ANALISIS PUISI “JIKA PADA AKHIRNYA” KARYA HUSNI DJAMALUDDIN DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIKA

  

ANALISIS PUISI “JIKA PA DA AKHIRNYA” KARYA HUSNI

DJA M A LUDDIN DENGA N PENDEKA TA N SEM IOTIKA

The Analysis of Poetry Entitling “Jika pada Akhirnya” By Husni Djamaluddin By Using

Semiotic Approach

  

A dri

  Balai Bahasa Ujung Pandang, Jalan Sultan Alauddin / Talasalapang Km 7 Makassar Telepon: 0411882401/ 0411882403, Pos-el: makassar_adri@yahoo.com

  Naskah masuk: 4 April 2011—Revisi akhir: 3 November 2011

  

Abstrak: Pemberian makna terhadap sebuah puisi membutuhkan kecakapan tersendiri. Salah satu di

antara sekian banyak pendekatan dalam mengungkap makna puisi adalah pendekatan semiotik. Pada

intinya, pendekatan ini merupakan upaya mengungkap keseluruhan tanda yang terkandung di dalamnya.

  

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembacaan puisi secara heuristik dan hermeneutik, makna

ikonitas, indeksitas, simbol, serta relevansi puisi dengan ajaran agama Islam. Metode yang digunakan

adalah deskriptif kualitatif dengan teknik inventarisasi, baca simak, dan pencatatan. Hasil pembahasan

menunjukkan bahwa makna puisi dapat diungkapkan dengan pendekatan semiotik. Puisi ini mempunyai

relevansi dengan ajaran Islam.

  Kata kunci: puisi, kajian semiotika, dan Husni Djamaluddin

Abstract: Making appreciation on a poetry needs specific skill. One of the approaches used to

uncover the meaning of poetry is semiotic approach. Basically, the application of this approach is

a way to get meanings implied in it.

This research is intended to describe poetry reading heuristicly and hermeneuticly. It also tries to

find out icon meaning, index, symbol, and poetry’s relevance with Islamic teaching. The method

used is descriptive qualitative by using inventory technique, silent reading, and noting technique.

The result of the research shows that meaning of poetry can be uncovered by using semiotic

approach. This poetry has relevance with sufistic teaching.

  Key words: poetry, semiotic analysis, and Husni Djamaluddin

1. Pendahuluan

  Karya sastra sebagai realitas imajiner itu m eng gunakan kalim at y ang saling pengarang dapat dibedakan atas puisi, fiksi berkaitan. Kalimat pertama menyebabkan atau prosa naratif, dan drama, “ Fiksi atau timbulnya kalimat kedua, kalimat kedua prosa naratif terbagi atas tiga gendre, yaitu menjadi acuan kalimat ketiga, kalimat ketiga (1) novel atau roman, (2) cerita pendek atau m eng acu kem bali ke kalim at p ertama, novel, dan (3) komik (Sumardjo, 1991:19). d ernikian seterusnya. Rentetan kalimat berkait yang menghubungkan preposisi satu

  Pemakaian bahasa sebag ai m ed ium dengan preposisi yang lain itu membentuk dalam sastra (puisi) tidak lagi dipandang kesatuan yang dinamakan wacana. terpisah-pisah dalam bentuk bunyi, kata, frasa, ataupun kalimat. Pemakaian bahasa

  Dalam mengkaji karya sastra terdapat METASASTRA , Vol. 4 No.

  2

  , Desem ber 2011: 105—115 beberapa pendekatan yang tepat digunakan untuk mengungkap maksud yang tersirat dalam ide, gagasan, dan pikiran pengarang. Salah satu p end ekatan tersebut, y aitu semiotik yang mengkhususkan pada sistem tanda (ikon, indeks, dan simbol).

  Semiotik merupakan ilmu tentang tanda atau sebagai p engkajian tentang tand a- tanda “ the study qf sign” . Semiotik p ad a d asarnya merup akan sebuah stud i atas ko d e-ko d e/ lambang, yaitu sistem yang memung kinkan sebuah entitas tertentu sebag ai tand a-tand a y ang berm akna. Peng kajian tentang tand a/ lam bang m erup akan p eng kajian bahasa karena bahasa merupakan suatu medium dalam menafsirkan sebuah makna yang memiliki sejumlah asp ek secara situasio nal d an informativitas. Misalnya sebuah teks puisi tidak dipahami sebagai konfigurasi dari morfem dan kalimat tanpa melihat sebagai satuan dan pola operasional yang secara keseluruhan untuk menafsirkan sejumlah m akna d an tujuan selam a p ro ses komunikasi berlangsung.

  Bahasa yang digunakan dalam p uisi terikat dalam sistem tanda (Sobur, 2003). Sistem tanda dan lambang yang digunakan di dalamnya berupa satuan-satuan bunyi arti (yang d itentukan o leh masy arakat bahasa), diatur dalam bidang yang disebut semiotik (semiologi, istilah Barthes). Tanda tersebut oleh Endraswara (2003) dianggap mewakili suatu objek secara representatif.

  Jabro him (2002) m eng ung kap kan bahw a d alam karya sastra arti bahasa ditentukan o leh ko nvensi sastra. Hal ini relevan dengan anggapan Preininger, seperti yang dikutip oleh Pradopo (2002), bahw a ko nvensi semacarn itu d isebut konvensi tam bahan, y aitu ko nv ensi y ang d itambahkan kep ad a ko nvensi bahasa. Deng an begitu, sastra berg antung atau d itentukan o leh ko nv ensi tam bahan tersebut. Artinya, makna dalam sastra sama sekali tidak lepas dari arti bahasa, meskipun telah mendapat makna tambahan sesuai konvensi sastra. Apalagi dalam puisi, bahasa menjadi lebih berbunga karena mendapat arti tambahan dan konotasinya. Tata letak huruf atau mo d el huruf serta tip o grafi, misalnya, secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi sangat bermakna dalam puisi.

  Dalam hubungan ini, pemberian makna terhad ap sebuah p uisi m em butuhkan kecakapan tersendiri. Salah satu di antara sekian banyak metode dalam mengungkap makna p uisi adalah dengan p endekatan semio tik. Pad a intinya, p end ekatan ini m erup akan up ay a m eng ung kap keseluruhan tand a yang terkand ung d i dalam puisi.

  Memaknai sebuah puisi berarti mencari tanda-tanda yang terdapat di dalamnya. Tanda-tanda tersebut meliputi tanda-tanda kebahasaan berup a p eng ulang an- p eng ulang an, p ersajakan, tip o g rafi, pembaitan, persajakan, dan makna kiasan.

  Hal-hal yang d imaksud kan tersebut telah d iteliti o leh beberap a p eneliti sebelumnya, antara lain Eku (2004) mengkaji surah Lukman dan aspek semiotik. Menurut Eku dalam penelitiannya, ad a tiga jenis tand a d alam simbo litas. Penelitian lain d ilakukan o leh Haw ariah d engan jud ul “ Makna Religiositas dan Eksistensi Manusia dalam Kumpulan Puisi “ 0 Amuk Kapak “ Kary a Sutard ji Calz o un Bachri; Kajian Semiotik” dengan penerapan teori semiotik yang dikembangkan oleh Barthes. Adapun M antasiah y ang m elakukan analisis terhadap puisi-puisi Emha A inun Nadjib lebih m irip kajianny a d eng an y ang d ilakukan o leh Eku, yaitu rnengungkap jenis-jenis tand a d i d alam p uisi y ang ditelitinya.

  Sehubung an d eng an hal tersebut, penulis tertarik mengungkap tanda-tanda dalam puisi, khususnya puisi karya Husni D jam alud d in d eng an beberap a pertimbangan. Pertama, Husni Djamaluddin (selanjutny a d isingkat HD ) merup akan p eny air d aerah Sulaw esi Selatan yang bertaraf nasional, sebagaimana p enilaian Abdul Hadi W.M. “ …memang tidak dapat d ip isahkan d engan tanah kelahirannya. N am un, ia ad alah p eny air berskala nasio nal’ . W arna tanah kelahiranny a

   A D RI : A NALI SI S P UI SI “ J I KA PADA A KHI RNYA ” K ARYA H USNI D JAMALUDDI N ...

  3. Mendeskripsikan relevansi tema puisi Husni Djamaluddin dalam karyanya “Jika Pada Akhirnya” dengan ajaran Islam.

  1. Teknik inventarisasi

  Peng um p ulan d ata p enelitian ini menggunakan teknik inventarisasi, baca simak, dan pencatatan.

  Kumpulan puisi ini diterbitkan oleh PT Temprint, cetakan ke-41 tahun 1985 setebal 63 halam an. Pem ilihan p uisi tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa puisi tersebut memiliki tema keagamaan yang sangat menyentuh kalbu.

  Sumber d ata penelitian adalah buku Husni Djamaluddin yang berjudul “ Bulan Luka Parah” y ang d i d alam ny a mengandung puisi sebanyak 37 buah. Dari 37 buah puisi tersebut, dipilih puisi terbaik, yaitu “ Jika pada Akhirnya” ,

  Data penelitian ini adalah larik-larik puisi Husni Djamaluddin dalam karyanya ‘Jika Pada Akhirnya”

  Bentuk p enelitian ini term asuk penelitian deksriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan objeknya secara apa adanya. Dalam hal ini, penulis mendeskripsikan ikon, indeks, dan simbol- simbo l yang terdap at dalam puisi-puisi Husni Djamalud din d engan p endekatan kualitatif. Jadi, jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Adapun prosedur yang ditempuh adalah tahap pengumpulan data, pengolahan, analisis data, dan penarikan simpulan.

  Variabel yang diamati dalam penelitian ini ad alah p embacaan p uisi “ Jika Pad a A khirny a” secara heuristik, d an hermeneutik, makna ikonitas, indeksitas, dan simbolitas, serta relevansi puisi dengan ajaran Islam.

  2. Mendeskripsikan makna ikonitas, indeksitas, dan simbol dalam puisi Husni Djamaluddin dalam karyanya “Jika Pada Akhirnya”.

  m end o m inasi p uisi-p uisiny a (y ang terkum p ul d alam buku “ Bulan Luka Parah” , 1986). Ked ua, HD bersam a beberap a p eny air lain sep erti Sutard ji Calzoum Bachri memberi corak perpuisian Indonesia tahun 1970-an yang melahirkan A ngkatan 70. Corak p erpuisian tersebut d itand ai oleh adanya up aya yang sadar untuk kem bali ke akar (back to basic). Situmo rang (1983) m end eret nam a HD sejajar dengan nama-nama seperti Sutardji Calzoum Bahri Sattah. Hamid Jabbar, dan seterusnya, dengan mencontohkan p uisi “ Pada Mulanya Sepi” . Sementara itu, Teeuw (1989) menempatkan HD dan Rahman Arge dua penyair Sulawesi Selatan pada tempat khusus bersama beberapa penyair lainnya. Berikut ini tanggapan Teeuw : “ ...akhirnya dari Sulawesi Selatan kita mempunyai dua penyair, Husni Djamaluddin dan Rahrnan Arge. ... Karya-karya mereka, . mengandung unsur unsur ironi yang segar.”

  1. Mendeskripsikan puisi secara heuristik dan hermeneutik puisi Husni Djamaluddin dalam karyanya “Jika Pada Akhirnya’.

  Penelitian ini bertujuan:

  3. Bagaimanakah relevansi tema puisi Husni Djamaluddin dalam karyanya “Jika Pada Akhirnya” dengan ajaran Islam?

  2. Bagaimanakah makna ikonitas, indeksitas, dan simbol dalam puisi Husni Djamaluddin dalam karyanya “Jika Pada Akhirnya”?

  1. Bagaimanakah pembacaan puisi secara heuristik dan hermeneutik puisi Husni Djamaluddin dalam karyanya “Jika Pada Akhirnya”?.

  Bertolak dan latar belakang masalah di atas, d ap atlah d irum uskan m asalah penelitian ini sebagai berikut:

  Berd asarkan uraian d i atas, p enulis terinspirasi mengkaji puisi HD dalam bentuk penelitian yang berjudul:. A nalisis Puisi “ Jika Pad a A khirny a” Kary a Husni Djamaluddin Dengan Pendekatan Semiotik. Judul ini dipilih berdasarkan pemahaman bahw a p enelitian y ang relevan d eng an p enelitian ini belum p ernah d ikaji o leh peneliti sebelumnya.

  Teknik inventarisasi dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan sejumlah data, berupa buku “ Bulan Luka Parah” , dan METASASTRA , Vol. 4 No.

  2

  , Desem ber 2011: 105—115 menemukan satu puisi berjudul “ Jika Pada A khirnya” .

  2. Teknik baca simak

  D i sam p ing teknik inv entarisasi, dilakukan pula penyimakan secara seksarna terhadap puisi yang menjadi objek kajian. Teknik ini dilakukan dengan berulang-ulang untuk memperoleh informasi yang akurat.

  3. Teknik catat

  Setelah melakukan teknik baca-simak, hasil yang diperoleh dicatat dalam kartu d ata satu p ersatu p uisi tersebut beserta unsur-unsur yang ingin diketahui, yaitu iko n, ind eks, d an sim bo l. Pencatatan dilakukan mulai dari bagian terkecil puisi sampai dengan puisi secara rnenyeluruh.

  Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi yang mencakup identifikasi, klasifikasi, analisis, interp retasi, d eskrip si, d an ko nfirm asi. Setelah itu, p enulis mendeskripsikan puisi secara heuristik dan herm eneutik. Selanjutny a, p enulis mengidentifikasi ikon, indeks, dan simbol p ad a p uisi “ Jika Pad a A khirny a” . Selanjutnya, penulis menafsirkan makna bag ian-bag ian p uisi, p uisi secara keseluruhan d an m enem ukan m akna relev ansi p uisi d eng an ajaran Islam . A khim y a, hasil interp retasi tersebut d id eskrip sikan berd asarkan pengelompokannya secara komprehensif.

  Kegiatan analisis data dimulai dengan keg iatan p eng um p ulan d ata d ari d ata mentah. Langkah aw al d alam keg iatan p em bentukan ad alah unitisasi, y akni diadakan suatu bentuk pengelompokan data berupa: tanda lambang, unsur tanda, yaitu ikon, indeks dan simbol. Kemudian, penulis mengidentifikasi data berdasarkan realita kehidupan pengarang. Untuk memudahkan p enelitian, p eneliti m eng am ati, menganalisis, dan menafsirkan data-data tersebut, berd asarkan id entifikasi d an klasifikasi data. Untuk rnengetahui secara tepat peneliti melakukan pengodean data dan pencatatan data.

  Kegiatan reduksi data pada dasamya merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, abstraksi, dan transformasi dari data mentah. Reduksi data dimaksudkan untuk menyesuaikan bentuk data yang ada dengan bentuk data yang dibutuhkan dalam analisis. A p abila ad a d ata y ang tid ak relevan dengan masalah, data dibuang atau d ihap us d ata. Setelah d ip ero leh d ata rep resentatif m elalui keg iatan d ata, selanjutny a d ilakukan p eny ajian d ata supaya tersusun secara sistematis sehingga dapat memudahkan untuk menginterpretasi (menafsirkan) makna.

  2. Kerangka Teori

  Secara etim o lo g is istilah sem io tik diturunkan dan kata Yunani, “ semeio n” y ang berati tand a Tand a d id efinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi masyarakat yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco ,1979:16). D an, v ersi lain semio tik berasal d an kata “ sem eio n” atau “ semiotikos” yang berarti penafsiran tanda- tanda (Zoest, 1993).

  Secara term ino lo g is Z o est (1996:5) mend efinisikan “ semio tik sebagai ilmu tentang tand a d an seg ala hal y ang berhubungan dengannya, termasuk tanda berfungsinya, hubungannya dengan tanda yang lain, pengirimnya dan penerimanya bag i m ereka y ang m eng g unakanny a,” Selanjutny a, Kristev a d alam Z aim ar, (2003:182) mengatakan bahw a “ semio tik (semanalyse) tidak melihat semiotik sebagai sistem tanda tetapi sebagai proses memaknai tanda.” Kristeva berasumsi bahwa semiotik memandang bahasa sebagai struktur yang hetero g en. D alam hal ini, bahasa merupakan suatu proses pemahaman yang dinamis, bukan sekedar sistem yang statis. Selanjutny a, Hartako (1986:131) mengemukakan bahw a “ semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tand a d an p ro ses tand a tersebut d iartikan. Tand a tersebut bersifat rep resentatif d an berhubungan dengan tanda-tanda lainnya

   A D RI : A NALI SI S P UI SI “ J I KA PADA A KHI RNYA ” K ARYA H USNI D JAMALUDDI N ...

  dan dengan barang yang dilambangkan, serta dengan orang yang memaknai tanda itu.”

  Pada dasarnya pendekatan semiotik itu m erup akan lanjutan d ari p end ekatan strukturalisrne (Jabro him , 2002:67). A nggapan ini berawal dan uraian Yunus (1981:78) bahw a “ p ad a p rinsipnya, baik semiotik maupun strukturalisrne melihat bahwa karya sastra itu merupakan struktur tand a-tand a yang bermakna d an p erlu dimaknai. Tanpa hal itu, sebuah karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya dengan optimal” .

  Selanjutny a, Z aim ar (1991:20) menyatakan bahwa “ antara strukturalisme d an sem io tik sering d ip ertentang kan. Setid aknya ked ua p endekatan tersebut tidak berhubungan sama sekali. Dikatakan bahw a dengan strukturalisme hanya bisa dicapai pembahasan tentang bentuk tanpa menghubungkannya dengan interpretasi, sedangkan untuk mempelajari interpretasi tand a d ig unakan sem io tik” . Pend ap at tersebut d inilai Z aim ar sebag ai “ ad a benam y a, ad a jug a salahny a” sebab beberapa aliran strukturalisme, seperti kaum strukturalis Rusia, tidak mau rnelibatkan diri d alam interpretasi. Meskipun demikian, strukturalisme sangat erat kaitannya dengan semiotik.

  Pap aran di atas menyuratkan bahw a dalam pelajaran semiotika dan semiologi, akhirnya pakar lebih banyak menggunakan istilah semiotika daripada semiologi. Hal ini tidak menandakan bahwa istilah yang satu lebih baik daripada yang lain.

  Prad o p o d alam Jabro him (2002:66) mengungkap kan bahw a “ ad a beberap a m acam tand a berd asarkan hubung an antara penanda dan petandanya, yaitu ikon, indeks, dan simbol.”

  Tanda-tanda ikonis adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, misalnya gambar kud a sebag ai p enand a m enand ai kud a (petanda) sebagai artinya, gambar pohon menandai pohon. Tanda-tanda ikonis ini amat penting dijelaskan lebih jauh sebab tanda-tanda seperti ini merupakan tanda tanda yang memikat dan karena teks-teks sastra memiliki daya pikat yang lebih besar dibandingkan dengan yang nonsastra.

  Indeks adalah tanda yang menunjukkan kausal (sebab akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api, alat p enand a angin, menunjukkan arah ang in, d an sebag ainya Prad o p o d alam Jabrohim (2002). Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa semua teks, sebagairnana anggapan Zoest (1993) secara keseluruhan merupakan tanda-tanda indeksitas sebab teks memiliki hubungan perbatasan dengan hal-hal yang direpresentasikannya, yaitu d unia y ang d icip takanny a. Jika dibandingkan dengan teks lain, teks sastra berperan lebih halus dan sering secara tidak langsung.

  Menurut Paul Ricoeur dalam Darmojo, (2005) simbo l merup akan “ bentuk yang m enand ai sesuatu y ang lain d i luar p erw ujud an bentuk sim bo l, sekund er, fig uratif, serta hany a d ap at d ip aham i melalui arti pertama.”

  Menurut Z o est (1993) ad a tiga cara bag aim ana sebuah tand a d ap at menunjukkan d eno tatum sebuah karya sastra, yakni jika melalui kemirip an, dia merupakan sebuah ikon. Contoh denah dan grafik. Dalam teks bahasa “ ia masuk, duduk, lalu melihat sekelilingnya” . Teks bahasa tersebut merup akan ikon, karena urutan tersebut sesuai dengan urutan gerakan yang ditunjukannya. Yang membuat sebuah teks menjadi kumpulan tanda yang dalam hidup kita d apat memainkan p eranan p enting adalah indeks merupakan sebab akibat dan simbol mendapat peran untuk membentuk pengenalan kembali budaya, penerimaan, d an kekuatan untuk rney akinkan pembacanya

  Sejalan keberad aan teks sastra yang memiliki dua dimensi, yakni: (1) sebagai dimensi realitas yang bersifat otonom dan (2) sebagai bagian d an kreasi manusia. Keberadaan strukturalisme dan semiotika justru saling rneleng kap i. Keberad aan strukturalisme seseorang mampu memahmi METASASTRA , Vol. 4 No.

  2

  , Desem ber 2011: 105—115 kebulatan makna instrinsik teks sastra secara metodologis, sedangkan kebulatan makna teks sastra secara ekstrinsik dapat diperoleh lewat cara kerja serniotika.

  Sebagaimana telah d ip aparkan p ad a butir rum usan m asalah d an m eto d e penelitian, pada bagian ini dideskripsikan tentang hasil temuan yg diperoleh melalui p em bacaan p uisi secara heuristik d an hermeneutik. Selanjutnya, dideskripsikan iko n, ind eks d an sim bo l d alam p uisi, kemudian tema dan relevansi tema puisi dengan ajaran Islam. Berikut deskripsi puisi “ Jika Pad a A khirny a” kary a Husni Djamaluddin.

  “Jika Pada Akhirnya” Jika pada akhirnya Mata pun katup dan tubuh terbujur kaku Apa lagi yang sisa Barangkali aku akan menempuh jarak jauh Barangkali akan dapat melewati jalan pintas Barangkali aku bisa segera berada di depan rumahMu Barangkali Kau sudi membuka pintu Barangkali Kau berkenan mengulurkan tangan Barangkali Kau tersenyum ramah berkata, masuklah Barangkali semua ini sisa mimpi Yang kubawa dari bumi Barangkali mimpi ini Terlalu berani Dan terlalu berlebih-Iebihan Barangkali aku tak pantas Lewat jalan pintas Barangkali aku tak patut Kau bukakan pintu Barangkali aku tak layak Kau uluri tangan

  Barangkali aku tak berhak Masuk ke dalam rumahMu Lalu ke mana lagi aku harus pergi Menyerahkan diri Setelah mata tertutup Setelah tubuh terbujur kaku

3. Hasil dan Pembahasan

  Untuk mengungkapkan makna puisi ini, langkah-langkah p embacaan berikut ini dapat ditempuh.

  1) Pembacaan Puisi Secara Heuristik dan Hermeneutik

  a) Pembacaan Puisi Secara Heuristik

  Cara pembacaan puisi secara heuristik, y aitu p em bacaan tahap p ertam a y ang menghasilkan pemahaman makna secara harfiah, makna tersurat, actual meaning. Pembacaan puisi ini berdasarkan larik-larik yang tersusun dalam bait-bait. Pembacaan p uisi secara heuristik p uisi “ Jika Pad a Akhirnya” sebagai berikut.

  Jika (memang ternyata) pada akhirnya (tiba w aktuny a) p ad a saat m ata telah (ter)katup dan tubuh terbujur kaku; apa lagi (kah) yang tersisa (Bait II).

  Barangkali aku akan menempuh jarak (y ang) jauh atau barang kali aku d ap at melewati jalan pintas, barangkali juga aku (dapat) segera berada di depan rumahMu, (atau) barangkali Kau sudi membuka (kan) p intu (untukku), (d an) barangkali Kau berkenan mengulurkan tangan (Mu), (dan) terseny um ram ah, (sam bil) berkata: “ Masuklah” . (Mungkin) semua ini (hanya berupa) sisa mimpi yang kubawa dan bumi (yang) terlalu berani dan ber!ebih-Iebihan. A ku tak p antas lew at d i jalan p intas (mungkin) aku tak patut Kau bukakan pintu (dan) aku tak layak Kau uluri tangan (dan) aku tak berhak masuk ke dalam rumahMu (kalau begitu) lalu ke mana lagi aku harus pergi (untuk) menyerahkan diri setelah mata telah terkatup (dan) tubuh terbujur kaku.

   A D RI : A NALI SI S P UI SI “ J I KA PADA A KHI RNYA ” K ARYA H USNI D JAMALUDDI N ...

b.) Pembacaan Puisi Secara Hermeneutik/ Retroaktif

  Si aku lirik berasumsi bahwa memang tiba saatnya nanti, yakni ketika kematian datang, pada saat itu mata telah (ter) katup dan tubuh terbujur kaku. Masih adakah lagi yang tersisa.

  jika

  terdiri atas kata ingkar tak dan pantas (tidak pantas) yang bermakna ‘tidak berhak, tidak layak’. Maksudnya, tidak layak untuk diajak, d ipanggil oleh A llah ke “ rumah- Ny a” . Iko n tidak Iayak terd iri atas kata ingkar tak dan layak. Frasa ini bermakna ‘tidak pantas’ dan ‘tak berhak akan sesuatu’. Maknanya, tidak berhak dan tidak pantas akan sesuatu, yaitu dipanggil masuk dalam “ rumah-Nya” (surga-Nya). Ikon tak berhak terdiri atas kata ingkar tak (tidak) dan berhak yang bermakna ‘tidak layak’, ‘tidak pantas akan sesuatu’ . Maknanya, tid ak berhak untuk mengharapkan dan dipanggil masuk

  pantas

  berm akna kalau (jug a) tiba w aktuny a y ang m erep resentasikan d atang ny a m aut, sebag aim ana y ang ditandakan oleh larik 2. Hal yang dibaca oleh iko n tersebut ad alah d atang ny a m aut (kematian) yang pasti datang, sebagaimana larik-larik selanjutny a. Iko n masuklah merep resentasikan ajakan untuk masuk yang diserukan oleh Yang Maha Gaib, Al- lah Sw t. kepada aku lirik. Ungkapan tak

  akhirny a

  Dengan demikian, ungkapan jika pada

  dan pada akhirnya. Kata sambung pada d an akhirnya merup akan kata p enunjuk w aktu yang memberikan kesan m akna “ penghabisan” ,

  . Ikon-ikon y ang d isebutkan tersebut sem uany a merupakan ikon diagramatik karena ada hubungan antara hal yang diungkapkan oleh tanda dengan gejala yang ditunjuk oleh acuannya. Ungkapan jika pada akhirnya pada judul merupakan ikon keseluruhan puisi yang merupakan gambaran p uisi secara keseluruhan. Ung kap an tersebut merupakan pengandaian yang terdiri atas

  Si aku lirik sangsi. Dalam pernyataan reto rikny a, m ung kin si aku lirik akan meninggal (menempuh jarak jauh) yang tid ak terukur jaraknya menuju akhirat, mungkin pula si aku lirik dapat langsung samp ai d i surga d engan tid ak melew ati proses pemeriksaan, seperti interogasi di alam kubur serta hisab/ timbangan amal di Pad ang M ahsy ar (jalan p intas), d ap at langsung masuk surga-Nya (segera berada di depan rumahMu). Akan tetapi, si aku lirik m eny ang sikan ap akah si Kau (Tuhan mengampuni dosa si aku lirik (berkenan mengulurkan tangan) dan memanggil si aku lirik ke dalam surga-Nya (tersenyum ramah berkata: Masuklah).

  Pembacaan puisi secara hermeneutik m erup akan p ro ses p eng uraian y ang beranjak dari isi dan makna yang tampak ke arah m akna y ang terp end am (tersembunyi). Hermeneutik merupakan sistem interpretasi yang digunakan oleh manusia untuk meraih makna di balik mitos d an sim bo l. Pem bacaan p uisi secara herm eneutik p ad a p uisi “ Jika p ad a Akhirnya” dapat diuraikan menurut bait per bait berikut ini.

  Ikon dalam puisi ini di antaranya adalah

  a) M akna Ikonitas

  2) M akna Ikon, Indeks, dan Simbol

  Si aku lirik bertany a, berd asarkan kerag uan-kerag uannya tentang hal-hal tersebut (bait I dan II). Kalau begitu lalu ke mana lagi si aku lirik akan menyerahkan segalanya, menghadap (menyerahkan diri) setelah meninggal dunia (mata terkatup), pada saat segalanya hilang, tidak berdaya lagi karena (sudah terbujur kaku).

  Si aku lirik sadar, mungkin semua itu hanya harapan yang muluk-muluk (mimpi yang terlalu berani dan berlebih-lebihan). Si aku lirik sad ar bahw a ia tid ak m em ung kinkan untuk m end ap atkan (m ew ujud kan) hal-hal y ang d iang ankannya; tid ak p antas langsung m asuk surga-Ny a (lew at jalan p intas), diampuni dosanya dan dipanggil masuk ke dalam surga-Nya (masuk dalam rumahMu).

  jika pada akhirnva, masuklah, tak pantas, tak layak, mata terkatup, tak berhak METASASTRA , Vol. 4 No.

  2

  segera di depan rumahMu,

  Kata pintu dan tangan, dua kata yang menyimbo lkan hal yang berkaitan erat. Pintu merupakan simbol jalan lebar bagi sang ham ba y ang d irid hai o leh A llah, sedangkan ungkapan mengulurkan tangan m erup akan sim bo l kekuasaan m aaf, kemahalapangan hati, kemahabijaksanaan, kemahasempurnaan Sang Khalik.

  Kata bumi dalam puisi ini bukan berarti ‘ tem p at kehid up an y ang d ihuni o leh makhluk hidup’ , melainkan simbo l yang m em ad ai seg ala kehid up an d unia d an segala hal yang berkaitan dengannya. Kata rumah-Mu menyimbolkan sebuah tempat kondusif yang tenang, nyaman, indah, dan segala sesuatu yang menikmatkan dan tidak dapat digambarkan oleh kata-kata manusia, serta hanya mampu dilukiskan antara lain dalam A l-Qur’ an, sep erti dalam Q.S. A l- Hajj: 33; ad-Dukhan: 53; Al-Waqiah: 20- 21; Al-Insan: 5-6; Az-Zukhruf: 73; Al-Mursalat: 42; A r-Rahm an: 56; A 1-Hijr: 47; d an Fushilat: 31. Sebagian kecil kenikmatan yang tersimpan pada kata rumahMu dapat dibaca p ad a A z -Z ukhruf, ay at 71 berikut. “ Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, d an piala-piala dan di dalam surga terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.”

  . Mata tidak lagi berarti pancaindra, tetapi berarti kekuatan jasad iah sang m akhluk, sekalig us menyimbolkan dunia atau usia di dunia.

  katup dan tubuh terbujur kaku

  Kata mata y ang secara kesehatan dimaknai sebagai ‘salah satu alat panca indra yang digunakan untuk melihat’, dalam puisi ini merupakan simbol kematian fisik secara d uniaw i y ang d ianug erahkan kep ad a manusia/ hamba-Nya. Dapat pula dimaknai d eng an usia, sep erti d alam ung kap an menutup mata. Simbol tersebut diperjelas oleh unsur-unsur lain dalam larik mata pun

  , tangan d alam larik barangkali kau berkenan mengulurkan tangan .

  tubuh terbujur kaku

  , mata dalam larik matapun katup dan

  bumi

  , bumi dalam larik yang kubawa dari

  sisa mimpi

  mimpi dalarn larik

  d alam larik barangkali aku bisa

  , Desem ber 2011: 105—115 dalam “ rumah-Nya” (surga-Nya). Arti ikon terbujur kaku adalah ‘terbaring dalam keadaan mengeras, tid ak goyang, tidak berdaya’. Makna ungkapan ini adalah bad an atau jasad y ang terbaring tid ak berdaya, kaku karena tidak bernyawa lagi. Dalam keadaan seperti itu, manusia disebut meninggal. Ungkap an terbujur kaku ini m erup akan iko n terhad ap jud ul d an keseluruhan puisi. Artinya, frasa terbujur

  rumahM u

  ,

  mata pun katup dan tubuh terbujur kaku

  Adapun tanda-tanda simbolitas puisi ini adalah: unsur tubuh terbujur kaku dalam larik

  c) M akna Simbolitas

  yang merepresentasikan hal yang senada d eng an iko n m em buka p intu, y akni m eng asihani, m em beri am p unan bag i seluruh d o sa si aku lirik. Ind eks sisa m erep resentasikan sesuatu y ang ditinggalkan oleh seseorang yang sud ah menghadap maut atau urusan seseorang tersebut d eng an d unia y ang ditinggalkannya, artinya, ketika manusia sudah terbujur kaku (meninggal), tidak ada lagi yang tersisa. Habislah perkara yang bersangkut-paut dengan manusia tersebut dengan dunia yang ditinggalkannya.

  mengulurkan tangan merupakan tindakan

  pada unsur rumah-Mu merepresentasikan rumah milik-Mu yang disapa oleh si aku lirik dalam indeks tersebut, yaitu Tuhan. Dengan d em ikian, berada di depan rumah-M u bermakna ‘berada di depan pintu surga-Mu’. Indeks membuka pintu merepresentasikan sifat kem ahabijaksanaan A llah untuk memberi ampunan pada aku lirik. Indeks

  depan rumah- M u , membuka pintu, d an mengulurkan tangan . Indeks berada di depan rumah-Mu (yang diikuti oleh huruf kapital)

  Indeks dalam puisi ini adalah berada di

  b) M akna Indeksitas

  dan jika pada akhirnya tiba merujuk pada satu makna, yakni ‘kematian’.

  kaku

  Secara isotopik (sebuah istilah dan kata Yunani, “ iso s” y ang berati ‘ sam a d an “ to p o s” berarti temp at. Jad i, “ iso to p i” artinya temp at yang sama. Ko nsep ini muncul sebagai akibat makna kata yang

   A D RI : A NALI SI S P UI SI “ J I KA PADA A KHI RNYA ” K ARYA H USNI D JAMALUDDI N ...

  polisenik dan kebutuhan analisis wacana sastra untuk m enelaah p ad a tataran sup rakalim at (Z aim ar, 1991)) d ap at d ikatakan bahw a tem a p uisi ini ad alah “ kesadaran manusia akan kekecilan dirinya (dosa-dosanya) di hadapan Khalik.

3) Relevansi Tema Puisi dengan A jaran Islam

  a) Kesadaran akan Kepastian Datangnya M aut.

  Tand a y ang m em arkahi kesad aran kepastian datangnya maut adalah: /jika pada

  akhirnya/matapun katup dan tubuh terbujur kaku/apa lagi y ang tersisa/ . Hal ini

  menyiratkan anggapan aksiomatik tentang kep astian d atang ny a m aut. Tid ak ad a kemutlakan selain maut itu sendiri. Hal-hal yang sering diasumsikan orang sebagai hal- hal yang sederajat dalam hal kepastian maut tersebut adalah kelahiran, rezeki, dan jodoh. Kelahiran bukanlah hal mutlak karena tidak setiap keham ilan berujung d eng an kelahiran. Demikian pula dengan rezeki. Banyak o rang yang tertund a rezekinya d iakibatkan o leh p erbuatan manusia itu send iri. Tid ak sed ikit p ula lelaki atau perempuan yang sepanjang hayatnya tidak mend ap atkan jo d o h. Dengan d emikian, hanya mautlah yang mutlak adanya. Larik yang memuat hal tersebut sesuai dengan ayat Allah dalam QS. Ali-Imran: 185: Kullu

  Nafsin Z aaikatul M aut (semua m akhluk bernyawa pasti mengalami mati).

  Setelah membaca puisi secara heuristik dan hermeneutik serta menemukan makna iko n, ind eks d an sim bo l, lang kah selanjutnya adalah menemukan relevansi tema puisi ini dengan ajaran Islam, seperti yang dijelaskan berikut ini.

  Perkara m anusia setelah kem atian tersaran/ terumpan d alam larik: /apa lagi

  yang sisa/ . Larik ini memuat p ertanyaan

  retorika yang hakikatnya bukan retorika sebab membutuhkan jawaban. Jawabannya adalah setelah kematian manusia tidak ada lag i p erso alan, kecuali 3 p erkara, sebag aim ana had its Rasulullah SA W : “ Kalau anak cucu A d am m ening g al, putuslah amalnya. Kernudian tiga perkara, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang selalu mendoakan or- ang tuanya.

  Relevansi larik tersebut dengan ajaran Nabi mengindikasikan bahw a perbuatan seseorang telah terputus tatkala ia sudah bertarung dengan sang maut. Selanjutnya segala sesuatu menjadi rahasia abadi Sang Khalik, y ang hany a d ap at d ibaca d an disimak dalam Al-Qur’ an dan As-Sunnah.

  Hal ini membuktikan kekuasaan yang tidak terbatas bagi A llah d alam mencip takan sekaligus mengatur kehidupan. Akan tetapi, meskipun telah digariskan dalam kitab suci, hal ini masih dipertanyakan o leh orang- orang tertentu:/ apa lagi yang tersisa/ .

  c) M anusia Senantiasa Berada dalam Pertanyaan Tidak Pasti

  Sebagai seorang hamba Allah, penyair senantiasa d alam keberay unan antara p erasaan-p erasaan tid ak p asti tentang tempat terakhir yang akan didiami setelah di akhirat nanti. Apakah ia masuk surga atau neraka, ap akah d o sa-d o sany a diampuni atan tidak. Kesangsian seperti ini merupakan wujud ketakutan akan siksa dan kesadaran akan dosa-dosanya yang dapat menuntun menuju pertaubatan. Inilah yang d alam tasaw uf d isebut wara (rasa takut kepada A llah) yang rnembuahkan taubat dan mengharapkan ampunan dan berdoa d engan rasa ketakutan (A rasteh, 2002). Dalam hal ini, sang pengharap ampunan tersebut senantiasa bertind ak hati-hati (m aw as d iri), jang an sam p ai terjad i p encem aran terhad ap tind akan d an hatinya, termasuk nafsunya send iri. Ia senantiasa m erasa terlalu kecil d alam m engharap kan surga-N ya” / barangkali mimp i ini terlalu berani/ d an berlebih- lebihan/ barangkali aku tak pantas lew at jalan pintas/ barangkali aku tak patut Kau bukakan pintu/ barangkali aku tak layak

  b) Perkara M anusia Setelah Kematian

  METASASTRA , Vol. 4 No.

  2

  , Desem ber 2011: 105—115 Kau uluri tang an/ barang kali aku tak berhak/ masuk dalam rumah-Mu/ .

  Kata barangkali tersebut akan terus- menerus dilontarkan oleh batin setiap insan hingga akhir hayatnya, artinya, tidak satu orang pun yang dapat memastikan segala hal y ang berhubung an d eng an kata

  barangkali tersebut, seperti pada larik puisi

  di atas. Hasrat orang mukmin (beriman) bargantung pada kehidupan akhirat. Hal ini d iistilahkan o leh Jauz y (1998) sebag ai kesadaran istiqomah. Seseorang yang berada dalam kondisi seperti itu memosisikan segala yang ada di dunia ini pada tempat yang akan menggerakkannya untuk senantiasa ingat kepada akhirat.

  M anusia berim an m eng etahui d an meyakini 99 A sma A llah. Salah satu d i antaranya adalah Allah Maha Pengampun. Meskipun demikian, tidak seorang pun yang dapat memastikan bahw a dosanya (yang paling kecil sekali pun) telah diampuni oleh Allah atau belum. Akan tetapi, ia tidak ragu tentang kepastian kemahapemurahan Zat Tertinggi, Allah Swt.

  Keing inan seo rang ham ba untuk menyerahkan diri secara total kepada Allah jug a m erup akan ajaran tasaw uf. Menyerahkan diri secara total kepada Sang Khalik akan mengantarkan seorang hamba pada situasi dan kondisi menyatu dengan Khalik. Pengalaman sep erti ini d isebut

  W ihdatul W ujud (satu zat dengan A llah).

  D alam p uisi ini p eny air belum menggambarkan tentang p enyatuan diri dengan Sang Khalik, tetapi penyair telah m em ulai m em p ertany akanny a. A rah p ertany aan tersebut m eng acu p ad a konsepsi W ihdatul W ujud tersebut melalui lirik” / lalu ke mana lagi akan harus pergi/ menyerahkan diri/ . Pertanyaan pada larik tersebut juga rnenyiratkan tentang tujuan hidup ini yang sepintas terkesan absurd, tetapi sesungguhnya inilah hakikat hidup y ang p atut d ip ertany akan o leh setiap makhluk/ manusia.

  4. Simpulan

  A nalisis puisi “ Jika Pad a A khirnya” karya Husni Djamaluddin dilakukan melalui beberap a langkah, yaitu membaca p uisi secara heuristik d an herm eneutik, menemukan ikon, indeks, serta simbol, dan p ad a akhirnya menemukan m akna d an am anat d alam p uisi. Pro ses atau cara pembacaan heuristik dimaksudkan sebagai p em bacaan berd asarkan struktur kebahasaan atau berd asarkan ko nvensi sem io tik ting kat p ertam a, sed ang kan p em bacaan herm eneutik d im aksud kan sebag ai p em bacaan kary a sastra berd asarkan ko nv ensi-ko nv ensi kary a sastranya. Dengan d emikian, pembacaan kedua ini merupakan pembacaan lanjutan (retroaktif) setelah pembacaan heuristik dengan memberikan konvensi sastranya.

  Tanda-tanda ikonis adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, sedangkan indeks adalah tanda yang menunjukkan kausalitas (sebab akibat) antara p enand a d an petandanya. Simbol merupakan bentuk yang m enand ai sesuatu y ang lain d i luar p erw ujud an bentuk sim bo l, sekund er, fig uratif, serta hany a d ap at d ip aham i melalui arti pertama.

d) Keinginan Berserah Diri kepada A llah Secara Total

  Dalam puisi ini dipetik beberapa motif ajaran tasaw uf, sep erti yang d ijelaskan berikut ini. a) Kesadaran akan kepastian datangnya maut, b) Perkara manusia setelah kematian, c) Manusia senantiasa berad a d alam p ertany aan tak p asti, d an d ) Keinginan berserah diri kepada Allah secara total.

  Analisis yang dilakukan terhadap puisi “ Jika Pada A khirnya” hanya menyentuh sebag ian kecil w ilay ah p em bicaraan semiotika. Masih luas wilayah yang dapat dikaji oleh peneliti lain sebab ruang lingkup kajian semiotika terhadap puisi luas. Peneliti lain dapat rnengkaji nilai-nilai sosial yang terdapat dalam kumpulan tersebut secara mendalam atau menemukan makna-makna lain. Puisi itu dapat pula dikaji dari aspek semantik, fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.

   A D RI : A NALI SI S P UI SI “ J I KA PADA A KHI RNYA ” K ARYA H USNI D JAMALUDDI N ...

  Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan/ rujukan bagi penelitian selanjutnya. Diharapkan pula ada kajian selanjutnya dan peneliti lain yang lebih dalam.

  Daftar Pustaka Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru Algesindo.

  

Dharmojo. 2005. Sistem Simbol dalam Munaba Waropen Papua. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas.

  Djunaedi, Moha. 1992. Apresiasi Sastra Indonesia. Ujung Pandang: Putra Maspul.

  Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press. Eku, Arnran. 2004. Surah Lukman Kajian Semiotik. (tesis tidak diterbitkan). Makassar: PPS UNM.

Endraswara, Swardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi.

  Jogyakarta: Hanindita. Hartoko, Dick. 1986. Kamus Populer Filsafat. Jakarta: Rajawali.

Hawariah M. 2004. “Makna Religiositas dan Eksistensi Manusia dalarn Kumpulan Puisi “0 Arnuk Kapak”

Kaiya Sutardji Calzoum Bachri: Kajian Semiotik”. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: PPS Unhas.

  Jabrohim (ed). 2002. Metodologi Penlitiane Sastra. Jogyakarta: Hanindita

Mantasiah. 2005. Analisis Seni Puisi Emba Ainun Nadjib.Tesis tidak Diterbitkan. Makassar: PPS UNM.

Pradopo, Rachmad Djoko, 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Jakarta:

Pustaka Pelajar. Pradopo, Rahmat Djoko. 2002. Pengkajian Puisi. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.

Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra. (diterjemahkan oleh Rahmat Djoko Pradono),

Jogyakarta: Gajamada University Press. Situmorang, B.P. 1983. Puisi, Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur. Ende-Flores: Nusa Jndah. Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sumardjo, Jakob dan Saini, M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Teeuw, A. 1989. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya. Waluyo, 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. Yunus, Umar. 1981, It dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan. Zaimar, Okke KS. 1990. Menelusuri Makna Ziarah Kajian Iwan Simatupang.Jakarta: Intermod. Zoest, Van Aart dan Panuti Sudjiman. 1992. Serba Semiotika. Jakarta: Gramedia.

Zoest, Van Aart. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa yang dilakukan

dengannya. Jakarta: Sumber Agung. Ass.