Pengembangan Desa Wisata Berbasis Konservasi dan Edukasi Pertanian Organik Arif Pujiyono

Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif
SEMARANG, 15 – 16 Oktober 2016
Pengembangan Desa Wisata Berbasis Konservasi dan Edukasi Pertanian Organik
Arif Pujiyono1), Darwanto1), Purbayu Budi Santosa1), Edy Yusuf1), dan Budi
Raharjo2)
1

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Jalan H. Prof. Soedarto, S.H.
Tembalang, Semarang 50275
2
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Jalan H.Prof. Soedarto, S.H.
Tembalang, Semarang 50275
Email : arief.pujiyono@gmail.com; darwanto@undip.ac.id

Abstract
Tourism is tour activities that it’s supported by public, government, local government, and
entrepreuners. Rural tourism is the form of tourism that its developed by government.
Government develop the rural tourism to attract tourist come to see the rural that it has a
particular characteristic in every destinations. One of the particular characteristic is
implementation of organic farming system. The purpose of research is analyze the
develompent of rural tourism based on organic farming’s conservation and education. This

research using descriptive qualitative methods to analyze. Beside that, this research use
PRA’s method (Participatory Rural Appraisal) for developing rural tourism based on
organic farming’s conservation and education. This method tries to ask public’s role for
participation of rural tourism’development. The data in this research are compiled from
indepth-interview with organic farm’s community and local public. The result shows that
the potential of rural areas like implementation of organic farming system can be used to
develop rural tourism. Beside that, organic farming is useful for conservation and
education.
Keywords : rural tourism, PRA, organic farming, conservation, education
Abstrak
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh masyarakat,
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha. Desa wisata merupakan salah satu bentuk
pariwisata yang dikembangkan pemerintah untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke
desa-desa yang memiliki karakteristik khusus. Salah satu karakteristik khusus tersebut
adalah penerapan sistem pertanian organik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
pengembangan desa wisata berbasis konservasi dan edukasi pertanian organik yang telah
diterapkan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
deskriptif. Sedangkan kegiatan pengembangan desa wisata menggunakan metode PRA
(Participatory Rural Appraisal). Metode ini menuntut masyarakat lokal untuk berperan
aktif dalam upaya pengembangan desa wisata. Data disusun berdasarkan hasil wawancara

secara mendalam dengan kelompok tani organik dan masyarakat sekitar. Hasil studi
menunjukkan bahwa pengembangan desa wisata dapat dirintis melalui potensi-potensi desa
seperti pertanian organik yang telah diterapkan dalam sistem pertanian. Selain itu pertanian
organik bermanfaat untuk dijadikan upaya konservasi dan edukasi.
Kata Kunci: desa wisata, PRA, pertanian organik, konservasi, edukasi

PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016

ISSN: 2477 – 2097

405

Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif
SEMARANG, 15 – 16 Oktober 2016
PENDAHULUAN
UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan wisata adalah
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara
sedangkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh

masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dan pengusaha. Pariwisata
merupakan salah satu sektor yang berpotensi untuk berperan dalam upaya pembangunan
perekonomian melalui penghapusan kemiskinan dan mengatasi pengangguran. Selain
itu pariwisata juga memberikan dampak positif lainnya seperti konservasi sumber daya,
upaya peningkatan kebudayaan, serta meningkatkan peranan masyarakat lokal.
Desa wisata merupakan salah satu bentuk pariwisata yang dikembangkan
pemerintah untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke desa-desa yang memiliki
karakteristik khusus. Adanya pembentukan dan pembangunan desa wisata ini akan
meningkatkan sumber-sumber pendapatan desa. Selain itu dampak lain dari
pembangunan desa wisata antara lain membuka lapangan kerja dan usaha bagi
masyarakat lokal, meningkatkan wawasan dan cara berfikir masyarakat lokal,
meningkatkan ilmu dan teknologi bidang kepariwisataan, mengembangkan dan
melestarikan kesenian serta kebudayaan lokal, dan meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk menjaga kelestarian lingkungan (Priasukmana & Mulyadin, 2001).
Potensi desa yang dapat dikembangkan menjadi desa wisata salah satunya adalah
sistem pertanian organik. Sistem pertanian organik merupakan sistem pertanian yang
menerapkan praktek-praktek kegiatan pertanian tanpa menggunakan senyawa-senyawa
kimia seperti kegiatan pertanian pada umumnya. Penerapan sistem pertanian organik
memelihara ekosistem yang tersedia melalui penggunaan bahan-bahan non kimia yang
berasal dari hasil daur ulang residu tanaman dan hewan.

Desa Dlingo, Kabupaten Boyolali merupakan salah satu desa yang telah
menerapkan sistem pertanian organik. Sistem pertanian organik yang telah diterapkan
menghasilkan produk-produk beras organik yang berkualitas hingga memperoleh
sertifikasi internasional. Teknik dan hasil produk sistem pertanian organik di Desa
Dlingo dapat dimanfaatkan sebagai salah satu upaya pembangunan desa melalui desa
wisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengembangan desa wisata berbasis
konservasi dan edukasi pertanian organik khususnya di Desa Dlingo, Kabupaten
Boyolali.
Desa Wisata
Kawasan pedesaan adalah wilayah mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi (PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).
Kawasan perdesaan yang memiliki karakteristik khusus yang dapat dijadikan sebagai
daerah destinasi wisata disebut sebagai desa wisata. Darsono (2005) dalam Faris dan
Rima (2014), karakteristik khusus tersebut dapat meliputi keaslian segi sosial budaya,
adat-istiadat, keseharian, arsitektur tradisional, struktur tata ruang dan lain sebagainya
yang dibentuk menjadi suatu integrasi komponen pariwisata.
Secara umum pengembangan desa wisata dapat dikembangkan dari berbagai sisi
bukan hanya pada pariwisata yang berbasis pertanian tetapi dapat meliputi destinasi

wisata yang menawarkan beberapa kegiatan seperti berpetualang, kegiatan olahraga,

PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016

ISSN: 2477 – 2097

406

Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif
SEMARANG, 15 – 16 Oktober 2016
kegiatan seni dan pengenalan warisan budaya, kegiatan edukasi dan lain sebagainya.
Desa wisata sebagai suatu konsep pengembangan dan konservasi memiliki beberapa hal
yang harus dilakukan antara lain (OECD, 1994):
1. Berlokasi di wilayah perdesaan
2. Secara fungsional desa, destinasi wisata dibangun berdasarkan potensi-potensi yang
telah terdapat pada desa seperti usaha-usaha skala kecil, lingkungan terbuka, adanya
kontak langsung dengan alam, warisan budaya, kelompok-kelompok tradisional dan
kegiatan-kegiatan tradisional.
3. Bangunan dan pemukiman sesuai dengan kondisi perdesaan, umumnya bangunan
dan pemukiman dibangun dengan skala kecil.

4. Adanya karakter tradisional, pertumbuhan yang lamban dan teratur, serta adanya
komunikasi dengan masyarakat lokal.
5. Pengembangan sebaiknya dapat berdampak positif terhadap desa seperti adanya
keberlanjutan karakter-karakter perdesaan serta pengembangan tidak merusak
sumber daya alam yang terdapat di perdesaan. Selain itu desa wisaata diharapkan
menjadi suatu alat untuk dilakukannya konservasi dan sustainability.
6. Adanya representasi dari lingkungan, perekonomian dan sejarah perdesaan tersebut.
Pertanian Organik
International Federation of Organic Agriculture Movements/IFOAM (2005)
menjelaskan pertanian organik sebagai sistem produksi pertanian holistik dan terpadu
dengan mengoptimalkan dan mengandalkan proses dan siklus ekologi sehingga dapat
diperoleh hasil pertanian yang berkualitas baik untuk kesehatan dan mengurangi
penggunaan beberapa input yang merugikan bagi kesehatan tubuh manusia maupun
kelestarian lingkungan. IFOAM menjelaskan pula mengenai prinsip-prinsip dalam
pertanian ogranik yang meliputi : 1) The Principle of Health 2) The Principles of
Ecology, 3) The Principles of Fairness dan 4) The Principle of Care. Prinsip-prinsip
yang terkandung dalam pertanian organik tersebut dapat membantu upaya konservasi
sumber daya alam. Konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumber daya alam
untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaanya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya

(UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Sistem pertanian organik juga dijelaskan sebagai suatu sistem manajemen produksi
yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem,
termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian
organik menekankan pada penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih
mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan
mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika
memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metode biologi
dan mekanik, yang tidak menggunkan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan
khusus dalam sistem (Peraturan Menteri Pertanian No. 64 Tahun 2013 tentang Sistem
Pertanian Organik).
Perkembangan pertanian organik di Indonesia dimulai pada sekitar awal 1980-an.
Luas lahan pertanian organik telah mencapai sekitar 50.000 ha atau sekitar 0,2 persen
lahan pertanian menerapkan sistem pertanian organik (Ariesusanty, 2011). Pemerintah
mengembangkan pertanian organik dengan menyusun program Go Organic 2010.
Program tersebut sebagai upaya pemerintah dalam mencanangkan Indonesia sebagai
produsen produk pertanian organik terbesar di dunia pada tahun 2010. Program Go

PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016


ISSN: 2477 – 2097

407

Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif
SEMARANG, 15 – 16 Oktober 2016
Organic 2010 berisi tentang berbagai kegiatan berupa pengembangan teknologi
pertanian organik, pengembangan perdesaan melalui pertanian organik, pembentukan
kelompok tani organik, pengembangan perdesan melalui pertanian organik dan
pembangunan strategi pemasaran pangan organik (Mayrowani, 2012). Pengembangan
pertanian organik juga menjadi salah satu agenda dalam Nawacita yaitu mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik dengan
sub agenda yaitu peningkatan kedaulatan pangan dengan salah satu sasarannya adalah
pengembangan 100 desa pertanian organik dengan pembagian target yaitu :
1) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 600 desa, 2) Direktorat Jenderal Hortikultura
250 desa, dan 3) Direktorat Jenderal Perkebunan 150 desa (Kementrian Pertanian, 2016)
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan
mengumpulkan beberapa informasi yang berasal dari hasil wawancara secara
mendalam. Pendekatan kualitatif merupakan metodologi penelitian dengan

mengutamakan interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena
yang diteliti dengan tujuan untuk memahami fenomena dalam konteks social secara
ilmiah. Selain itu dipergunakan pula metode PRA (Particapatory Rural Appraisal)
untuk upaya pengembangan desa wisata. PRA (Particapatory Rural Appraisal)
merupakan metode dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam kegiatan
pengembangan desa wisata yang berbasis edukasi dan konservasi. PRA dijelaskan
secara rinci oleh Robert Chambers dalam Panduan Pengambilan Metode RRA dan PRA
oleh Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2006 sebagai sekumpulan pendekatan
dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan dan atau pesisir untuk berperan aktif
dalam meningkatkan dan mengkaji pengetahuan mengenai kehidupan masyarakat lokal
sehingga dapat menyusun rencana dan tindakan pelaksanaan yang sesuai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertanian Organik Desa Dlingo
Desa Dlingo merupakan salah satu desa di Kabupaten Boyolali yang menjadi salah
satu daerah percontohan pengembangan pertanian padi organik yang didukung oleh
Dinas Pertanian Kehutanan, dan Perkebunan Kabupaten Boyolali. Salah satu tujuan
program tersebut adalah pengembangan usaha tani padi organik yang mampu
mendukung konservasi lahan. Luas lahan seluas 65 hektar di Desa Dlingo telah
diterapkan sistem pertanian organik sedangkan sisa lahan lainnya menerapkan sistem
pertanian non-organik.

Sistem pertanian padi organik di Desa Dlingo diawali pada tahun 2002 oleh
kelompok tani yang memiliki inisiatif dalam menggerakkan pertanian organik. Bapak
Minarso sebagai Ketua Kelompok Tani Organik Pangudi Rahardjo menjelaskan bahwa
upaya penerapan sistem pertanian padi organik awalnya diterapkan pada lahan
percontohan milik Bapak Minarso yang membutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk
proses penyesuaian. Proses penyesuaian ini merupakan proses konsevasi tanah sehingga
kesuburan tanah untuk peningkatan kualitas produksi padi meningkat dan kandungan
zat-zat kimia didalam tanah berkurang. Hasil produksi beras organik pun mulai
dipasarkan pada tahun 2005 oleh kelompok tani Pangudi Raharjo walaupun masih
terdapat kendala. Kendala tersebut salah satunya adalah keberadaan produksi beras
organik masih belum dikenal oleh masyarakat sehingga berdampak pada menurunnya
pendapatan petani organik.

PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016

ISSN: 2477 – 2097

408

Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif

SEMARANG, 15 – 16 Oktober 2016
Sistem pertanian padi organik yang diterapkan di Desa Dlingo menggunakan bahanbahan alami seperti penggunaan pupuk alami. Pembuatan pupuk alami menggunakan
bahan baku kotoran sapi melalui serangkaian proses fermentasi menjadi pupuk cair
organik yang siap pakai. Selain itu pemberantasan hama dilakukan secara alami sesuai
dengan proses ekologi melalui rantai makanan. Masa panen padi organik hanya dua kali
dalam setahun yang diselingi dengan satu kali masa panen tanaman palawija. Hal
tersebut berbeda dengan masa panen padi non organik yang mampu mencapai 3 kali
panen dalam satu tahun dengan harga jual yang lebih rendah dibandingkan harga jual
beras organik. Appoli sebagai pihak pengepul juga membeli hasil padi organik petani
dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil padi non-organik.
Kelompok tani organik di Desa Dlingo telah mencapai 10 kelompok tani organik
dengan 3 kelompok tani organik yang telah mendapatkan sertifikasi pangan. Desa
Dlingo juga telah memperoleh sertifikat pangan internasional untuk beras organik,
sehingga sejak tahun 2013 produk beras organik diekspor ke Negara Jerman dan Belgia
bekerjasama dengan petani padi organik dan Aliansi Petani Padi Organik Boyolali
(Appoli). Produk beras organik yang telah diekspor antara lain adalah beras Pandan,
Merapi dan Rainforest Rice. Produk-produk tersebut dikemas dengan masing-masing
netto 5 kg dan 1 kg.
Pengembangan Desa Wisata
Pengembangan Desa Dlingo menjadi desa wisata berbasis pada potensi alam desa
salah satunya adalah pertanian. Pertanian Desa Dlingo yang telah mampu memproduksi
beras organik menjadi salah satu daya tarik yang dapat dikembangkan sebagai desa
wisata. Pengembangan desa wisata dilakukan melalui adanya sistem pertanian organik
di Desa Dlingo yang menjadi salah satu upaya konservasi dan edukasi. Pengembangan
desa wisata cenderung dilakukan dengan upaya partisipasi masyarakat setempat.
Masyarakat yang tergabung dalam kelompok petani organik dibentuk suatu kelompok
yang dinamakan PKBM (Program Kelompok Belajar Masyarakat) Pertanian Organik.
Pembentukan kelompok ini adalah sebagai satu upaya dalam penguatan desa unggulan
Desa Dlingo untuk dijadikan desa wisata yang berbasis konservasi dan edukasi. Selain
itu langkah-langkah yang diperlukan untuk upaya pembentukan desa wisata antara lain
adalah : 1) persiapan sumber daya manusia (SDM) dengan pembentukan kelompok
kerja serta pelatihan keterampilan warga, 2) persiapan manajemen melalui penyusunan
sistem dan cara kerja serta sistem keuangan, dan 3) persiapan fasilitas berupa sarana
prasarana pendukung serta perbaikan dan penataan kawasan lingkungan desa.
Pengembangan desa wisata dirintis dengan penyusunan rencana alur paket sederhana
wisata Desa Dlingo yang dijelaskan pada Gambar 1di bawah.
Edukasi sistem pertanian organik dilakukan dengan memaparkan teknik-teknik
dalam pertanian organik. Teknik pertanian organik memperhatikan persiapan lahan
pertanian organik, pemilihan bibit dan persemaian, pemeliharaan pengairan dan
pemupukan, pemanenan beras organik dan kegiatan pasca panen pertanian organik.
Lahan pertanian organik membutuhkan lahan yang subur dan sarana irigasi yang baik
sehingga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati serta menetralisir senyawasenyawa kimia yang terkandung dalam tanah. Penggunaan pupuk-pupuk organik
membantu para petani padi untuk mengkonservasi lahan – lahan pertanian non organik.

PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016

ISSN: 2477 – 2097

409

Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif
SEMARANG, 15 – 16 Oktober 2016

Persiapan sumber daya manusia
Penyusunan rencana alur
paket sederhana desa
wisata

Persiapan manajemen

Konservasi

Edukasi

Persiapan fasilitas

Sistem Pertanian Padi Organik
Persiapan Lahan Pertanian Organik
Teknik Pertanian Organik

Pemilihan Bibit dan Persemaian

Pemeliharaan Pengairan, Pemupukan

Pemanenan Beras Organik

Pasca Panen Pertanian Organik

Sumber : hasil wawancara, 2016
Gambar 1. Alur Pengembangan Desa Wisata Dlingo
Edukasi dan konservasi pertanian menjadi suatu rencana paket sederhana
wisata alam yang mendukung upaya pengembangan Desa Wisata Dlingo. Secara umum
paket sederhana wisata alam berupa suatu perjalanan keliling desa pertanian organik disertai
dengan edukasi pertanian organik. Selain itu terdapat pula sumber mata air yang berada di Desa
Dlingo yang dapat menjadi satu daya tarik lain dari Desa Dlingo. Sumber mata air ini dikenal
sebagai ngedok oleh masyarakat setempat. Sumber mata yang terdiri atas empat lokasi sumber
mata air akan diberikan nama Umbul Ngedok Punakawan.

Gambar 2. Lahan Pertanian dan Sumber Mata Air di Desa Dlingo, Kabupaten Boyolali.
Sumber : Hasil dokumentasi, 2015

PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016

ISSN: 2477 – 2097

410

Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif
SEMARANG, 15 – 16 Oktober 2016
SIMPULAN
Desa wisata merupakan wilayah perdesaan yang memiliki kareakteristik-karateristik
tertentu seperti keaslian segi sosial budaya, adat-istiadat, keseharian, arsitektur

tradisional, struktur tata ruang dan lain sebagainya yang dibentuk menjadi suatu
integrasi komponen pariwisata. Pengembangan desa wisata dapat dikembangkan dari
berbagai sisi bukan hanya pada pariwisata yang berbasis pertanian tetapi dapat meliputi
destinasi wisata yang menawarkan beberapa kegiatan seperti berpetualang, kegiatan
olahraga, kegiatan seni dan pengenalan warisan budaya, kegiatan edukasi dan lain
sebagainya. Desa Dlingo merupakan salah satu desa yang memiliki karakteristik khusus
yang dapat dikembangkan sebagai desa wisata. Karakteristik khusus tersebut adalah
adanya sistem pertanian organik. Sistem pertanian organik dapat dikembangkan menjadi
suatu bentuk edukasi dan sekaligus sebagai upaya konservasi lahan pertanian di Desa
Dlingo. Teknik pertanian organik memperhatikan persiapan lahan pertanian organik,
pemilihan bibit dan persemaian, pemeliharaan pengairan dan pemupukan, pemanenan
beras organik dan kegiatan pasca panen pertanian organik sehingga kualitas produk
beras organik tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA
Ariesusanty, L. (2011). Indonesia : Country Report. Dipetik Agustus 26, 2016, dari
Organic World: http://organic-world.net
Kementrian Pertanian. (2016, April 03). Dipetik Agustus 26, 2016, dari Kementrian
Pertanian
Direktorat
Jenderal
Tanaman
Pangan:
http://tanamanpangan.pertanian.go.id
Mayrowani, H. (2012). Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Forum
Penelitian Agro Ekonomi , 91-108.
OECD. (1994). Tourism Strategies and Rural Development. Paris: Organization for
Economic Co-Operation and Development.
Departemen Kelautan dan Perikanan, (2006). Panduan Pengambilan Data dengan
Metode Rapid Rural Appraisal (RRA) dan Participatory Rural Appraisal (PRA).
Dipetik Agustus 30, 2016, dari http://www.coremap.or.id
Priasukmana, S., & Mulyadin, R. M. (2001). Pembangunan Desa Wisata : Pelaksanaan
Undang-Undang Otonomi Daerah (Motto : Back to Village, Act Locally, Think
Globally). Info Sosial Ekonomi, 37-44.
Zakaria, F., & Suprihardjo, R. D. (2014). Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata
di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Jurnal Teknik
Pomits Vol. 3, No.2, 245-249.

PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016

ISSN: 2477 – 2097

411