PROFIL GENOTIP BENIH UDANG WINDU Penaeus monodon HASIL SELEKSI DENGAN KARAKTER TOLERAN TERHADAP INFEKSI WHITE SPOT SYNDROME VIRUS

  Profil genotip benih udang windu hasil seleksi ..... (Haryanti) PROFIL GENOTIP BENIH UDANG WINDU Penaeus monodon HASIL SELEKSI DENGAN KARAKTER TOLERAN WHITE SPOT SYNDROME VIRUS TERHADAP INFEKSI

  

H ar yant i, Fahr udin, I da Kom ang War dana, Sar i Budi M or ia,

Gust i Ngur ah Per m ana, dan Ket ut M ahar dik a

  Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut PO Box 140 Singaraja 81101 – Bali

  E- m ail: haryanti@indosat.net.id (Naskah diterima: 13 Juli 2011; Disetujui publikasi: 28 Oktober 2011)

ABST RAK

  Up aya selek si p ad a b enih ud ang wind u d engan m engut am ak an k ar ak t er t oler an t erhadap WSSV m enjadi priorit as, agar diperoleh calon induk udang windu dengan k arak t er genot ip yang lebih baik . Tujuan riset adalah m endapat k an prof il genot ip benih udang windu hasil selek si dengan k arak t er t oleran t erhadap WSSV. Met ode unt uk m endapat k an benih udang t er selek si, diawali m elalui pem benihan dengan m enggunakan induk udang windu berasal dari alam (F- 0), m engaplikasikan probiotik dalam pem eliharaan larva, biosecurity dan pem antauan infeksi virus. Uji tantang virus WSSV (LD- 50) dilakukan dengan perendam an dan pem berian pakan (oral). Hasil yang diperoleh m enunjukkan bahwa benih udang F- 1 m em berikan keragaan fenotip yang bervariasi (ukuran besar, sedang dan kecil). Benih udang F- 1 berukuran besar, diperoleh 20,18%- 35,04%, sedangkan ukuran sedang dan kecil m asing- m asing sebesar 43,28%- 0,49% dan 9,47%- 21,66% dari populasi benih udang yang dihasilkan. Keragaan genotip benih F- 1 m enunjukkan keragam an genetik yang berbeda. Nilai heterozigositas pada benih F- 1 pada udang dengan ukuran besar adalah 0,51, sedangkan ukuran sedang dan k ecil m asing- m asing 0 ,4 5 dan 0 ,2 2 . Hasil uj i t ant ang dengan WSSV m elalui perendam an m aupun pem berian pakan (oral) t erlihat ada perbedaan t oleransi pada benih udang F- 1 . Dengan LD- 5 0 m enunj uk k an bahwa pada udang uk ur an k ecil, m ortalitas terjadi dalam waktu 48 jam (oral). Sem entara, pada udang ukuran besar dan sedang, m engalam i m ortalitas dalam waktu 72 jam . Profil genotip benih udang yang t oleran t erhadap infeksi WSSV m engekspresikan pola gen yang lebih bervariasi

  KATA KUNCI : Penaeus m onodon, selek si, t oleran, inf ek si WSSV ABST RACT : Ge n o t y p e p r o f i l e o f b l a ck t i g e r sh r i m p Penaeus monodon produced from selective breeding with tolerance traits to WSSV inf ect ion . By: H ar yant i, Fahr ud in, I d a Kom ang War d ana, Sar i Bu d i M or i a, Gu st i N g u r ah Per m an a, an d Ket u t M ah ar d i k a

  Selective breeding program in shrimp culture by focusing on finding and improving WSSV tolerance traits on the species is very important to develop better genotypic characters of black tiger shrimp spawners. The aim of the research was to determine genotype profile of shrimp fry produced from selective breeding and suspected to carry WSSV tolerance traits. The selection method was initiated from culturing and breeding of wild shrimp spawners (F-0) in which probiotics were applied and biosecurity and viral diseases diagnosis were tightly monitored. Challenge test to WSSV infection (LD-50) was carried out by submersion and oral feeding. The results showed that shrimp fry of F-1 phenotypically varied (big, regular and small size). F-1 shrimp fry

  

screened from phenotypic selection with fast growth was 20.18%-35.04% of the total

fry population, while regular and slow growth were 43.28%-70.49% and 9.47%-21.66%

respectively. Genotypic performance of F-1 shrimp fry showed different genetic

variations. Heterozigocity value of F-1 shrimp fry with big size was 0.51, while regular

and small size were 0.45 and 0.22, respectively. Mortality of small size shrimp fry on

LD-50 test occurred after 48 hour post challenge test, while on regular and big size

shrimp fry occurred after 72 hour. Genotype profile of shrimp fry tolerant to WSSV

expressed more gene pattern variations.

  KEYWORD S: Penaeus monodon, select ion, t oler ance, WSSV inf ect ion PENDAHULUAN

  Keterpurukan bisnis udang windu, Penaeus

  monodon di Indonesia oleh karena kegagalan

  b u d i d aya, m en g ak i b at k an vol u m e ek sp or udang t ersebut juga m engalam i penurunan sangat t ajam . Walaupun dem ikian beberapa prakt isi m asih m elakukan kegiat an budidaya secara t radisional (Jawa Tim ur, Kalim ant an, Sulawesi Selat an), sem i int ensif (Kalim ant an, Su l awesi Sel at an ) m au p u n i n t en si f (Pu l au Seram , Am bon). Bila dit elusuri, k egagalan budidaya udang windu banyak disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan, sehingga san g at r en t an t er h ad ap p en yak i t i n f ek si terutama virus (Gunarto et al., 2006). Menurut dat a FAO, est im asi produksi udang Indonesia p ad a t ah u n 2 0 0 5 ad al ah 2 7 9 . 3 7 5 t o n , sed an g k an p ad a t ah u n 2 0 0 7 seb an yak 234.000 t on dan pada t ahun 2008 adalah 250.000 ton dengan perbandingan 70% udang vanam e L. vannamei dan 30% udang windu. Sementara pada tahun 2007 berubah menjadi 80% udang vanam e dan 20% udang windu, P.

  monodon (Permana et al., 2009).

  Ak i b at p en u r u n an k eg i at an b u d i d aya udang windu di tambak, maka kegiatan bisnis b er al i h p ad a b u d i d ay a u d an g van am e. Diketahui bahwa induk udang vaname diimpor dari USA dan m erupakan udang hasil seleksi (selection breeding). Dengan k et er bat asan karakt er genet ik pada udang t ersebut , m aka sulit unt uk dikem bangbiakkan dalam jangka p anj ang , sehing g a k et er g ant ung an im p or san g at t i n g g i . Ak i b at l an j u t d ar i ak i vi t as t er seb ut d evi sa neg ar a ak an m eng al i r k e negara lain.

  Dalam upaya m engem balik an k ejayaan budidaya udang windu, m aka langkah per- b ai k an d an an t i si p asi ser t a p en ceg ah an t erhadap f akt or kegagalan t erus dilakukan. Sat u d i an t ar a u p aya yan g m en d ap at k an p er h at i an ad al ah p en an g an an t er h ad ap karakter genetik udang windu. Diawali dengan p em et aan (mapping) k er ag am an g en et i k udang windu diperairan Indonesia (Benzie et

  al., 2002; Sugam a et al., 2002), dom est ikasi

  induk udang dari perairan berbeda m elalui p em b en i h an d an m en g ev al u as i b en i h t urunannya (Moria et al., 2002; Moria et al., 2003), sert a seleksi secara f enot ip at aupun genot ype pada udang windu (Haryant i et al., 2006; Haryanti & Sugam a, 2007).

  Menurut Benzie et al. (1997), Hedgecock

  et al. (1 9 8 2 ) d an Lest er (1 9 8 3 ) b ah w a

  p engem b angan m et od e d om est ik asi p ad a udang Penaeid dim aksudkan unt uk m eng- ant isipasi t ekanan t erhadap st ok induk alam , sehingga telah direalisasikan perbaikan m utu udang m elalui seleksi dengan m em erlukan dat a variasi genet ik yang t epat pada populasi induk. Hal ini mengingat bahwa perairan Indo- nesia m em punyai sum ber keanekaragam an hayati laut terbesar di dunia, dan diperkirakan pada perairan tersebut juga mempunyai tingkat k er ag am an p o p u l asi u d an g yan g secar a g en et i k j u g a b esar , d en g an k eu n g g u l an f enot ip (uk uran udang besar) dan genot ip (heterozigositas tinggi) (Klinbunga et al., 1998; Duda & Palum bi, 1999; Benzie, 2000).

  Skala priorit as dalam pem benihan unt uk target keberhasilan budidaya adalah perbaikan m ut u induk dan benih udang windu m elalui selek si. Benih yang dihasilk an dari induk udang windu hasil seleksi diharapkan akan menghasilkan kualitas benih yang baik secara g en o t i p m au p u n f en o t i p . Beb er ap a r i set t er h ad ap b en i h d an i n d u k u d an g t el ah d if ok usk an m elalui t ek nik selek si d engan m eng ut am ak an si f at - si f at yang m eng un- tungkan bagi budidaya (tumbuh cepat, toleran- resist en t erhadap inf eksi virus, reproduksi, dan lain- lain). Penggunaan penciri gen unt uk karakter tersebut di atas dalam seleksi (Marker

  Assisted Selection/ MAS) ak an sangat ber- manfaat. J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.3 Tahun 2011: 393-405 Dari beberapa hasil uji pendahuluan yang t elah diperoleh dalam breeding pada udang windu yang bebas penyakit (Spesific Patho-

  gen Free/ SPF) dengan pendeteksian terhadap

  Langkah awal pelaksanaan riset dilakukan dengan penyediaan benih uji m elalui pem - benihan. Pem benihan m enggunak an induk udang windu t urunan F- 0 yang berasal dari perairan Aceh dengan rasio jant an : bet ina sebesar 1:1. Udang windu mempunyai ukuran panjang 26,60- 31,70 cm dan bobot 164,70- 234,30 g pada induk betina. Sem entara, pada i n d u k j an t an u k u r an p an j an g d an b o b o t m asing- m asing sebesar 20,00- 20,50 cm dan 59,80- 68,60 g. Sem ua akt ivit as pem benihan m engacu pada penggunaan induk dengan kondisi SPF yang dilakukan m elalui m et oda d et ek si b eb as p en yak i t t er h ad ap 7 j en i s pat ogen virus yait u: TSV, WSSV, IHHNV, YHV, BP, MBV, dan HPV. Analisis det eksi dengan

  Tahap selanjut nya adalah m elakukan uji t ant ang dengan virus WSSV t erhadap benih u d an g yan g m em p u n yai var i ab i l i t as p er - t um buhan (besar, sedang, dan kecil). Pada t ahapan t ersebut udang diinf eksikan secara oral dan perendam an. Wakt u uji dilakukan selam a 96 jam . Penyediaan pak an dim ulai d en g an m en u l ar k an u d an g yan g p o si t i f t er inf ek si WSSV p ad a ud ang sehat secar a kohabit asi. Udang yang sakit at au moribund (ham pir m at i) digunakan sebagai pakan pada benih udang windu yang diujikan secara oral. Sem en t ar a, i n f ek si m el al u i p er en d am an dilakukan dengan m erendam benih udang uji

  5000- 20.000 sel/ m L, sedangkan pada stadia lanjut diberik an Skeletonema sp. (25.000- 35.000 sel/ mL) dan Artemia sp. (5- 15 naupli/ larva). Sementara, dosis pakan buatan diberikan sesu ai d en g an p et u n j u k yan g ad a d al am kem asan. Pergant ian air dim ulai saat st adia zoea–3 hingga stadia postlarva dengan tingkat yang berbeda (15%–50%). Penyediaan benih u j i m en g ap l i k asi k an sel ek si f am i l i yan g diper oleh m elalui pem ij ahan induk bet ina secara terpisah. Benih F- 1 yang dihasilkan dari m asing- m asing induk udang windu bet ina t er seb u t d i p el i h ar a d an d i sel ek si d en g an m em ilih karakt er t um buh cepat , sedang dan lam bat , sehat , dan keragaan m orf ologi yang baik.

  ceratosporum pada stadia awal larva sebanyak

  m i k r o en c ap s u l as i . Kep ad at an aw al C.

  Chaetoceros ceratosporum, Skeletonema costatum, Artemia sp., dan pak an buat an

  IQ- 2000 kit . Sem ua hasil pengujian t ersebut harus bersifat negatif terhadap sem ua infeksi jenis virus. Induk udang windu dipijahk an d en g an p er an g san g an h o r m o n al i n t er n al melalui ablasi tangkai mata. Induk udang windu diberikan pakan segar berupa cum i, cacing laut , dan kerang sebanyak 15% dari bobot total induk udang per hari. Larva udang windu dipelihara dengan pem berian pakan berupa

  BAHAN DAN METODE Prof il Fenotip

  7 jenis inf eksi virus, nam pak bahwa calon induk udang t urunan F- 1 yang bersif at SPF dengan m et oda pem eliharaan yang m eng- ap lik asik an biosecurity seb esar 8 5 %- 9 0 %. Sem ent ara, unt uk induk udang windu yang b er as al d ar i al am , s i f at SPF t er s eb u t m enunjukkan angka yang relat if lebih kecil, o l eh k ar en a ad an ya i n f ek si vi r u s sel am a penampungan di tempat pengumpul.

  Tu j u an r i set i n i ad al ah m en d ap at k an m et od e sel ek si i n d u k u d an g wi n d u yan g bersif at bebas penyakit dan t oleran- resist en terhadap infeksi WSSV dengan teknik penanda genet ik dalam upaya perbaikan m ut u genet ik ag ar d i p er o l eh i n d u k d an t u r u n an yan g berkualit as baik secara genot ip sert a fenot ip. Keb er h asi l an u p aya t er seb u t d i h ar ap k an dapat memotivasi praktisi untuk menggunakan udang windu sebagai spesies andalan dalam bisnis budidaya udang. Terobosan ini unt uk m engant isipasi penurunan karakt er genet ik udang dan ket ergant ungan induk alam sert a impor induk udang dari luar negeri. Ke depan, diharapkan dapat memberikan peluang industri pem benihan udang sk ala k om ersial unt uk m em asok k ebut uhan benih bagi budidaya tambak.

  k eu n t u n g an k o r el asi g en et i k an t ar a l aj u pertumbuhan dan sintasan udang di tambak.

  et al., 1999; Argue et al., 2002). Namun Gitterle et al. (2 0 0 5 b ) m el ap o r k an b ah w a ad a

  ). Pada udang vanam e, korelasi genet ik an t ar a si f at r esi st en t er h ad ap TSV d an pertumbuhan tidak menguntungkan (Fjalestad

  a

  Riset seleksi m elalui seleksi fam ili dengan mengutamakan karakter bebas penyakit serta t o l er an - r esi st en t er h ad ap i n f ek si WSSV menjadi pilihan mendesak untuk mendapatkan calon induk udang windu dengan sifat fenotip dan genot ip yang lebih baik. Program seleksi m enjadi pent ing unt uk m enget ahui besaran korelasi genet ik ant ara sif at - sif at yang di- inginkan dalam rangka program seleksi dan m engont rol respons korelasi (Git t erle et al., 2005

  Profil genotip benih udang windu hasil seleksi ..... (Haryanti) dalam 30 L air laut yang t elah diinf eksikan inokulan WSSV selama 2 jam. Setiap perlakuan (oral dan perendam an) dilakukan secara t er- pisah. Pengamatan mortalitas dilakukan dengan interval waktu setiap 24 jam pem aparan.

  Prof il Genotip

  fixing (9 0 m en i t ), p ew ar n aan (staining)

  Clean Excel 15/ 24) yang t elah m engalam i rehydration. Separasi hasil am plifikasi PCR

  dielekt roforesis dengan Genphore yang t elah dim ediasi oleh ddH

  Selanjut nya sam pel uji dim asukkan ke dalam sum uran yang ada pada gel polyacrilam id sebanyak 6 uL. Arus listrik dialirkan dari negatip ke posit ip digunakan 2 lem baran blot paper yang ber f ungsi sebagai j em bat an (bridge) buf f er. Separasi gen dalam gel polyacrilam id dikondisikan pada suhu 15

  o C selama 45 menit.

  Pr o ses p ew ar n aan m en g g u n ak an k i t m et ode silver staining, set iap t ahap peren- d am an g el p ol yacr i l am i d h ar u s d i g oyan g

  (shaker) agar larutan dapat merendam seluruh perm ukaan gel. Tahapan pewarnaan m eliput i

  selama 30 menit, developing (8- 10 menit) dan penghent ian proses pewarnaan (30 m enit ). Pr eser vasi g el p ol yacr i l am i d d en g an car a dikering- anginkan pada suhu ruang dengan p o si si ver t i k al . Set el ah g el p o l yacr i l am i d kering, dilakukan penghit ungan dan pem - bacaan pit a (f ragm en) DNA yang t erekspresi. Hasi l p en g am at an f en o t i p d an g en o t i p d ianalisis d eng an m eng g unak an sof t war e genet ic TFGPA (Tool for Genetic Population) ser t a an al i sa d at a secar a d esk r i p t i f d an tabulasi.

  Polymorphism). Dal am an al i si s t er seb u t

  HASIL DAN BAHASAN Performansi Fenotip

  Hasil pem benihan yang dilakukan m eng- gunakan 35 pasang induk alam , berasal dari p er air an Aceh (F- 0 ), m enunj uk k an b ahwa f ek und it as t elur d an laj u p enet asan t elur (hatching rate/ HR) yang bervariasi. Set elah dilak uk an ablasi pada induk bet ina, t idak sem u a i n d u k u d an g b et i n a m em b er i k an respons kem at angan gonad dan m engalam i p em ij ahan ser t a m enghasilk an f ek und it as dan daya t et as t elur yang t inggi. Seringkali induk udang tidak memijah dan gonad diserap kem bali at au induk udang m em ijah secara parsial, jumlah telur sedikit, telur tidak dibuahi (infertil) at au t elur t idak dapat berkem bang sem purna unt uk m enet as m enjadi larva. Dari induk yang ada, hanya 15 ekor yang m em - berikan respons kematangan gonad. Rata- rata f ek u n d i t as t el u r yan g d i p er o l eh an t ar a 280,000–883,000 but ir dengan daya t et as telur berkisar 33,26%- 100%.

  Namun, hingga akhir pembenihan ternyata hanya 5 famili yang dapat menghasilkan benih hingga dilakukan seleksi pert um buhan. Pada u d an g Pen aei d , f ek u n d i t as t el u r san g at dipengar uhi oleh nut r ien, lingk ungan dan proses horm onal pada badan udang. Induk udang dengan pem berian nut rien yang baik d an s ei m b an g s er t a l i n g k u n g an y an g m em adai, dim ungkinkan akan m enghasilkan fekunditas t elur yang t inggi. Sem entara, daya t et as t elur sangat dipengaruhi oleh proses perk em bangan em brio dalam t elur, k et er- sediaan energi unt uk pem belahan.

  Seleksi yang telah dilakukan terhadap sifat SPF pada udang windu t urunan F- 0 m elalui

  J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.3 Tahun 2011: 393-405

2 O sebanyak 4,1 µL dan

  d i g u n ak an Gel polyacrilamid (Genegel

  Selanjut nya analisis genot ip m engguna- kan metode SSCP (Single Strand Conformation

  Penguj ian k ar ak t er genot ip dilak uk an dengan mengekstraksi total DNA benih udang windu F- 1 ukuran besar, sedang, dan kecil m engikut i m et ode Ovenden (2000) dengan beberapa m odif ikasi. Purif ikasi genom e DNA dengan m enggunakan Kit QIAquick Purifica-

  o

  tion (Cat . No.28104 QIAGEN) dan m et ode

  m en g i k u t i m an u al y an g ad a d al am k i t (kemasan). Hasil purifikasi merupakan genom DNA yang m urni dengan konsent rasi t inggi untuk amplifikasi PCR.

  Am p l i f i k asi DNA d en g an speedy PCR dengan m enggunakan kit Go t aq polym erase (Promega). Primer yang digunakan adalah uni- versal primer 2AAM2, AS- 15, AS- 14, dan LS- 21 d engan k onsent r asi 2 5 p m ol. Reak si PCR dengan t ot al volum e 10 µL digunak an 5x Buffer (2,0 µL); 0,2 µL dNTP mix (10 mM); 1,5 µL MgCl

  2

  (25 mM); 1,0 µL Primer (25 pmol); 0,2 µL Taq polim erase; H

  genom DNA: 1,0 µL (15- 20 ng/ µL). Thermocycle PCR seb an y ak 3 5 si k l u s, d en g an aw al denaturasi 95

  C selam a 120 detik, denaturasi dengan suhu 95

  Lam a am plif ikasi PCR ini hanya m em erlukan waktu sekitar 45 menit.

  o

  C (5 det ik), annealing 55

  o

  C (1 0 d et i k ) d an ek st en si 7 2

  o

  C (3 0 d et i k ), sedangkan ekst ensi akhir 72

  o C (120 det ik).

2 O agar gel tidak m elekat l an g s u n g p ad a c h am b er Gen p h o r e.

  det eksi 7 virus (WSSV, TSV, YHV, BP, IHHNV, HPV, dan MBV) m enunjukkan bahwa induk udang bersifat SPF. Hal ini membuktikan bahwa induk- induk F- 0 tidak terinfeksi virus hingga m enghasilkan benih generasi pert am a (F- 1).

  Benih udang windu generasi pertama (F- 1) juga tidak terinfeksi virus (Tabel 1). Adanya variasi pertumbuhan pada benih F- 1 terutama udang yan g b er u k u r an k eci l , n am p ak n ya b u k an inf eksi IHHNV, t et api disebabkan oleh f akt or genetis. Walaupun, indikasi dari adanya infeksi

  IHHNV pada udang adalah kekerdilan at au pertumbuhan lambat. Menurut Rai et al. (2009) b ah wa b en i h u d an g wi n d u d ar i h at ch er i menunjukkan insidensi relatif tinggi terinfeksi

  IHHNV yait u 61,9%, diikut i oleh inf eksi MBV (9,8%), HPV ( 8,4%), dan WSSV (2,8%). Pada udang windu seringkali m enunjukkan kondisi klinis yang dikenal sebagai monodon slow growth

  syndrome (MSGS)

  Tabel 2 m enunj uk k an bahwa populasi udang st adia yuwana (60 hari) dengan per- t um buhan cepat sebesar 20,18%, sedangkan udang dengan pert um buhan lam bat sebesar 9 ,4 7 % d an u d an g d en g an p er t u m b u h an sedang sebesar 70,49%. Dengan kenyat aan populasi udang t um buh cepat relat if rendah, m aka seleksi yang dilakukan harus m eng- h asi l k an b an yak f am i l i seh i n g g a j u m l ah individu udang berukuran besar dapat t er- kum pul lebih banyak. Dari hasil seleksi t ahap pertama tersebut, maka pemeliharaan yuwana u d an g sel al u d i p an t au k ar ak t er SPF d an pert um buhannya sert a dilakukan penandaan m en g g u n ak an VIE u n t u k m em p er m u d ah pemeliharaan. Seleksi fenotip berikutnya (120 hari), menunjukkan bahwa persentase ukuran besar sem ak in besar (35,04%), sedangk an uk uran sedang/ reguler hanya 43,28% dan udang ukuran kecil 21,66%.

  Hasil pengam atan terhadap pertum buhan udang windu F- 1 hasil seleksi m enunjukkan bobot dan panjang rata- rata antara 9,1- 25,4 g d an 9 , 6 - 1 5 , 6 cm u n t u k u k u r an b esar . Sem ent ara, udang ukuran sedang diperoleh bobot dan panjang ant ara 4,8- 8,7 g dan 8,0- 9,4 cm . Hasil seleksi pada udang berukuran kecil hanya menunjukkan bobot 3,2- 4,0 g dan panjang 4,2- 5,7 cm. Nampak bahwa calon induk udang windu F- 1 dari sem ua t urunan induk betina (F- 0) menunjukkan pertumbuhan yang pesat kecuali induk - 11. Hal ini t erlihat dari meratanya pertumbuhan pada saat pengamat- an kedua unt uk m engadakan seleksi. Udang

  Tabel 1. Hasil analisis karakter SPF (Specific Pathogen Free) melalui deteksi tujuh jenis virus pada induk alam (F- 0) dan benih generasi pertama (F- 1) udang windu, P.

  Monodon

Table 1. Analysis result of SPF (Specific Pathogen Free) traits through seven virus

detection on shrimp spawners (F-0) and first generation fry of black tiger shrimp P. monodon

  • - 1 - - - - - - -

  • - 2 - - - - - - -

  • - 11 - - - - - - -

  • - 20 - - - - - - -

  • - 22 - - - - - - -

  • - 1 - - - - - - -

  • - 2 - - - - - - -

  • - 11 - - - - - - -

  • - 20 - - - - - - -

  • - 22 - - - - - - -

  Ket erangan/ Remark: (- ) : negat if (t idak t erinf eksi)/ negative (uninfected)

  IHHNV M BV T SV WSSV Y H V

   Samp el Sa m ple Det eksi virus ( Vir us d et ect ion ) Ind uk ( F-0) ( Br ood st ock (F-0) ) Benih g enerasi p ert ama F-1 ( Fir st g en er a t ion f r y F-1 ) Profil genotip benih udang windu hasil seleksi ..... (Haryanti)

BP HPV

  dengan ukuran besar, sedang, dan kecil mem- punyai laju pertum buhan yang relatif sam a.

  Hasil uj i t ant ang vir us WSSV t er had ap udang windu F- 1 yang tum buh cepat, sedang d an l am b at m en u n j u k k an h asi l yg r el at i f berbeda, sepert i t ert era pada Tabel 3. Uj i t ant ang virus WSSV m elalui oral m em berikan ef ek m ort alit as yang lebih t inggi dari pada perendam an. Pada pem aparan 72 jam , benih ukuran besar mengalami mortalitas 12%- 80%, sedangkan m ort alit as benih ukuran sedang dan kecil m asing- m asing sebanyak 42%- 82% dan 28%- 72%. Hanya benih udang dari turunan induk - 20 mortalitas tinggi pada infeksi oral t erlihat pada pem aparan 96 jam . Sem ent ara, pada perendaman hampir semua benih udang ukuran besar, sedang, dan kecil m engalam i m ort alit as pada pem aparan WSSV selam a 96 jam , walaupun juga diperoleh benih udang yan g b er t ah an h i d u p h i n g g a ak h i r wak t u pem aparan secara oral. Hal ini diduga dengan jumlah copy virion DNA virus dalam tubuh benih udang yang dapat dit oleransi secara indi- vidual, sehingga inf eksi WSSV hanya bersif at

  latent. Di samping itu, diduga benih udang hasil

  seleksi ada yang m em punyai gen pengont rol t erhadap t oleransi t erhadap WSSV. Menurut Silverstein (2005), bahwa dalam populasi ikan yan g d i i n f ek si k an d en g an j en i s p en yak i t t ert ent u yang m em at ik an, m ak a ak an ada beberapa individu yang bert ahan hidup. Bila d i l ak u k an an al i s i s m o l ek u l er (A FLP/ m icrosat elit ) m aka t erekspresi gen t ert ent u p en g o n t r o l k et ah an an t er h ad ap i n f ek si penyakit .

  Keberhasilan pemeliharaan spesies udang akan langsung berhubungan dengan pot en- si n ya b er ad ap t asi t er h ad ap l i n g k u n g an . Dem ikian pula adanya spesifik patogen dapat juga m enginfeksi sem ua populasi bila t erjadi h o m o g en i t as g en et i k p ad a k o n d i si yan g m em adai, sehingga dapat t erjadi t idak ada individu yang resist en t erhadap penyakit . Hasil diagnosis terhadap benih F- 1 ukuran besar, sedang, dan kecil yang telah mengalami u j i t an t an g , b ai k s ec ar a o r al m au p u n perendaman dengan menggunakan metode IQ 2000 k it , m enunj uk k an hasil yang negat if t er h ad ap i n f ek si WSSV. Nam u n , set el ah dilakukan diagnosis menggunakan kit dengan spesif ik prim er WSSV (panjang f ragm en 113 bp), m enunjukkan hasil yang berbeda yait u

  Tabel 2. Hasil seleksi ukuran bobot dan panjang udang windu, P. monodon generasi pert am a (F- 1) Table 2.

  The result of size selection (body weight and total length) of black tiger shrimp P. monodon first generation (F-1)

  Ukuran b esar Ukuran sed ang Ukuran kecil Jumlah ud ang Big size Reg ula r size Sm a ll size T ot a l n um b er ( eko r/ pcs) ( eko r/ pcs) ( eko r/ pcs) ( eko r/ pcs) B-1 418 589 31 1,038 (40.27%) (56.74%) (2.99%) B-2 99 1675 231 2,005 (4.94%) (83.54%) (11.52%)

  B-11 687 2069 92 2,848 (24.12%) (72.65%) (3.23%) B-20 588 1985 295 2,846 (20.66%) (69.75%) (10.36%) B-22 564 3,600 994 5,158 (10.93%) (69.79%) (19.27%)

  Rata-rata (Average ) 20.18% 70.49% 9.47% Bobot (Weight ) (g) 0.38 - 0.99 0.12 - 0.20 0.03 - 0.11 Panjang (Length ) (c m) 0.41 - 0.66 0.7 - 0.43 0.11 - 0.46

  Tot al 13,895

  Ind uk Spa wn er J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.3 Tahun 2011: 393-405

  Fa m ily Ukuran b enih Fr y size M o rt alit as ( Mor t a lit y ) ( %)

  Cumulative mortality (%) of black tiger shrimp P. monodon after challenge test with WSSV infection through oral feeding and water submersion Oral Perend aman Sub m er sion Oral Perend aman Sub m er sion Oral Perend aman Sub m er sion Oral Pe Su

  

Tabel 3. Mortalitas kumulatif (%) udang windu, P. monodon setelah diuji tantang dengan WSSV melalui infeksi oral dan perendaman

Table 3.

24 Jam ( h our s) 48 jam ( h our s) 72 jam ( h our s) 96 jam

  • 1 Besar (Big )
  • 2 Besar (Big )
  • 11 Besar (Big )

  10

  • 20 Besar (Big )

  12

  28

  28

  18

  6

  2

  72 Kec il (Small )

  12

  56

  50

  40

  4

  10

  46 Sedang (Regular )

  38

  12

  40

  4

  10

  22

  9

  9

  3

  Profil genotip benih udang windu hasil seleksi ..... (Haryanti)

  70 64 – No .

  50

  66

  12

  4

  42 74 – Kec il (Small )

  46

  36

  4

  22

  68 60 – Sedang (Regular )

  32

  36

  26

  6

  10

  10

  52 14 – Sedang (Regular )

  6

  36

  4

  60 34 –

  28

  48

  26

  54

  82 36 – Kec il (Small )

  24

  56

  6

  68 72 – Sedang (Regular )

  38

  46

  8

  10

  4

  80 20 – Sedang (Regular )

  82 84 –

  56

  76 28 – Kec il (Small )

  8

  60

  2

  10

  8

  70 22 – Kec il (Small )

  64

  2

  16

  72 52 –

  28

  60

  8

  20

  44

  • 22 Besar (Big )
sem ua sam pel udang posit if t erinfeksi WSSV. Nam pak nya, sensit ivit as penguj ian sangat m enent ukan unt uk uji selanjut nya. Terlihat bahwa ada asumsi bahwa benih udang turunan

  F- 1 yang hidup set elah di uji t ant ang WSSV pada waktu tertentu (96 jam) mengindikasikan adanya sif at t oleran at au carrier at au latent terhadap infeksi WSSV (Gam bar 1).

  3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 A B

  7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 (+) 305 bp

  6

  5

  4

  3

  2

  1

  100 bp 113 bp M

  2

  Performansi Genotip

  M 1 5 1 6 M 1

  

Figure 1. PCR amplication pattern to diagnose WSSV infection on the black tiger

shrimp P. monodon first generation (F-1) fry. (A) PCR amplification by using IQ-2000 method, (B) PCR amplification by using spesific primer of 113 bp. 1-13 : shrimp sample, 14 :positive control, 15-16 : negative con- trol, M : Marker Ultra low range DNA ladder

  Gambar 1. Pola am plifikasi PCR untuk diagnosis infeksi WSSV pada benih F- 1 udang windu, P. monodon. (A): am plifikasi PCR dengan m et oda IQ- 2000, (B): amplifikasi PCR dengan spesifik primer 113 bp. 1- 13 : udang uji, 14 : kontrol positif, 15- 16 : kontrol negatif, M : Marker Ultra low range DNA ladder

  seg r eg asi g en p ad a t u r u n an F- 1 y an g terekspresi secara jelas dalam benih tersebut. Sel ai n i t u, m eng i ng at ad anya p er k awi nan udang dalam k ondisi random mating dan m assal, sehingga peluang t erjadinya mating

  et al., 2009). Hal ini dim ungkinkan adanya

  Nam pak dari hasil perhit ungan het ero- zigosit as, bahwa udang windu F- 1 dengan pert um buhan cepat m em punyai nilai yang relatif lebih tinggi (rata- rata 0,51), tidak berbeda nyata dengan benih F- 1 ukuran sedang (0,45) sedangkan benih ukuran kecil sebesar 0,22. Nilai heterosigositas generasi pertama tumbuh cepat t idak berbeda nyat a dengan induk F- 0 jantan (0,6091) dan betina (0,2872) (Haryanti

  Sbordoni et al. (1987), bahwa variasi genet ik sangat penting untuk kelanjutan produktivitas stok kultur pada udang penaeid (P. japonicus). Hal ini dit unjukkan oleh hubungan yang erat antara penurunan produktivitas induk dengan variabilitas pertumbuhan.

  Hasil analisis DNA pada udang windu F- 1 m elalui am plif ikasi dengan Speedy PCR dan separasi DNA m enggunak an m et ode SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism) m en u n j u k k an p er b ed aan p o l i m o r f i sm e fragmen DNA pada benih tumbuh cepat, regu- lar, dan lambat (Tabel 4). Genotip benih udang F- 1 dari t urunan 5 ekor induk bet ina relat if beragam dengan nilai het erozigosit as ant ara 0,23–0,79 (ukuran besar), 0,32–0,64 (ukuran sedang) dan 0–0,39 (ukuran kecil). Menurut

  J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.3 Tahun 2011: 393-405

  Tabel 4. Genot ip dan allel frekuensi pada lokus yang t erdet eksi pada F- 1 udang windu, P.

  0.00

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.52

  5 B

  0.00

  

0.33

  0.00

  0.00

  0.00

  1 C

  

0.00

  9 A

  0.07

  0.00

  0.00 Sedang (Regular )

  11 A

  0.73

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.39

  4 B

  0.00

  0.60

  0.00 F-1 - 20 Besar (Big )

  0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.64

  4 C

  0.00

  

0.00

  0.27

  0.00

  0.00 Kec il (Small )

  9 A

  0.64

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  1 B

  0.00

  

0.07

  0.00

  0.00

  0.00

  0.50

  4 C

  0.00

  

0.00

  0.29

  

0.27

  0.00

  

0.27

  0.33

  0.00

  0.00

  8 B

  0.00

  

0.53

  0.00

  0.00

  0.00

  0.59

  5 C

  0.00

  

0.00

  0.00

  

0.00

  0.00 Kec il (Small )

  15 B

  0.00

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.00 Rerat a ( Aver a g e )

  Besar (Big )

  0.51 Sedang (Regular )

  0.45 Kec il (Small )

  0.22 Generasi ud ang Sh r im p g en er a t ion N Geno t i p Gen ot ype H et ero zig o sit as H et er ozig osit y Allel f r eq uen cies

  0.00

  0.13

  0.00 Kec il (Small )

  0.00 F-1 - 22 Besar (Big )

  13 A

  0.87

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.23

  2 B

  0.00

  

0.13

  0.00

  0.00

  7 A

  2 A

  0.47

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.50

  8 B

  0.00

  

0.53

  0.00

  0.00

  0.00 Sedang (Regular )

  0.00

  0.00

  monodon hasil seleksi famili Table 4. Genotype and allel frequencies on detected loci of P. monodon first generation (F-1) fry produced from family selection

  0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.00 F-1 - 2 Besar (Big )

  3 A

  0.20

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.50

  10 B

  

0.67

  0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  2 C

  0.00

  

0.00

  0.13

  0.00

  0.00 Sedang (Regular )

  12 A

  0.80

  

0.00

  

0.00

  15 A

  0.00

  0.00

  A B C D E F-1 - 1 Besar (Big )

  13 A

  0.87

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.23

  2 B

  0.00

  

0.13

  0.00

  0.00 Sedang (Regular )

  0.00 Kec il (Small )

  12 A

  0.80

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.32

  3 B

  0.00

  

0.20

  0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  4 B

  0.21

  0.00

  0.79

  2 C

  0.00

  

0.00

  0.14

  0.00

  0.00

  3 D

  0.00

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  4 E

  0.00

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.29 Sedang (Regular )

  7 A

  0.47

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  

0.21

  0.32

  0.39

  3 B

  0.00

  

0.20

  0.00

  0.00

  0.00 Kec il (Small )

  11 A

  0.73

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  4 B

  0.00

  0.00

  

0.27

  0.00

  0.00

  0.00 F-1 - 11 Besar (Big )

  2 A

  0.14

  

0.00

  0.00

  0.00

  0.00

  3 B

  Profil genotip benih udang windu hasil seleksi ..... (Haryanti) ant ar a j ant an d an b et ina d eng an g enot ip b er b ed a san g at b esar , ak i b at n y a ak an m en g h asi l k an t u r u n an yan g m em p u n yai h et er o si g o si t as l eb i h b er var i asi . Den g an dem ikian akan terjadi benih turunan generasi pert am a F- 1 yang m em punyai k eragam an genet ik lebih baik at au m enyerupai induk udang F- 0.

  Dari Tabel 4 terlihat bahwa heterozigositas benih F- 1 t um buh cepat , regular, dan lam bat nam p ak b er b ed a nyat a. Hal ini d ap at d i- m engert i bahwa kem ungkinan ada aliran gen yang dom inan dari F- 0 jant an dan bet ina, m en g i n g at i n d u k t er seb u t m em p u n y ai heterozigositas yang tinggi. Namun demikian, genot ip induk udang bet ina (F- 0) dan benih F- 1 y an g t u m b u h c ep at l eb i h v ar i at i f dibandingkan induk jantan (F- 0) dan benih F- 1 t um buh regular, sem ent ara benih t um buh lambat mempunyai polimorfisme lebih baik..

  Bi l a h et er oz i g osi t as d i h i t u n g d ar i b en i h udang windu F- 1 set iap fam ili, m aka nam pak bahwa benih udang ukuran kecil dari induk - 2 d an - 2 2 m em b er i k an h om og en i t as. Sementara, benih F- 1 yang berasal dari - 11, mempunyai heterozigositas yang paling tinggi, b ai k u n t u k b en i h u k u r an b esar (0 ,7 8 5 7 ), s ed an g (0 , 6 4 ), d an k ec i l (0 , 5 0 ). D ar i perhit ungan t ersebut m enunj uk k an bahwa benih udang windu ukuran besar dan sedang tidak m enunjukkan perbedaan variasi genetik bila dilihat dari nilai het erozigosit asnya.

  Hasil analisis RAPD- f ingerprint dengan m en g g u n ak an b eb er ap a r an d o m p r i m er (2AAM2, AS- 15, LS- 21, dan AS- 14) t ernyat a p r i m er 2 AAM2 m en u n j u k k an si g n i f i k an si polim or f ism e yang t inggi. Dengan m eng- gunakan prim er t ersebut m aka polim orfism e p ad a b enih ud ang hasil uj i t ant ang WSSV dapat diket ahui. Pada lokus 2AAM2, nam pak bahwa heterozigositas benih F- 1 ukuran besar dan hidup m enunj uk k an nilai lebih t inggi (0,6667) dibandingkan dengan benih yang m at i (0,3030). Pada benih F- 1 ukuran sedang dan t et ap hidup set elah uji t ant ang WSSV, h et er oz i g osi t as seb esar 0 ,4 8 , sed an g k an yang m engalam i kem at ian hanya 0,30. Nilai het erozigosit as pada benih F- 1 ukuran kecil m enunjukkan hasil yang sam a dengan benih ukuran sedang (Tabel 5). Hal ini nam paknya ada kem ungkinan bahwa benih udang windu u k u r an b es ar , s el ai n m em p u n y ai g en pengont rol t um buh cepat , juga m engandung gen pengont rol t oleransi- resist en t erhadap WSSV.

  Pad a u d an g d en g an b eb er ap a u k u r an (besar, sedang, dan kecil) dan t et ap hidup setelah diinfeksi WSSV, nampak menunjukkan beberapa gen yang berbeda dibandingk an dengan udang uji yang m engalam i m ort alit as ol eh k ar en a t er i n f ek si WSSV (Gam b ar 5 ). Ekspresi ini dim ungkinkan dapat dijadikan penciri gen unt uk sif at t oleransi. Beberapa penelit ian yang berhubungan dengan penciri gen unt uk k ar ak t er r esist en WSSV banyak dilakukan dengan DNA m arker m ikrosat elit (Mukherjee & Mandal, 2009; Dong et al., 2008) d en g an m en u n j u k k an DNA f i n g er p r i n t P.

  monodon pada pit a 317 bp unt uk resist en

  WSSV, sedangkan udang yang rentan terhadap WSSV ada 2 pit a yait u 317 dan 71 bp.

  KESIMPULAN

  1. Ben i h u d an g w i n d u F- 1 h asi l sel ek si pert um buhan cepat sebesar 20,18 % (I), 3 5 .0 4 % (II), sed an g k an p er t u m b u h an sedang/ regular dan lambat masing- masing sebesar 70,49% (I) 43,28% (II) dan 9,47% (I) 21,66% (II) dari populasi benih udang yang dihasilkan.

  2. Sifat genotip udang windu F- 1 menunjukkan keragam an genet ik yang berbeda. Nilai heterozigositas rata- rata pada benih udang windu F- 1 dengan t um buh cepat sebesar 0 ,5 1 , sed an g k an t u m b u h sed an g d an lambat masing- masing 0,45 dan 0,22.

  3. Hasil uji t ant ang t erhadap WSSV dengan perendam an m aupun pem berian pak an m enunjukkan adanya perbedaan toleransi pada benih udang windu F- 1.

  4. Nilai het erozigosit as benih udang windu set elah uji t ant ang dengan WSSV m enun- j u k k an b ah wa p ad a b en i h u d an g F- 1 berukuran besar, sedang, dan kecil tetapi m asih hidup,m asing- m asing dengan nilai sebesar 0,61; 0,44 dan 0,44, sedangkan pada sem ua ukuran benih udang (besar, sed an g , d an k eci l ) t et ap i m en g al am i m ortalit as, nilai het erozigositasnya hanya sebesar 0,28.

  UCAPAN TERIMA KASIH Diucapk an t erim a k asih pada Prof . Dr.

  Hanspet er Saluz dan Grit Mrozek, Hans Knoll Institute Germany, atas kerjasamanya. Kepada r ek an - r ek an t ek n i si l i t k ayasa k el o m p o k Bioteknologi BBRPBL Gondol, diucapkan terima kasih sebesar- besarnya at as bant uan yang penuh tanggung jawab sehingga riset ini dapat terlaksana dengan baik.

  J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.3 Tahun 2011: 393-405

  Tabel 5. Genotip dan allel frekuensi pada lokus yang terdeteksi pada generasi pertam a (F- 1) udang windu, P. monodon setelah uji tantang dengan WSSV

  0.00

  10 A

  0.00 Ukuran kec il-mati

  0.33

  0.00

  

0.00

  4 C

  0.44 Small size-survive

  0.00

  0.67

  0.00

  

0.00

  8 B

  0.00 Ukuran kec il-hidup

  0.00

  0.83

  

0.00

  10 B

  0.28 Regular size-death

  

0.83

  0.00

  0.00

  1

  300 bp 200 bp

  8 9 1 0 1 1 1 2 M 1000 bp 500 bp

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  M

  0.00

  

Figure 2. RAPD-Fingerprint on first generation (F-1) shrimp fry, P. monodon, after

challenge test with WSSV (1, 2, 3 and 7, 8, 9 : infected shrimp and survive; 4, 5, and 10, 11, 12 : infected shrimp and dead; M: Maker DNA ladder 100 bp)

  Gambar 2. Fingerprint- RAPD pada benih (F- 1) udang windu, P. monodon hasil uji tantang dengan WSSV (1, 2, 3 dan 7, 8, 9: udang terinfeksi WSSV dan hidup, 4, 5, 6 dan 10, 11, 12 : udang terinfeksi WSSV dan mati, M: Maker DNA ladder 100 bp)

  0.00 Perf o rmansi b enih F-1 Per f or m a n ce of F-1 f r y Allel f r eq uen cies Het ero zyg o sit as Het er ozyg ocit y N Geno t ip Gen et ype

  0.00

  0.17

  

0.00