KAJIAN AKADEMIK USULAN PENETAPAN KEPUTUS

KAJIAN AKADEMIK

USULAN PENETAPAN KEPUTUSAN PRESIDEN RI
TENTANG
PENETAPAN 1 JUNI 1945 SEBAGAI HARI LAHIRNYA
PANCASILA SEBAGAI DASAR DAN IDEOLOGI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

DIAJUKAN OLEH:
DEWAN PENGURUS PUSAT
PERSATUAN ALUMNI GERAKAN MAHASISWA NASIONAL
INDONESIA
(DPP PA GMNI)

JAKARTA
OKTOBER, 2015

A. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara secara historis lahir dari proses
eksplorasi dan dialektika pemikiran filsafat bernegara yang panjang. Adalah Ir.
Soekarno tokoh dan anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI) yang pertama kali mengintrodusir istilah dan konsep tentang
Pancasila itu dalam Sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Pidato yang menjadi
maha karya ideologi dan dasar negara ini, hampir dimarginalisasi dalam
kehidupan aktualita banyak kalangan, bahwa dari pidato itulah sebenarnya
Pancasila lahir dan ada sebagai norma dasar (grundnorm) yang tertinggi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Norma dasar inilah yang tidak saja menjadi norma fundamental negara,
akan tetapi norma dasar dalam pidato itu juga menjadi roh dan jiwa bangsa yang
menuntun terbentuknya Negara Indonesia merdeka, yang berdaulat, adil dan
makmur. Norma dasar (Pancasila) itulah yang menjadi bintang pemandu (leitstar)
yang menggerakkan suasana kebathinan dan semangat bernegara yang bertumpu
pada cita negara (staatsidee) Indonesia merdeka untuk melindungi segenap
tumpah

darah

Indonesia,

mencerdaskan


kehidupan

bangsa,

memajukan

kesejahteraan umum dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.
Memang dalam diskursus akademis dan publik berkembang, bahwa soal
posisi Pancasila sebagai grundnorm (norma dasar) bernegara tidak diragukan lagi.
Bahwa Pancasila juga menjadi sumber dari segala sumber hukum; dan Bahwa dari
Ir. Soekarno lah Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia merdeka
itu dengan sangat jelas dan secara sistematis dikonsepsikan. Akan tetapi juga
tidak dapat dipungkiri, bahwa ada realitas politik dan arus pemikiran yang sangat
kuat, yang berusaha untuk menegasikan fakta-fakta sejarah itu. Bahkan dalam
tingkatan yang lebih ekstrim, tidak saja fakta-fakta sejarah itu dinegasikan,
keberadaan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara juga dalam beberapa
peristiwa berusaha untuk digantikan. Apabila dicermati, eksistensi Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara dalam praktiknya kerapkali terancam untuk
dinegasikan, baik karena faktor-faktor yang berasal dari dalam (internal) maupun
dari luar (eksternal). Faktor-faktor yang berasal dari luar, misalnya, pengaruh dan

infiltrasi neo-liberalisme dan kapitalisme, ancaman ideologi luar yang berbasis
pada fundamentalisme agama, pengaruh globalisasi dan berkembangnya neoimperialisme yang menggunakan instrumen teknologi informasi dan komunikasi,
serta berbagai metode infiltrasi dari negara lain yang bertujuan untuk menggerus

nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
dsb-nya. Sedangkan, faktor-faktor dari dalam diantaranya adalah, semakin
memudarnya

internalisasi

dan

institusionalisasi

nilai-nilai

Pancasila

dalam


aktualita kehidupan masyarakat dan para penyelenggara negara/pemerintahan,
baik Pancasila dalam posisi sebagai dasar negara maupun Pancasila sebagai
ideologi negara. Pancasila hanya dipahami sebagai atribut formal negara tanpa
dipahami kandungan substansinya termasuk nilai-nilai dasar yang secara intrinsik
ada di dalamnya. Jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila juga tidak seluruhnya
mengakar kuat dalam berbagai sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Lahirnya semangat primordialisme (egoisme kedaerahan) yang
berlebihan, konflik horisontal antar umat beragam, konflik antar etnik/ras,
melunturnya persatuan dan kesatuan (nasionalisme) di dalam masyarakat dan
kalangan generasi muda dan pelajar, berkembangnya aliran-aliran fundamentalis
dalam masyarakat yang memicu konflik horisontal, dan sebagainya, merupakan
contoh-contoh yang nyata, betapa rapuhnya internalisasi dan institusionalisasi
nilai-nilai Pancasila sebagai fundasi bangunan jiwa masyarakat dan bangsa kita;
Betapa nilai-nilai Pancasila ternyata masih belum kokoh mengakar dalam diri
sanubari bangsa Indonesia. Maka, dilatarbelakangi masalah-masalah tersebut
itulah, gagasan untuk merevitalisasi nilai-nilai Pancasila menjadi urgen untuk
segera dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan
salah satu cara untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila itu adalah dengan
cara memberikan kedudukan dan tempat yang tepat serta pasti bagi Pancasila,
baik sebagai dasar maupun ideologi negara Republik Indonesia. Sejarah kelahiran

Pancasila dan juga nilai-nilai dasar serta substansi filsafat bernegara yang menjadi
bagian esensialia dari Pancasila, juga sudah saatnya ditetapkan oleh negara untuk
menghindari spekulasi dan perdebatan politik yang kontra histori dan kontra
produktif menyangkut eksistensi dan sejarah kelahiran Pancasila.
Negara melalui Pemerintah Republik Indonesia pada akhirnya juga harus
memastikan, bahwa sebagai norma dasar bernegara yang tertinggi, sekaligus
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, Pancasila yang disampaikan
oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam Sidang BUPKI itu adalah maha
karya ideologi dan dasar negara yang keberadaannya bersifat conditio sine
quanon bagi kelangsungan dan kejayaan bangsa dan negara Indonesia. Negara,
oleh sebab itu harus memberikan kepastian dan tempat yang tertinggi untuk itu.

B. Isu Hukum

Isu atau masalah hukum (legal issue) adalah serangkaian rumusan
pernyataan atau pertanyaan yang bersumber dari kesenjangan atau gap antara
das sein dan das sollen – antara yang seharusnya dan realitasnya. Isu atau
masalah hukum penting untuk dieksplisitkan, karena dengan demikian, ia secara
metodologis akan memberikan panduan ontologis bagi pengkaji/peneliti untuk
melakukan


kajian

atau

telaah

keilmuan

mengenai

sesuatu

hal

tentang

pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth). Dalam menyusun kajian
tentang pendapat hukum (legal oppinion), isu hukum sangat penting dirumuskan,
karena dari rumusan isu hukum itu, pengkaji/peneliti memulai titik anjaknya untuk

bekerja melakukan kajian/telaah atas isu-isu hukum yang ada
Isu atau masalah hukum (legal issue) yang diidentifikasikan dan akan dikaji
dalam naskah pendapat hukum (legal oppinion) ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Kapan seharusnya hari lahirnya Pancasila itu ditetapkan dan diperingati
oleh Pemerintah negara republik Indonesia?
Untuk sampai pada kajian/telaah atas isu hukum tersebut di atas, berikut ini akan
berturut-turut dikaji terlebih dahulu isu-isu hukum mengenai tempat terdapatnya
Pancasila dan hubungan antara Pancasila dengan UUD 1945.

C. Pengkajian: Dimana Tempat Terdapatnya Pancasila?
Kita semua dapat menerima, bahwa untuk pertama kalinya UUD 1945 itu
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Dilihat dari segi substansinya,
PPKI pada saat itu mengesahkan UUD 1945 yang terdiri atas Pembukaan dan
Batang Tubuhnya (pasal-pasal). Akan tetapi, ketika kita dihadapkan dengan
pertanyaan, apakah PPKI pada saat itu (tanggal 18 Agustus 1945) juga
mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara, mengingat alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 itu berisi rumusan Pancasila? Maka terhadap pertanyaan
ini, kita mesti mengkajinya terlebih dahulu, tentang dimanakah sebenarnya
tempat Pancasila itu ? Apakah benar Pancasila itu ada di dalam Pembukaan UUD

1945 aliena keempat? Atau, apakah Pancasila itu tempatnya memang di dalam
Pembukaan atau Mukadimah Konstitusi atau Undang-Undang Dasar?
Di bawah ini dapat dicermati rumusan Pancasila dalam 3 (tiga) jenis
Pembukaan/Mukadimah di ketiga Konstitusi atau UUD yang pernah atau hingga
kini masih berlaku di Indonesia.

Pertama, adalah di dalam Aliena Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 itu disebutkan sebagai
berikut:
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara
Indonesia, yang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedua, adalah di dalam alinea ketiga Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia
Serikat, yang menyatakan sebagai berikut:
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam
negara yang berbentuk republik federasi, berdasarkan pengakuan
Ketuhanan Yang Maha Esa, peri kemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan, dan keadilan sosial.
Ketiga, adalah di dalam alinea keempat Mukadimah Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia:
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam
negara yang berbentuk republik – kesatuan, berdasarkan pengakuan
Ketuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan, dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan,
kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna. (cetak tebal
dari penulis).
Adalah

pandangan


Notonagoro

yang

mengatakan

bahwa

tempat

terdapatnya Pancasila itu ialah dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 1
Menurut Notonagoro:
Pancasila itu terdapat dalam hukum dasar negara yang tertinggi, yaitu
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan naskah
penjelmaan daripada Proklamasi kemerdekaan kita.2
Benarkah demikian? Jawabannya, tidak benar! Mengapa? Sebab, jika
pandangan Notonagoro
1
2


ini diikuti, maka ini akan mengundang beberapa

Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tudjuh, Jakarta, 1975, hal. 17.
Ibid, hal. 31.

pertanyaan yang mendasar. Pertama, jika benar bahwa Pancasila itu ada di
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka sebenarnya Pancasila sebagai
dasar negara itu pernah mengalami perubahan, ketika UUD 1945 diganti dengan
Konstitusi RIS pada tahun 1949 dan kemudian Konstitusi RIS 1949 diganti dengan
UUD Sementara pada tahun 1950. Pertanyaannya adalah, apakah Pancasila
sebagai dasar negara itu dapat diubah-ubah atau diganti bersamaan dengan
diubah atau digantikannya Konstitusi atau Undang-Undang Dasar? Jawabannya,
jelas seharusnya tidak! Konstitusi atau UUD dapat saja berubah sewaktu-waktu,
akan tetapi Pancasila sebagai dasar negara, tidak boleh diubah atau diganti. Oleh
karena itu, sebenarnya tempat Pancasila sebagai dasar negara itu bukan berada
di dalam Pembukaan atau Mukadimah suatu Konstitusi atau UUD. Bahwa
alinea keempat Pembukaan UUD 1945, alinea ketiga Mukadimah Konstitusi RIS
1949 dan alinea keempat Mukadimah UUDS 1950 itu merumuskan Pancasila, kita
dapat mengatakan, bahwa rumusan itu sebenarnya adalah penjelmaan dari esensi
Pancasila. Adapun Pancasila nya sendiri tempatnya berada di dunia abstrak.
Merujuk pada Teori Hans Kelsen atau yang dikenal dengan Stufenbautheorie
dalam General Theory of Law and States tertulis :
...The legal order, espesially the legal order the personification of which
is the State, is therefore not a system of norms coordiinated to each
other, standing, so to speak, side by side on the same level,but
hierarchies of different levels of norms. The unity of these norms is
constituted by the fact and that the creation of one norm –the lower
one -is determined by another – the higher – the creation – of which is
determined by a still higher norm, and that this regressus is terminated
by a highest, the basic norm which, being the supreme reason of
validity of the whole legal order, constitutes its unity. 3
Gagasan Kelsen dengan Stufenbautheorie pada hakikatnya merupakan usaha
untuk membuat kerangka suatu bangunan hukum yang dapat dipakai di
manapun,4 dalam perkembangan selanjutnya diuraikan Hans Nawiasky dengan
theorie von stufenbau der rechtsordnung yang menggariskan bahwa selain
susunan norma dalam negara adalah berlapis-lapis dan berjenjang dari yang
tertinggi sampai terendah, juga terjadi pengelompokkan norma hukum dalam
negara,5 yakni mencakup norma fundamental negara (staatsfundementalnorm),
aturan
3

dasar negara

(staatsgrundgesetz),

undang-undang formal

(formalle

Hans Kelsen, General Theory of Law and State (Translated by : Andres Wedberg), Russel &
Russel, New York, 1973, hal. 124
4
Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum : Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di
Indonesia 1945-1990, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 69.
5
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan; Dasar-dasar dan
Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2000, hal. 27

gesetz), dan Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en
outonome satzung). Tatanan hukum tertinggi dalam pandangan Kelsen adalah
berpuncak pada basic norm atau grundnorm (norma dasar).6
Lapisan tertinggi yang menjadi sumber dan dasar dalam sistem hirarki norma
hukum baik pandangan Kelsen ataupun Nawiasky berakhir pada norma yang tidak
dibentuk oleh norma hukum yang lebih tinggi lagi, tetapi bersumber pada cita
hukum yang bersifat pre-supposed, yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
masyarakat dalam suatu negara, untuk kemudian menjadikannya sebagai tempat
bergantungnya setiap norma hukum yang akan dibentuk. 7
Grundnorm atau basic norm menurut Kelsen

tidak dibuat melalui suatu

prosedur hukum oleh instansi Validitas grundnorm tidak ditentukan karena ia
dibuat melalui mekanisme dan bentuk tertentu.Tetapi ia berlaku dan valid karena
dianggap valid. Grundnorm

harus dianggap valid karena kalau tidak demikian,

maka tidak akan ada perbuatan manusia yang dapat dipahami sebagai sebuah
perbuatan hukum yaitu perbuatan yang menciptakan norma. 8 Dengan demikian
grundnorm itu sendiri bukan sebuah norma hukum, ia berada di luar hukum (meta
legal).
Kesahihan dan validitasnya sebagai norma dasar (grundnorm) atau sumber
dari segala sumber hukum harus dianggap final, dan kita semua harus menerima
kesahihan dan validitasnya itu, tanpa mempersoalkan atau mempertanyakan lagi.
Sebab jika tidak diasumsikan demikian, maka kedudukan Pancasila sebagai norma
dasar yang tertinggi dalam kehidupan bernegara, akan selalu menjadi pertanyaanpertanyaan yang tidak akan pernah usai untuk diperdebatkan. Jadi, semua
komponen bangsa harus bersepakat bahwa kesahihan dan validitas Pancasila
sebagai norma dasar yang tertinggi dalam negara tidak perlu diragukan lagi, dan
karena itu Pancasila harus diterima sebagai sesuatu yang benar (sahih) dan valid.
Kedudukan Pancasila sebagai grundnorm yang berada di luar hukum (bukan
norma

hukum)

dapat

dilihat

dari

hierarki

peraturan

perundang-undangan

Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Adapun jenis

6

H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum, Nuansa,
Bandung, 2010, hal. 250
7
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu..., hal.28.
8
Hari Chand, Modern Jurisprudence, Selangor : International Law Book Series, 2005, hal.
93

dan hierarki norma hukum yang dianut Indonesia saat ini sebagaimana Pasal 7
ayat (1) di atas adalah sebagai berikut :
1) Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945
2) Ketetapan MPR
3) Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden
6) Peraturan Daerah Provinsi
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tersebut, Pancasila
tidak dimasukkan dalam kategori sebagai norma hukum melainkan sebagai
grundnorm yang berada di luar hukum (meta legal). Sehingga tempat Pancasila
sebagai

dasar

negara

itu

bukan

berada

di

dalam

Pembukaan

atau

Mukadimah UUD NRI Tahun 1945.
Kedua, menempatkan Pancasila sebagai bagian dari Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar (misalnya dalam Pembukaan atau Mukadimah Konstitusi)
sebenarnya menurunkan derajat atau kualitas (bobot) Pancasila sebagai norma
dasar (grundnorm) tertinggi di dalam negara kita. Dengan mengatakan, bahwa
Pancasila itu ada di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka
sesungguhnya pada saat itu kita telah menurunkan derajat Pancasila itu sehingga
sama kedudukannya dengan Konstitusi atau UUD 1945. Pandangan ini jelas tidak
tepat. Pancasila bukan menjadi bagian dari Konstitusi atau UUD, tetapi Pancasila
seharusnya menjadi sumber hukum bagi validitas Konstitusi atau UUD yang akan
dibentuk. Oleh karena itu, mengatakan bahwa Pancasila itu ada di dalam alinea
keempat UUD 1945 sebenarnya pandangan ini tidak tepat, karena kedudukan
Pancasila sebagai sumber hukum Konstitusi atau UUD harus lebih tinggi dari
konstitusi atau UUD nya sendiri.
Ketiga, menempatkan Pancasila sebagai bagian dari Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar (misalnya dalam Pembukaan atau Mukadimah Konstitusi)
juga akan membahayakan eksistensi Pancasila sebagai dasar negara atau ideologi
negara. Mengapa? Karena Konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara itu,
dapat diubah/diamandemen sewaktu-waktu, apakah itu substansi pasal-pasalnya
maupun susbtansi pembukaan atau mukadimahnya. Teori maupun praktik
perubahan konstitusi di dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia selama ini
sangat memungkinkan untuk itu. Berlakunya Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950
adalah contoh-contoh praktik perubahan konstitusi yang nyata dalam praktik

ketatanegaraan di Indonesia. Oleh karena itu, pendapat yang mengatakan, bahwa
Pancasila ada di dalam Pembukaan UUD atau Mukadimah Konstitusi atau UUD,
adalah pandangan yang tidak tepat, karena jika Pancasila menjadi substansi dari
Konstitusi atau UUD maka teoretis-yuridis, Ia (Pancasila) akan menjadi substansi
atau materi yang dapat diubah juga. Ingat, Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945
memberikan ruang bagi perubahan terhadap UUD (baik itu menyangkut isi pasalpasal maupun juga pembukaan/mukadimahnya). Akan sangat berbahaya bagi
eksistensi Pancasila, jika ia ditempatkan di dalam alinea keempat Pembukaan UUD
1945. Pancasila tidak boleh menjadi bagian dari Konstitusi atau UUD, apakah itu
masuk di dalam Pembukaannya maupun pasal-pasalnya. Bahwa ada rumusan
Pancasila di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, itu sebenarnya adalah
penjelmaan/penjabaran

dari sila-sila Pancasila,

bukan Pancasilanya sendiri.

Eksistensi Pancasilanya sendiri ada dalam dunia abstrak yang tidak perlu
dilegalisasi oleh hukum positif negara. Sebab, legalisasi oleh negara melalui
hukum positif akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan hukum yang tidak akan
pernah tuntas. Misalnya, siapa yang harus menetapkan/mengesahkan Pancasila
sebagai

dasar

negara?

Apa

bentuk

hukum

(rechtsvorm)

penetapan

atau

pengesahnnya? Apakah ditetapkan dengan konstitusi atau UUD ataukah dengan
bentuk hukum lainnya?

Tabel 1
Perbandingan Rumusan Pancasila di dalam Pembukaan UUD 1945,
Mukadimah Konstitusi RIS 1949 dan Mukadimah UUDS 1950
Pembukaan UUD 1945
Alinea keempat:
1. Ketuhanan Yang Maha
Esa,
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
dan
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi
seluruh
rakyat

Mukadimah
Konstitusi
RIS 1949
Alinea ketiga:

Mukadimah UUDS
1950
Alinea keempat:

1. Ketuhanan Yang Maha
Esa,
2. Peri kemanusiaan,
3. Kebangsaan,
4. Kerakyatan, dan
5. Keadilan sosial

1. Ketuhanan Yang Maha
Esa,
2. Peri kemanusiaan,
3. Kebangsaan,
4. Kerakyatan, dan
5. Keadilan sosial

Indonesia.

D. Pengkajian: Apa hubungan antara Pancasila dan UUD 1945 ?
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Ia adalah norma dasar
negara yang tertinggi. Adapun Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah
hukum dasar yang tertinggi, yang validitasnya atau keabsahannya bersumber dari
norma dasarnya --- Pancasila. Oleh karena Pancasila menjadi sumber hukum bagi
keabsahan

(validitas)

Konstitusi

atau

Undang-Undang

dasar,

maka

sudah

semestinya kedudukan Pancasila adalah norma yang lebih tinggi dari Konstitusi
atau UUD yang dibentuknya.
Dengan
pandangan

perspektif

yang

ini

juga

menempatkan

dapat

Pancasila

dikatakan,
di

dalam

maka
alinea

pemikiran

atau

keempat

dari

Pembukaan UUD 1945, jelas merupakan pendapat atau pemikiran yang salah.
Pandangan itu tidak saja telah mensejajarkan Pancasila sama dengan
Konstitusi atau UUD, akan tetapi juga menurunkan derajat kualitasnya dari
norma dasar yang tertinggi (sekaligus sebagai sumber hukum tertinggi)
di dalam negara menjadi norma hukum yang lebih rendah dan menjadi sederajat
dengan konstitusi atau UUD.
E. Pengkajian: Kapan Hari Lahirnya Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar
Negara Indonesia Merdeka?
Cita negara (staatsidee) tentang apa dasar kita bernegara untuk pertama
kali dalam sidang BPUPKI dikemukakan dalam pidato Ir. Soekarno sebagai anggota
resmi BPUPKI. Persidangan pertama BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 agendanya
adalah khusus untuk membicarakan dasar negara Indonesia merdeka. Pidato Ir.
Soekarno menguraikan lima prinsip dasar Indonesia merdeka, yang disebut
Pancasila. Pidato Ir. Soekarno 1 Juni 1945 diterima secara aklamasi oleh peserta
sidang BPUPKI.
Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945 ini diterbitkan pada tanggal 1 Juli
1947 oleh Kementerian Penerangan di Yogyakarta dengan judul “Lahirnya
Pancasila”. Kata Pengantar ditulis oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat,
mantan Ketua BPUPKI.9
9

Lihat footnote 7, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 28 Mei 1945 – 22
Agustus 1945, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 84.

Berdasar pada fakta inilah, maka tepatlah, bahwa hari lahirnya Pancasila itu
adalah tanggal 1 Juni 1945. Pertama, karena istilah Pancasila itu untuk pertama
kalinya dikemukakan oleh Ir. Soekarno saat menyampaikan pidatonya di depan
Sidang BUPKI yang dipimpin oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat di Gedung
Tyuuoo Sangi-In. Kedua, adalah kesaksian sejarah yang diberikan oleh buku yang
berjudul ‘Lahirnya Pancasila’ yang diterbitkan oleh Kementerian Penerangan
pada tanggal 1 Juli 1947, Kata Pengantar-nya diberikan oleh Dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat. Adalah jelas tidak mungkin sekapasitas Dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat (mantan Ketua BPUPKI) akan bersedia memberikan sebuah ‘Kata
Pengantar’ pada buku yang berjudul ‘Lahirnya Pancasila’ itu, jika, baik judul
maupun isi buku yang diterbitkan itu ternyata a histori. Ketiga, Kementerian
Penerangan sebagai institusi Pemerintah Republik Indonesia yang secara resmi
menerbitkan buku yang berjudul ‘Lahirnya Pancasila’ itu sudah pasti memiliki
maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan penerbitan buku itu adalah ingin
menyampaikan pesan, bahwa Pancasila itu lahir pada tanggal 1 Juni 1945, yaitu
saat Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya yang menguraikan Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia di depan Sidang BPUPKI.
F. Pengkajian: Apakah Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 Perlu
Ditetapkan oleh Pemerintah?
Hari lahirnya Pancasila perlu ditetapkan oleh Pemerintah karena beberapa
pertimbangan yang sangat prinsipiil. Pertama, Pancasila adalah dasar dan
ideologi negara Indonesia yang harus diketahui asal-usulnya oleh bangsa
Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi. Menetapkan hari
lahirnya Pancasila sama dengan mengukuhkan kelestarian dan kelanggengan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara yang kokoh berkesinambungan dari
generasi satu ke generasi yang lainnya. Kedua, untuk memberikan kepastian
hukum, agar perdebatan panjang menyangkut siapakah yang pertama kali
berpidato tentang dasar negara dalam sidang BPUPKI dan soal apakah Pancasila
itu lahir pada tanggal 1 Juni 1945 ataukah pada tanggal 18 Agustus 1945, saat
PPKI menetapkan UUD 1945, dapat segera diakhiri.
Sebelum tahun 1968, setiap 1 Juni selalu diperingati sebagai Hari Lahirnya
Pancasila. Di samping itu, berbagai kalangan, baik sipil maupun militer, juga telah
mengakui bahwa Penggali Pancasila adalah Bung Karno. 10 Sejak tahun 1968, telah
terjadi praktik de-Soekarnoisasi, lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 tidak lagi
10

A.B Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004.

diperingati, Bung Karno sebagai Penggali Pancasila juga tidak lagi diakui. Setelah
dikeluarkannya Tap MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4), sosialisasi Pancasila dilakukan dengan cara-cara
indoktrinatif.
Dalam versi Pemerintahan Orde Baru, Nugroho Notosusanto dalam Buku
“Naskah Proklamasi yang otentik Dan Rumusan Pancasila Yang Otentik” (1971)
mengatakan bahwa M.Yamin pada tanggal 29 Mei 1945 dan Supomo pada tanggal
31 Mei 1945 lebih dahulu berpidato tentang dasar negara. Menurut Nugroho
Notosusanto, M. Yamin dalam pidatonya menguraikan dasar negara sebagai
berikut: 1) Peri Kebangsaan, 2) Peri Kemanusiaan, 3) Peri Ketuhanan, 4) Peri
Kerakyatan, 5) Kesejahteraan Rakyat. Terhadap pembelokan sejarah oleh Nugroho
Notosusanto ini secara resmi telah dibantah oleh A.B. Kusuma (2009) dalam Buku
“Lahirnya Undang-undang Dasar 1945” dengan menyelidiki dokumen-dokumen
rapat BPUPKI hingga ke negara Belanda

yang menyatakan Tidak Benar

Muhammad Yamin dan Supomo Yang Pertama Mengungkapkan Tentang Pancasila,
sesuai dengan dokumen-dokumen otentik sidang BPUPKI yang berhasil ditemukan
sangatlah jelas bahwa Ir. Soekarno lah yang pertama kali berpidato tentang dasar
negara Pancasila.
Sangat jelas dari perspektif sejarah ketatanegaraan Indonesia, bahwa ide
atau gagasan tentang Pancasila untuk pertama kalinya disampaikan oleh Ir.
Soekarno

pada

tanggal

1

Juni

1945.

Prof.

Dr.

Drs.

Notonagoro,

S.H.

mengemukakan:
Menjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara tentu saja pada waktu
ditetapkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, pada tanggal 18
Agustus 1945, akan tetapi asal mulanya lebih tua. Kedua-duanya
mempunyai sejarah. Untuk pertama kalinya Pembukaan direncanakan pada
tanggal 22 Juni 1945, yang terkenal sebagai Djakarta-Charter (Piagam
Jakarta), akan tetapi Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar
filsafat negara Indonesia Merdeka yang akan didirikan, yaitu pada tanggal 1
Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.11

Merujuk pendapat Notonagoro juga pada saat pidato pemberian gelar
Doktor Honoris Causa kepada Ir. Soekarno 19 September 1951 yang mengatakan
bahwa pengakuan terhadap Pancasila 1 Juni 1945 bukan terletak pada bentuk
formal yang urut-urutan sila-silanya berbeda dengan rumusan sila-sila Pancasila
yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, pengakuan tersebut justru terletak
11

Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tudjuh, Jakarta, 1975, hal. 31.

dalam asas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar filsafat negara. Melalui
berbagai penjelasan tersebut, maka dalam menafsir dan mengembangkan nilainilai Pancasila dalam konteks kekinian termasuk dalam pembentukan UndangUndang, seharusnya rujukannya adalah Pidato Ir.Soekarno 1 Juni 1945.
Ketiga, penetapan hari lahirnya Pancasila itu tanggal 1 Juni 1945 oleh
Pemerintah, harus dibaca dan dipahami sebagai sebuah pengertian, bahwa pada
tanggal 1 Juni 1945 itulah memang istilah Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia Merdeka untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Ir. Soekarno di
depan sidang BPUPKI. Dan, oleh sebab itu Kementerian Penerangan RI pada
tanggal 1 Juli 1947 menerbitkan buku yang berisi pidato Ir. Soekarno dengan judul
‘Lahirnya Pancasila’. Bahkan, dalam buku itu, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
(mantan Ketua BPUPKI) memberikan Kata Pengantar–nya. Keempat, penetapan
hari lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 itu sebenarnya mempertegas dan melanjutkan
langkah dan kebijakan yang telah ditempuh Kementerian Penerangan RI pada
tanggal 1 Juli 1947 yang menerbitkan buku yang berjudul ‘Lahirnya Pancasila’.
G. Rekomendasi
Berdasarkan dari apa yang telah dikaji/ditelaah dalam naskah pendapat
hukum (legal oppinion) ini, maka perlu direkomendasikan beberapa hal berikut ini:
(1) Pemerintah perlu segera memberikan legalitas yuridis dan kepastian
historis untuk menetapkan hari lahirnya Pancasila sebagai ideologi dan
dasar negara Republik Inonesia itu tanggal 1 Juni 1945. Penetapan hari
lahirnya Pancasila ini sangat penting untuk memberikan segi kepastian
yuridis dan historis tentang lahirnya Pancasila, serta dalam rangka untuk
menghindari munculnya spekulasi-spekulasi politik yang kontra-histori
dan kontra-produktif bagi kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
(2) Langkah untuk menetapkan hari lahirnya Pancasila itu dapat diberikan
bentuk

hukum

(rechtsvorm)

berupa

Keputusan

Presiden

Republik

Indonesia, yang dalam naskah pendapat hukum ini ini ditempatkan
dalam lampiran.

Lampiran:

USULAN RANCANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN RI TENTANG PENETAPAN

HARI LAHIRNYA PANCASILA 1 JUNI 1945

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ....... TAHUN 2015
TENTANG
PENETAPAN HARI LAHIRNYA PANCASILA SEBAGAI
DASAR DAN IDEOLOGI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa pada tanggal 1 Juni 1945 Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka
untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya di depan
sidang BPUPKI yang dipimpin oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat;
b. bahwa rangkaian dokumen sejarah perumusan Pancasila yang bermula dari
kelahirannya 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, hingga ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945 merupakan kesatuan proses yang masing-masing memiliki sumbangsih bagi
keberlakuan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara hingga saat ini.
c. bahwa tanggal 18 Agustus telah ditetapkan sebagai hari konstitusi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008, sehingga untuk melengkapi sejarah
ketatanegaraan Indonesia perlu ditetapkan hari kelahiran Pancasila yang dari segi
hierarki norma hukum berbeda kedudukannya dengan konstitusi mengingat Pancasila
merupakan norma dasar negara yang abstrak dan tertinggi dan merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara.
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu menetapkan tanggal 1 Juni
1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila dengan Keputusan Presiden.
Mengingat:
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENETAPAN HARI LAHIRNYA PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PERTAMA
KEDUA
KETIGA

: Tanggal 01 Juni 1945 ditetapkan sebagai Hari Lahirnya Pancasila sebagai
Dasar dan Ideologi Negara Republik Indonesia.
: Hari Lahirnya Pancasila itu diperingati setiap tanggal 01 Juni oleh
Pemerintah bersama seluruh komponen bangsa dan masyarakat Indonesia,
dan ditetapkan sebagai hari libur nasional.
: Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ............................. 2015

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO