BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Citra - Perbandingan Kualitas Citra Hasil Kompresi Metode Run Length Encoding Dengan Transformasi Wavelet Daubechies Pada Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.

  Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan (Sutoyo et al . 2009).

  Citra tidak sama dengan teks yang hanya memberikan informasi secara jelas dengan kata-kata yang dipaparkan. Citra memberikan informasi dengan memberikan gambaran visual dan terkadang informasi yang diberikan dapat memacu imajinasi dari orang yang melihat citra tersebut.

  Citra merupakan keluaran dari suatu sistem perekaman data yang bersifat optik, analog ataupun digital. Perekaman data citra dapat dibagi menjadi dua yaitu:

  1. Citra Analog Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar-X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan , pemandangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebaginya (Sutoyo et al. 2009).

  2. Citra Digital Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (Sutoyo et al. 2009).

  Citra digital terdiri dari sinyal-sinyal yang dapat dibedakan dan mempunyai fungsi yang tidak kontinu yakni berupa titik-titik warna pembentuk citra. Hasil perekaman citra digital dapat disimpan pada suatu media magnetik (Handriyati, 2013).

  Citra digital adalah citra yang terdiri dari sinyal-sinyal frekuensi elektromagnetis yang sudah di-sampling sehingga dapat ditentukan ukuran titik gambar tersebut yang pada umumnya disebut piksel (Santi, 2010).

  Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data dua dimensi. Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu (Handriyati, 2013).

  Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x,y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital (Handriyati, 2013). Gambar 2.1 menunjukkan posisi koordinat citra digital.

Gambar 2.1 Ilustrasi Digitalisasi Citra (piksel pada koordinat x = 10, y =

  

7 memiliki nilai 110) (Handriyati, 2013)

2.2 Format File Citra

  2.2.1 Format Vektor

  Citra vektor dihasilkan dari perhitungan matematis dan tidak berdasarkan piksel, yaitu data tersimpan dalam bentuk vektor posisi, di mana yang tersimpan hanya informasi vektor posisi dengan bentuk sebuah fungsi. Pada citra vektor, mengubah warna lebih sulit dilakukan, tetapi membentuk objek dengan cara mengubah nilai lebih mudah. Oleh karena itu, bila citra diperbesar atau diperkecil, kualitas citra relatif tetap baik dan tidak berubah. Citra vektor biasanya dibuat menggunakan aplikasi-aplikasi citra vektor, seperti CorelDRAW, Adobe Ilustrator, Macromedia Freehand, Autocad, dan lain-lain (Sutoyo et al. 2009).

  2.2.2 Format Bitmap

  Citra bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Citra bitmap menyimpan data kode citra secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah per piksel). Citra bitmap dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek lebih sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Oleh karena itu, bitmap merupakan media elektronik yang paling tepat untuk gambar- gambar dengan perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital (Sutoyo et al. 2009).

  Format bitmap ini cocok digunakan untuk menyimpan citra digital yang memiliki banyak variasi dalam bentuknya maupun warnanya, seperti foto, lukisan, dan frame video. Format file yang menggunakan format bitmap ini antara lain adalah BMP, DIB, PCX, GIF, dan JPG. Format yang menjadi standar dalam sistem operasi Microsoft Windows adalah format bitmap BMP atau DIB (Santi, 2010).

2.3 Kompresi

  Pemampatan atau kompresi citra merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat bagi perkembangan citra digital. Dengan kompresi, data citra digital yang ukurannya besar, dapat dikompres sehingga mempunyai ukuran yang lebih kecil (Napitupulu, 2012).

  Kompresi data adalah sebuah metode yang dilakukan untuk mereduksi ukuran data atau file. Dengan melakukan kompresi atau pemadatan data, maka ukuran file atau data akan lebih kecil sehingga dapat mengurangi waktu transmisi saat data dikirim, dan tidak banyak menghabiskan ruang media penyimpanan (Santi, 2010).

  Terdapat beberapa manfaat dari kompresi, yaitu : 1. Waktu pengiriman data pada saluran komunikasi data lebih singkat. Contohnya pengiriman gambar dari fax, video conferencing, download dari internet, pengiriman data medis, pegiriman dari satelit, dll.

2. Membutuhkan ruang memori dalam storage yang lebih sedikit dibandingkan dengan citra yang tidak dikompresi.

2.3.1 Teknik Kompresi Citra Terdapat dua teknik dalam melakukan kompresi citra.

  1. Lossy Compression

  Lossy compression adalah kompresi citra di mana hasil dekompresi dari citra

  yang terkompresi tidak sama dengan citra aslinya karena ada informasi yang hilang, tetapi masih bisa ditolerir oleh persepsi mata. Metode ini menghasilkan rasio kompresi yang lebih tinggi daripada metode lossless. Contohnya adalah

  color reduction, chroma subsampling, dan transform coding seperti Fourier dan Wavelet, dan lain-lain.

  2. Lossless Compression

  Lossless Compression merupakan merupakan kompresi citra dimana hasil

  dekompresi dari citra yang terkompresi sama dengan citra aslinya, tidak ada informasi yang hilang. Sayangnya, rasio kompresi citra metode ini sangat rendah. Contohnya adalah Entropy Encoding (Huffman), Adaptive Dictionary Based (LZW), dan Run Length Encoding (RLE).

2.3.2 Kriteria Kompresi Citra

  Kriteria yang digunakan dalam pemampatan citra adalah : 1.

  Waktu kompresi dan waktu dekompresi Algoritma pemampatan yang baik adalah algoritma yang membutuhkan waktu kompresi dan dekompresi paling sedikit.

  2. Kebutuhan Memori Algoritma pemampatan yang baik akan menghasilkan memori yang dibutuhkan untuk menyimpan hasil kompresi citra yang berkurang secara berarti. Semakin besar persentase pemampatan, semakin kecil kebutuhan memori yang diperlukan, sehingga kualitas citra semakin berkurang. Dan sebaliknya, semakin kecil persentase citra yang dimampatkan, semakin bagus hasil pemampatan tersebut.

  3. Format Keluaran Format citra hasil pemampatan yang baik adalah yang cocok dengan kebutuhan pengiriman dan penyimpanan data.

  4. Data Redundansi Data redundansi merupakan data berlebihan yang terdapat pada citra. Bila n

  1 dan

  n menyatakan jumlah satuan (unit) informasi dalam himpunan data yang

  2

  mewakili data yang sama, maka data berlebihan relative (relative data

  redundancy ) R D ddari himpunan data pertama dinyatakan sebagai berikut (Putra,

  2010) : Dengan C merupakan rasio kompresi yang dinyatakan berikut (Putra, 2010) :

  R

  Keterangan : n

  1 = Citra asli n 2 = Citra akhir

5. Rasio Kompresi Citra

  Rasio kompresi citra adalah ukuran persentase citra yang telah berhasil dimampatkan. Rumus dalam menghitung rasio kompresi citra adalah sebagai berikut (Sutoyo et al. 2009) :

  

[ ]

  2.4 Dekompresi

  Sebuah data yang sudah dikompres tentunya harus dapat dikembalikan lagi ke bentuk aslinya, prinsip ini dinamakan dekompresi. Untuk dapat merubah data yang terkompres diperlukan cara yang berbeda seperti pada waktu proses kompresi dilaksanakan. Jadi pada saat dekompresi terdapat catatan header yang berupa byte- byte yang berisi catatan mengenai isi dari file tersebut (Santi, 2010).

  Catatan header akan menuliskan kembali mengenai isi dari file tersebut, jadi isi dari file sudah tertulis oleh catatan header sehingga hanya tinggal menuliskan kembali pada saat proses dekompres. Proses dekompres dikatakan sempurna apabila file kembali kebentuk aslinya (Santi, 2010).

  2.5 Run Length Encoding (RLE)

Run Length Encoding (RLE) adalah algoritma kompresi yang sangat mendasar. RLE

  mempunyai hak paten bebas, yang berarti seseorang dapat menggunakan algoritma kompresi RLE dengan bebas. Metode kompresi ini sangat sederhana, yaitu hanya memindahkan pengulangan byte yang sama berturut-turut (secara terus menerus). Data masukan akan dibaca dan sederetan karakter yang sesuai dengan deretan karakter yang sudah ditentukan sebelumnya disubstitusi dengan kode tertentu (Santi, 2010).

  RLE (Run Length Encoding) adalah kompresi yang umum digunakan untuk data grafis (citra). Kompresi citra dengan menggunakan RLE didasarkan pada pengamatan bahwa suatu piksel dalam suatu citra akan memiliki nilai yang cenderung sama dengan nilai piksel tetangganya. Bila suatu citra biner dimulai dengan 20 piksel putih kemudian diikuti dengan 3 piksel hitam kemudian diikuti lagi dengan 65 piksel putih maka hanya nilai 20, 3 dan 65 yang akan menjadi output untuk mewakili nilai

  Metode RLE memberikan hasil terbaiknya apabila data yang terkompresi tersusun atas rangkaian-rangkaian panjang bit dengan nilai yang sama. Metode ini mengganti rangkaian bit semacam itu dengan suatu kode yang mengindikasikan nilai apa yang berulang dan berapa kali perulangan itu terjadi. Sebagai contoh, lebih sedikit ruang yang dibutuhkan untuk menginformasikan bahwa suatu pola bit tersusun atas 253 bit 1, diikuti 118 bit 0, diikuti 87 bit 1 daripada yang dibutuhkan untuk menguraikan satu persatu seluruh 458 bit tersebut (Seftiani, 2012).

  Algoritma RLE menggunakan pendekatan ruang. Algoritma ini cocok digunakan untuk memampatkan citra yang memiliki kelompok-kelompok piksel berderajat keabuan yang sama. Metode ini dilakukan dengan menyatakan seluruh baris citra menjadi sebuah baris run, lalu menghitung run-length untuk setiap derajat keabuan yang berurutan (Sutoyo et al. 2009).

  Adapun proses algoritma kompresi Run Length Encoding adalah sebagai berikut :

  1. Dua nilai piksel awal pada citra dibaca.

  2. Periksa apakah nilai piksel pertama sama dengan nilai piksel kedua.

  3. Jika nilai piksel pertama berbeda dengan nilai piksel kedua, maka akan dituliskan nilai piksel pertama diikuti dengan nilai 1, sedangkan nilai piksel kedua akan dijadikan piksel pertama, kemudian piksel selanjutnya menjadi piksel kedua dan melakukan perulangan seperti pada langkah 2.

  4. Jika nilai piksel pertama sama dengan nilai piksel kedua, maka akan diperiksa nilai piksel selanjutnya, sampai ditemukan nilai piksel yang berbeda dengan nilai piksel pertama.

  5. Nilai piksel pertama akan dituliskan dan diikuti dengan jumlah piksel yang memiliki nilai yang sama dengan piksel pertama.

  6. Dua nilai piksel selanjutnya akan dibaca dan dilakukan perulangan pada langkah 2 sampai dengan langkah 5, hingga semua piksel pada citra diperiksa.

  7. Piksel yang telah terbentuk akan menjadi citra hasil kompresi RLE.

  Contoh, misalnya sebuah citra grayscale 3 bit berukuran 10 x 10 piksel akan dilakukan pengkodean dengan algoritma RLE, maka (Sutoyo et al. 2009) :

Tabel 2.1 Contoh Citra Belum Terkompres

  Hasil Kompresi :

  2

  2

  7

  7

  7

  7

  2

  2

  2

  2 (2,2) (7,4) (2,4)

  4

  4

  1

  1

  1

  7

  7

  7

  7

  7 (4,2) (1,3) (7,5)

  7

  7

  7

  7

  3

  3

  3

  3

  3

  3 (7,4) (3,6)

  4

  4

  5

  5

  5

  5

  2

  2

  2

  2 (4,2) (5,4) (2,4)

  5

  5

  5

  5

  6

  6 6 6 6

  6 (5,4) (6,6)

  7

  7

  7

  6

  6

  6

  6

  2

  2

  2 (7,3) (6,4) (2,3)

  4

  4

  3

  3

  3

  3

  3

  5

  5

  5 (4,2) (3,5) (5,3)

  7

  7

  7

  7

  7

  7

  4

  4

  4

  4 (7,6) (4,4) (0,10)

  1

  1

  1

  4

  4

  2

  2

  5

  5

  5 (1,3) (4,2) (2,2) (5,3)

  Hasil pengkodean : 2 2 7 4 2 4 4 2 1 3 7 5 7 4 3 6 4 2 5 4 2 4 5 4 6 6 7 3 6 4 2 3 4 2 3 5 5 3 7 6 4 4 0 10 1 3 4 2 2 2 5 3 Semuanya = 52 piksel Ukuran citra sebelum dikompres = 10 x 10 x 3 bit = 300 bit.

  Ukuran citra setelah dikompres = 52 x 3 bit = 156 bit. Rasio kompresi =

  ( ) , artinya 48% dari citra semula telah dimampatkan.

  Proses dekompresi Run Length Encoding adalah sebagai berikut : 1.

  Dua nilai piksel awal dibaca.

  2. Nilai piksel pertama dituliskan sebanyak nilai piksel kedua.

  3. Dua nilai piksel selanjutnya dibaca, kemudian lakukan perulangan pada langkah 2 dan 3 hingga semua piksel pada citra diperiksa.

2.6 Transformasi Wavelet Daubechies

  2.6.1 Wavelet

  Wavelet adalah suatu metode pengolahan sinyal yang mana sebuah sinyal dipecah menjadi beberapa bagian yang merujuk kepada frekuensi yang berbeda-beda. Wavelet digunakan untuk menyusun, menganalisis dan mensintesis data numerik hasil pengukuran/pengamatan suatu fenomena fisis tertentu (Saragih, 2008).

  Pada transformasi wavelet, sinyal digital dikalkulasikan untuk menentukan domain frekuensi dan waktu secara bersamaan. Transformasi ini dapat digunakan pada pengenalan objek, smoothing, dan kompresi.

  Transformasi wavelet memiliki dua jenis dalam pengembangannya yaitu

Continous Wavelet Transform (CWT) dan Discrete Wavelet Transform (DWT).

Semua fungsi yang digunakan dalam transformasi CWT dan DWT diturunkan dari wavelet melalui translasi/pergeseran dan penskalaan/kompresi. Mother

  mother

  wavelet merupakan fungsi dasar yang digunakan dalam transformasi wavelet. Karena

  

mother wavelet menghasilkan semua fungsi wavelet yang digunakan dalam

  transformasi melalui translasi dan penskalaan, maka mother wavelet juga akan menentukan karakteristik dari transformasi wavelet yang dihasilkan (Saragih, 2008).

  2.6.2 Wavelet Daubechies

  Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat. Gelombang singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu berbeda. (Putra, 2010) Sistem ini menggunakan Transformasi Wavelet Daubechies D1 (Haar). Adapun koefisien transformasi untuk Daubechies D1 adalah sebagai berikut (Putra, 2010) :

  ( ⁄ ) ( )

  ⁄ ( )) (

  ( ( ) ⁄ ) ( )) ( ⁄

  Keterangan : h = low pass filter h

  1 = high pass filter Matriks H semua elemennya bernilai 0, kecuali h (0) = 1/2 dan h (1) = 1/2. Demikian juga untuk H

  1 , semua elemennya juga bernilai 0, kecuali h 1 (0) = 1/2 dan

  dan h 1 (1) = -1/2. (Putra, 2010).

  

(n)

  Matriks low pass Daubechies D1 H adalah (Putra, 2010) : [

  ]

  (n)

  Sedangkan high pass Daubechies D1 H adalah (Putra, 2010) :

  1

  [ ]

  Algoritma kompresi citra dapat dijelaskan sebagai berikut (Putra, 2010) : 1.

  Transformasi linier digunakan untuk mengubah ruang warna secara linier menjadi warna dasar. Karena citra yang dikompresi merupakan citra dengan nilai ruang warna dasar R = G = B, maka warna dasar akan sama dengan citra awal (grayscale), dengan nilai piksel berkisar pada 0-255. Bila input citra adalah citra berwarna (nilai R, G, dan B berbeda), maka terlebih dahulu dilakukan proses transformasi ke citra grayscale.

  2. Pada citra grayscale kemudian dilakukan proses transformasi gelombang yang akan menghasilkan empat komponen matriks, yaitu komponen detail (CD ),

  1

  komponen horizontal (CH ), komponen vertikal (CV ), dan komponen

  1

  1

  aproksimasi(CA

  1 ). Komponen aproksimasi disimpan ke media penyimpanan agar komponen ini tidak dapat berubah.

  3. Pada komponen-komponen hasil transformasi (selain komponen aproksimasi) dilakukan proses kuantisasi. Tujuan proses kuantisasi ini adalah untuk mengurangi jumlah variasi (redudansi) data pada komponen-komponen hasil transformasi selain komponen aproksimasi.

  4. Proses terakhir adalah proses pengkodean (kompresi) terhadap komponen- komponen hasil kuantisasi. Hasil pengkodean bersama dengan komponen Algoritma dekompresi citra dapat dijelaskan sebagai berikut (Putra, 2010) : 1.

  Membaca data atau file terkompresi gelombang singkat.

  2. Melakukan proses decoding dan dilanjutkan proses kuantisasi balik (de-

  quantization) untuk mengembalikan data yang sebelumnya dikuantisasi saat

  proses kompresi. Proses ini akan memperoleh kembali komponen-komponen detail, horizontal, dan vertikal.

  3. Menggabungkan seluruh komponen hasil tahap 2 dengan komponen aproksimasi.

  4. Melakukan transformasi gelombang singkat balik (invers wavelet ) terhadap komponen-komponen hasil tahap 3.

  transformation 5.

  Proses terakhir adalah melakukan proses transformasi linier balik untuk menghasilkan ruang warna sesuai dengan citra semua sehingga diperoleh kembali citra semula dengan sifat lossy.