Jangan Biarkan Mereka Golput.

.
1
17

Pikiran Rakyat

2
18

O!!~~Q

0

Senin
3
19

Selasa

4


5
20

~

0

7
22

21

Pe_~.__9Ma,-_~_~~p

Jangan

0

Rabu
8

23

0

Kamis
9

10
24

0

11

12

25

26


Sabtu

0

13
27

Minggu
14

28

15
29

~:L__Q!~~__Q!_u~___Q_~~:
Q_~:?~_Q._9.~~::~._Q_~?!

Biarkan


Mereka

Oleh S. SAHALATUA SARAGIH
ILA tidak diberi kartu
pemilih, sekitar 5.000
mahasiswa Universitas
Padjadjaran (Unpad) Kampus
Jatinangor dan Bandung tidak
ikut memberikan suara pada Pe'milihan Umum (Pemilu) Legislatif pada Kamis, 9 April 2009.
MenurutUndang-Undang Pemilu, ca10npemilih harns membawa kartu As bila yang bersa!lgkutan memilih di luar wilayah
tempat ia terdaftar resmi. Melalui juru bicara Tim Advokasi Mahasiswa Unpad, Fadhli Laili Alfadhli, mereka menuntUt Komisi
Pemilu (KPU) Kabupaten Sumedang dan Kota Bandung untuk
memberi kartu pemilih kepada
semua mahasiswa Unpad yang
tak memiliki kartu As. Bila tuntutan mereka tak dipenuhi, mereka akan mengajak brang-orang
lain masuk golput (Galamedia,
20/3).
BilaKPtT setempat terpaku
kaku pada hukum resmi pemilu,
sudah bisa dipastikan mereka

masuk golput. Initerpaksa mereka lakukan sama sekali bukan
karena melakukan pergerakan
atau perlawanan politik terhadap
pemerintah seperti yang dilakukan oleh Adnan Buyung Nasution, Arief Budiman, dan kawankawan pada 1971. Pada pemilu
pertama era Orde Barn itu, mereka menentang pemerintah
yang dianggap merekayasa pemilu, agar Golongan Karya (Golkar), meskipun bukan partai politik (parpol), dimenangkan dalam pemilu tersebut. Lalu mereka mengajak rakyat untuk golput
(tidakmenggunakan hak memilih).
Para m~~iswa Unpad terse-

Jumat

B

but terpaksa memilih golput bukan karena tak bemiat memilih,
bukan pula karena antipolitik
atau antipemilu, bukan karena
bersikap masa bodoh terhadap
negara ini, bukan juga karena sarna sekali tak mengenal para caIon anggota legislatif (ca1eg)dan
sebagian besar parpol, melainkan karena soal teknis belaka.
Dalam kalender 2009, hari

pemilu (9/4) tidak dinyatakan
sebagai libur nasional. Fsok harinya (10/4) memang hari libur
nasional, yakni Jumat Agung.
Kebetulan atau tidak kebetulan,
sengaja atau tidak sengaja, pada
minggu pertama, dan kedua April ini memang musim ujian tengah semester (UTS) di banyak
pergurnan tinggi negeri dan
swasta di Bandung, Jatinangor,
dan di kota-kota lain. Seperti kita tabu, sebagian besar mahasiswa PTN dan PTS Bandung dan
Jatinangorbukanlahpenduduk
Kota Bandung dan Kabupaten
Sumedang. Umumnya mereka
terdaftar_seb~ai pemili~dae-

~
16

30

31


~?_~s -

Golput

rah domisili orang tua/keluarga
mereka masing-masing. Diharapkan mereka turnt memilih di
"kampung" masing-masing. Dengan alasan yang sangat masuk
akal, mereka enggan pulang
"kampung" untuk kepentingan
lima menit (meneontreng) saja.
Tampaknya, ini memang euma masalah teknis dan keeil.
Akan tetapi, sesungguhnya ini
masalah serius bagi para ealon
pemimpin tersebut. Sebagian di
antara mereka pastilah barn kali
ini ikut pemilu. Sayang sekali bila pengalaman pertama sebagai
warga negara dalam menggunakan hak pilih tak terwujud hanya
karena soal teknis. Masalah hilangnya hak memilih karena tak
tercantum dalam Daftar Pemilih

Tetap (DPT) di satu daerah atau
tak memiliki surat pindah memilib (As) kini tak menarik perhatian KPU Pusat (KPUP) dan KPU
daerah 'serta para wartawan
umumnya. Padahal, ini masaJah
sangat serius. Karena yang tidak
memiliki kartu pemilih bukan
hanya mahasiswa Unpad, melainkan banyak sekali mahasiswa
di berbagai kota/ daerah yang jauh dan tempat tinggal orang
tuajkeluarga tempat mereka resmi terdaftar. Bahkan yang tak
memilikinya bukan hanya mahasiswa, melainkan banyak rakyat
lainnya, termasuk kaum muda
Bandung yang kini bekeIja di Jakarta atau kota-kota lain.
Kini, suara dari berbagai lembaga, termasuk fatwa MUI, semakin nyaring, mengajak semua
rakyat yang berhak memilih agar
mau dengan ikhlas menggunakan hak pilih masing-masing seeara bebasdan bertanggungjawab. Di sisi lain, banyak lembaga
survei yang memperkirakan
jumla~.!olpu~~am
Pemilu

------


Klipin
--

9 Humos
--

Unpod

2009--------

-

--

-

--

---


-

2009 naik drastis, kurang lebih
40%. Tak sedikit pula rakyat
yang berhak memilih menganggap pemilu kali ini tak punya daya magnet atau daya tarik sama
sekali, baik para caleg maupun
parpol. Mereka tak mau membeli kucing dalam karung tebal.
Mereka malas menggunakan
hak pilih masing-masing. Tak sedikit pula orang yang bersikap
sangat pesimistis terhadap mereka yang akan duduk di kursi
lembaga-lembaga legislatif. Menurut mereka, DPR dan DPRD
hanyalah arena korupsi uang
rakyat. Tak sedikit pula orang
yang masa bodoh terhadap dunia politik, apalagi pemilu. Menurut pengalaman nyata mereka, siapa pun yang menjadi anggota DPR, DPRD, presiden, dan
wakil presiden, nasib mereka sarna sekali tak berubah. Mereka
tetap miskin atau dimiskinkan.
Mereka tetap lemah dan dipinggirkan atau dilemahkan dan dipinggirkan.
Nah, dalam situasi politik rakyat banyak yang sangat muram
ini, seharusnya KPU dan KPU

daerah tidak bersikap terlal~ kaku terhadap aturan pemilu. Bayangkan bila 36 juta penduduk
yang berhak memilih temyata
nanti dilarang memilih karena
nama mereka tak tercantum dalam DPT atau tidak memiliki
kartu As. Seharusnya, KPU dan
KPU daerah membolehkan mereka memilih dengan bermodalkan KTP atau kartu tanda mahasiswa (KTM) atau surat izin mengemudi (SIM) atau paspor yang
masih berlaku. Selain memberi
tanda pada jari yang telah memilih (semoga tintanya tidak palsu), panitia setempatjuga dapat
membolongi salah satu sisi kartu
~ng!.na.!. mere.!?, sepe!!i ~cis

kereta api. Dengan demikian,
rnereka tak mencontreng dua
kali di dua tempat.
Selain itu, KPUD juga perlu
mendekatkan tempat pemungutan suara (TPS) ke tempat calon
pemilih, yakni kampus-kampus,
sekolah-sekolah, kantor-kantor,
pabrik-pabrik atau TPS-TPS di
sekitar tempat -tempat tersebut.
Dengan kata lain, KPU daerah
jangan berkata, "Salah sendiri,
mengapa Anda tidak terdaftar
atau mengapa Anda t:idakmembawa kartuAs." KPU daerah dengan rendah hati dan ikhlas seharusnya mau menjemput bola.
Anggaplah para calon pemilih
sekarang bersikap jual mahal.
Mereka harns dibujuk dan dirayu. Tak apa-apa, yang penting
mereka mau memilih caleg.
Kita, orang tua, juga perlu
mengajak dan membujuk anak
masing-masing agar mereka
mau datang ke TPS dan memilih
calegjparpol yang mungkin sarna sekali tak mereka kenal dengan baik. Pemilu caleg kali ini
tak akan memiliki keabsahan
yang sangat kuat secara politis
dan moral bila temyata nanti
inayoritas penduduk yang berhak mem~lih tak menggunakan
hak pilih' mereka, baik karena
malas, masa bodoh, maupun karena soal teknis, terhambat peraturan pemilu. Waktu yang sangat sempit ini kiranya dapat dimanfaatkan oleh KPU dan KPU
daerah dengan optimal, untuk
memfasilitasi dan mendorong
segenap calon pemilih menggunakan hak pilih mereka sebagai
warga negara yang bertanggung
jawab terhadap kelangsungan
hidup negara ini. ***
Penulis, dosen Jurusan Jur-

!!..alistik
Fi~om
l!!JRg.d..
_