AKTUALISASI DIRI SANTIAGO DALAM NOVEL SANG ALKEMIS MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK MASLOW

  

AKTUALISASI DIRI SANTIAGO

DALAM NOVEL SANG ALKEMIS

MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK MASLOW

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

Oleh :

Juninada Sari Puspa

NIM : 019114056

NIRM

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

AKTUALISASI DIRI SANTIAGO

DALAM NOVEL SANG ALKEMIS

MENURUT PSIKOLOGI HUMANISTIK MASLOW

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

Oleh :

Juninada Sari Puspa

NIM : 019114056

  

NIRM

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  ABSTRAK Juninada Sari Puspa. Aktualisasi Diri Santiago dalam Novel Sang Alkemis

  

menurut Psikologi Humanistik Maslow. Yogyakarta: Jurusan Psikologi,

Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, 2007.

  Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk diwujudkan, namun tidak semua orang mau berjuang untuk meraihnya. Santiago dalam novel Sang Alkemis karya Paulo Coelho adalah individu yang berjuang untuk mewujudkan apa yang ia inginkan. Legenda pribadi adalah dua kata yang dipilih oleh Coelho untuk menyebutkan apa yang benar-benar Santiago inginkan dalam hidupnya. Salah satu tokoh Psikologi yang juga melihat manusia dengan optimis dan mampu mencapai keinginan dalam hidupnya adalah Abraham Maslow. Sebagai seorang humanis Maslow meyakini bahwa dengan mewujudkan keinginannya dalam hidup manusia akan merasakan kebahagiaan. Pemenuhan kebutuhan yang akan membuahkan kebahagiaan dalam hidup berdasarkan potensi dan keinginan dari dalam diri ia sebut Aktualisasi Diri, yang merupakan bagian dari hirarki kebutuhan hidup manusia. Coelho dan Maslow menunjukkan kesamaan dalam memandang manusia, yaitu individu yang mampu mewujudkan apapun yang ia inginkan dalam hidup ini.

  Penelitian ini akan melihat bagaimana pencapaian Aktualisasi Diri Santiago dan karakteristik pengaktualisasi diri apa saja yang ada dalam diri Santiago sehingga mendukung pencapaian aktualisasi dirinya. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi, dengan teknik penelitian pengkodean.

  Hasil penelitian yang didapat adalah pencapaian aktualisasi diri Santiago dapat terjadi karena ia melakukan progression choice untuk mengikuti ramalan mimpinya pergi ke Mesir, meninggalkan kemapanan yang telah ia dapatkan, meskipun pekerjaannya sebagai gembala ia lakukan atas dasar metamotivation. Selain itu pada saat ia mengalami penurunan kebutuhan dari B-Needs ke D-Needs, Santiago mampu bangkit dan melanjutkan perjuangannya mengaktualisasikan diri dengan kembali melakukan progression choice, meskipun ia telah mendapatkan materi yang cukup untuk kembali ke Spanyol sebagai orang kaya. Karakteristik pengaktualisasi diri yang ada dalam diri Santiago tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan. Karakteristik ini tidak muncul secara tiba-tiba melainkan merupakan bagian dari dirinya yang terasah oleh perjalanan hidupnya.

  Kata kunci: Aktualisasi Diri, Legenda Pribadi, D-Needs, B-Need, B-Languange, B-Love, Pengalaman Mistik, Progression Choice.

  ABSTRACT Juninada Sari Puspa. Santiago’s Self Actualization in The Alchemist based on

  

Maslow Humanistic Psychology. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Sanata

Dharma University, 2007.

  Everyone must have dream to realize, but not everyone want to struggle to gain it. Santiago in Paulo Coelho’s The Alchemist, is an individual who wants to realize what he wants. Personal legend is two words Coelho chooses to mention what Santiago really wants in his life. One of expert of Psychology who optimistially see human that can gain what he want in his/her life is Abraham Maslow. As a humanist, Maslow convinees that by realizing dream in his/her life, human will fell happy. The fulfillness of need which produces happiness in life is based on potension and dream from his/her self, Maslow called Self Actualization, which is part of hirarchy of human life need. Coelho and Maslow show similiarity in observing human, that is the individual who can realize anything what he wants in this life.

  This research concern on Santiago’s accomplishment of Self Actualization and what kind of self actualization characteristics which is seen in Santiago so that it supports his accomplishment of self actualization. The reseach method used in this thesis contain analysis, with the coding.

  As the result of the study, Santiago’s accomplishment of self actualization can be achieved since he determines progression choice to pursue his dream calculation togo to Egypt getting out from orderlineness he deserves to have although his work as shepherd he does is due to metamotivation. Beside, Santiago ia able to boost up his morale and go on his struggle gaining his self actualization while he undergoes the need declining from B-Needs to D-Needs. He performs it by doing back progression choice although he has already gained enough provision to come back to Spain as a rich man. Self actualization characteristics seen in Santiago give influence to each other. These characteristics do not seddenly comes out, but they are parts of him self which is sharpened by his life journey.

  Key word: Self Actualization, Personal Legend, D-Needs, B-Need, B- Languenge, B-Love, Peak Experience, Progression Choice.

  KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan pemilik kehidupan yang memberikan kasih karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‘Aktualisasi Diri Santiago dalam Novel Sang Alkemis menurut Psikologi Humanistik maslow’. Penulis menyusun karya ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

  Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung, baik secara moril maupun materiil dari persiapan hingga selesainya skripsi ini. Trimakasih penulis haturkan kepada:

  1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas bimbingannya.

  

2. Dr. A. Supratiknya selaku Dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan

  tuntunan Bapak dalam proses menyelesaikan skrisi saya. Trimakasih banyak

  ya Pak, maaf selama ini saya kurang mampu melaksanakan apa yang Bapak maksud.

  3. Para Dosen penguji Y. Heri Widodo, M.Si. dan Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si.

  Trimakasih atas masukannya yang sangat membantu.

  4. C. Siswa Widyatmoko, S.Psi. dan Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. selaku Dosen pembimbing akademik atas bimbingannya

  5. Mas Gandung, Mba Nanik, Pak Gi’, Mas Muji, dan Mas Doni atas bantuan- bantuan yang melancarkan kuliah saya.

  

6. Bapakku, Agustinus Remus Sormin dan Mamaku, Damayori Pangaribuan. putus. Trimakasih karena Nina hadir di dunia melalui orangtua yang berjuang mewujudkan mimpinya. Mauliate godang!

  7. Abang-abangku tersayang, Ito Desmon (beserta Kak Dewi, Excel dan Elsa), Ameng dan Anto. Trimakasih atas cinta kasihnya yaa!

  8. Keluarga besar Siregar dan Pangaribuan, atas doa dan bimbingan yang tidak pernah putus. Mauliate godang!

  9. Teman baikku Anastasia Dessy, trimakasih mau berbagi suka dan duka bersamaku, trimakasih telah menjadi ‘sayap kakiku’. Aku bersyukur kamu ‘teman lama’ yang menemani aku menjalani masa kuliah.

  10. Temanku yang penuh ketulusan, Silva Stevani. Trimakasih mau menjadi ‘sayap kakiku’, menjadi mentor masalah percintaan. Aku selalu bisa mengandalkanmu dalam banyak hal!

  11. Teman serumahku Nining yang sabar. Aku menjadi lebih baik sejak tinggal bersamamu loh Jeng! Trimakasih telah mengajariku sedikit lebih sabar menghadapi banyak hal..

  12. Teman baikkku Farah Herastuti. Trimakasih mau berbagi banyak hal bersamaku, kamu mengajari aku arti keluarga, kerja keras dan ketulusan.

  13. Teman baikku Maria Fransisca. Trimakasih sering mengingatkanku kembali berdoa dan mengajak ziarah kemana-mana. Maaf yaa, kadang-kadang suka menyesatkanmu. Trimakasih mau berbagi bersamaku!

  14. Teman-teman seangkatan yang asyik-asyik, Diana, Lina, Tyas, Adri, Maria, Irma, Jeng Dessy, Elis dan semua angkatan 2001 OK punya! Senang

  15. Vero dan Chicha yang jauh dimata dekat di hati, atas sms-sms yang bikin semangat!!!

  16. Teman-temanku yang jarang bertemu tapi selalu menyenangkan bila bersua.

  Sisca Widya atas banyak sharing yang menggugah emosi, Koko atas bantuan triangulasi dan abstraknya, Mas Anton, Rondang, dan teman-teman Teknik yang setia mengajak ziarah dan kumpul-kumpul.

  17. Teman-teman YAKKUM Emergency Unit, khususnya staf Psikososial, senang bekerja bersama kalian.

  18. Pasanganku berafeksi ria, Dimas. Trimakasih atas kasih sayang dan kesabarannya.

  19. Semua fihak yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu. Trimakasih banyak.

  Penulis menyadari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Masukan dari para pembaca penulis harapkan untuk membuat karya ini menjadi lebih baik. Selamat membaca.

  Penulis

  

Jika kau menginginkan sesuatu,

segenap alam semesta

akan bersatu membantumu meraihnya.

  ( Paulo Coelho, Sang Alkemis)

  DAFTAR ISI Halaman

  HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….. iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………….. iv ABSTRAK……………………………………………………………….. v ABSTRACT……………………………………………………………… vi KATA PENGANTAR…………………………………………………… vii DAFTAR ISI……………………………………………………………... xi

  BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………..

  1 B. Rumusan Masalah………………………………………………

  13 C. Tujuan…………………………………………………………..

  14 D. Manfaat…………………………………………………………

  14 BAB II: LANDASAN TEORI

  A. Novel Sang Alkemis

  1. Latar Belakang Penulis………………………………….…

  16

  2. Sinopsis……………………………………………………

  37 B. Konsep Psikologi Humanistik Maslow

  1. Prinsip Umum……………………………………………

  43

  2. Teori Hirarki Kebutuhan…………………………………

  44 menurut Psikologi Humanistik Maslow……………………...

  63 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian……………………………………………….

  68 B. Metode Penelitian 1. Reduksi Data…………………………………………….

  69 2. Pengkodean……………………………………………...

  69 3. Deskripsi Data dan Penafsiran Data…………………….

  69 4. Kesimpulan dan Dinamika Psikologis…………………..

  69 5. Pemeriksaan Keabsahan Data…………………………...

  70 C. Teknik Penelitian

  1. Pengkodean………………………………………………

  71 2. Menyajikan Hasil Penelitain…………………………….

  75 3. Intepretasi Data Berdasarkan Hasil Pengkodean………..

  75 BAB IV: PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian…………………………………………….

  76 B. Analisis Hasil Penelitian

  1. Pencapaian Aktualisasi Diri Santiago Berdasarkan Hirarki Kebutuhan Maslow………………

  93

  2. Karakteristik Pengaktualisasi Diri yang Terdapat dalam Diri Santiago Sehingga Mempengaruhi dan Mendukung Pencapaian Aktualisasi Dirinya……………………………………..

  97

  D. Kritik Terhadap Teori Maslow……………………………. 109

  BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………... 111 B. Saran………………………………………………………. 113 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………... 115

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memahami kepribadian manusia melalui karya sastra bukanlah hal baru

  dalam dunia psikologi. Tinjauan Psikologi Humanistik dalam dunia sastra merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk lebih memahami manusia sebagai individu yang mampu mewujudkan cita-citanya, mencapai prestasi dan keberhasilan yang digambarkan melalui tokoh dalam cerita yang disajikan.

  Psikologi Humanistik sendiri adalah mazhab ketiga dalam ilmu psikologi, setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme. Psikoanalisa mengatakan bahwa tingkah laku manusia sangat dipengaruhi oleh alam tidak sadarnya, tempat semua dorongan dan penggerak kehidupan berasal, sehingga tingkah laku manusia yang tampak di permukaan hanyalah perwujudan dari dorongan dasar individu yang sudah diselaraskan dengan kondisi sosial oleh ego individu tersebut. Sementara itu, Behaviorisme memandang manusia sebagai mahluk yang bertindak sesuai dengan stimulus yang diberikan oleh lingkungannya. Individu adalah mahluk yang tingkah lakunya dapat dijabarkan dengan sistematis karena apa yang mereka lakukan dapat diformulasikan dengan hukum stimulus–respon. Psikologi Humanistik muncul dengan sebuah optimisme baru yang memandang manusia dari sisi yang lebih positif sehingga penelitian dilakukan pada orang-orang yang sehat dan berhasil. Abraham Maslow sebagai tokoh Psikologi Humanistik mencoba membuka mata dunia dengan sebuah pandangan baru, yaitu bahwa terbaik dalam kehidupan sebagai orang yang berguna di masyarakat, bukan hanya sebagai seorang individu yang dipenuhi dengan dorongan-dorongan tidak sadar atau sekadar produk dari stimulus yang diberikan oleh lingkungannya.

  Sebagai seorang humanis, Maslow memandang manusia secara optimis. Aspek negatif yang terdapat dalam diri manusia tidak akan menghambatnya untuk menjadi manusia yang berhasil karena dalam diri setiap manusia juga ada berbagai aspek positif yang mendukung pengembangan dirinya. Berbagai aspek positif dalam tingkah laku manusia seperti kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan hati, hati yang damai, seloroh, permainan, kesejahteraan, kegirangan, dan ektasis telah diabaikan oleh kalangan ilmuwan, demikian pula halnya sifat-sifat positif seperti kebaikan, kebajikan dan persahabatan (Maslow dalam Goble, 1987). Keoptimisan dalam memandang manusia ini bukan berarti memandang manusia hanya dari sisi dirinya yang positif, melainkan memandang manusia sebagai satu kepribadian yang utuh, dimana semua sisi dalam dirinya berperan dalam pembentukan kepribadiannya.

  Setiap kepribadian yang berbeda-beda memiliki kesamaan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang menurut Maslow terdiri dari beberapa tahap.

  Aktualisasi diri adalah puncak dari hirarki kebutuhan Maslow, dimana untuk mewujudkannya setiap manusia perlu memenuhi kebutuhan lain yang lebih mendasar. Namun, tidak semua orang mampu mencapai aktualisasi dirinya. Meskipun kebutuhan-kebutuhan dalam tingkat yang lebih rendah dipuaskan – kita merasa aman secara fisik dan emosional, mempunyai perasaan memiliki dan cinta akan merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas kalau kita gagal berusaha untuk memuaskan kebutuhan akan aktualisasi diri (Maslow dalam Schultz, 1991).

  Aktualisasi diri adalah cita-cita atau impian yang ingin diwujudkan manusia dalam kehidupannya. Pada dasarnya semua potensi dan kemampuan yang dimiliki akan dikerahkan dengan sekuat tenaga untuk dicapai, karena manusia itu sendiri menyadari bahwa cita-cita atau impian tersebut mampu membuat kehidupannya menjadi lengkap dan bermakna.

  Aktualisasi diri yang diletakkan pada puncak hirarki kebutuhan Maslow menunjukkan ada kebutuhan-kebutuhan lain di bawahnya yang dipenuhi sebelum sampai pada aktualisasi diri. Hal inilah yang membuat usaha setiap individu yang berjuang mengaktualisasikan dirinya mengalami sebuah proses, karena ia harus memulainya dari kebutuhan yang paling dasar menuju ke kebutuhan yang lebih tinggi, sampai pada akhirnya ia mengaktualisasikan dirinya. Sifat dari hirarki kebutuhan Maslow yang dinamis, sangat mempengaruhi perjalanan individu dalam mengaktualisasikan dirinya. Ada saat dimana individu yang sudah sampai pada tahap mendapatkan penghargaan dari masyarakat tiba-tiba kehilangan pemenuhan kebutuhan makanan yang biasa ia dapatkan, sehingga ia harus turun memenuhi kebutuhan tersebut bahkan sampai melupakan bagaimana orang yang telah mendapatkan penghargaan dari masyarakat bertingkah laku.

  Aktualisasi diri tidak mudah untuk dicapai, perlu banyak usaha dan kerja keras untuk mewujudkannya. Tidak jarang individu menyerah di tengah jalan karena beratnya usaha yang harus dilakukan. Selain itu pilihan-pilihan yang harus pilihan besar yang akan mempengaruhi perjalanan hidup individu tersebut. Pilihan-pilihan ini bisa berupa meninggalkan pekerjaan yang telah memberinya kekayaan atau meninggalkan orang-orang yang dicintai. Semua hal ini dilalui oleh setiap individu yang berjuang mengaktualisasikan dirinya.

  Aktualisasi diri tidak lepas dari pilihan apakah individu mau melakukannya atau tidak. Keputusan untuk melakukan berarti sebuah perjuangan pribadi karena individu akan melakukannya berdasarkan kapasitas dan potensi dirinya sendiri. Perjuangan ini akan semakin berat karena aktualisasi diri setiap orang berbeda. Hal ini juga berarti untuk mengaktualisasikan diri setiap orang akan berjuang sendiri.

  Individu yang mengaktualisasikan diri memilih untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan keinginannya. Mereka telah mencapai pada suatu tahap dimana telah memenuhi semua kebutuhan yang bersumber dari kekurangan dari dalam diri menuju pada tahap dimana kebutuhan yang muncul harus dipenuhi bukan karena kekurangan melainkan karena ingin mengembangkan diri. Aktualisasi diri berarti melakukan apa yang ingin dilakukan sesuai dengan potensi diri.

  Aktualisasi diri memiliki 16 karakteristik khusus. Karakteristik ini diperoleh pada saat Maslow menyelidiki orang-orang sukses yang ia kagumi.

  Dalam penelitian ini akan dilihat karakter apa saja yang mempengaruhi subyek dalam proses mengaktualisasikan diri. Pada saat Maslow mengagumi orang-orang yang menurutnya sukses, ia yakin ada sifat-sifat yang melatarbelakangi mengaktualisasikan dirinya. Sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Sifat-sifat ini dipandang perlu karena merupakan faktor yang melatarbelakangi individu untuk berjuang mengaktualisasikan dirinya.

  Studi tentang orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya sudah dilakukan Maslow sejak ia merintis faham Psikologi Humanistik, namun pemusatan perhatian pada studi tentang manusia dan pribadi manusia seperti yang dijalankan oleh psikologi humanistik bukanlah suatu hal yang baru. Perhatian semacam itu bisa dijumpai dalam filsafat, agama, sastra, dan dalam humanisme yang memiliki sejarah yang panjang (Misiak dan Sexton, 1988). Sastra adalah salah satu wujud penggambaran kisah hidup manusia, rangkaian tulisan kisah hidup yang tampaknya jauh dari kehidupan pembacanya namun sebenarnya merupakan kisah yang dapat terjadi dalam hidup siapa saja. Setiap cerita yang ada dalam sebuah karya sastra adalah penggambaran hidup individu yang bisa dipahami, sehingga tokoh dalam novel adalah cerminan hidup individu di dunia nyata.

  Novel sebagai bagian dalam dunia sastra, mampu menampilkan tokoh- tokoh yang ada di dalamnya melalui isi dan alur cerita yang disampaikan dalam bentuk tulisan. Berbagai tokoh yang ditampilkan memiliki karakteristik tersendiri yang membentuk sebuah interaksi dalam cerita yang dituliskan. Tokoh dalam novel sebagai individu yang mengaktualisasikan dirinya, kiranya juga dapat dipandang sebagai usaha untuk lebih memahami tingkah laku manusia, karena bagaimanapun novel sendiri adalah cerminan dari kehidupan manusia yang Menurut Sumardjo (1984), pembaca sastra lebih mengerti kesulitan orang lain, penderitaan orang lain, keinginan orang lain, watak orang lain, sehingga pembaca lebih luas pengetahuannya mengenai manusia lain. Gambaran inilah yang ingin disampaikan oleh pengarang novel kepada para pembacanya. Melalui cerita dalam sebuah novel, seorang pengarang menyampaikan pesan tentang kehidupan setiap tokoh yang ada didalamnya.

  Psikologi memasuki bidang kritik sastra lewat beberapa jalan, yaitu pembahasan tentang proses penciptaan sastra, pembahasan psikologi terhadap pengarangnya baik sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi, pembicaraan tentang ajaran dan kaidah psikologi yang dapat ditimba dari karya sastra, dan pengaruh karya sastra terhadap pembacanya (Hardjana,1981:60). Sang Alkemis sebagai salah satu novel yang menyajikan perjalanan hidup seorang gembala muda, menampilkan sosok individu biasa yang berjuang untuk mewujudkan mimpinya melalui perjuangan yang berat. Novel ini memberi gambaran bahwa setiap manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang dan mewujudkan cita-cita yang dimilikinya dengan tidak meninggalkan sifat-sifat kemanusiaannya, karena sastra sendiri adalah bentuk lain dari pengalaman manusia yang disajikan dengan bahasa yang berbeda. Atas dasar ini penulis ingin menimba kaidah psikologis yang dapat ditimba dari novel tersebut. Paulo Coelho melalui Sang Alkemis memberi sebuah pandangan optimis bagi para pembacanya yang ingin mengejar mimpi yang paling sulit sekalipun.

  Maka tidak salah jika kita mencoba meninjau lebih jauh kisah sederhana ini manusia, yaitu Abraham Maslow. Paulo Coelho sebagai pengarang novel Sang Alkemis menyebut cita-cita yang ingin diwujudkan oleh manusia sebagai Legenda Pribadi, sementara Aktualisasi Diri adalah dua kata yang dipilih oleh Maslow untuk melambangkan perwujudan hal tersebut.

  Sang Alkemis adalah novel yang meraih The International Best Seller karena terjual lebih dari 30 juta eksemplar di seluruh dunia, yang telah diterjemahkan dalam 56 bahasa di lebih dari 150 negara. Pengarangnya sendiri, Paulo Coelho termasuk dalam 15 pengarang terbesar sepanjang sejarah. Hadir dengan bahasa yang ringan, ia mampu mengajak pembaca menyadari bahwa kejadian yang terlihat sederhana di alam sekitar mereka adalah sebuah simbol yang sarat makna. Paulo Coelho menyuguhkan sebuah cerita tentang seorang pemuda bernama Santiago yang berasal dari Spanyol yang mau berjuang mencapai mimpinya meskipun banyak kendala yang menghadang sejak awal ia memutuskan untuk mengejar mimpinya. Hal tersebut jarang ditemui pada masa sekarang. Orang akan lebih mudah melupakan cita-cita dan impiannya karena mudah terbuai dengan kenyamanan yang tengah dirasakannya sehingga lupa dengan apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidupnya. Cita-cita yang dimiliki Santiago adalah aktualisasi dirinya, perwujudan dari seluruh keinginan dan cita- cita yang dia inginkan selama hidupnya.

  Dalam novel ini, perwujudan Legenda Pribadi Santiago dimulai ketika ia memutuskan untuk mencoba mewujudkan mimpinya. Sebuah kutipan kalimat dalam Sang Alkemis mengatakan “Kemungkinan untuk mewujudkan mimpi oleh Paulo Coelho ketika ia menggambarkan perjuangan Santiago untuk mewujudkan mimpinya. Mewujudkan sebuah impian tidaklah mudah. Keputusan untuk mewujudkan mimpi hanyalah awal dari perjuangan yang berat. Akan ada banyak rintangan yang ditemui. Untuk melalui rintangan itu dibutuhkan kerja keras dan sangat mungkin membuat orang menyerah. Itulah yang terjadi pada Santiago, ketika ia memutuskan untuk mewujudkan mimpinya. Ia tidak menyangka kalau ia harus meninggalkan domba-dombanya, ditipu di negeri asing, bekerja selama setahun di toko kristal, berhari-hari melintasi gurun, beberapa kali hampir terbunuh dan harus belajar banyak membaca pertanda dan mendengarkan kata hatinya. Semua ini membuatnya hampir menyerah ketika menyadari bahwa meraih impian ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Seseorang yang takut mencoba sesuatu yang baru, keluar dari rutinitas, dan takut gagal, tidak akan mampu mewujudkan mimpinya. Semua hal sangat mungkin terjadi saat seseorang berusaha mewujudkan mimpi atau cita-citanya. Sama seperti Maslow yang memandang pemenuhan aktualisasi diri akan membuat hidup seseorang lengkap dan bermakna, dalam novelnya Coelho juga menyatakan jika seorang manusia menolak menderita dan berjuang untuk mewujudkan mimpinya, maka ia akan menderita dan pada akhirnya suara hati yang selama ini selalu mengingatkan akan impiannya yang menunggu untuk diwujudkan akan diam untuk selama-lamanya, karena sejak kecil, setiap orang memiliki mimpi yang berasal dari hati mereka yang masih murni. Dalam pandangan Maslow, semua manusia memiliki perjuangan atau kecenderungan yang dibawa sejak lahir untuk mengaktualisasikan

diri (Schultz, 1991). Pandangan ini menunjukkan sikap optimisme Maslow dalam memandang manusia.

  Penelitian-penelitian terdahulu terhadap novel ini tentu saja akan sangat membantu melihat bagaimana novel yang sama memiliki daya tarik penelitian, meskipun setiap penelitian memiliki fokus berbeda dengan pendekatan yang berbeda pula. Dalam hal ini peneliti mengambil tiga penelitian terdahulu dalam bentuk skripsi yang masing-masing memakai pendekatan psikologi dalam pembahasannya. Skripsi pertama berjudul The Meaning of Hope as The

  

Philosophical Teaching ini Paulo Coelho’s The Alchemist (Satyadharma, 2003).

  Skripsi ini menganalisa harapan sebagai ajaran filsafat yang muncul dalam novel Sang Alkemis. Penelitian ini menggunakan teori Erich Fromm karena keduanya memiliki dasar pemikiran yang sama. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa di dalam karya sastra terdapat ajaran-ajaran filsafat mengenai harapan. Harapan membawa pandangan baru tentang hidup dan membuat orang bergerak dari kondisi sekarang ke hidup baru yang ia inginkan. Harapan adalah perubahan dari realitas sekarang ke kehidupan dan kegembiraan yang lebih besar. Harapan menginspirasi manusia menggunakan media seperti pandangan, ide, dan mimpi.

  Mimpi adalah media yang didapat Santiago sehingga menimbulkan harapan dalam dirinya. Orang yang memiliki harapan tidak pasif dan menunggu untuk harapannya terwujud. Mereka akan aktif dalam meraih dan memenuhi harapan dengan mengambil tindakan. Ketika Santiago mengetahui bahwa mimpinya memiliki arti yang besar, ia mengambil tindakan untuk mewujudkannya. Ia

  Perjuangannya selama perjalanannya akan membuatnya matang tidak hanya dalam membaca pertanda tapi juga dalam memahami alam semesta dan menyadari bahwa ada keberuntungan yang disediakan untuknya oleh dunia. Ini sesuai dengan pandangan Fromm yang menyatakan harapan yang pasif tanpa tindakan merupakan perampasan akan harapan itu sendiri. Dengan berharap manusia menyatakan keberadaan dirinya, berharap adalah kesiapan dari dalam diri, sebuah usaha untuk memahami rahasia penciptaan manusia di dunia.

  Skripsi yang kedua berjudul A Psychological Study of Santiago in

  

Coelho’s The Alchemist : Logic in Relation With Intelligence and Learning as

Part af Human Development (Sari, 2004). Penelitian ini menyimpulkan Santiago

  dapat membuat impiannya menjadi kenyataan dengan kekuatan fikirannya. Dari seorang gembala biasa kemudian ia mempelajari banyak hal dari orang lain dan lingkungannya. Semua ini membuatnya lebih baik dari sebelumnya. Ia berkembang dari seorang gembala biasa menjadi seorang yang memiliki tujuan.

  Perjalanannya membuatnya kaya pengetahuan yang mempertajam fikirannya, dan kemampuan ini membantunya mengatasi masalah. Santiago mampu membuat pertimbangan yang matang berdasarkan inteligensi, pembelajaran dan kemampuannya berfikir logis. Perkembangan fikiran Santiago membantunya mengerahkan seluruh kekuatan fikirannya. Kekuatan fikiran Santiago adalah aspek paling penting untuk membuat impiannya menjadi nyata.

  Skripsi ketiga berjudul The Influence of Minor Characters on Santiago’s

Personality Development in Paulo Coelho’s The Alchemist (Anggraeni, 2004). orang-orang yang berada di sekitarnya. Penelitian ini menggunakan teori kepribadian Kalish, Allport dan Adler yang memberi deskripsi jelas pada karakter di novel dan menemukan pengaruh pemeran pembantu pada perkembangan kepribadian karakter utama. Pada awalnya tokoh Santiago dijelaskan sebagai orang yang merasa bisa hidup sendiri tanpa orang lain, sebagai gembala ia dapat mengontrol dan mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya. Perubahan penting terjadi pada kepribadian Santiago. Dia menjadi bijak, dapat memecahkan masalah sulit sendiri, sabar berfikiran terbuka, menerima perubahan di sekelilingnya, mendengarkan nasihat orang lain, sadar akan pertanda yang terjadi di sekelilingnya, dan yang terpenting dia kembali pada kepercayaannya terhadap Tuhan, yang selalu menolongnya di setiap situasi. Semua perubahan kepribadian Santiago dipengaruhi peran pembantu di sekelilingnya. Dia menjadi orang yang lebih baik karena karakter orang lain di sekitarnya.

  Ketiga skripsi di atas memfokuskan penelitiannya pada tokoh utama pada novel Sang Alkemis yaitu Santiago. Garis besar yang muncul pada ketiga skripsi di atas adalah melihat apa yang membuat Santiago mampu mewujudkan impiannya. Penelitian pertama memaparkan bagaimana harapan membuat Santiago memiliki pandangan baru tentang hidup sehingga menjadi aktif mewujudkan mimpinya. Penelitian kedua memperlihatkan bagaimana kekuatan fikiran dan kemampuan berfikir logis membantu Santiago mewujudkan mimpinya. Pengetahuan yang didapat selama perjalanan, baik itu membaca pertanda, mempelajari bahasa buana, dan puncaknya mampu mengubah dirinya mengantarnya menemukan hartanya. Kemampuan memahami perkataan pemimpin perampok yang pada akhirnya membuatnya mengetahui dimana letak harta karun tidak lepas dari kemampuan berfikir logis Santiago. Penelitian ketiga menunjukkan bagaimana pengaruh peran pembantu mempengaruhi kepribadian Santiago. Melchizedek dan sang alkemis mempunyai pengaruh besar merubah cara pandang Santiago sehingga ia mampu menemukan hartanya.

  Ketiga penelitian terdahulu terhadap tokoh utama dalam novel Sang Alkemis mampu memberikan bantuan gambaran terhadap konteks penelitian sekarang, yaitu menitikberatkan pencapaian aktualisasi diri Santiago berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow. Berbagai aspek yang mampu dilihat sebagai penyebab keberhasilan Santiago, baik itu harapan, kekuatan fikiran dan kehadiran orang- orang di sekitarnya, yang muncul di tengah perjalanan Santiago mencari hartanya, semakin meyakinkan peneliti akan pentingnya perjalanan sebagai proses mewujudkan aktualisasi diri seseorang.

  Berbagai upaya yang dilakukan Santiago untuk mengaktualisasikan dirinya, untuk mencapai legenda pribadinya, dapat ditelusuri melalui jalan yang ia tempuh dalam usaha mewujudkan mimpinya. Hal ini dapat dilihat dari Santiago yang menerima kondisinya sebagai manusia yang memiliki kebutuhan fisiologis, rasa aman, dicintai dan mencintai, juga penghargaan, namun tetap berjuang berani menantang bahaya, keluar dari rutinitas untuk meraih mimpinya. Ada kekuatan- kekuatan yang tidak terlihat namun, sangat mempengaruhi perjuangan Santiago dalam mengaktualisasikan dirinya. Harapan yang tumbuh dalam diri, dan hal dari lingkungannya, ternyata sangat mempengaruhi keberhasilan Santiago dalam menggapai mimpinya. Selain itu kehadiran orang-orang di sekitar Santiago juga membantu Santiago dalam upayanya menggapai mimpinya. Tiga hal ini dapat dilihat dalam skripsi sebelumnya yang juga meneliti novel Sang Alkemis.

  Figur Santiago sebagai seorang gembala yang berusaha menemukan harta terpendam adalah gambaran kesuksesan orang biasa yang berusaha mendapatkan apa yang benar-benar ia inginkan. Ia membutuhkan makanan, rasa aman, ingin dicintai, dan membutuhkan penghargaan seperti manusia pada umumnya.

  Meskipun ia memiliki kekuatan fikiran yang baik, juga harapan yang besar, Santiago tetap membutuhkan kehadiran orang lain untuk membantunya meraih mimpinya. Akan tetapi yang membedakan Santiago dengan kebanyakan orang adalah ia berjuang dan mau bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Ia melalui tahapan hidup seperti orang pada umumnya, namun ia berhasil mencapai apa yang benar-benar ia inginkan dalam hidupnya. Penelitian ini akan melihat lebih jauh bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago dengan menggunakan pendekatan Psikologi Humanistik Maslow.

  Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan permasalahan yang diteliti adalah:

  1. Bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow?

  2. Karakteristik pengaktualisasi diri apa saja yang terdapat dalam diri Santiago sehingga mempengaruhi dan mendukung pencapaian aktualisasi dirinya?

  Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pencapaian aktualisasi diri Santiago berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow dan untuk mendapatkan karakteristik pengaktualisasi diri yang terdapat dalam diri Santiago sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya.

  Kepentingan kritik sastra secara umum yaitu untuk penerangan kepada para pembacanya yang mengalami kesukaran dalam memahami isi karya sastra tersebut (Pradopo, 1994). Dengan adanya analisis yang dilakukan terhadap novel Sang Alkemis terhadap tokoh utamanya dengan menggunakan tinjauan Psikologi Humanistik Maslow, diharapkan manfaat yang terkandung dalam karya tersebut dapat diterima dengan baik. Berdasarkan analisis yang dilakukan atas novel Sang Alkemis maka manfaat yang dapat diperoleh adalah:

  1. Manfaat teoretis a) Untuk memperkaya tinjauan Psikologi Humanistik dalam dunia sastra.

  b) Untuk melihat bagaimana aktualisasi diri yang merupakan salah satu tinjauan psikologis dapat diterjemahkan ke dalam dunia sastra.

  2. Manfaat praktis: Memberi masukan lebih dalam bagi para pembaca Novel Sang Alkemis mengenai tokoh utama novel ini dan diharapkan dapat memberi semangat dan motivasi untuk berjuang mewujudkan mimpi para pembacanya.

  1) Latar Belakang Penulis Pada sub bab ini kita akan melihat latar belakang Paulo Coelho, pandangan-pandangan hidupnya, dan bagaimana kedua hal tadi memberi pengaruh pada buku-buku yang ia hasilkan. Meskipun, menurut Hardjana (1981) nilai karya sastra bebas dan tidak tergantung dari proses penciptaan maupun penciptanya sendiri, ada baiknya kita mengetahui sedikit perjalanan hidupnya untuk melihat relevansi antara karyanya dengan kehidupan yang ia jalani.

  Menurut Patricia Martin (2002) yang menulis biografi Paulo Coelho dalam paulocoelho.com, Paulo lahir dari keluarga kelas menengah di Brazil pada tanggal 24 Agustus 1947. Ayahnya seorang insinyur dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Orangtuanya menginginkan Paulo menjadi insinyur dan memaksanya membenamkan diri dalam buku-buku teknik. Sebagai seorang anak yang memiliki jiwa yang bebas Paulo menentangnya karena ia lebih tertarik menjadi seorang penulis. Berbagai tindakan ekstrim yang dilakukan oleh Paulo bahkan sampai membuatnya keluar masuk penjara karena menentang diktatorisme pemerintah adalah jalan yang ia pilih yang sesuai dengan keyakinannya pada masa itu. Perjalanan hidup yang penuh dengan perjuangan pada akhirnya mengantarnya menjadi seorang penulis sesuai seperti yang ia inginkan.

  Saat berumur 7 tahun Paulo masuk sekolah Jesuit San Ignacio di Rio de Janeiro, namun ia tidak menyukai kewajiban dan rutinitas religius di sana termasuk berdoa dan pergi ke misa. Untunglah sekolah tersebut memberikan keringanan bagi dirinya. Paulo diperbolehkan menghabiskan waktunya di koridor sekolah untuk menulis, dan ini adalah kegiatan yang benar-benar ia sukai. Paulo memenangkan hadiah sastra pertama di kompetisi puisi sekolah. Bahkan, saudara perempuannya bercerita bagaimana ia memenangkan penghargaan essay dengan mengumpulkan karya Paulo yang telah dibuang ke tong sampah (Martin, 2002).

  Bakat dan keinginan Paulo untuk menjadi seorang penulis tidak didukung oleh orangtuanya. Paulo dipaksa mengubah minatnya dan mewajibkannya membaca literatur yang berhubungan dengan dunia teknik. Kekerasan pendirian orangtuanya menimbulkan semangat pemberontakan dalam diri Paulo. Hal ini ditandai dengan kelakuannya yang menentang peraturan keluarganya. Ayahnya menganggap tingkah lakunya sebagai gejala sakit mental sehingga pada usia 17 tahun Paulo telah dua kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa, dimana ia mendapat beberapa sesi electroconvulsive therapy (Martin, 2002).

  Tidak lama kemudian Paulo bergabung dengan grup teater dan mulai bekerja sebagai jurnalis. Pada saat itu di kalangan keluarga kelas tindakan-tindakan tidak bermoral. Kekhawatiran orangtua Paulo muncul lagi dan ketakutan mereka membuat mereka melanggar janji untuk tidak mencampuri kehidupannya lagi. Untuk ketiga kalinya orangtua Paulo memasukannya ke RSJ. Ketika keluar dari sana, ia sama sekali tidak menunjukkan perubahan sikap ke arah yang lebih positif. Paulo bahkan lebih putus asa, bingung, tertutup dan hidup dalam dunianya sendiri.

  Dalam keputusasaan, orangtuanya memanggil dokter lain yang memberitahu mereka bahwa Paulo tidak gila dan tidak seharusnya berada di RSJ (Martin, 2002).

  Setelah periode ini Paulo kembali ke studinya dan pada saat itu kelihatannya dia telah mengikuti keinginan orangtuanya. Namun, tidak lama sesudah itu dia dikeluarkan dan kembali ke teater. Ini terjadi di tahun 60an, dimana gerakan hippi meledak di seluruh dunia termasuk di Brazil yang pada saat itu dikuasai oleh rezim militer yang represif. Sebagai seorang hippi, Paulo berambut panjang dan berjanji tidak akan membawa kartu identitasnya. Dia menggunakan obat-obatan dan memiliki keinginan untuk hidup sebagai hippi seutuhnya. Namun gairahnya untuk menulis tetap ada, bahkan mengantarnya untuk memulai membuat sebuah majalah yang sempat diterbitkan dua kali (Martin, 2002).

  Pada masa ini, musisi dan komposer Raul Seixas mengundang Paulo menulis lirik untuk lagu-lagunya. Rekaman kedua mereka sukses besar dan terjual lebih dari 500.000 kopi. Untuk pertama kalinya Paulo Pada tahun 1973, Paulo dan Raul menjadi bagian dari Alternative Society, sebuah organisasi yang menentang ideologi kapitalis. Mereka membela hak individu untuk melakukan apa yang disukai, dan pada masa ini mereka juga memprakktekan ilmu hitam. Selama periode ini mereka mulai mempublikasikan Kring-ha, sebuah komik lembaran berseri yang mengajak pembacanya untuk memperoleh kebebasan lebih dari yang selama ini mereka peroleh dari pemerintah. Pemimpin-pemimpin yang ditaktor menyadari tindakan ini sebagai gerakan bawah tanah sehingga memerintahkan penangkapan dan memasukkan Paulo dan Raul ke dalam penjara. Raul segera dibebaskan, tetapi Paulo ditahan lebih lama karena dia adalah ‘otak’ di balik komik tersebut. Permasalahannya tidak berhenti sampai di situ. Paulo kembali ditangkap hanya dua hari setelah kebebasannya karena terlihat berada di jalanan, dan mendapat siksaan dari fihak militer selama beberapa hari. Dia terselamatkan dari kematian dengan mengatakan pernah gila dan masuk RSJ tiga kali. Paulo mulai menyakiti diri sendiri di hadapan penculiknya, dan pada akhirnya mereka berhenti menyiksanya dan membiarkan Paulo pergi (Martin, 2002).

  Pengalaman ini memberikan kesan yang mendalam pada dirinya, sehingga pada umur 26 tahun Paulo memutuskan bahwa dia sudah memiliki cukup pengalaman hidup dan ingin menjalani hidup seperti kebanyakan orang. Dia mendapatkan pekerjaan pada perusahaan rekaman Polygram dan kemudian menikah. Pada tahun 1977 Paulo dan istrinya banyak mendapatkan sukses. Tahun berikutnya dia kembali ke Brazil, dimana dia bekerja sebagai eksekutif untuk perusahaan rekaman lain, CBS. Ini hanya berlangsung tiga bulan, setelah itu dia berpisah dari istrinya dan meninggalkan pekerjaannya. Pernikahan kedua Paulo terjadi pada tahun 1979 (Martin, 2002).

  Bagi Paulo Coelho, kisah hidup yang berat belum cukup untuk benar-benar merasakan hidup yang utuh. Paulo Coelho sendiri mengatakan bahwa pada saat itu, meskipun telah mengetahui bahwa menulis adalah sesuatu yang benar-benar ia inginkan tapi Paulo tidak pernah berani untuk menulis buku. Pada saat ia berumur 38 tahun, ia telah memiliki segalanya, cinta, uang, rumah dan pekerjaan, tapi itu semua belum mewujudkan impiannya untuk menjadi seorang penulis. Paulo hanya berani berangan- angan dengan konsep itu. Dia telah menulis lirik untuk lagu, artikel untuk surat kabar dan skrip untuk televisi, tapi tidak pernah berani untuk menulis buku. Paulo tidak ingin mengungkapkan dirinya dengan menulis buku.

  Impian Paulo kembali mengusik dirinya ketika pasangan ini mengunjungi beberapa negara di Eropa. Berawal di Jerman ketika mereka mengunjungi kamp konsentrasi di Dachau. Di sana Paulo mendapat penglihatan dimana ada pria menampakkan diri kepadanya. Dua bulan kemudian dia bertemu pria yang sama di cafe di Amsterdam dan menghabiskan waktu yang panjang berbicara dengannya sehingga mengubah pandangannya. Pria itu, yang identitasnya tidak pernah dan melakukan perjalanan Road to Santiago yaitu sebuah rute ziarah abad pertengahan antara Perancis dan Spanyol (Martin, 2002).

  Apa yang menjadi titik balik dalam hidupnya sehingga memutuskan untuk menulis buku adalah ziarah ini. Pada saat itu dia bergabung dengan persaudaraan RAM singkatan dari Regnus Agnus

  

Mundi, tetapi di kesempatan lain Paulo juga menyebut RAM sebagai

Rigour, Adoration, Mercy , yaitu sebuah golongan kebatinan dengan akar

  Katolik yang didirikan pada tahun 1492. RAM mempelajari bahasa simbol dengan sistem pengajaran secara oral. RAM tidak memiliki pemimpin, tidak mempunyai pengetahuan gaib dan prinsip dasarnya adalah orang belajar dengan mengambil langkah maju. Pada saat dia bergabung dengan RAM, Paulo telah mengetahui tentang ziarah tersebut dan teman-temannya di RAM menganjurkan untuk mengikutinya. Pada awalnya Paulo merasa itu adalah ide yang aneh dan membuang-buang waktu, karena ia harus berjalan kaki sejauh 700 km. Namun, dengan bujukan dari istrinya akhirnya Paulo memutuskan untuk melakukannya (Coelho, ; Martin, 2002).

  Pengalaman Paulo selama melakukan ziarah Road to Santiago akan dijabarkan lebih lanjut karena ziarah ini adalah titik balik dalam hidupnya dan sangat mempengaruhi karyanya, termasuk Sang Alkemis. Ziarah ini adalah perjalanan yang berat dan membutuhkan waktu 56 hari untuk menyelesaikannya. Paulo mengungkapkan bagaimana ia merasa Makanan yang tersedia juga sangat minim, dan hari-hari terasa panjang dan melelahkan. Ia mendapatkan pelajaran yang dipetik selama melakukan perjalanan, yaitu ketika dalam perjalanan pengalaman harus dipraktekkan dalam tindakan sebagai wujud dari kelahiran kembali.

  Paulo berhadapan dengan situasi yang sama sekali baru, hari berlalu lebih lambat, dan kesulitan bahasa karena ia berada di daerah yang asing. Dia mengumpamakan situsi ini seperti anak yang baru keluar dari rahim ibunya. Sejak saat itu Paulo merasa semua hal adalah baru dan melihat keindahan dalam setiap hal yang ia temui sepanjang jalan, dan memiliki perasaan gembira karena telah hidup.

  Menurut Paulo, ziarah relijius selalu menjadi satu dari banyak jalan yang obyektif dalam mencapai pengertian dan pemahaman tentang kehidupan, karena kita jauh dari hari-hari yang penuh konflik dan rutin dalam hidup kita, sehingga kita dapat melihat banyak hal dengan lebih jelas. Dalam menempuh tujuan hidup kita adalah hal yang vital untuk memberi perhatian pada jalan yang kita lalui. Dengan demikian kita belajar dari jalan yang kita tempuh dan diperkaya olehnya.

  Paulo menyarankan untuk melakukan ziarah ini sendiri karena dengan demikian menjauhkan kita dari sistem support yang biasa kita terima, dan itu adalah salah satu keuntungan yang kita peroleh. Kita diberi tenaga untuk lebih waspada dan emosi kita lebih terungkap.