pihak sering kali diminimalkan untuk menghormati orang-orang atau pihak-pihak yang memiliki keadaan buruk atau kekurangan itu. Ketika keadaan atau kekurangan tersebut diucapkan dengan kata-kata kasar maka dianggap tidak sopan pada orang yang dituju.

  Selain itu, orang yang mendengar ucapan kata-kata kasar tersebut dapat pula tersinggung perasaannya. Misalnya kata goblog, bego (dalam bahasa Jawa) merupakan kata yang dianggap kasar dan harus diganti dengan bentuk eufemisme ora

  

pinter (dalam bahasa Jawa). Kata cacat diganti dengan bentuk eufemisme

keterbatasan fisik , karena kata tersebut dianggap lebih sopan dan menghormati orang

  yang dituju (Wijana, 2008: 85-86).

4. Fungsi Penggunaan Eufemisme

  Penggunaan eufemisme oleh pemakai bahasa adalah untuk menggantikan suatu bentuk kebahasaan yang bernilai rasa kasar dengan bentuk lain yang dipandang bernilai rasa halus. Dalam gejala pemakaian eufemisme, bentuk terganti maupun pengganti memiliki maksud yang sama dan referen yang sama. Hanya saja bentuk pengganti bernilai rasa lebih halus bila dibandingkan dengan bentuk terganti.

  Eufemisme sebagai alat untuk mengemas brntuk-bentuk yang ditabukan, sehingga dalam penggunaannya memiliki bermacam-macam fungsi penggunaannya. Fungsi eufemisme menurut Wijana (2008: 104-109), memiliki 5 macam fungsi, yaitu: a.

   Sebagai Alat untuk Menghaluskan Ucapan

  Eufemisme sebagai alat untuk menghaluskan ucapan merupakan fungsi eufemisme yang paling umum. Kata-kata yang memiliki denotasi tidak senonoh, tidak menyenangkan atau mengerikan, berkonotasi rendah atau tidak terhormat, dan lain sebagainya. Kata-kata tersebut harus diganti atau diungkapkan dengan cara-cara yang tidak langsung untuk menghindari berbagai hambatan dan konflik sosial. Misalnya kata-kata yang tidak senonoh ketika diucapkan atau didengar akan menimbulkan rasa tersinggung pada seseorang. Contohnya, kata pembantu memiliki konotasi yang agak rendah atau tidak terhormat. Dan orang yang memiliki profesi tersebut akan lebih senang jika disebut Asisten Rumah Tangga (ART). Dengan ucapan yang sopan, penutur diharapkan dapat menjaga citra dirinya dan membina hubungan yang harmonis dengan lawan bicaranya atau dengan orang lain yang mendengar ucapannya (Wijana, 2008: 86-87).

b. Sebagai Alat untuk Merahasiakan Sesuatu

  Di dalam dunia kedokteran eufemisme tidak hanya digunakan untuk menghaluskan ucapan, akan tetapi juga digunakan untuk merahasiakan sesuatu.

  Misalnya penyakit-penyakit yang berbahaya yang dapat menimbulkan rasa khawatir terhadap orang yang menderitanya atau orang yang mendengarnya. Nama penyakit

  

kanker dan sipilis oleh para dokter dijaga kerahasiaanya, maka oleh paramedis sering

menyebutnya dengan CA dan GO agar aman apabila didengarkan oleh orang lain.

  Selain itu digunakan juga dalam nama penyakit-penyakit lainnya yang memiliki arti mengerikan daripada nama istilah yang digunakan dalam dunia kedokteran. Istilah nama penyakit yang digunkana di dunia kedokteran justru memberikan kosakata baru (Wijana, 2008: 87-88).

  c. Sebagai Alat untuk Berdiplomasi

  Eufemisme biasanya digunakan oleh para pemimpin atau para pejabat untuk menghargai atau memuaskan bawahan atau rakyatnya agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, dalam pertemuan rapat seorang pemimpin mengatakan akan menampung atau mempertimbangkan usul-usul yang diajukan oleh peserta rapat walaupun sebenarnya usul tersebut ditolak. Hal ini untuk menghargai para pemberi saran. Selain itu, eufemisme juga digunakan dalam sambutan-sambutan pemimpin atau pejabat agar ungkapan yang diucapkan terdengar halus atau tidak menyinggung perasaan bagi orang yang mendengarkan. Pemimpin atau pejabat tentu harus pandai- pandai memilih kata ketika berdiplomasi agar lebih menarik pendengar (Wijana, 2008: 88).

  d. Sebagai Alat Pendidikan

  Penghalusan ucapan yang ditanamkan sejak dini kepada anak-naka memiliki tujuan yang bersifat edukatif. Sejak usia dini, anak-anak diajarkan untuk menghindari penyebutan secara langsung kata-kata yang bernilai rasa kurang sopan. Ketika usia anak-anak masih di bawah umur tentu penggunaan kata-kata yang diucapkan oleh orang tua di rumah maupun guru di sekolah harus kata-kata yang sopan dan halus. Hal tersebut dilakukan agar anak-anak kecil menirukan kata-kata yang sopan dan halus ketika berbicara dengan lawan bicara. Usia anak-anak yang masih di bawah umur cenderung menirukan apa yang mereka dengar tanpa mementingkan artinya. Seperti penyebutan pipis

  „buang air kecil‟, eek „buang air besar‟, guguk sebagai penganti anjing dan embek sebagai pengganti kambing (Wijana, 2008: 89).

e. Sebagai Alat Penolak Bahaya Fungsi penggunaan eufemisme yang terakhir sebagai alat penolak bahaya.

  Maksud dari pernyataan tersebut ialah penolak bahaya dari seseorang atau makhluk hidup lainnya ketika mereka mendengar ucapan seseorang. Ketentraman, keselamatan dan kesejahteraan sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Dengan menggunakan sejumlah kata eufemisme merupakan salah satu pencerminan usaha manusia untuk memperoleh ketentraman, keselamatan dan kesejahteraan. Misalnya dalam masyarakat Jawa kata tikus diganti dengan kata den bagus, hal ini dilakukan agar mereka tidak mendapat gangguan dari binatang ini. Di dalam pemakaian bahasa Melayu, kata harimau dan ular diganti dengan nenek dan akar oleh orang-orang yang sedang berjalan di hutan agar memperoleh keselamatan (Wijana, 2008: 89-90).

C. Tabloid Nova 1. Pengertian Tabloid Nova

  Tabloid memiliki dua makna, pertama yaitu format kecil dari surat kabar, kira- kira setengah ukuran bias. Kedua, isi singkat berbagai konsep populer dan sebagian besar sensasional jurnalisme (Kaid, 2008). Kemudian isi atau muatan dari tabloid menurut Hughes (1981), cerita tabloid adalah bagian alami dari demo, mitos kehidupan kota mengatakan. John Langer (1997) berita tentang banjir, kecelakaan, gaya hidup selebriti, tindakan heroik orang yang rendah hati, tragedi pribadi, yang biasanya dihubungkan dengan jurnalisme tabloid berita lainnya dan pendukung posisi alami mereka dalam masyarakat ( Trampota, 2010). Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tabloid merupakan jenis dari media cetak yang ukurannya lebih kecil dari surat kabar dengan isi yang meliputi berita bencana alam, gaya hidup selebriti, dan lain sebagainya.

  Penerbitan tabloid tidak sama dengan surat kabar lain seperti koran yang setiap harinya diterbitkan. Tabloid terbit biasanya setiap satu minggu sekali dan dua minggu sekali. Jenis tabloid menentukan sasaran khalayaknya, misalnya tabloid remaja berarti sasaran dari tabloid tersebut adalah khalayak remaja. Tabloid femina sasarannya ialah perempuan karena isi dari tabloid tersebut lebih banyak memberitakan mengenai masalah perempuan.

  Nova merupakan nama sebuah tabloid yang diterbitkan di Indonesia secara mingguan atau setiap Senin. Penerbit tabloid ini adalah penerbit Kelompok Kompas Gramedia sejak tahun 1988, lebih tepatnya diterbitkan oleh Perusahaan Nova Group. Isi dari tabloid ini sama halnya dengan tabloid pada umumnya mengenai informasi hiburan seperti, musik, resep makanan, film, berita seputar selebriti, berita umu, dan lain sebagainya. Tabloid Nova ini memiliki sasaran tertentu yang diharapkan sesuai dengan nama dari tabloid tersebut, yaitu wanita. Hal tersebut dikarenakan isi dari tabloid Nova lebih banyak mengenai hal-hal yang berbau wanita. Meskipun demikian, laki-laki tetap boleh membaca tabloid Nova.

2. Karakteristik Tabloid Nova

  Karakteristik tabloid Nova adalah fokus isinya yang berpusat pada dunia wanita. Maksud dari dunia wanita di sini merupakan sesuatu yang biasanya disukai oleh wanita seperti, fashion busana terkini, fashion tatanan rambut terkini, fashion hijab terkini, tutorial hijab simple, resep makanan, dan tips mengenai hubungan dengan kekasih. Selain itu, nama Nova pada tabloid ini juga menggambarkan nama wanita, meskipun tabloid ini juga dibaca oleh laki-laki. Selain itu, tabloid Nova juga memiliki moto yang berbeda dengan tabloid- tabloid lainnya. “Sahabat Wanita Inspirasi Keluarga” itulah moto yang diusung oleh tabloid Nova. Berdasarkan moto tersebut, diharapkan tabloid Nova dapat menjadi inspirasi pembacanya yang kabanyakan wanita.

  Karakteristik lainnya dapat dilihat dari halaman sampul yang dibuat menarik. Pada halaman sampul tabloid Nova selalu disajikan foto selebriti Indonesia yang beritanya dimuat dalam salah satu rubrik tabloid Nova. Gambar yang disajikan dengan kualitas warna yang bagus sehingga menarik minat pembaca. Selain itu, dalam tabloid

Nova juga menyajukan beberapa rubrik yang tidak ada dalam tabloid-tabloid lainnya.

  Karakteristik pentingnya yaitu pada tabloid Nova hanya sedikit membicarakan gosip, lebih banyak pada wacana atau berita fakta mengenai suatu hal.

D. Rubrik “Peristiwa” 1. Pengertian Rubrik Peristiwa

  Mengutip pendapat Onong Uchjana Effendi (1989) dari skripsi Dera Mugni Labib Alluqoni, rubrik merupakan istilah Belanda yang berarti ruangan pada surat kabar, majalah, atau media cetak lainnya mengenai suatu aspek atau kegiatan dalam kehidupan masyarakat, misalnya rubrik wanita, rubrik olahraga, rubrik pendapat, rubrik pembaca, rubrik editorial, dan sebagainya. Pendapat lain mengenai pengertian rubrik menurut Komarrudin (1985) dalam skripsi Neneng Ratna Komala Sari, rubrik adalah kepala karangan, bab atau pasal. Di dalam surat kabar atau majalah rubrik sering diartikan sebagai “ruangan”, misalnya rubrik tinjauan luar negeri, rubrik ekonomi, rubrik olah raga, dan rubrik kewanitaan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa rubrik adalah kepala karangan dalam media cetak baik surat kabar maupun majalah. Rubrik dalam surat kabar misalnya, tajuk rencana, surat pembaca, rubrik wanita, dan rubrik fashion. Selain dalam surat kabar, rubrik juga dimuat dalam majalah dan tabloid.

  Isi rubrik ada yang secara jelas ditampilkan oleh penulis (tersurat) dan ada yang tidak secara jelas ditampilkan oleh penulis (tersirat). Isi rubrik merupakan pokok masalah yang dibicarakan dalam rubrik. Rubrik memuat isi dan pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Isi rubrik merupakan hal pokok yang dibahas dalam rubrik. Sementara itu pesan rubrik merupakan anjuran atau nasihat penulis yang terdapat dalam rubrik yang ditunjukkan kepada pembaca.

  „Peristiwa‟ merupakan sesuatu kejadian yang dialami oleh seseorang atau makhluk hidup lainnya. Kata „peristiwa‟ digunakan untuk salah satu rubrik dalam tabloid Nova.

  „Peristiwa‟ sebagai nama rubrik yang menyajikan liputan jurnalistik tentang peristiwa-peristiwa yang dialami oleh seseorang baik suka maupun duka.

  Liputan jurnalistik yang disajikan dalam rubrik „Peristiwa‟ tidak hanya dari masyarakat umum, melainkan juga dari orang penting seperti pejabat negara dan artis ibu kota. Berdasarkan isi dari rubrik „peristiwa‟ diharapkan memberikan informasi kepada pembaca, selain itu juga dapat memberikan dampak bagi pembaca.

2. Karakteristik Rubrik Peristiwa

  Karakteristik pada rubrik Peristiwa yang menunjukkan perbedaan dengan rubrik-rubrik lainnya pada tabloid Nova adalah pada isi liputannya yang berisi peristiwa. Peristiwa yang dimaksudkan ialah berupa kajadian-kejadian suka maupun duka yang dialami oleh seseorang. Namun kejadian-kejadian tersebut lebih banyak memuat mengenai fakta dari suatu peristiwa. Misalnya kejadian bencana tanah longsong, perjuangan seseorang yang mengidap sakit kanker, pelukis dengan keterbatasan fisik, artis ibu kota yang akan menikah, pejabar negara yang mengadakan bakti sosial, dan lain sebagainya. Kejadian-kejadian tersebut hanya disajikan dalam rubrik Peristiwa pada tabloid Nova.

  Liputan yang disajikan dalam rubrik „Peristiwa‟ tidak hanya peristiwa yang dialami oleh masyarakat umum, namun juga dari pejabat negara hingga artis ibu kota.

  Selain itu, pada rubrik Peristiwa setiap berita atau liputan selalu disertai judul dan lead berita. Judul di sini menunjukkan judul dari berita, sedangkan lead berita atau teras

  

berita menunjukkan gambaran dari keseluruhan isi berita atau liputan. Adanya lead

berita memudahkan pembaca memahami lebih cepat apa yang ada dalam berita

  tersebut. Sedangakan pada rubrik-rubrik lainnya dalam tabloid Nova tidak terdapat lead berita , hanya nama orang yang ada dalam berita atau liputan.

  E. K

EUFEMISME DALAM PADA RUBRIK PERISTIWA TABLOID NOVA

  er an g k a Be Tabloid Nova Eufemisme rp ik ir

  BENTUK JENIS Pengertian Karakteristik FUNGSI PENGGUNAAN EUFEMISME : REFERENSI

  Tabloid Nova Tabloid Nova EUFEMISME : EUFEMISME :

  Eufemisme Dalam Rubrik..., Aldila

  1. Bentuk kata

  1. Untuk

  2. Bentuk frasa

  1. Benda dan Menghaluskan

  3. Bentuk klausa binatang

ucapan

  2. Bagian tubuh

  2. Untuk merahasiaka Rubrik

  3. Profesi

sesuatu

Peristiwa

  4. Penyakit

  3. Untuk berdiplomasi

  5. Aktivitas

  4. Alat pendidikan

  6. Peristiwa

  5. Alat penolak bahaya

  7. Sifat atau Keadaan Meisti Anisakuri, FKIP

  

Hasil Pembahasan

UMP, 2017

  27