26 FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLAMBATAN RUJUKAN PADA KASUS KEMATIAN IBU DI RS MARGONO SOEKARDJO

FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLAMBATAN

  

RUJUKAN PADA KASUS KEMATIAN IBU

DI RS MARGONO SOEKARDJO

Sumarni, Tri Anasari

  

Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto

email: s_oemarnie@yahoo.com

ABASTRACT: FACTORS INFLUENCING THE REFERRAL DELAY IN CASE OF

DEATH MOTHER MARGONO SOEKARDJO HOSPITAL. Maternal Mortality Rate

(MMR) is one of the indicators to see the health status of women.From the results of a

survey conducted AKI has shown a decline over time, however, efforts to achieve

development goals targets still requires commitment and continuous effort. 1 In Indonesia

death obstetric cause of death, problems commonly associated with emergency obstetric

experiencing delays four things the late recognition of danger signs and risks, too late to

take the decision to seek care, delay in getting transportation to reach health care

facilities that are more capable and too late to get help the facility rujukan.4 study was

conducted using 71 samples using the whole good maternal deaths delayed referral or

not. Samples were taken using a total sampling and analysis of data using multiple

logistic regression analysis. The results showed that there is a relationship between the

availability of treatment costs, availability of transportation and economic status factors,

the most dominant factor for the occurrence of late referral is the availability of cost of

care in a referral to the value of p = 0.020 and OR value of 25,512 (CI 1.663 to 391,412).

Care costs have 25,512 times the risk of late referral to occur on the availability of a

health care cost amount of influence these factors was 61%, while 39% is influenced by

factors other than the availability of cost, availability of transportation and economic

status of the family.

  Keywords: reference delay factors, maternal mortality

ABSTRAK: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLAMBATAN

RUJUKAN PADA KASUS KEMATIAN IBU DI RS MARGONO SOEKARDJO.

  

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat

kesehatan perempuan. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan

penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan

pembangunan masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. Di

Indonesia penyebab kematian kematian obstetri, umumnya terkait dengan permasalahan

gawat darurat obstetri yang mengalami empat hal keterlambatan yaitu terlambat

mengenali tanda bahaya dan risiko, terlambat mengambil keputusan untuk mencari

pertolongan, terlambat mendapatkan transportasi untuk mencapai sarana pelayanan

kesehatan yang lebih mampu dan terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas rujukan.

Penelitian ini menggunakan 71 sampel yaitu seluruh kasus kematian ibu baik yang

mengalami keterlambatan rujukan maupun yang tidak. Sampel diambil menggunakan

total sampling dan analisis data menggunakan analisis regresi logistik ganda. Hasil

penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan biaya perawatan,

  Sumarni, dkk, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... 27

terjadinya rujukan terlambat adalah ketersediaan biaya perawatan di tempat rujukan

dengan nilai p=0,020 dan nilai OR 25,512 (IK 1,663-391.412). Biaya perawatan

mempunyai risiko 25,512 kali untuk terjadi rujukan terlambat dari pada yang ketersediaan

biaya perawatan jamkesmas Besarnya pengaruh faktor tersebut adalah 61%, sedangkan

39% dipengaruhi faktor lain di luar faktor ketersediaan biaya, ketersediaan transportasi

dan status ekonomi keluarga.

  Keywords: faktor keterlambatan rujukan, kematian ibu PENDAHULUAN

  Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan perempuan. Berdasarkan survei yang dilakukan menunjukkan AKI mengalami penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir tahun 2007 menunjukkan AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, sedangkan berdasarkan Millenium Development Goals/MDGs 2000 pada tahun 2015, menargetkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Faktor penyebab yang dapat berpengaruh langsung terhadap kematian ibu adalah pendarahan yang menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%). Penelitian Chowdhury menyebutkan bahwa terdapat empat penyebab komplikasi langsung kematian ibu tertinggi yaitu partus lama (24,5%), perdarahan (11,6%), infeksi (9,3%) dan kejang (3,2%).

  Pelayanan obstetri memerlukan kontinuitas pelayanan serta akses terhadap pelayanan obstetri emergensi ketika timbul komplikasi. Sehingga setiap persalinan harus di tolong oleh tenaga kesehatan terlatih, peningkatan terhadap pelayanan obstetri emergensi ketika timbul komplikasi, serta sistem rujukan yang efektif. Rujukan terlambat adalah rujukan yang dilakukan dimana kondisi ibu dan bayi dalam rahim sudah tidak dalam keadaan optimal, bahkan mungkin sudah dalam keadaan gawat atau gawat daruruat. Di Indonesia penyebab kematian kematian obstetri, umumnya terkait dengan permasalahan gawat darurat obstetri yang

28 Bidan Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 5 No. 2 Edisi Desember 2014, hlm. 26-34

  risiko, terlambat mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, terlambat mendapatkan transportasi untuk mencapai sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu dan terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas rujukan.

  Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Banyumas AKI tahun 2008 terdapat 27 kasus kematian ibu atau 98,03/100.000 KH, tahun 2009 AKI mengalami kenaikan dari tahun 2008 yaitu 41 kasus kematian ibu atau 145,81/100.000 KH dan pada tahun 2010 sampai dengan bulan September kasus kematian ibu sudah mencapai 30 kasus. Berdasarkan penyebab medis paling banyak disebabkan oleh perdarahan dan preeklamsi berat/eklamsi disamping itu penyebab non medis (3T) paling banyak adalah T1 yaitu terlambat untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawatdaruratan. Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2009 jumlah kasus ibu hamil yang mengalami resiko ringgi sebesar 9.189 ibu hamil dan sejumlah 71,22 % yang dirujuk.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan menggunakan sampel sebesar 71 kasus kematian ibu pada tahun 2011-2013 di kabupaten Banyumas yang dirujuk ke RS Margono Soekardjo, baik yang mengalami keterlambatan rujukan maupun yang tidak mengalami. Sampel diambil secara

  

total sampling yaitu seluruh kasus kematian yang berasal dari rujukan, analisis

data menggunakan analisis regresi logistik ganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Hasil penelitian menunjukkan jarak tempuh yang dilalui ibu dalam mencapai tempat rujukan adalah dengan jarak tempuh yang jauh yaitu lebih dari 20 km sebesar 69%. Ibu mempunyai ketersediaan dana biaya perawatan pada kasus rujukan obstetri dalam bentuk sendiri/tidak tersedia sebesar 57,7%. Faktor masyarakat (ketersediaan transportasi) dan keterlibatan masyarakat dalam rujukan obstetri mayoritas mempunyai ketersediaan transportasi yaitu sebesar 79%. Sedangkan sisanya belum memiliki ketersediaan transportasi karena masih

  Sumarni, dkk, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... 29

  yang di rujuk mempunyai status ekonomi yang rendah yaitu mempunyai pendapatan kurang dari Upah Minimum Regional (UMR) sebesar 62%. Mayoritas ibu yang dilakukan rujukan obstetri pada umur tidak berisiko yaitu umur 20-35 tahun sebesar 73,2 %. Mayoritas pendidikan ibu yang dilakukan rujukan obstetri dalam katagori pendidikan rendah yaitu pendidikan dasar (SD-SMP) sebesar 76%. Sebagian besar ibu yang dilakukan rujukan obstetri tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga sebesar 69%. Sebagian besar kasus rujukan obstetri tidak mempunyai penyakit yaitu sebesar 81,7%. Adapun 18,3 % mempunyai penyakit yang antara lain penyakit jantung, hepatitis, dan meningitis. Rujukan obstetri yang terjadi pada kasus kematian ibu di kabupaten Banyumas pada tahun 2011-2013 adalah rujukan terlambat yaitu sebesar 58%. Rujukan terlambat terjadi karena ibu dan bayi dirujuk dalam kondisi yang sudah terlambat yaitu meninggal kurang dari 24 jam, mengalami eklamsia, anemia berat, IUFD, gawat janin, dan syock.

  Hubungan antara faktor sarana prasarana dengan keterlambatan rujukan pada kasus kematian ibu di kabupaten Banyumas periode tahun 2011-2013, menunjukan bahwa rujukan terlambat terjadi sebagian besar pada jarak tempuh yang jauh yaitu sebesar 63,4%. Namun hal ini juga terjadi pada kasus rujukan tidak terlambat yang terjadi pada sebagian besar ibu yang di rujuk dari jarak tempuh yang jauh. Dari hasil analisis menunjukan nilai p=0,302 > 0,05 hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jarak tempuh ke tempat rujukan dengan keterlambatan rujukan.

  Hubungan ketersediaan biaya perawatan dengan keterlambatan rujukan menunjukan bahwa rujukan terlambat terjadi pada rujukan yang menggunakan biaya perawatan sendiri sebesar 53,7%. Dari hasil analisis menunjukan nilai p=0,415 > 0,05 hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan biaya perawatan dengan keterlambatan rujukan. Biaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan rujukan. biaya sangat diperlukan ketika ibu hamil harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan lengkap dalam menangani masalah yang dialami oleh ibu hamil. Keterbatasan biaya akan membuat ibu hamil dan keluarga mengambil keputusan

30 Bidan Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 5 No. 2 Edisi Desember 2014, hlm. 26-34

  sakit yang dibutuhkan. Ibu hamil yang belum mempunyai kesiapan biaya yang baik akan mengalami rasa khawatir ketika harus dilakukan rujukan ke rumah sakit karena tidak tersedia dana yang memadai. Biaya dalam proses persalinan dapat disiapkan sendiri ataupun bantuan dari pemerintah misalnya jampersal. Ibu hamil tidak perlu khawatir terhadap biaya pada saat membutuhkan pelayanan yang lebih baik untuk menangani masalahnya karena adanya program jampersal.

  Hubungan antara faktor masyarakat (ketersediaan ketersediaan transportasi) dengan keterlambatan rujukan pada kasus kematian ibu menunjukan bahwa rujukan terlambat lebih banyak terjadi pada masyarakat yang tersedia fasilitas transportasi seperti mobil ambulan desa (68,3%), begitu juga pada kasus rujukan tidak terlambat juga lebih banyak terjadi pada masyarakat yang tersedia transportasi sebesar 93,3%. Dari hasil analisis menunjukan nilai p=0,011 < 0,05 hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara ketersediaan transportasi ke tempat rujukan dengan keterlambatan rujukan.

  Hubungan antara faktor rumah tangga (status ekonomi) dengan keterlambatan rujukan pada kasus kematian ibu menunjukan bahwa rujukan terlambat banyak terjadi pada status ekonomi keluarga yang rendah yang mendapatkan upah/gaji kurang dari UMR kabupaten Banyumas sebesar 68,3%. Dari hasil analisis menunjukan nilai p=0,200 > 0,05 hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara status ekonomi keluarga dengan keterlambatan rujukan. Persiapan yang kurang matang dalam hal biaya akan membuat keluarga kebingungan yang akhirnya mencari jalan keluar agar masalah biaya teratasi dengan menjual barang berharga ataupun biaya ditanggung bersama-sama dengan kelurga yang lain. Permasalah biaya perlu dilakukan pada saat bidan, ibu hamil dan keluarga melakukan persiapan persalinan dan dilakukan lebih dini agar persiapan lebih baik.

  

Hubungan antara faktor individual dengan keterlambatan rujukan pada

kasus kematian ibu di kabupaten Banyumas periode tahun 2011-2013

  Hubungan antara usia ibu dengan keterlambatan rujukan obstetri menunjukkan rujukan terlambat banyak terjadi pada usia ibu yang tidak berisiko

  Sumarni, dkk, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... 31

  p=0,988 > 0,05 hal ini berarti tidak ada hubungan antara usia ibu dengan keterlambatan rujukan. Pada usia reproduksi merupakan usia matang untuk hamil dan risiko terjadi kehamilan sangat tinggi. Hal ini berdampak meningkatan pula risiko obstetrik yang dihadapi oleh seorang wanita setiap kali wanita tersebut menjadi hamil. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu kematian ibu paling banyak terjadi pada usia reproduksi yaitu umur 20- 30 tahun dan dengan bertambahnya paritas.

  Hubungan antara pendidikan ibu dengan keterlambatan rujukan obstetri menunjukan bahwa rujukan terlambat lebih banyak terjadi pada ibu yang mempunyai pendidikan dasar (SD-SMP) sebesar 78%. Dari hasil analisis menunjukan nilai p=0,646 > 0,05 hal ini berarti tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan keterlambatan rujukan. Wanita dengan tingkat pendidikan rendah, menyebabkan kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil terutama dalam hal kegawatdaruratan kehamilan dan persalinan. Hal ini berpengaruh pada kesadaran dan kemampuan mengambil keputusan. Wanita dengan pendidikan rendah memiliki independensi yang rendah terhadap pengambilan keputusan. Tingkat pengetahuan yang rendah yang didukung oleh kemampuan mengambil keputusan yang rendah berpengaruh terhadap kemampuan ibu untuk mengakses layanan yang berkualitas sehingga cenderung menurut kepada keluarga atau lingkungan sekitar. Hal ini berbeda dengan wanita yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya serta mempunyai independensi yang tinggi dalam pengambilan keputusan terkait dengan kesehatan dan keselamatannya.

  Hubungan antara pekerjaan dengan keterlambatan rujukan obstetri menunjukan bahwa rujukan terlambat banyak terjadi pada ibu yang tidak bekerja sebesar 70,7% dan Dari hasil analisis menunjukan nilai p=0,714 > 0,05 hal ini berarti tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan keterlambatan rujukan. Ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga secara ekonomi sangat tergantung pada pendapatan suaminya dan tidak mempunyai pendapatan lebih yang bisa digunakan untuk memperoleh kebutuhan selama hamil, melahirkan dan masa

32 Bidan Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 5 No. 2 Edisi Desember 2014, hlm. 26-34

  beli dan pilihan pelayanan kesehatan yang lebih baik serta mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan terhadap pilihan yang ada sehingga ibu akan cenderung pasrah dan menyerahkan pilihan dan keputusan kepada suami atau keluarga yang mungkin tidak sesuai dengan yang seharusnya.

  Hubungan antara status penyakit dengan keterlambatan rujukan obstetri menunjukan bahwa rujukan terlambat banyak terjadi pada ibu yang tidak mempunyai penyakit sebesar 87,8%. Dari hasil analisis menunjukan nilai p=0,119 > 0,05 hal ini berarti tidak ada hubungan antara status penyakit ibu dengan keterlambatan rujukan. Riwayat penyakit sejak sebelum kehamilan atau selama kehamilan berlangsung, memiliki risiko untuk mengalami kematian maternal 29,4 kali lebih besar bila dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit.

  Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi rujukan terlambat terlihat pada tabel analisis regresi logistik di bawah ini: Tabel 1. Analisis regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan rujukan obstetri

  Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B)

  Lower Upper Biaya_Perawatan 3.239 1.393 5.405 1 .020 25.512 1.663 391.412 Ketersediaan_Tran

  • 2.778 1.130 6.048 1 .014 .062 .007 .569 sportasi Status_Ekonomi -3.251 1.373 5.610 1 .018 .039 .003 .571

  Jarak_Fasilitas 0.307, Usia Ibu .484, Pendidikan 0.930, Pekerjaan 0.919, Status Penyakit 0.209 Akurasi model 61%.

  Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ganda diperoleh hasil yaitu bahwa faktor yang paling dominan untuk terjadinya rujukan terlambat adalah ketersediaan biaya perawatan di tempat rujukan dengan nilai p=0,020 dan nilai OR 25,512 (IK 1,663-391.412). Hal ini menunjukan bahwa tidak tersedianya biaya perawatan mempunyai risiko 25,512 kali untuk terjadi rujukan terlambat dari pada yang ketersediaan biaya perawatan jamkesmas. Selain faktor ketersediaan biaya, ketersediaan transportasi dan status ekonomi juga bersama- sama mempengaruhi keterlambatan rujukan. Namun faktor jarak tempuh, usia ibu,

  Sumarni, dkk, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... 33

  pendidikan, pekerjaan, status penyakit tidak mempunyai pengaruh terhadap keterlambatan rujukan. Besarnya pengaruh faktor tersebut adalah 61%, sedangkan 39% dipengaruhi faktor lain di luar faktor ketersediaan biaya, ketersediaan transportasi dan status ekonomi keluarga.

  KESIMPULAN

  Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara ketersediaan biaya perawatan, status ekonomi dan ketersediaan transportasi dengan keterlambatan rujukan dan faktor yang paling dominan untuk terjadinya rujukan terlambat adalah ketersediaan biaya perawatan di tempat rujukan dengan nilai p=0,020 dan nilai OR 25,512 (IK 1,663-391.412)

DAFTAR PUSTAKA

  Sie KIA. (2010). Data Kematian Maternal. Banyumas: Sie KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Depkes RI. (2006). Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Higgins, fazio, anderson LC. Chaiken F processing explanation of the attitude behavior inconsistency. University of wisconsin. Melalui http:/en.wikimedia.org/wiki/attitude(psicology) 21 juni 2008 Heri D.J. Maulana. (2009). Promosi kesehatan. EGC: Jakarta.

  Safrudin, Hamidah. (2009). Kebidanan komunitas. EGC: Jakarta. Depkes RI. (2009). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWSKIA) . Depkes RI: Jakarta.

  Depkes RI. (1995). Pedoman pelaksanaan sistem rujukan, upaya kesehatan di tingkat kabupaten . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Sherris J. Program For Appropriate Technology in Health (PATH) Keselamatan Ibu: Keberhasilan dan Tantangan. Outlook ed.khusus vol 16 Januari 1999.

  Melalui: http://.path.org. Saifuddin AB. (2001). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal . Jakarta: YBPSP.

34 Bidan Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 5 No. 2 Edisi Desember 2014, hlm. 26-34

  Zubaidah. (2008). Evaluasi rujukan ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalekha Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.

  Yogyakarta: Program Pascasarjana. UGM. Depkes RI. (2008). Buku acuan pelatihan klinik asuhan persalinan normal.

  JNPKR . Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

  Murray SF, Davies S, Kumwenda R, Ahmed Y. (2001). Tools For Monitoring The Effectiveness of District Maternity Refferal System. Health Policy and Planning, Oxford University Press.

  Rafei MU. (1999). Making Pregnancy Safer: A Health Sector Strategy. India: UNICEF. Tachyat A. (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan rujukan ibu

  hamil risiko tinggi . Program Pascasarjana. Yogyakarta: UGM Depkes RI. (1999). Pedoman pelaksanaan sistem rujukan ibu dan bayi berisiko.

  Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Arikunto S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Edisi Revisi V.

  Rineka Cipta: Jakarta. Dahlan MS. (2004). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Seri Evidence Based Medicine 1 Edisi 4. Salemba Medik: Jakarta.

  Ramos S, Kalolinski A, Romero M, Mercer R. A. (2007). Comprehensive assessment of maternal death in Argentina: translating multicentre collaborative research into actions. Buletin of the World Health Organization .

  Ganatra, B.R. Coyaji, K.J., Rao,V.N. (1998). Too far, too litle, too late: a community based case control study of maternal mortality in rural west Maharashtra, India. Buletin of the World Health Organization.