IMPLEMENTASI PROGRAM DESA PESISIR TANGGUH DI DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG

IMPLEMENTASI PROGRAM DESA PESISIR TANGGUH DI DESA TANJUNG PASIR KECAMATAN TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG SKRIPSI

  

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

  Oleh: Abdul Haris Djiwandono

  NIM 6661120976

  

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2017

  

ABSTRAK

Abdul Haris Djiwandono. NIM. 6661120976. Implementasi Program Desa

Pesisir Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten

Tangerang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I

Leo Agustino Ph.D. Dosen Pembimbing II Riswanda Ph.D

  Program Desa Pesisir Tangguh (PDPT) merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan. Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir terdapat permasalahan mulai dari kurangnya kesiapan pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, kurang representatifnya dalam hal perencanaan, tidak maksimalnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, lemahnya pengawasan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang, kurang aktifnya Pemerintah Desa, dan lemahnya sosialisasi program. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir. Teori yang digunakan yaitu teori implementasi kebijakan public menurut George

  C. Edward III (dalamAgustino, 2016:136-141). Dalam teori ini terdapat 4 variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokasi..Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif Miles dan Hubberman (2009:15-20). Hasil dari penelitian ini bahwa Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir belum berjalan dengan baik dan efektif karena beberapa faktor, seperti halnya komunikasi yang kurang masif, sehingga sebagian masyarakat tidak mengetahui program, sarana dan prasarana yang kurang sehingga tidak semua masyarakat merasakan dampak program, disposisi yang kurang baik sehingga ada indikasi komersialisasi program, hingga tidak adanya Standar Operating

  

Prosedures (SOPs) pada Kelompok Masyarakat Pesisir. Saran untuk penelitian ini

  yaitu tingkatkan sosialisasi, kontrol keuangan serta perbanyak sarana dan prasarana, serta Standar Operating Prosedures (SOPs) untuk Kelompok Masyarakat Pesisir. Kata kunci : Implementasi, Program Desa Pesisir Tangguh, Wilayah Pesisir, Masyarakat Pesisir.

  

ABSTRACT

Abdul Haris Djiwandono. NIM. 6661120976. Tough coastal village

implementation program in Tanjung Pasir village, sub district Teluknaga,

Tangerang district. Department of Public Administration. The Faculty of Social

st

and Political Science. Sultan AgengTirtayasa University. 1 Advisor Leo

nd

  Agustino Ph.D. 2 Advisor Riswanda Ph.D

  Tough coastal village program (PDPT) is a part of empowerment of marine and fisheries independent community national program. There are some problem on tough coastal village program in Tanjung Pasir village starting from Tangerang district fisheries and maritime officers’ lack of preparedness, less representative in terms of planning, national program of community empowerment is not maximal, Tangerang district of marine and fisheries agency’s weak control, less active of village government, and the weakness of program socialization. The purpose of this research is to find out how tough coastal village program implementation in Tanjung Pasir village. The theory which used is public policy implementation according to George C. Edward III (in Agustino, 2016:136-141). In this theory, there are 4 variables which affect public policy implementation’s performance, those are communication, resources, disposition, and bureaucracy’s structure. The method that used in this research is qualitative descriptive method. Analysis data technique in this research is used Miles and Hubberman’s (2009:15-20) interactive analysis model. The result of this research is that tough coastal village implementation program in Tanjung Pasir village has not gone well and effective because of some factors, such as less massive communication, so part of society do not know the program, less of facilities and infrastructure so not all of society feel the impact of the program, disposition deficient so there is commercialization program indication, up to the absence of Standard Operating Procedures (SOPs) on coastal group society. Suggestion for this research are socialization improve, finance control and multiply facilities and infrastructure, and Standar Operating Procedures (SOPs) for coastal community groups.

  

Keywords: implementation, tough coastal village program, coastal region,

coastal society

  MOTTO: “Percayalah Akan Suka Dan Duka Itu Anugerah Yang Maha Kuasa Aral Rintangan Bagaikan Permata Kan Kita Hias Jadikan Mahkota.”

  PERSEMBAHAN: “Skripsi ini aku persembahkan untuk kedua orangtua ku yang tak lelah dalam memberikan dukungan moril dan doanya, serta untuk DIA yang telah setia menemani ku selama berproses meraih gelar sarjana ku”

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillahi rabbil’aalamiin, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, beserta ijin-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Implementasi Program Desa Pesisir

  

Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten

Tangerang” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

  Sosial pada konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

  Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis juga mengharapkan kritik dan saran untuk memotivasi penulis dalam penyempurnaan lebih lanjut, demikian skripsi ini penulis ajukan.

  Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada :

  1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  3. Ibu Listyaningsih, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara

  4. Bapak Riswanda,Ph.D Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara

  5. Bapak Leo Agustino, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I yang mengarahkan dan memberikan masukan dalam penelitian ini

  6. Bapak Riswanda,Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang mengarahkan dan memberikan masukan dalam penelitian ini

  7. Ibu Arenawati, M.Si, Pembimbing Akademik Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

  8. Para Dosen dan Staf Tata Usaha Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

  9. Kepala Dinas beserta Staf Dinas Kelautan dan Perikanan yang telah membantu proses observasi awal hingga penelitan selesai.

  10. Kepala Desa Tanjung Pasir beserta Staf yang telah membantu proses observasi awal hingga penelitan selesai.

  11. Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) Desa Tanjung Pasir Ibu Elia dan Ibu Sahada

  12. Warga Desa Tanjung Pasir dan Tanjung Burung yang ramah juga membantu dalam penelitian ini

  13. Kedua Orangtuaku Bapak Drs. Supeno dan Ibu Kasiati Murni yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil

  14. Kakak-kakak yang tersayang Mas Hatta Mubyarto dan Mas Muhammad Ali Sumitro, kalau peneliti boring mengajak nge jam

  15. Dewi Puspita Sari selaku Kekasih hati yang selalu setia membantu menyelesaikan penelitian ini

  16. Serta kawan-kawan mahasiswa Administrasi Negara UNTIRTA angkatan 2012 yang telah memberi dukungan dalam penelitian ini.

  Serang, 12 Juni 2017 Penulis

  Abdul Haris Djiwandono

  

DAFTAR ISI

Halaman

  

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN, DAN ASUMSI

DASAR PENELTIAN

  2.2 Wilayah dan Masyarakat Pesisir........................................................ 37

  2.1.6 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. ........................... 30

  2.1.5 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ................................. 28

  2.1.4 Pengertian Implementasi ............................................................... 28

  2.1.3 Pengertian Kebijakan Publik......................................................... 24

  2.1.2 Pengertian Publik .......................................................................... 23

  2.1.1 Pengertian Kebijakan .................................................................... 22

  2.1 Deskripsi Teori .................................................................................. 22

  1.6.2 Manfaat Praktis ….. ...................................................................... 20

  COVER ABSTRAK LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

  1.6.1 Manfaat Teoritis ….. ..................................................................... 20

  1.6 Manfaat Penelitian …......................................................................... 20

  1.5 Tujuan Penelitian …........................................................................... 20

  1.4 Rumusan Masalah ….. ....................................................................... 20

  1.3 Batasan Masalah …............................................................................ 18

  1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................... 18

  1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................... 1

  BAB I PENDAHULUAN

  2.3 Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT)................... 38

  2.3.2 Tahapan Program Desa Pesisir Tangguh.................................. 40

  4.2.2 Daftar Informan Penelitian ......................................................... 79

  4.1.3 Kondisi Ekonomi Desa Tanjung Pasir........................................ 73

  4.1.4 Potensi wisata Tanjung Pasir ...................................................... 74

  4.1.5 Pantai Tanjung Pasir................................................................... 75

  4.1.6 Pantai Wisata Tanjung Pasir...................................................... 75

  4.2 Deskripsi Data ..................................................................................... 77

  4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ........................................................... 77

  4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................. 81

  4.1.1 Gambaran Umum Desa Tanjung Pasir ....................................... 69

  4.3.1 Komunikasi................................................................................. 81

  4.3.2 Sumber Daya .............................................................................. 88

  4.3.3 Disposisi ..................................................................................... 94

  4.3.4 Struktur Birokrasi ....................................................................... 98

  4.4 Rekapitulasi Hasil Temuan Lapangan Program Desa Pesisir Tangguh Di Desa Tanjung Pasir..........................................................103

  BAB V PENUTUP

  4.1.2 Batas Wilayah dan Aksesibilitas ................................................ 71

  4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ................................................................. 69

  2.3.3 Komponen Kegiatan PDPT ...................................................... 42

  3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian.................................................... 58

  2.3.4 Integrated Coastal Management (ICM) ................................... 45

  2.3.5 Fokus Pengembangan PDPT .................................................... 47

  2.4 Penelitian Terdahulu.......................................................................... 48

  2.5 Kerangka Berfikir .............................................................................. 55

  2.6 Asumsi Dasar..................................................................................... 57

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  3.2 Instrumen Penelitian .......................................................................... 59

  BAB IV HASIL PENELITIAN

  3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data.................................... 60

  3.4 Teknik Analisis Data ......................................................................... 63

  3.5 Uji Keabsahan Data ........................................................................... 64

  3.6 Informan Penelitian ........................................................................... 65

  3.7 Fokus Penelitian ................................................................................ 66

  3.8 Lokasi Penelitian .............................................................................. 67

  3.9 Jadwal Penelitian................................................................................ 67

  5.1 Kesimpulan........................................................................................104

  

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... vii

LAMPIRAN ..................................................................................................... viii

  

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir Tahun 2012 Menurut Tingkat

  Pendidikan ............................................................................................................................... 11

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir Tahun 2012 Menurut Mata

  Pencaharian ............................................................................................................................... 12

Tabel 3.6 Informan Penelitian…........................................................................... 64Tabel 3.9 Jadwal dan Waktu Penelitian….. .......................................................... 66Tabel 4.1.1.1 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir menurut Umur ................... 70Tabel 4.1.1.2 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir menurut Jenis Kelamin

  70 Tabel 4.1.3.1 Daftar Mata Pencaharian Penduduk Desa Tanjung Pasir

  43 Tabel 4.2.2 Keterangan Infroman

  80 Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Temuan Lapangan 103

  

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kondisi dan Situasi Desa Tanjung Burung ....................................... 9Gambar 1.2 Kondisi dan Situasi Desa Tanjung Pasir ........................................... 10Gambar 2.3.1 Model Program Desa Pesisir Tangguh........................................... 37Gambar 2.3.2 Tahapan Program Desa Pesisir Tangguh ....................................... 38Gambar 2.3.4 Integrated Coastal Management (ICM) ......................................... 43Gambar 2.3.5 Fokus Pengembangan PDPT.......................................................... 46Gambar 2.5 Alur Kerangka Berfikir ..................................................................... 54Gambar 4.1.6 Peta Lokasi Pantai Tanjung Pasir................................................... 76

DAFTAR LAMPIRAN

  1. Pedoman Wawancara

  2. Catatan Bimbingan

  3. Kartu Menyaksikan Sidang Skripsi

  4. Dokumentasi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Sejak April 2016, 3,6 juta km2 wilayah lautan telah menjadi wilayah suaka laut. Luas wilayah suaka laut (marine protected area) tersebut mencapai 5% dari seluruh wilayah samudra atau lebih luas dari wilayah India. Hal ini terungkap dalam berita Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) yang dirilis rabu, 14 Desember. Sementara itu, Convention on Biological Diversity (CBD), yang akan menggelar pertemuan di Meksiko, menyeru dunia untuk meningkatkan luas wilayah suaka laut dan pesisir menjadi 10% pada 2020. Target yang menjadi bagian dari Target Keanekaragamanhayati tersebut saat ini telah terlampaui.

  Semua itu berkat diresmikannya 5 wilayah suaka laut raksasa di wilayahh perairan Chili, Palau, Hawai, Kepulauan Pitcairn dan Santo Helena di Atlantik Selatan. Sehingga luas wilayah suaka laut dan pesisir yang dilindungi kini mencapai 12,7%. (United Nations, 2016)

  Indonesia merupakan negara kepulauan (Archipelagic State) atau juga disebut dengan negara poros maritim. Ini artinya Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kawasan pesisir. Menjadi negara kepulauan tentunya Indonesia memiliki potensi kelautan yang begitu besar. Banyak potensi yang dimiliki dari kelautan di antaranya penangkapan ikan, tambak ikan, mangrove dan pemanfaatan tanaman laut dan masih banyak lainnya. Masyarakat dapat

  Nelayan merupakan sebuah kelompok yang sangat erat kaitannya dengan aspek kelautan. Kelompok ini sangat menggantungkan kehidupannya kepada aspek kelautan, banyak aktivitas yang dilakukannya, seperti penangkapan ikan, membuat tambak ikan sebagai tempat untuk usaha perikanan dengan jenis tawar, distribusi (menjadikan kelautan sebagai aktivitas transportasi) dan lain sebagainya.

  Sumber daya alam yang melimpah di kawasan pesisir harusnya berirama baik dengan kesejahteraan masyarakat pesisir. Akan tetapi pada kenyataannya banyak permasalahan yang ada pada masyarakat kawasan pesisir antara lain kemiskinan, pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, dan faktor alam yang tak menentu. Desa pesisir di Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok, yaitu:

  1. Tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir,

  2. Kerusakan sumber daya pesisir

  3. Rendahnya kemandirian organisasi sosial desa 4. Minimnya infrastruktur dan kesehatan lingkungan di pemukiman desa.

  (Tempo 2013, Masyarakat Pesisir Hadapi Empat Masalah, dikutip pada 14 oktober 2016). Berlandaskan permasalahan di atas Kementrian Kelautan dan Perikanan menginisiasi suatu kegiatan yang mampu memberikan daya dorong bagi kemajuan desa-desa di Indonesia. Pengembangan Desa Pesisir Tangguh yang disingkat menjadi PDPT adalah bagian Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri KP (Kelautan dan Perikanan) melalui bantuan pengembangan manusia, sumber daya, infrastruktur/lingkungan, usaha, dan siaga bencana.

  Program PDPT dilaksanakan di 16 kawasan pesisir kabupaten/kota yang ada di Indonesia, yang di bagi menjadi 4 (empat) regional.

  Regional I: Kabupaten Asahan, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Kaur, Kabupaten Pontianak. Regional II: Kabupaten Kota Waringin Barat, Kabupaten Banjar, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Parigi Moutong. Regional III: Kota Bau-Bau, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Pacitan. Regional IV: Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Kendal, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tangerang.

  Adapun yang menjadi tujuan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh adalah:

  1. Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim di desa pesisir dan pulau-pulau kecil;

  2. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa pesisir dan pulau-pulau kecil;

  3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; dan

  4. Memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan sarana dan/atau prasarana sosial ekonomi di desa pesisir dan pulau-pulau kecil. Sumber: (pdpt-kkp.org 2013, Sekilas-pdpt/tujuan, dikutip pada 05 November

  2016) Program Desa Pesisir Tangguh merupakan Program Nasional dari

  Kementrian Kelautan dan Perikanan namun dalam hal pelaksanaan program di limpahkan kepada daerah untuk menjalankan program tersebut untuk mensejahterakan masyarakat pesisir yang berada di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh Pemerintah Pusat.

  Desentralisasi merupakan salah satu perubahan sosial politik yang dialami Indonesia dan diimplementasikan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya yang menyangkut Pembentukan dan daerah tercermin antara lain pada keinginan sebagian daerah untuk memekarkan diri dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai terlaksananya tujuan pemekaran suatu daerah, maka diperlukan partisipasi aktif dari seluruh komponen yang ada didalamnya. Hal tersebut dapat menghapus konotasi proses pemekaran karena berbagai kegagalan pembangunan atau adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerataan pembangunan. Untuk membangun partisipasi aktif masyarakat tersebut, diperlukan perencanaan yang bersifat mempengaruhi atau mendorong (stimulasi) kepada masyarakat itu sendiri.

  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000) tentang Pemerintahan Daerah maka telah menggeser pemahaman dan pengertian banyak pihak tentang pemekaran daerah. Pemekaran (perubahan status hukum) dianggap sebagai jalan pintas untuk dapat memenuhi keinginan masyarakat dalam konteks politisasi kepentingan. Perubahan sebagai tanggapan dari ketidakadilan selama ini, seperti perubahan dalam pengelolaan sumber daya yang ada tidak diikuti oleh aturan yang memadai serta tidak diikuti oleh batasan yang jelas dalam menjaga keseimbangan fungsi pemerataan pembangunan regional atau nasional. Meskipun di dalam UU tersebut desa juga dinyatakan sebagai daerah otonom, namun tidak memiliki kewenangan yang jelas. Dengan kata lain, sebagian besar kebijakan publik, paling rendah masih diputuskan di tingkat kabupaten. Padahal, mungkin masalah yang diputuskan sesunggguhnya cukup diselesaikan di tingkat lokal/desa. Jauhnya rentang pengambilan keputusan tersebut merupakan potensi terjadinya deviasi, baik yang pada gilirannya menyebabkan banyak kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berujung kepada keinginan untuk memisahkan diri dari pusat pemerintahan sebelumnya.

  Melalui Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membuka peluang yang begitu besar bagi masyarakat untuk ikut andil atau berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Adanya Undang-Undang tersebut pembangunan daerah di Indonesia lebih mendapatkan angin segar, pasalnya dalam Undang-undang tersebut, setiap daerah mendapatkan keluasan dalam mengelola daerahnya masing-masing. Dalam Pasal 10 Ayat 2 Undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asa otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi lebih diarahkan kepada kemandirian daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dikeluarkan untuk menggantikan Undang-Undang Nomor

  32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan. dan tuntuuan pernyelenggaraan pemerintahan daerah.

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah disempurnakan sebanyak dua kali. Penyempurnaan yang pertama dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun perubahan kedua ialah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  Serangkaian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 beserta perubahan- perubahannya tersebut menyebutkan adanya perubahan susunan dan kewenangan pemerintahan daerah. Susunan pemerintahan daerah menurut Undang-Uundang ini meliputi pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten, dan DPRD. Pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Adapun pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.

  Setiap daerah dapat mengoptimalkan potensi lokal dan sumber daya yang ada untuk pembangunan daerah. Nantinya daerah dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan melakukan pembangunan daerahnya sendiri. Kemudian pemerintah daerah yang menjadi fasilitator harus mampu menjadi wadah yang lebih baik dalam memfasilitasi pembangunan daerah. Fungsi fasilitator dalam arti pemerintah daerah dapat memfasilitasi segala hal dalam upaya memandirikan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dan pembangunan daerahnya sendiri.

  Anggaran dana untuk pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh sebesar Rp800 juta per desa. Pencairan dana itu melalui Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada rekening Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP). Sumber: (beritatrans.com 2015, kkp kembali gulirkan program pengembangan desa pesisir

  

tangguh. Dikutip pada 04 maret 2017). Program Desa Pesisir Tangguh itu

  bertujuan untuk menuntaskan persoalan utama yang dihadapi masyarakat pesisir antara lain adalah tingkat kemiskinan, kerusakan sumber daya pesisir, rendahnya kemandirian organisasi sosial desa, serta minimnya infrastruktur dan kesehatan lingkungan di pemukiman desa.

  Penentuan lokasi yang menjadi sasaran Program Desa Pesisir Tangguh adalah dimana pemilihan desa pesisir dilakukan dengan memenuhi sekurang- kurangnya 3 (tiga) kriteria sebagai berikut:

  1. Lokasi rawan bencana dan perubahan iklim;

  2. Mempunyai potensi ekonomi lokal unggulan;

  3. Masyarakat pesisir miskin namun potensial aktif dan memiliki motivasi untuk memperbaiki kehidupannya;

  4. Kondisi lingkungan permukiman kumuh;

  5. Terjadi degradasi lingkungan pesisir; dan/atau 6. Tingkat pelayanan dasar rendah. Sumber: (pdpt-kkp.org 2013, sekilas-pdpt/kriteria-lokasi. Dikutip pada 04 maret 2017) Salah satunya yaitu daerah pesisir Kabupaten Tangerang. Kabupaten

  Tangerang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten. Ibukotanya adalah Tigaraksa. Kabupaten Tangerang terletak pada sebelah Barat Jakarta, berbatasan dengan Laut Jawa di Utara, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta di Timur, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak di Selatan, serta Kabupaten Serang di Barat. Kabupaten Tangerang terdiri dari 29 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 251 desa dan 28 kelurahan. Pusat pemerintahannya berada di Kecamatan Tigaraksa. Dari 29 kecamatan tersebut, hanya 7 kecamatan yang berada di wilayah pesisir, yaitu

  Kecamatan Sukadiri, Kecamatan Teluknaga, dan Kecamatan Kosambi. (Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2015, dikutip pada 14 Oktober 2016).

  Dari ketujuh kecamatan pesisir ini, hanya Kabupaten Tangerang yang diambil sebagai lokus penelitian bagi peneliti yaitu Program Desa Pesisir Tangguh di Kabupaten Tangerang. Adapun Kecamatan Teluk Naga yang menjadi lokus program PDPT, dan meliputi 3 (tiga) desa yaitu, Desa Tanjung Burung, Desa Muara, dan Desa Tanjung Pasir. Alasan mengapa Kecamatan Teluknaga yang meliputi 3 desa tersebut menjadi lokus PDPT adalah daerah tersebut masuk dalam kriteria pemilihan desa pesisir dilakukan dengan memenuhi sekurang-kurangnya 3 (tiga) kriteria sebagai berikut:

  1. Lokasi rawan bencana dan perubahan iklim;

  2. Mempunyai potensi ekonomi lokal unggulan;

  3. Masyarakat pesisir miskin namun potensial aktif dan memiliki motivasi untuk memperbaiki kehidupannya;

  4. Kondisi lingkungan permukiman kumuh;

  5. Terjadi degradasi lingkungan pesisir; dan/atau 6. Tingkat pelayanan dasar rendah.

  Dari kriteria yang tertera di atas Desa Tanjung Pasir masuk dalam kriteria pemilihan desa pesisir yang terkena Program Desa Pesisir Tangguh namun tidak semua kriteria di atas yang ada di Desa Tanjung Pasir, menurut pengamatan peneliti hanya pada point nomor 1, 3, 4, 5, dan 6. Seperti contoh terjadinya banjir di wilayah Desa Tnjung Pasir ketika cuaca sedang hujan deras, hal tersebut dibenarkan oleh salah seorang warga bernama Pili (30), berbeda dengan Desa yang lainnya seperti halnya Desa Tanjung Burung yang menjadi lokasi penanaman pohon bakau dan pohon mangrove, meskipun terkena banjir juga namun ada upaya untuk meminimalisir banjir.

  Sebelum membahas permasalahan yang lebih mendalam mengenai Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir, peneliti ingin memperlihatkan sebuah gambaran atau situasi di Desa Tanjung Burung dan Desa Tanjung Pasir terlebih dahulu.

  Berikut adalah gambar kondisi Desa Tanjung Burung dan Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang :

Gambar 1.1 Kondisi dan situasi di Desa Tanjung Burung

  

Sumber: Peneliti 2016 Gambar di atas diambil oleh peneliti pada saat observasi pada tanggal 14 desember 2016. Di Desa Tanjung Bururng dapat dilihat bahwa disana banyak ditanami pohon-pohon salah satunya yaitu pohon bakau dan mangrove.

Gambar 1.2 Situasi serta kondisi di Desa Tanjung Pasir

  

Sumber: peneliti 2016

  Gambar di atas diambil pada tanggal 14 desember 2016, gambar di atas merupakan kondisi Desa Tanjung Pasir yang terlihat belum adanya Program Desa Pesisir Tangguh, karena belum adanya tanda-tanda keberadaan program dari pemerintah seperti tidak ada mercu suar untuk peringatan jika terjadi bencana ataupun tempat untuk air bersih di sekitaran desa Tanjung Pasir. Berdasarkan data Kecamatan Teluknaga Dalam Angka 2016, total jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir adalah 10.144 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 5.133 jiwa penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan 4.951 jiwa penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Sedangkan total kepala keluarga yang mendiami daerah ini adalah sebanyak 2.424 KK. Berikut ini adalah data jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagaimana disajikan dalam tabel 1.1.

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Tanjung Pasir Tahun 2016

  No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)

  1 TK

  70

  2 SD 1.407

  3 SLTP 597

  4 SMU 359

  5 D1-D3

  30

  6 Sarjana (S1-S3)

  5

  7 Madrasah

  27

  8 Pendidikan Agama

  46

  9 Kursus

  10 Sumber :Kecamatan Teluknaga Dalam Angka 2016 Dari data tabel di atas dapatlah dikatakan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di wilayah Desa Tanjung pasir masih rendah. Tingkat pendidikan penduduk di suatu daerah mengindikasikan tingkat sumber daya manusia di daerah tersebut. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang bisa diselesaikan oleh penduduk di suatu daerah, maka semakin tinggi pula tingkat pola pikir masyarakatnya. Semakin besar jumlah penduduk yang bisa menyelesaikan tingkat pendidikannya, maka daerah tersebut akan semakin maju. Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Tanjung Pasir adalah sebagai nelayan. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan mencapai 2.531 jiwa.

  Hal ini sesuai dengan karakteristik wilayah desa yang berada di wilayah pesisir, sehingga mata pencaharian penduduknya didominasi sebagai nelayan. Selain itu terdapat mata pencaharian lain yang menjadi gantungan hidup bagi penduduk di desa ini yaitu sebagai pegawai negeri sejumlah 17 jiwa, ABRI/TNI 10 jiwa, Swasta 65 jiwa, wiraswasta 168 jiwa, Tani 363 jiwa dan buruh tani 176 jiwa. Detail jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir ini dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Tanjung Pasir Tahun 2016

  No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

  1 Pegawai Negeri

  17

  2 ABRI/TNI

  10

  3 Swasta

  65

  4 Wiraswasta 168

  5 Tani 363

  6 Buruh Tani 176

  7 Nelayan 2.531

  

Sumber : Kecamatan Teluknaga dalam Angka 2016

  Dari data tabel di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat pesisir khususnya di Daerah Desa Tanjung Pasir mayoritas adalah nelayan, karena memang kondisi geografis daerah tersebut.

  Adapun permasalahan yang ada dalam berjalannya Program Desa Pesisir Tangguh di Wilayah Kecamatan Teluknaga Desa Tanjung Pasir, yaitu:

  Pertama, kurangnya kesiapan dari pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. Daerah pesisir di Kecamatan Teluk Naga juga ada tim Program yang langsung turun ke bawah sehingga juga langsung dirasakan manfaatnya, secara teknis atau secara prinsip Program Desa Pesisir Tangguh bersifat Top Down, namun dalam pelaksanaanya diberlakukan FGD (Focus Group

  

Discussion ) gunanya untuk mengidentifikasi kebutuhan yang ada di desa apa saja

yang nantinya dituangkan ke dalam RPDP (Rencana Pembangunan Desa Pesisir).

  RPDP berisikan dari latar belakang program-program, kelebihan atau kekurangan desa, serta potensi apa saja yang ada. Semuanya muncul dari FGD tersebut yaitu terbagi dalam 5 (lima) Bina yang kemudian dikeluarkan dalam suatu kegiatan yang kemudian disinkronkan dengan pembiayaan di pusat lalu dijalankan. PDPT memang bersifat Top Down karena program dari pusat ke daerah, hanya saja dalam mekanisme pelaksanaanya mengidentifikasi dari bawah lalu naik ke desa, kemudian naik ke dinas, lalu ke pusat. Adapun dalam pembiayaanya Top Down dimana menggunakan APBN yang tersalurkan pada APBD, dalam pelaksanaanya itu Bottom Up karena memang benar-benar memperhatikan aspirasi masyarakat. Jadi apa yang masyarakat inginkan menjadi fokus pembangunan. Seperti contoh kebutuhan yanng sangat penting yaitu air bersih, karena memang pada kenyataanya air bersih susah untuk diperoleh pada daerah pesisir.

  Di Kabupaten Tangerang sendiri Program Desa Pesisir Tangguh dirasa kurang tepat untuk diimplementasikan, karena kesiapan dari pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang dirasa belum cukup, hal ini seperti yang diutarakan oleh Daya Pambudi Selaku STTP selaku pelaksana Program Desa Pesisir Tangguh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang:

  “kita bisa lihat mas dari segi pegawainya saja dirasa belum siap untuk melaksanakan program ini, bisa dibilang malas-malasan lah”. (wawancara awal dengan Bapak Daya Pambudi STTP pada 28 april 2016, pukul 13:30 WIB. Di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan).

  Berdasarkan wawancara tersebut maka program tersebut sukar untuk masuk di Desa Tanjung Pasir, Namun karena ada arahan dari Pemerintah Pusat dari Presiden langsung makan Program Desa Pesisir Tangguh dilaksanakan juga. Karena merupakan program keroyokan untuk mengatasi suatu wilayah. Selanjutnya hal tersebut di paparkan oleh Bapak Daya Pambudi STTP selaku pelaksana Program Desa Pesisir Tangguh Dinas Perikanan dan Kelautan.

  Kedua, kurang representatifnya dalam hal perencanaan program. Seperti yang diutarakan oleh Daya Pambudi STTP, sebagai berikut: “Permasalahan secara umum di mana perencanaanya kurang

  representatif, lalu kalau dari ranah pelaksanaanya itu dari warga itu sendiri, dikarenakan masyarakat pesisir khususnya di wilayah Kabupaten Tangerang itu khas karena tidak dapat dikatakan sebagai masyarakat bersifat kekotaan, kalau secara pola pikir masyarakat pesisir di wilayah Kabupaten Tangerang dapat dikatakan masyarakat perkotaan, di mana masyarakat perkotaan yang secara memenuhi kebutuhannya dengan materi”. (wawancara awal dengan Daya Pambudi STTP pada 28 april

  2016, pukul 13:35 WIB. Di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan) Namun, secara kondisi lapangan masih kumuh karena memang daerah pinggiran yang sifatnya sudah individualis dan materialistis. Maka disitulah letak sukar masuknya Program Desa Pesisir Tangguh, seperti contoh di mana dari Pemerintah Daerah hendak mengadakan pertemuan atau perkumpulan kelompok dan kerja bakti, maka Pemerintah Daerah harus menghitung waktu yang masyarakat buang yaitu berupa uang saku dan lain sebagainya.

  Masyarakat masih belum memiliki kesadaran akan lingkungannya sendiri, lingkungan mereka. Adapun pernyataan yang membenarkan hal tersebut yang di paparkan oleh Bapak Daya Pambudi STTP selaku Pelaksana Program Desa Pesisir Tangguh, Dinas Perikanan dan Kelautan.

  Ketiga, tidak maksimalnya hasil dari PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) seperti contoh pemberdayaan masyarakat lewat hasil tangkap pancing, usaha krupuk ikan, dan wisata laut yang tertera di Program Desa Pesisir Tangguh. Pak Hasan Basri selaku aktivis lingkungan hidup Desa Tanjung Burung memulai percakapan dengan permasalahan banjir yang sudah menjadi langganan di Desa Tanjung Burung. Luapan banjir itu membawa material sampah dan menghambat pertumbuhan pohon mangrove. Obrolan berlangsung acak, Pak Hasan Basri dengan ekspresi muka yang agak menyesal ia berkata, “kita jadi kuli

  

di desa sendiri”. Ia mencermati profesi warga desanya yang mayoritas buruh

  kasar alias kerja serabutan sesuai apa yang diperlukan, entah jadi buruh galangan kapal, kuli pengerukan tambak baru, buruh nelayan dan sebagainya. Dibilang miskin sekali sih tidak begitu, namun hanya cukup menghidupi keluarganya saja. Begitu pun rumah-rumah di Desa Tanjung Burung sudah banyak yang permanen dan lumayan bagus. Meski masih banyak dijumpai rumah terbuat dari anyaman bambu, beratapkan daun kelapa dan beralaskan tanah.

  Pak Hasan Basri berkata kepada peneliti, Ia agak pesimis dengan program- program pemerintah yang kesannya menggugurkan kewajiban saja. Ia justru lebih suka dengan program-program mahasiswa yang dilakukan di sini, soalnya lebih

  

ril walau program itu kecil-kecil dan bisa langsung terjun di masyarakat. Ia

  menambahkan, program PNPM yang digulirkan pemerintah banyak mengandung kelemahan di sini, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) dimana SDM (Sumber Daya Manusia) di sini tidak siap, jadi hasilnya tidak maksimal. (wawancara awal dengan Pak Hasan Basri pada 27 november 2016, di kediaman Pak Hasan Basri)

  Keempat, lemahnya pengawasan dari Dinas (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang). Pak Hasan Basri pun berujar:

  “perlu dianalisa pembangunan di masyarakat agar efektif, perlu

  pembangunan masyarakat untuk pembangunan di desa ini”. (wawancara

  awal dengan Pak Hasan Basri pada 27 november 2016, di kediaman Pak Hasan Basri). Ia mengakui bahwa Pemerintah Desa seperti halnya Kepela Desa beserta jajarannya kurang aktif mendorong partisipasi masyarakat yang ada, pemerintah desa cuma menjalankan instruksi dari atas, dan akhirnya apa yang dilakukan di sini adalah swadaya masyarakat, karena di sini masih ada tradisi guyup semangat gotong royong meskipun diakui sekarang ini mulai terkikis.

  Terkait penanaman mangrove, acapkali gagal, karena lahan kolam tambak yang membuat area penanaman mangrove menyusut. Pemilik-pemilik kolam tambak kebanyakan dikuasai oleh orang-orang dari Jakarta. Persoalan ini disebabkan oleh kesalahan pemerintahan desa terdahulu yang tidak berpikir untuk menyediakan area konservasi. Sampai saat ini belum ada kebijakan desa untuk konservasi di desa Tanjung Burung. Penanaman mangrove di sini kurang mendapat perhatian warga desa, hal ini disebabkan kepentingan masyarakat sudah bergeser karena kepentingan pemilik modal, sehingga masyarakat di sini tetap menjadi kuli di daerahnya sendiri.

  Kelima, kurang aktifnya Pemerintah Desa mendorong partisipasi

  “wibawa Camat Teluk Naga kurang dibandingkan dengan seorang Kepala Desa”.

  Karena, hemat beliau jabatan Camat adalah jabatan administratif, sedangkan Kepala Desa adalah jabatan politis, sehingga kewibawaan Kepala Desa lebih kuat dibandingkan Camat, yang kerjaannya lebih ke persoalan administrasi dan pengawasan saja, sedangkan kebijakan berada di tangan Kepala Desa. Ia pun mempersoalkan sistem ketatanegaraan kita, jujur membuat Peneliti terkejut sampai bahasannya ke sana. Baginya apa yang ia terangkan di atas adalah persoalan ketatanegaraan kita, seperti hubungan Gubernur dengan Bupati atau Walikota, begitu juga hubungan Camat dengan Kepala Desa. Baginya sistem pemilihan Gubernur lebih baik ditiadakan saja karena memboroskan biaya demokrasi kita yang begitu besar, ujarnya dengan tegas mencoba membandingkannya dengan pemilihan Kepala Desa.

  Sehingga pemerintah desa belum mampu untuk mendorong masyarakat untuk turut serta berpartisipasi dalam hal Program Desa Pesisir Tangguh yang di canangkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, begitu beliau mengatakan dengan tegas. (wawancara awal dengan Pak Hasan Basri pada 27 november 2016, di kediaman Pak Hasan Basri)

  Keenam, lemahnya sosialisasi program kepada masyarakat. Lain hal dengan kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat di daerah Tanjung Pasir, masyarakat pesisir yang berada di daerah Tanjung Pasir justru kurang mengetahui dengan adanya Program Desa Pesisir Tangguh yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat yang diteruskan oleh Pemerintah Daerah. Berbicara soal Program Desa Pesisir Tangguh peneliti bertemu dengan Bapak Mandor Camang selaku ketua TOPLES (Tongkrongan Pemuda Lelaki Sejati) aktifis lingkungan dan juga aktifis sosial yang berada di Desa Tanjung Pasir, beliau mengatakan bahwasannya kurang mengetahui dengan adanya Program Desa Pesisir Tangguh, berikut adalah pernyataan dari Mandor Camang selaku Ketua Toples:

  “waduh dek, saya kayanya kurang tahu ya sama program itu, pernah sih

  dengar tentang program itu tapi kalo di Tanjung Pasir gak tahu deh ada atau tidak” (wawancara awal dengan Pak Mandor Camang pada 14

  desember 2016, di seketariat TOPLES) Peneliti semakin penasaran dengan pernyataan Bapak Mandor Camang tersebut. Jikalau memang ada program tersebut masyarakat belum merasakan dampak dari Program Desa Pesisir Tangguh, begitu beliau menambahkan tentang kondisi masyarakat di Desa Tanjung Pasir. Beliau hanya memberi tahu peneliti tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Tongkrongan Pemuda Lelaki Sejati dan juga event-event yang telah dilaksanakannya.

  Berkaitan dengan Program Desa Pesisir Tangguh yang dilaksanakan di Desa Tanjung Pasir belum terlaksana dengan efektif dikarenakan kondisi lingkungan dan masyarakat yang belum terlihat adanya program tersebut,

  Berdasarkan permasalahan yang ada maka peneliti memiliki ketertarikan melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang”.

1.2 Identifikasi Masalah

  Identifikasi masalah adalah suatu proses untuk mengenal dan membuat asumsi-asumsi berdasarkan observasi maupun wawancara awal pada fokus dan lokus penelitian yang diarahkan pada upaya untuk mengidentifikasi ruang lingkup penelitian. Berdasarkan hasil observasi maupun wawancara awal peneliti mencoba untuk mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dalam bentuk pernyataan, yaitu sebagai berikut:

  1. Kurangnya kesiapan dari pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang.

  2. Kurang representatifnya dalam hal perencanaan program.

  3. Tidak maksimalnya hasil dari PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat).

  4. Lemahnya pengawasan dari Dinas (SKPD Kabupaten Tangerang).