Anatomi dan Bagian Bagian Batang Tanaman

TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN

“ANATOMI DAN BAGIAN-BAGIAN BATANG TANAMAN KARET
( Hevea brasiliensis )”

Semester:
Gasal 2014/ 2015

Nama
NIM
Prodi

Oleh:
: Tri Mumtihatul Khoiriyah
: A1L012167
: Agroteknologi C

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO
2014

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas terstruktur mata kuliah budidaya tanaman tahunan dengan judul
“Anatomi dan Bagian-Bagian Batang Tanaman Karet ( Hevea Brasiliensis )”. Tugas
terstruktur ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi nilai
mata kuliah budidaya tanaman tahunan.
Penulis menyadari bahwa terselesainya tugas terstruktur ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dosen mata kuliah Budidaya Tanaman Tahunan;
2. Semua pihak yang telah membantu sehingga tugas terstruktur ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas terstruktur mata kuliah
budidaya tanaman tahunan ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis
berharap tugas terstruktur ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Purwokerto, 8 Oktober 2014

Penulis

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Karet (Hevea brasiliensis Muell.-Arg) berasal dari Brazilia, Amerika
Selatan, mulai dibudidayakan di Sumatera Utara pada tahun 1903 dan di Jawa pada
tahun 1906. Tanaman ini berasal dari sedikit semai yang dikirimkan dari Inggris ke
Bogor pada tahun 1876, sedangkan semai-semai tersebut berasal dari biji karet yang
dikumpulkan oleh H. A. Wickman, kewarganegaraan Inggris, dari wilayah antara
Sungai Tapajoz dan Sungai Medeira di tengah Lembah Amazon (Semangun, 2000).
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Universitas Free, Belanda, pada
tahun 2020 mendatang kebutuhan karet dunia mencapai lebih dari 13,472 juta ton
karet alam. Padahal kemampuan negara-negara produsen karet alam untuk
memenuhinya hanya sekitar 7.8 jut ton. Bagi Indonesia, meningkatnya kebutuhan
karet alam dunia memberikan harapan yang cerah karena peluang untuk mengisi

pasar internasional semakin terbuka (Semangun, 2000).
Di Indonesia karet alam merupakan komoditas strategis terutama ditinjau
dari total area (3,1 juta ha), sumber devisa (lebih dari 1 milyar US$), jumlah
penduduk yang mata pencariannya bergantung pada perkaretan (12 juta jiwa) dan
perannya sebagai pelestari lingkungan (Setyamidjaja, 1993). Selain sebagai sumber
devisa, karet juga digunakan untuk bahan baku di dalam negeri terutama untuk
industri ban (Setyamidjaja, 1993).
Sebagai negara produsen kedua terbesar di dunia pada saat ini, Indonesia
berpeluang besar untuk menjadi produsen utama dalam dekade-dekade mendatang.
Potensi ini dimungkinkan karena Indonesia mempunyai sumber daya yang sangat
memadai untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, baik melalui
pengembangan areal baru maupun melalui peremajaan areal tanaman menggunakan
klon-klon unggul. Namun, harapan ini akan berjalan dengan baik jika langkahlangkah strategis penanganan operasional dapat dilaksanakan dengan baik. Pada
saat yang sama, negara-negara pesaing Indonesia dengan sistem kelembagaan

peremajaan tanaman karetnya yang lebih mapan, juga sedang menata diri untuk
merebut pasar karet yang sangat prospektif dalam dua dekade mendatang
(Depertemen Pertanian, 2007).
Dengan melihat pentingnya komoditi karet dimasa mendatang, maka
diperlukan pengetahuan yang memadai tentang anatomi tanaman karet secara baik

guna menunjang perkembangan perkebunan Karet di Indonesia.
B. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami anatomi batang tanaman
karet ( Hevea brasiliensis ).

II.
ISI
A. Deskripsi Tanaman Karet

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk
tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Bila di tanam di luar
zone tersebut, sehingga memulai pertumbuhannya pun lebih lambat, sehingga
memulai produksinya pun lebih lambat (setyamidjaja, 1993).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada
kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kea rah utara. Batang tanaman
ini mengandung getah yang dikenal lateks (Anonim, 1999).
Memang, tanaman karet tergolong mudah diusahakan. Apalagi kondisi
Negara Indonesia yang beriklim tropis, sangat cocok untuk tanaman yang berasal

dari Daratan Amerika Tropis, sekitar Brazil. Hampir di semua daerah di Indonesia,
termasuk daerah yang tergolong kurang subur, karet dapat tumbuh baik dan
menghasilkan lateks. Karena itu, banyak rakyat yang berlomba-lomba membuka
tanahnya untuk dijadikan perkebunan karet.
Luas lahan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 2,7-3 juta hektar. Ini
merupakan lahan karet yang terluas di dunia. Perkebunan karet yang besar banyak
diusahakan oleh pemerintah serta swasta. Sedangkan perkebunan-perkebunan karet
dalam skala kecil pada umumnya dimiliki oleh rakyat. Sayangnya, perkebunan
karet rakyat tidak dikelola dengan baik. Boleh dibilang pengolahan yang dilakukan
hanya seadanya. Setelah ditanam, karet dibiarkan tumbuh begitu saja,
perawatannya kurang diperhatikan. Tanaman karet tua jarang yang diremajakan
dengan klon baru. Itulah sebabnya produktivitas perkebunan rakyat masih sangat
rendah. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah mutu karet olahan yang dihasilkan
(Anonim, 1999).

Menurut Cahyono, dalam ilmu tumbuhan, tanaman karet diklasifikasikan
sebagai berikut : (Cahyono, 2010).
Kingdom/Philum : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi


: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub divisi

: Angiospermae (biji berada dalam buah)

Kelas

: Dycotyledonae (biji berkepin dua)

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiales

Genus


: Hevea

Spesies

: Hevea bransiliensis

B. Anatomi dan Bagian-Bagian Batang Tanaman Karet

Kulit batang karet pada batang pohon yang telah matang sadap dari luar
menuju kedalam kearah kambium tersusun dengan urutan sebagai berikut :
(Setyamidjaja, 1993).



Kulit gabus, yang merupakan lapisan paling luar dari batang
Kulit keras yang terdiri atas sel-sel batu parensim, pembuluh tapis, dan





saluran lateks yang tidak teratur
Kulit lembut dimana terdapat saluran-saluran lateks dan
Kambium.

a. Batang atas
Batang atas untuk perkebunan haruslah menggunakan klon-klon
anjuran. Diantaranya yaitu GT 1 dan AVROS 2037. Pemilihan batang atas
harus jelas diketahui asalnya, karena dari batang atas inilah akan diperoleh
sadapan yang baik (Marsono dan Sigit, 2005).

Untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan
entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua sumber,
yaitu dari entres cabang kebun entres dan entres dari kebun produksi. Dari
dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun entres
murni, karena kelemahan diantaranya entres cabang dari kebun entres akan
menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak seragam, mudah terserang
hama dan penyakit, membutuhkan jumlah air yang banyak dan keberhasilan
okulasinya rendah. Mata entres dari kebun entres murni lebih baik karena akan
menghasilkan tanaman yang seragam (Anwar, 2006).
Pemupukan tanaman bahan okulasi bertujuan untuk memperoleh

pertumbuhan kayu okulasi yang baik, yang memiliki jumlah mata tunas yang
banyak untuk tiap satuan panjang kayu bahan okulasi (entres). Pemupukan
diberikan tiap tiga bulan sekali dengan dosis pemupukan yang dianjurkan
adalah: Tahun pertama; 20 gram ZA (10 gram Urea)+ 10 gram TSP+10 gram
ZK (10 gram KCI) per pohon. Tahun kedua; 30 gram ZA (15 gram Urea)+15
gram TSP+15 gram ZK (15 g KCI) per pohon (Semoiraya, 2010).
b. Kulit Pohon
a. Seri kulit
Kulit pohon karet yang disadap dibagi menjadi 4 kulit, yaitu :
1. Seri kulit A : kulit perawan atau kulit pulihan purna (licin dan
tidak berbenjol) untuk sadap bawah normal
2. Seri kulit B : kulit pulihan agak berbenjol, kurang rata dan kurang
sempurna untuk sadap normal
3. Seri kulit C : kulit berbenjol agak tipis untuk disadap ATS
atau Upward Tapping
4. Seri kulit D : kulit berbenjol-benjol sangat tipis disadap mati
b. Tebal kulit
1. Ketebalan kulit untuk pohon dengan pertumbuhan normal adalah 7
mm dan pada pohon di tanah tandus 6 mm
2. Pada renewed bark pemulihan kulit pertama dalam 7 tahun dapat

mencapai 7 mm, sedang untuk pemulihan kedua 8 tahun

3. Secara ekonomis tebal kulit pohon harus mencapai 7 mm,
pemulihan kulit yang tipis tidak menguntungkan.

Gambar 2.1 Struktur Batang Tanaman Karet
Keterangan gambar :
1. Kambium gabus
2. Xilem sekunder
3. Kayu musim kemarau
4. Kayu musim hujan

5. Pepagan
6. Floem
7. Kambium pembuluh
8. Tahun ke-1
9. Tahun ke-2
10. Tahun ke-3
11. Tahun ke-4
12. Tahun ke-5

13. Tahun ke-6
14. Tahun ke-7
15. Tahun ke-8
16. Kayu dan xilem primer
c. Konsumsi Kulit
Konsumsi kulit untuk bidang sadap bawah diukur secara vertikal
pada bidang sadap. Tingkat konsumsi kulti ditentukan oleh sistem sadap
yang digunakan. Karena kulit pohon merupakan modal utama bagi usaha
budidaya

tanaman

karet,

masalah menejemen

pemakaian

kulit

harus

medapatkan perhatian khusus. Penyadpan dengan penggunaan kulit yang baik
dan teratur akan dapat mewujudkan umur ekonomis pohon karet yang optimal.
d. Kedalaman Sadapan dengan struktur kulit karet
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, penyadapan dilakukan
dengan kedalaman 1 – 1,5 mm dari kambium. Karena pada kedalaman
tersebut terdapat pembuluh lateks paling banyak. Oleh karena itu menyadap
dangkal, yaitu 1,5 mm dari kambium hanya dapat menghasilkan 48% dari
produksi maksimum.

C. Lateks

Lateks adalah cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman pada
proses penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet

(preservative). Lateks dibentuk dalam pembuluh lateks. Pembuluh ini terdiri dari 2
macam. Pertama pembuluh lateks yang berasal dari 1 sel yang kemudian
bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh seperti amuba. Pembuluh lateks
seperti ini disebut pembuluh lateks simple, misalnya terdapat pada biji. Kedua
pembuluh lateks yang berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding sel
kearah tegak lurus masing-masing melebur membentuk suatu pembuluh. Pembuluh
lateks ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada tanaman karet
yaitu pada kulit lunak dan kulit keras (Lukman, 1984).
a. Pembuluh Lateks
Pembuluh lateks mengandung pembuluh dengan dinding yang
permanen dan elastis. Sebelum melakukan penyadapan tekanan didalam
pembuluh lateks tinggi. Pengaliran lateks disebabkan karena tekanan dalam
pembuluh serta pergerakan cairan lateks akibat perbedaan konsentrasi setelah
pohon disadap. Pada mikroskop elektron dapat dilihat partikel lateks yang
rusak akan mengeluarkan lateks (Southorn, 1961).
Jika penampang melintang tanaman karet dipelajari, bagian tengah
terdapat jaringan kayu (xylem) yang dilapisi oleh kambium. Pada bagian luar
dijumpai kulit lunak yang menyusul kulit keras pada kulit luar sel gabus
sebagai lapisan terakhir. Di dalam kulit lunak tersebut terdapat sederetan
pembuluh tapis atau floem yang berdiri agak condong ke kanan.
Menurut Southorn (1961), lateks merupakan suatu sistem pembuluh
berupa pipa saluran di dalam jaringan floem yang halus dari karet. Pembuluh
ini berada dekat dengan kambium, pertama-tama membentuk sel tunggal lalu
membentuk suatu jaringan pembuluh melalui anatomisis. Gills dan Suharto
(1976) menyatakan bahwa semakin dekat dengan kambium maka aliran
pembuluh semakin kecil dengan ukuran 30 mikron.
Baik ketebalan asli maupun jumlah baris pembuluh lateks yang ada di
dalam semakin meningkat dan bertambahnya usia tanaman. Jumlah baris
pembuluh lateks pada prinsipnya merupakan cirri khas suatu klon tetapi

perkembangannya tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepadatan tanaman dan status hara dan
juga oleh klon (Webster dan Baulkwill, 1989).
b. Struktur Lateks
Lateks merupakan suatu sistem koloid yang bermuatan negatif berupa
serum yang berisi protein anionik yang membentuk suatu badan yang
dikelilingi oleh membran (lutoid) yang merupakan suatu sistem koloid kedua
yang mengandung asam yang kebanyakan cation serum (Southorn dan Yip,
1968).
Menurut Subronto dan Napitupulu (1978), menayatakan bahwa lateks
mengalir karena adanya proses pengenceran sebelum disadap tugor tanaman
adalah tinggi akan tetapi setelah disadap menjadi penurunan tugor terutama
dalam sel pembuluh lateks. Semakin tinggi tugor antara sel sekitar pembuluh
maka proses pengenceran semakin lama.
Dijkman (1951), melaporkan bahwa lateks yang keluar dari organ
muda lebih sedikit mengandung karet bila dibandingkan dengan lateks yang
keluar dari kulit batang tanaman yang berumur 5-10 tahun, tetapi proses
penggumpalan lateks lebih lama terjadi pada lateks yang keluar dari organ
muda, sebab partikel dari organ ini sangat sedikit dan viskositas lateksnya
lebih rendah.
c. Aliran Lateks
Pembuluh lateks adalah sel-sel hidup yang mengandung larutan
seperti gula, protein dan garam mineral yang dapat menyimpan air dari
jaringan yang berada disekitarnya. Ketika tanaman karet disadap lateks
berhenti beberapa saat. Adapun faktor yang berhubungan dengan aliran
lateks, yaitu :
1. Fisiologi Aliran Lateks

Sifat-sifat fisiologi aliran lateks antara lain dicirikan oleh indeks
penyumbatan, kecepatan aliran lateks, indeks produksi, kadar karet
kering, total solud konten serta anatomi kulit yang meliputi jumlah,
diameter dan kerapatan pembuluh lateks (Rasjidin, 1989).
2. Proses Pengaliran Lateks
Apabila suatu alur sadap dibuka maka keluarlah lateks oleh tekanan
dari dalam. Pengurangan terjadi secara berlanjutan sepanjang pembuluh
lateks sehingga mengalirnya lateks menuju bagian yang dipotong. Pada
saat yang sama akibat menurunnya tekanan dalam sel pembuluh lateks
maka mengalirlah air ke dalam pembuluh dari sel sekelilingnya sehingga
mengencerkan lateks
(Rasjidin, 1989).
3. Daerah Aliran Lateks
Penelitian fisiologi tentang luasnya daerah pengaliran lateks yang
secara efektif turut serta mengalirkan lateks selama penyadapan
dilakukan oleh Frey Wysling (1993) dan Scheweizer (1941) hasil
penelitiannya disimpulkan bahwa daerah aliran lateks hampir seluruhnya
terdapat dibawah alur sadap hanya sebagian kecil dari samping alur
sadap, luasnya tergantung kapasitas produksi pohon yang berproduksi
tinggi daerah pengaliran pengaliran vertikal mencapai 171 cm (Rasjidin,
1989).
4. Indeks Penyumbatan
Indeks penyumbatan dan panjang alur sadap sewaktu penyadapan
juga menentukan pola aliran lateks. Semakin panjang alur sadapan,
indeks penyumbatan semakin kecil sehingga lateks yang mengalir lebih
lama. Sebaliknya semakin pendek alur sadap, indeks penyumbatan
semakin besar. Sebab utama terjadinya penyumbatan pembuluh lateks
adalah pecahnya butir lutoid yang terdapat dalam lateks akibat gesekan
yang terjadi ketika lateks mengalir. Terjadinya penyempitan pada
pembuluh lateks kemungkinan dapat mengganggu aliran lateks sehingga
menyebabkan pola aliran lateks untuk setiap klon berbeda (Boerhendy,
1988).
Indeks penyumbatan merupakan sifat khas yang tidak dipengaruhi
oleh umur tanaman, tetapi sedikit dipengaruhi oleh faktor lingkungan

akibat terjadinya variasi produksi antara pohon dan variasi harian
(Subronto dan Napitupulu, 1978).
5. Kecepatan Aliran Lateks
Pengamatan kecepatan aliran lateks dimaksudkan untuk mengetahui
pola aliran lateks. Pada awalnya aliran lateks mengalir cepat, kemudian
lambat dan akhirnya berhenti. Lambat cepatnya aliran lateks sewaktu
disadap berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produksi. Semakin cepat
dan lama lateks mengalir, maka hasil lateksnya semakin tinggi. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, ternyata pola aliran lateks itu berbedabeda setiap klon. Perbedaan aliran lateks ini memungkinkan disebabkan
oleh banyaknya pembuluh lateks yang terpotong. Selain itu, komposisi
pembuluh lateks juga berbeda. Berdasarkan hasil itu maka pola aliran
lateks berbeda untuk setiap klon sehingga hasil juga berbeda (Boerhendy,
1988).
Subronto dan Harris (1977), menyatakan bahwa kecepatan aliran
akan menggambarkan aliran lateks per satuan waktu per panjang alur
sadap yang dilalui. Kecepatan aliran lateks berkorelasi positif dengan
produksi.
d. Pengumpulan Lateks di Kebun
Untuk mendapatkan hasil olah karet yang bermutu baik, syarat yang
harus

dipenuhi

adalah

tingkat

kebersihan

lateks

dan

penanganan

pengumpulan lateks hasil penyadapan di kebun (Cahyono, 2010)
Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotorankotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran-kotoran tersebut dapat pula
menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks
sampai di pabrik untuk diolah. Pengumpulan lateks dilaksanakan 3-4 jam
setelah penyadapan dilakukan. Tetapi pada pohon-pohon yang aliran
lateksnya lambat berhenti (late drops) dapat dilakukan pengumpulan kedua.
Sedapat mungkin harus diusahakan semua lateks dapat diangkut ke
pabrik pusat, agar dapat dilakukan pencampuran lateks dari semua bagian

kebun dalam satu atau beberapa bak pencampur di pabrik, sehingga dapat
diharapkan hasil yang seragam. Jika keadaan tempat memaksa untuk
dilakukan koagulasi dikebun, jumlah lateks yang dikoagulasi sedapat
mungkin harus dibatasi. Cara terakhir ini dilaksanakan kalau lateks akan
diolah menjadi crepe atau karet remah, sedangkan kalau akan diolah menjadi
sheet, proses koagulasi harus dilaksanakan di pabrik (Setyamidjaja, 1993).
Mikroba mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri pada lingkungan
hidupnya, sehingga pada lateks kebun walaupun telah diberi bahan pengawet
amonia bila tertunda terlalu lama di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil)
kebun, mutunya dapat menurun. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan memperlihatkan bahwa dengan dosis ammonia 0,30% di TPH
kebun setelah penyimpanan 5 jam jumlah mikroba masih sekitar 2 x 103
sel/ml lateks dan setelah 15 jam terjadi peningkatan jumlah mikroba menjadi
2 x 107 sel/ml lateks dan kemudian setelah penyimpanan 25 jam lateks kebun
tersebut telah mengalami prakoagulasi. Oleh karena itu diharapkan lateks
kebun telah terkumpul di tangki penerima pabrik paling lambat 10 jam setelah
penyadapan (Ompusunggu, 1991).
Sarana transportasi, baik jalan atau kendaraan, yang buruk akan
menambah frekuensi terjadinya prakoagulasi. Jalan yang buruk atau angkutan
yang berguncang-guncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocokkocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloidal. Jarak yang jauh
yang menyebabkan lateks baru tiba di tempat pengolahan pada siang hari dan
sempat terkena terik matahari di perjalanan juga dapat menyebabkan
terjadinya prakoagulasi (Anonim, 1999).

D. Penyadapan

Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Penyadapan
karet (menderes, menorah, tapping) adalah mata rantai pertama dalam proses

produksi karet. Penyadapan dilaksanakan dikebun produksi dengan menyayat atau
mengiris kulit batang dengan cara tertentu, dengan maksud untuk memperoleh
lateks atau getah. Kulit batang yang disadap adalah modal utama untuk
berproduksinya tanaman karet. Kesalahan dalam penyadapan akan membawa
akibat yang merugikan baik bagi pohon itu sendiri maupun bagi produksinya.
Pada tanaman muda, penyadapan umumnya telah dimulai pada umur 5-6
tahun, tergantung pada kesuburan pertumbuhannya. Penyadapan pada tanaman
muda, sebelum sadapan rutin berjalan, terlebih dahulu melakukan bukaan sadapan
yang merupakan saat pertama dimulainya penyadapan pada tanaman yang telah
memenuhi syarat untuk disadap.

Gambar 2. 2 Penyadapan tanaman karet
Tanaman karet merupakan tanaman yang menghasilkan getah. Tanaman
ini dipanen dengan cara disadap, yaitu menyayat atau mengiris kulit batang
dengan cara tertentu, dengan maksud untuk memperoleh lateks atau getah.kulit
batang yang disadap adalah modal utama berproduksinya tanaman karet. Kesalahan
dalam penyadapan akan membawa akibat yang sangat merugikan baik bagi
pohon itu sendiri maupun bagi produksinya.
Kesalahan dalam penyadapan, seperti pemborosan pemakaian kulit dan
kerusakan kulit

dan

lain-lain

akan

berdampak

pada

pemendekan

umur

ekonomis tanaman, penurunan produksi sehingga mengakibatkan kerugian
perusahaan.

Syarat-syarat penyadapan yang baik :
1. Dapat memberikan hasil karet kering yang tinggi baik per pohon maupun per
hektar
2. Hemat dalam penggunaan kulit
3. Mudah dilaksanakan dan efisien tenaga serta biaya
4. Mempertimbangkan kesehatan tanaman dan stabilitas produktivitas dalam
jangka panjang
Komposisi umur tanaman menghasilkan karet yang standart (25 tahun
sadengan sifat produksinya sebagai berikut :
Table 2.1 Komposisi Umur TM Dengan Sifat Produksinya
Umur

Tanaman Kelas

Standart Luas (%)

(tahun)
6 – 12 tahun
Taruna
23
13 – 18 tahun
Muda
20
19 – 23 tahun
Dewasa
17
24 – 27 tahun
Tua
13
>27 tahun
Tua renta
10
Sumber : Pedoman Budidaya Pengelolaan Karet (1997)


Sifat Produksi
Belum potensi
Potensial
Sangat potensial
Kurang potensial
Tidak potensial

Macam Sadapan
Berdasarkan cara dan arah penyadapan, maka sadapan karet dibedakan

menjadi 5 macam, yaitu :
a. Sadap tusuk (Puncture Tapping)
b. Sadap ke arah bawah (Down Ward Tapping)
c. Sadap ke arah atas (Up Ward Tapping), sadap ke arah atas biasa dan sadap
ke arah atas ATS (Alternate Tapping Sistem)
d. Sadap kombinasi arah atas dan bawah bersamaan
e. Sadap mati/cacah runcah (CCRC)


Pola Dasar Sadapan
Kriteria Matang Sadap
Tanaman karet dapat disadap apabila telah memenuhi kriteria matang sadap,

yaitu :
a. Umur 5 – 6 tahun

b. Lilit batang pada ketinggian 100 cm dari pertautan okulasi minimal 45 cm
c. Jumlah tanaman karet dalam 1 blok/areal tanaman yang sama dengan lilit
batang minimal 45 cm telah mancapai minimal 60% dari populasi
d. Ketebalan kulit pada ketinggian 100 cm untuk daerah subur telah mencapai
7 mm, sedang daerah kurang subur telah mencapai 6 mm.
Persiapan TM 1
a. Pengukuran lilit batang
Pengukuran lilit batang dilakukan pada ketinggian 100 cm dari
pertautan

okulasi pada

setiap

pohon,

dengan

tujuan

untuk

menginventarisasi jumlah pohon yang lilit batangnya telah memenuhi
criteria matang sadap. Pengukuran lilit batang terakhir dilakukan pada
bulan Agustus.
Pada pohon yang lilit batangnya mencapai 45 cm atau lebih diberi
tanda 2 totolan dan 35 – 45 diberi tanda 1 totolan. Pemberian tanda totolan
pada ketinggian 150 cm dari pertautan okulasi dengan menghadap ke arah
jalan.

Gambar 2.3 Lilit batang tanaman karet
b. Waktu buka sadap baru
Pelaksanaan

buda

sadapan

pertama

dilakukan

oktober, yaitu saat setelah lewat masa gugur daun.

pada

bulan

c. Pembagian hanca
Pembagian hanca pada tanaman TM 1 dilaksanakan pada akhir masa
TBM dengan cara sebagai berikut :
1) Lilit batang 35 cm keatas dihitung sampai dengan jumlah 500 pohon
2) Setiap hanca disisipkan 500 pohon walaupun pada kenyataannya
yang disadap kurang dari 500 pohon. Akan tetapi pada akhir TM
1 yang disadap akan mencapai 500 pohon dengna pertimbangan agar
tidak selalu merubah hanca.
3) Setiap batas hanca diberi tanda gelang 5 cm, ketinggian dari tanah 2m
4) Setiap setengah hanca diberi warna merah dan setengah hanca
selebihnya deberi gelang warna putih
5) Nama

penyadap

agar

dipasang

disetiap

blok

hanca

untuk

memudahkan control


Rumus Sadapan
a. Symbol sadapan
S (Spiral)

= keratin sadapan sepanjang 1 spiral dengan susut 400

D (Day)

= hari, menunjukkan hari sadap

b. Pedoman
½S

= angka pertama di depan S menunjukkan jumlah atau panjang
keratan

D3

= angka di belakang D menunjukkan hari sadap (rotasi sadap)



= tanda panah menunjukka arah sadapan

Contoh : ½ S↓d3
Artinya : satu irisan sadap dengan panjang ½ spiral, satu hari
sadap dua hari istirahat (disadap 3 hari sekali).


Intensitas Sadap
a. Menunjukkan tingkat kekuatan/beban sadapan dan dinyatakan dalam %
b. Sebagai tolok ukur intensitas sadap sesuai kesepakatan bersama untuk
1SD1 = 400%
c. Pedoman pada sadapan dengan ½ SD2 yaitu disadap 2 hari sekali,
intensitasnya ½ x ½ x 400% = 100%.



Waktu Penyadapan
Semakin

pagi

pelaksanaan

penyadapan,

produksi

yang

dihasilkan makin tinggi karena tekanan turgor tanaman masih tinggi. Perlu
dipertimbangkan tentang :
a. Keahlian penyadap, menyadap pada keadan gelap lebih mudah
terkena kayu
b. Kesehatan penyadap
c. Penyadap yang mengadap terlalu pagi serta dalam suasana yang
lembab, kemungkinan terserang penyakit lebih besar.
Waktu

penyadapan

dimulai

dan

dapat diselesaikan

sepagi

mungkin (disesusikan dengan kondisi iklim/musim). Keluarnya lateks
ipengaruhi oleh tekanan sel pembuluh lateks

dan sel-sel parenkim

disekitar pembuluh lateks. Tekanan turgor ini dipengaruhi oleh suhu udara.


Pelaksanaan Buka Sadap Baru
a. Irisan sadap pertama dimulai dari batas 1 cm diatas garis sadap
paling atas dengan kedalaman sadap 4,5 mm dari cambium
b. Sadapan diteruskan scara bertahap sampai mencapai garis sadap
teratas (dilakukan sebanyak ±5 kali) dengan kedalaman 1,5 mm
dari kambium dan sudah menghasilkan lateks
c. Diupayakan agar kedudukan pisau sadap pada panel sadap telah
tepat untuk menghindari luka kayu.

III. KESIMPULAN

1. Kulit batang karet pada batang pohon yang telah matang sadap dari luar
menuju kedalam kearah kambium tersusun dengan urutan sebagai berikut :
 Kulit gabus, yang merupakan lapisan paling luar dari batang
 Kulit keras yang terdiri atas sel-sel batu parensim, pembuluh tapis, dan
saluran lateks yang tidak teratur
 Kulit lembut dimana terdapat saluran-saluran lateks dan
 Kambium.
2. Rumus sadapan




Symbol sadapan
S (Spiral)

= keratin sadapan sepanjang 1 spiral dengan susut 400

D (Day)

= hari, menunjukkan hari sadap

Pedoman
½S

= angka pertama di depan S menunjukkan jumlah atau panjang
keratan

D3

= angka di belakang D menunjukkan hari sadap (rotasi sadap)



= tanda panah menunjukka arah sadapan

Contoh : ½ S↓d3

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.
Anwar. 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet.
Medan.
Boerhendy, 1988. Efek Okulasi Tajuk terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Karet. Universitas Jambi Press. Jambi
Cahyono, 2010. Karet. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Sumatera Utara.
Depertemen Pertanian, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet.
Edisi ke 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Dijkman M. J.

1951.

Hevea.

Thirty Years of Research in the Far East.

University of Miami Pr. Florida. 329 p.
Direktorat

Perlindungan

Perkebunan.

2003.

Pedoman

Pengamatan

dan

Pengendalian OPT Karet. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.
Departemen Pertanian. Jakarta..
Lukman, 1984. Penyadapan dan Stimulasi Tanaman Karet. Medan : BPP.
Marsono dan Sigit, 2005. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta
Rasjidin, 1989. Bercocok Tanam Karet. Penebar Swadaya. Jakarta
Semangun, 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Semoiraya, 2010. Budidaya Karet. http://semoiraya.com/article/26214/budidayakaret.html. Diakses pada 8 Oktober 2014

Setyamidjaja,

1993.. Karet budidaya

dan

Pengolahan.

Penerbit

Kanisius.

Yogyakarta.
Southorn, 1961. Micropy of Havea Lateks. Illinois University Press
Southorn dan Yip, 1968. Some physiologial properties of latex from anther somatic
plants derived from two hevea clones. In:

Physiology & Exploitation of

Hevea brasiliensis. Proceeding of IRRDB Symposium. Kunming China,
6-7 October 1990. The International Rubber Research & Develop-ment
Board. p. 14-19.
Subronto dan Napitupulu. 1978. Pengujian Klon Karet. Bentang Pustaka. Medan
Webster dan Baulkwill, 1989.The Agronomy of the Major Tropical Crops. New
York : Oxford University Press.