Legalitas Wali Nikah Silariang (Kawin Lari) Perpektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan Bontokadatto Kecamatan Polongbangkeng Selatan Kabupaten Takalar) - Repositori UIN Alauddin Makassar

LEGALITAS WALI NIKAH SILARIANG (KAWIN LARI) PERPEKTIF HUKUM

  

ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan,

Kabupaten Takalar)

  Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Hukum Islam Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum

pada Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Alauddin Makassar

  

Oleh:

SINARTI

NIM: 10400113100

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

  

2017

KATA PENGANTAR

  

   

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  

هـلا ىلعو , نيلسرملاو ءايــبنلأا فرشا ىلع م لاـسلاو ة لاصلاو نيـملاعلا بر لله دمحلا

دـعب اما .نيعمجا هبحصو

  Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. swt, karena dengan berkah dan limpahan rahmat serta hidayahnya, sehingga skripsi yang berjudul “Legalitas Wali Nikah Silariang (Kawin Lari) Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar) ini dapat penulis selesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan suatu karya ilmiah bukanlah suatu hal yang mudah, oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan, saran, dan kritikan yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

  Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai rintangan, mulai dari pengumpulan literatur, pengumpulan data sampai pada pengolahan data maupun dalam tahap penulisan. Namun dengan kesabaran dan ketekunan yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari berbagai pihak, baik material maupun moril. Olehnya penyusun persembahkan untuk orang tua tercinta ayahanda Rahman Daeng Tompo dan Kasturi Daeng Ngai yang tak pernah bosan dan tetap sabar mendidik, membesarkan, memberi dukungan, dalam bentuk formil dan materil.

  1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pabbabari, M.Si selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S1) di salah satu kampus terbesar di Indonesia Timur ini, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

  2. Bapak Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Bapak Dr. H. Abd Halim Talli, M.Ag selaku Wakil Dekan bidang Akademik dan pengembangan lembaga, Bapak Dr. Hamsir, SH.,M.Hum selaku Wakil Dekan bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Bapak Dr. H. M. Saleh Ridwan, M.Ag selaku Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan segenap pegawai Fakultas Syari’ah dan hukum yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

  3. Bapak Dr. Abdillah Mustari, M.Ag selaku Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, dan Bapak Dr. Achmad Musyahid Idrus, M.Ag selaku Sekertaris jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

  4. Bapak Dr. H. Muhammad Saleh Ridwan, M.Ag Selaku Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini, Ibu Awaliah Musgamy, S.Ag. M,Ag Selaku Pembimbing

  II yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, nasehat dan motivasi demi kelancaran penyusanan skripsi ini, dan yang tak henti memberikan bimbingan, dukungan, nasehat dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi hingga sampai pada tahap ini.

  5. Bapak Dr. H. Abd. Halim Talli, M.Ag Selaku Penguji I dalam penulisan skripsi ini, Bapak Dr. Abdillah Mustari M.Ag yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, nasehat dan motivasi demi kelancaran penyusanan skripsi ini, dan yang tak henti memberikan bimbingan, dukungan, nasehat dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi hingga sampai pada tahap ini.

  6. Teruntuk Ibu Maryam dan seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh jajaran Staf Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

  7. Teruntuk kakanda Muh. Yusran Fajar yang telah memberikan nasehat, bimbingan, dukungan, motivasi demi kemajuan penyusanan skripsi saya.

  8. Sepupu sekaligus sahabat saya Sri Handayani yang telah membantu melakukan penelitian di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan Kabupatan Takalar, berkat bantuannya penelitian dapat berjalan dengan lancar.

  9. Sahabat yang sudah saya anggap saudari Nurliah Yusuf teman kamar di kost kurang lebih 4 tahun yang selalu membimbing saya perihal skripsi serta selalu memberikan saya motvasi, Sitti Nur Hikmah sahabat yang sudah saya anggap kakak sendiri yang selalu memberikan saya motovasi, selalu menjaga dan menyemangatiku dalam pencapaian gelar strata satu.

  10. Teman-Teman seperjuangan jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, terkhusus angkatan 2013, Fakultas Syariah dan Hukum: Nurcayanti, Erna, Nastuti, Risnawati, Suci Ramdayani, Nur Janni,dan kawan-kawan yang belum sempat saya sebutkan satu persatu namanya, kebersamaan kita merupakan hal yang terindah dan akan selalu teringat, semoga perjuangan kita belum sampai

  DAFTAR ISI

  JUDUL ......................................................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................................... ii PENGESAHAN ........................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................ xi ABSTRAK ............................................................................................................. xviii

  BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1-11 A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5 C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ..................................................... 6 D. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian .............................. 7 E. Kajian Pustaka ........................................................................................ ..8 F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................... 9 BAB II TINJAUAN TEORETIS ......................................................................... 12-35 A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan ................................................... 12 B. Perkawinan Adat Makassar dan Silariang (kawin lari) ......................... 26 C. Pengertian Wali ...................................................................................... 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 36-42 A. Jenis dan Lokasi Penelitian .................................................................... 36 B. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 37 C. Sumber Data ........................................................................................... 38

  D.

  Metode Pengumpulan Data ................................................................... 39 E. Instrumen Data ....................................................................................... 40 F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ........................................... 41

  BAB IV LEGALITAS WALI NIKAH SILARIANG (KAWIN LARI) PERPEKTIF HUKUM ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM ..................... 43-83 A. Tata Cara Pelaksanaan Perkawinan Silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar ................................................................................. 43 B. Faktor Penyebab Terjadinya Silariang (kawin lari)di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.................................................................................................... 47 C. Dampak yang Ditimbulkan Kasus Silariang (kawin lari)di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.................................................................................................... 53 D. Pandangan Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam terhadap Legalitas Wali Nikah dalam Kasus Silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar ................................................................................. 71 BAB V. PENUTUP ............................................................................................... 84-85 A. Kesimpulan .......................................................................................... 84 B. Implikasi Penelitian ............................................................................... 85

  DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................................... 88 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 98

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN A.

   Transliterasi Arab-Latin

  Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut :

1. Konsonan

  Nama Huruf Latin Nama

  Huruf Arab

  Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا

  Ba B Be ب

  Ta T Te ت es (dengan titik diatas) ṡa ṡ

  ث Jim J Je

  ج ha (dengan titik dibawah) ḥa ḥ

  ح Kha Kh ka dan ha

  خ Dal D De

  د Zal Z zet (dengan titik diatas)

  ذ Ra R Er

  ر Zai Z Zet

  ز Sin S Es

  س Syin Sy es dan ye

  ش es (dengan titik dibawah) ṣad ṣ

  ص de (dengan titik dibawah) ḍad ḍ

  ض te (dengan titik dibawah) ṭa ṭ

  ط zet (dengan titik dibawah) ẓa ẓ

  ظ apostrof terbalik ‘ain ̒

  ع Gain G Ge

  غ Fa F Ef

  ف Qaf Q Qi

  ق Kaf K Ka

  ك Lam L El

  ل Mim M Em

  م Nun N En

  ن Wau W We

  و Ha H Ha

  ه Hamzah Apostrof ̓̓

  ء

  

Ya Y Ye

ى

  Hamzah (

  ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

  tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( ̓ ).

2. Vokal

  Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambanya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

  Tanda Nama Huruf Latin Nama fat A A َ ا ḥah

  Kasrah

  I I َ ا

  U U َ ا ḍammah

  Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

  Tanda Nama Huruf Latin Nama fat Ai a dan i ḥah dan yā̓̓

  َ ي fat Au a dan u ḥah dan wau

  َ و

  Contoh: : kaifa

  فيك ل وه : haula 3.

   Maddah

  Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harakat dan Nama Huruf dan tanda Nama Huruf Fat a dan garis di atas ḥah dan alif atau yā̓̓ Ā

  َ ا …. َ ي… / i dan garis di atas Kasrah dan yā Ī

  ي u dan garis di atas

  و ḍammah dan wau Ữ

  Contoh: ت ام : māta ىمر : ramā ليق : qīla ت ومي : yamūtu 4.

   Tā marbūṭah

  Tramsliterasi untuk

  tā’ marbūṭah ada dua yaitu: tā’ marbūṭah yang

  hidup atau mendapat harakat fat

  ḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya

  adalah (t). sedangkan

  tā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h).

  Kalau pada kata yang berakhir dengan

  tā’ marbūṭah diikuti oleh kata

  yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka

  tā’ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

  Contoh: ل افط لاا ةض ور : rauḍah al-aṭfāl ةلض افلا ةنيدملا : al-madīnah al-fāḍilah

  : rau ةمكحلا ḍah al-aṭfāl 5.

   Syaddah (Tasydīd)

  Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydīd ( ﹼ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

  Contoh: : ra

  انبر bbanā انيجن : najjainā قحلا : al-ḥaqq معن : nu”ima ودع : ‘duwwun Jika huruf

  ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah ( ؠ ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī. ـــــ

  Contoh: يلع : ‘Ali (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly) يبرع : ‘Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby) 6.

   Kata Sandang

  Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-,baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsyiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar ( - ).

  Contoh : سمشلا : al-syamsu (bukan asy-syamsu)

  ةل زلازلا : al-zalzalah (az-zalzalah) ةفسلفلا : al-falsafah دلابلا : al- bilādu 7.

   Hamzah.

  Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof ( ‘ ) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletah di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

  Contoh : نورمات : ta’murūna عونلا : al-nau’ ءيش : syai’un ترما : umirtu 8.

   Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

  Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-

  Qur’an (dari al-Qur’ān), Alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:

  Fī Ẓilāl al-Qur’ān

  Al-Sunnah qabl al- tadwīn

9. Lafẓ al-jalālah (ﷲ )

  Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mu ḍā ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

  Contoh: الله نيد dīnullāh الله اب billāh Adapun

  tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-

  jalālah, ditransliterasi dengan huruf (t).contoh: مههللا ةمحر يف hum fī raḥmatillāh 10.

   Huruf Kapital

  Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf capital, misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap dengan huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). contoh:

  Wa mā Muḥammadun illā rasūl Inna awwala baitin wu

  ḍi’a linnāsi lallaẓī bi bakkata mubārakan Syahru Rama

  ḍān al-lażī unzila fih al-Qur’ān Na

  ṣīr al-Dīn al-Ṭūsī Abū Naṣr al-Farābī Al-

  Gazālī Al-

  Munqiż min al-Ḋalāl Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan

  Abū (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

  Abū al-Walīd Muḥammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)

  Na ṣr Ḥāmid Abū Zaīd, ditulis menjadi: Abū Zaīd, Naṣr Ḥāmid (bukan: Zaīd, Naṣr Ḥāmid Abū).

B. Daftar Singkatan

  Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: swt. : sub ḥānahū wa ta’ālā saw. :

  ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam M : Masehi QS…/…: 4 : QS al-Baqarah/2: 4 atau QS Āli ‘Imrān/3: 4 HR : Hadis Riwayat

  

ABSTRAK

Nama :Sinarti NIM :10400113100

Judul :Legalitas Wali Nikah Silariang (Kawin Lari) Perpektif Hukum

Islam dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus di Kelurahan

  Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar)

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) faktor penyebab terjadinya silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar (2) dampak yang ditimbulkan terhadap pelaku silariang(kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar (3) perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam terhadap legalitas wali nikah silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

  Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan pendekatan multidisipliner, yaitu pendekatan yuridis normative dan sosiologis,penelitian ini tergolong jenis penelitian lapangan pendekatan kualitatif, dimana data dikumpulkan dengan mengutip, mengolah data, menyadur dan menganalisis literatur yang relevan dan memmpunyai relevansi dengan masalah yang dibahas, kemudian mengulas dan menyimpulkannya.

  Hasil pembahasan dari penelitian ini menyimpulkan (1) Faktor penyebab terjadinya silariang (kawin kawin) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar adalah tidak adanya restu dari orang tua, Karena adanya fitnah dari orang, hamil diluar nikah, faktor ekonomi, faktor usia (2) Dampak yang ditimbulkan kasus silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar adalah sering pertengkaran dalam rumah tangga, adanya kebencian antara keluarga laki-laki dengan keluarga perempuan, pemutusan hubungan darah terhadap anak yang melakukan silariang (kawin lari), orang tua merasa sedih, kecewa dan sakit hati, tidak mendapatkan izin (rella) untuk menikah dari orang tua, orang silariang (kawin lari) biasa tidak pulang

  ma’baji (pulang baik) kekeluarga, (3) Pandangan Hukum

  Islam tentang legalitas wali nikah silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar adalah apa bila pelaku

  

silariang (kawin lari) mendapat izin dari orang tua untuk menggunakan wali hakim

  maka pernikahannya itu tetap sah. Akan tetapi jika tidak mendapatkan izin dari orang tua untuk menikah maka pernikahannya tidak sah dan dianggap berzina seumur hidupnya. Sedangakan menurut Kompilasi Hukum Islam terhadap legalitas wali nikah dalam kasus silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng selatan, Kabupaten Takalar adalah hampir sama dengan hukum Islam bahwa yakni tergantung dari izin perwalian dari orang tua akan tetapi proses penunjukan wali hakim harus mengikuti peraturan yang ada diKompilasi Hukum Islam dan prosedur penunjukan wali hakim melalui Pengadilan.

  Implikasi dari penelitian ini pentingnya izin (rella) dari wali nasab perempuan untuk pemakaian wali nikah bagi pelaku silariang (kawin lari) agar wali yang dipakai jelas tidak asal copot wali. Penelitian ini juga merekomendasikan kepada pemerintah baik itu imam dusun, imam lingkungan atau penghulu lainnya bahwa dalam menikahkan pelaku silariang (kawin lari) harus sesuai dengan aturan yang berlaku karena peraturan perkawinan tidak terlepas dari Hukum Islam dan peraturan Kompilasi Hukum Islam.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman globalisasi sekarang semakin marak terjadi kebebasan para generasi

  muda dalam bergaul antar pasangan yang cenderung bebas dalam hubungan asmara atau percintaan. Jika ditinjau dari segi pergaulannya sudah banyak yang menyimpang. Sebagaimana kita ketahui bahwa hal tersebut sudah berada diluar dari ajaran Agama kita, sedangkan Allah. swt telah menurunkan kitabnya yaitu Al-

  Qur’an sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia. Termasuk berpasangan yang diikat dengan perkawinan.

  Perkawinan dalam istilah agama Islam adalah nikah, yaitu melakukan suatu

  

akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki- laki dan wanita untuk

  menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan dasar sukarela, keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang

  1

  diridhai oleh Allah. swt. Pernikahan diwajibkan bagi orang yang mampu secara lahir dan batin karena dengan perkawinan, hati lebih terpelihara dan bersih dari desakan nafsu. Allah berfirman dalam QS. Ar- Rum/30: 21

1 Abd. Kadir Ah mad, Sistem Perk awinan Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Cet. I; Makassar: Indobis Publishing, 2006), h. 17.

  2

  

            

       

  Terjemahnya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan- pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran

2 Allah) bagi ka um yang berpikir”.

  Suatu pernikahan akan menjadikan keluarga yang tumbuh dengan rasa kasih sayang apabila pernikahannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Tujuan perkawinan menurut Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan rumah tangga yang harmonis, sakinah, mawaddah wa rahmah, bahagia dan sejahtera. Manusia diciptakan oleh Allah. swt. dilengkapi naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Manusia diciptakan untuk mengabadikan diri kepada pencipta-Nya dalam segala aktivitasnya. Pemenuhan naluri manusia yang antara lain pemenuhan biologis, Allah. swt. mengatur hidup manusia

  3

  dalam penyaluran biologisnya dengan aturan perkawinan. Perkawinan yang amat tercela adalah perkawian Silariang (kawin lari). Silariang (kawin lari) adalah bentuk perkawinan yang tidak didasarkan atas persetujuan lamaran orang tua, tetapi berdasarkan kemauan sepihak atau kemauan kedua bela pihak yang bersangkutan. Kawin lari biasanya terjadi tampa peminangan atau pertunangan secara formal. Adapun maksud dari perkawinan ini ialah menghindarkan bermacam- macam keharusan sebagai akibat dari perkawinan pinang, disamping itu juga tidak adanya 2 Ke mentrian Aga ma RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Bintang Indonesia) h. 406.

  3 restu antara kedua orang tua masing- masing atau orang tua salah satu pihak, padahal keduanya saling mencintai. Adapun jenis perkawinan yang tercela ini adalah

  

silariang (Makassar) (sama-sama lari), nilariang (anak gadis dilarikan), erang kale

  (perempuan yang membawa diri). Perkawinan seperti ini biasa terjadi kerena Pertemuan pasangan ini yang sudah merasa cocok dan sangat berkeinginan untuk menikah, namun ada suatu hal yang menghalangi mereka. Misalnya, tidak adanya restu dari salah satu pihak keluarga atas niat mereka untuk menikah, atau ditunda dengan jangka waktu tertentu namun mereka berdua tidak mau dan ingin segera untuk menikah. Rintangan apapun akan dihadapi demi tercapainya suatu keinginan. Disinilah muncul kenekatan pasangan tersebut, sehingga mereka berani silariang (kawin lari). Dalam proses perkawinan ini kedua bela pihak lari dari kediamannya untuk berdomosili di tempat lain yang jauh dari kediaman orang tua kedua belah pihak sehingga susah untuk mendapatkan perwalian dari wali nasabnya, kemudian melangsungkan perkawinannnya di tempat domisili yang baru tersebut. Kasus perkawinan seperti ini susah untuk ditentukan siapa yang menjadi wali pernikahan ditempat dimana mereka berdomisi, tanpa wali nikah atau ada wali (tidak jelas) dan tidak ada izin dari wali sebenarnya yaitu orang tua kedua pihak. Padahal diantara syarat sahnya suatu pernikahan adalah harus ada izin dari wali calon pengantin wanita dan tanpa adanya wali ini maka pernikahan tersebut tidak akan sah untuk dilaksanakan. Salah satu syarat sah nikah adalah adanya persetujuan dari wali. Wali adalah pihak yang mewakilkan pengantin perempua n pada waktu menikah (yaitu yang melakukan janji nikah dengan pengantin pria).

  Adapun yang dapat menjadi wali nikah menurut jalaluddin Al-Mahalli dalam kitabnya Syarli Minhaj al-talibin adalah ayah dari sang istri, kakek/ayah dari ayah,

  4 saudara laki- laki seibu-sebapak, saudara laki- laki sebapak, anak saudara seibu- sebapak, anak saudara sebapak, paman seibu-sebapak, paman sebapak, anak paman seibu sebapak, anak paman sebapak,

  Maulaa mu’tiq orang laki-laki yang

  memerdekakan sang istri dari ahli waris (ajabah-nya), hakim atau wakilnya,

  

Muhkam, yaitu seorang laki- laki saleh yang diangkat calon istri menjadi wali, apabila

  4

  tidak ada wali lain. Yang mempersyaratkan adanya wali dalam pernikahan, hadis dari Abu Musa al- Asy’ari yang berbunyi:

  ( ِنْيَدِهاَشَو ٍّيِلَوِب َّلاِإ َحاَكِنَلا اًعْوُ فْرَم ِنْيَصُحْلا ِنْبا َناَرْمِع ْنَع ِنَسَحْلا ِنَع ُدَمْحَأ ُماَمِلإْا ىَوَرَو

  Artinya: “Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu' dari Hasan, dari Imran Ibnu al-

  5 Hushoin: “Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi”.

  Jadi, pada dasarnya wali dalam pernikahan itu merupakan salah satu syarat sahnya suatu pernikahan. Sedangkan sudah marak terjadi orang yang melakukan (kawin lari) kedua mempelai hanya asal memakai wali yang tidak jelas dan

  silariang

  tanpa sepengetahuan wali nasabnya. Hal ini terjadi karena Pertemuan pasangan ini yang sudah merasa cocok dan sangat berkeinginan untuk menikah, namun ada suatu hal yang menghalangi mereka. Misalnya, tidak adanya restu dari salah satu pihak keluarga atas niat mereka untuk menikah, atau ditunda dengan jangka waktu tertentu namun mereka berdua tidak mau dan ingin segera untuk menikah. Rintangan apapun akan dihadapi demi tercapainya suatu keinginan. Disinilah munc ul kenekatan pasangan tersebut, sehingga mereka berani silariang (kawin lari). 4 5 Abd. Kadir Ah mad, Sistem Perk awinan Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat , h. 25.

  Abu Ahmad As

  5 Karena, semakin banyaknya kasus kawin lari dikalangan masyarakat dan melangsungkan pernikahan tanpa adanya restu atau izin dari orang tua pihak perempuan. Maka dari itu dengan ini peneliti perlu meneliti tentang “Legalitas Wali Nikah Silariang (kamin lari) dalam Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar”.

  B . Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang pada uraian sebelumya, maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu: Bagaimana Legalitas Wali Nikah Silariang (kawin lari) dalam Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar?

  Dari pokok permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan sub masalah sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya silariang (kawin lari) di

  Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar? 2. Apa saja dampak yang ditimbulkan kasus silariang (kawin lari) di

  Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar? 3. Bagaimana pandangan hukum Islam dan kompilasi hukum Islam terhadap legalitas wali nikah dalam kasus silariang (kawin lari) di Kelurahan

  Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar?

  6 C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus 1.

   Fokus Penelitian

  Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan berfokus pada Legalitas Wali Nikah

  

Silariang (kawin lari) dalam Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam di

Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

  Adapun yang dimaksud dengan wali nikah adalah pihak yang mewakilkan pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu yang melakukan janji nikah dengan pengantin pria) yang dapat mewalikan adalah wali nasabnya sendiri dari pihak perempuan.

2. Deskripsi Fokus

  Berdasarkan fokus penelitian dari uraian sebelumnya, dapat dideskripsikan substansi permasalahan dengan pendekatan pada penelitian ini, banyak masyarakat yang tidak mengetahui keabsahan perwalian perkawinan silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

  Wali nikah sangat mempengaruhi keabsahan suatu pernikahan. Kasus (kawin lari) sangat susah untuk mendapatkan wali yang sesuai dengan

  silariang

  ketentuan, walaupun kedua mempelai mendapatkan wali akan tetapi kedua mempelai susah untuk mendapat izin dari wali nasabnya. Perempuan yang menikahkan dirinya tanpa wali, maka pernikahannya diserahkan kepada keputusan wali. Jika walinya menyetujui dan merestui, maka pernikahannya sah, namun jika walinya tidak menetujui maka pernikahannya tidak sah.

  7 D. Definisi Operasional dan Ruang lingkup Penelitian

  1. Definisi Operasional Variabel

  Sebelum penulis menguraikan dan membahas masalah ini, terlebih dahulu akan dikemukakan dan dijelaskan pengertian judul ini untuk menghindari terjadinya kekeliruan terhadap variabel- variabel atau kata-kata yang terkandung dalam skripsi ini. Adapun judul penelitian ini adalah “Legalitas Wali Nikah Silariang (kawin lari) dalam Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng S elatan, Kabupaten Takalar.”

  Adapun penjelasan beberapa istilah sebagai berikut:

  6 a. Legalitas adalah nominal (kata benda) perihal (keadaan) sah atau keabsahan.

  b. Wali nikah adalah pihak yang mewakilkan pengantin perempuan pada waktu

  7 menikah (yaitu yang melakukan janji nikah dengan pengantin pria).

  

c. Silariang (kawin lari) adalah bila calon suami istri melakukan lari bersama dengan

tiada peminangan atau pertunangan secara formal, maka terjadi perkawinan lari

8

bersama atau sama-sama melarikan diri.

  9 d. Perspektif adalah gambaran atau pandangan terhadap sesuatu.

  

e. Hukum Islam adalah peraturan-peraturan yang diambil dari wahyu dan

diformulasikan dalam keempat produk pemikiran hukum- hukum fikih, fatwa,

  6 7 Ebta Set iawan, KBBI.Web.id/legalitas (2012-2016). 8 Sabri Sa min, dan Andi Narmaya Aroeng, Fik ih II (Ma kassar:Alauddin Press, 2010) h. 87.

  

Seojono Soekanto, Huk um Adat Indonesia (Jakarta : Raja wa li Pe rss, 2012), h. 223.

  8

  keputusan Pengadilan, dan Undang-undang yang dipedomani dan diberlakukan

  10 bagi umat Islam di Indonesia.

  

f. Kompilasi Hukum Islam ialah kumpulan aturan atau hukum- hukum perdata Islam

yang berisi tiga kitab hukum yaitu perkawinan, kewarisan dan perwakafan dengan 11 landasan yuridis Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991.

2. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

  Ruang lingkup penelitian ini, hanya terbatas pada masalah perkawinan (munakahat) yang berfokus pada Legalitas Wali Nikah Silariang (kawin lari) dalam Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

E. Kajian Pustaka

  Kajian atau telaah pustaka adalah dasar yang kokoh, sumber dalam kajian atau acuan dalam penulisan, agar penelitian tidak mengambang dan keluar dari pokok penelitian. Dari penelusuran pustaka yang penyusun lakukan, penyusun menemukan beberapa karya yang mengulas permasalahan ini.

  Beberapa buku yang membahas terkait judul wali nikah di antaranya. Pertama, Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag, dan Dra. Andi Narmaya Aroeng,

  M.Pd, Fikih II dalam buku ini membahas tentang, wali da n saksi dalam pernikahan dimana dalam buku ini mengemukakan bahwa wali dalam pernikahan adalah orang yang melakukan akad nikah mewakili pihak mempelai wanita, kerena itu wali 10 Alimuddin, Kompilasi Huk um Islam Sebagai Huk um Terapan Bagi Hak im Pengadilan Agama (Makassar: Alauddin Un iversity Press, 2012), h. 20. 11 Alimuddin, Kompilasi Huk um Islam Sebagai Huk um Terapan Bagi Hak im Pengadilan

  9 merupakan syarat sah nikah, dan akad nikah yang dilakukan tanpa wali dinyatakan tidak sah.

  Kedua, Alimuddin S.Ag., M.Ag, Kompilan Hukum Islam sebagai Hukum dalam buku ini membahas tentang, masalah

  Terapan bagi Hakim Pengadilan Agama

  wali dan saksi diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Tentang akad nikah yang pengertiannya disebutkan dalam pasal 1 huruf c, diatur secara khusus dalam pasal 27, pasal 28, dan 29.

  Ketiga, Abu Yasid (muhaqqiq), Fiqh Keluarga dalam buku membahas tentang, pendapat jumhur ulama berpendapat bahwa akad nikah tidak bisa terjadi (tidak sah) tanpa adanya wali.

  Keempat, Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML, Fiqh Perbandingan Masalah

  

Pernikahan dalam buku ini membahas tentang pendapat para ulama berpendapat

  bahwa tanpa wali nikahnya adalah batal, tidak ada mafhum mukhakalafahnya yaitu akad nikah dengan izin wali, nikahnya adalah sah.

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah pada uraian sebelumnya, maka yang menjadi tujuan penelitian yaitu sebagai berikut: a. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya silariang

  (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

  10

  b. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan kasus silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

  c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan kompilasi hukum Islam terhadap legalitas wali nikah dalam kasus silariang (kawin lari) di Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

  2. Kegunaan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikam kegunaan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui lebih dalam faktor penyebab terjadinya silariang (kawin lari) di

  Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

  b. Berguna sebagai sumber informasi bagi masyarakat yang berada diluar kabupaten Takalar, agar memahami pandangan Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam terhadap legalitas wali nikah dalam kasus silariang (kawin lari).

  c. Memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat di kelurahan bontokadatto tentang pandangan Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam terhadap legalitas wali nikah dalam kasus silariang (kawin lari).

  3. Kegunaan Teoritis

  Mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang fiqih munakahat dalam memberikan respon terhadap dinamika perkembangan perkawinan, termasuk dalam hal wali nikah terhadap pelaku silariang (kawin lari).

  11 4.

   Kegunaan Praktis

  Diharapkan mampu memberikan imformasi dan nilai tambah, terhadap pembaca dan para peneliti selanjutnya, terkait dengan wali nikah pelaku Silariang (kawin lari).

BAB II TINJAUAN TEORETIS A . Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan Perkawinan adalah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk,

  baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dengan perkawinan tersebut makhluk hidup dapat berkembang biak atau mengembangkan keturunannya sehingga dapat mempertahankan eksistensi kehidupannya di alam. Perkawinan, bagi manusia, sebagaimana makhluk hidup yang lain, adalah suatu cara yang dipilih Allah. swt sebagai jalan untuk beranak, berkembang biak untuk kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan melakukan peranan yang positif dalam dalam mewujudkan

  1 tujuan perkawinan.

  Dalam definisi perkawinan yang dirumuskan oleh mayoritas ulama fiqh empat mazhab terkemuka, Abd al-Rahman Al-Jaziriy kemudian menyimpulkan bahwa nikah adalah akad yang memberikan hak (keabsahan) kepada laki-laki untuk memanfaatkan tubuh perempuan demi kenikmatan seksualnya. Al-Jaziriy mengatakan ini merupakan pengertian yang disepakati para ulama meski diungkapkan dengan bahasa yang berbeda-beda. Hal yang perlu dicatat dari defenisi tersebut adalah bahwa perkawinan tampak hanya dimaksudkan sebagai wahan kenikmatan seksual (min haisu al- ), atau paling tidak ia (kesenangan seksual) sebagai tujuan utama.

  talazzuz/rekreasi 1 Abdillah Mustari, Reinterpretasi Konsep-konsep Hukum Perkawinan Islam (Cet, I: Makassar: Alauddin Universeri Press, 2011), h. 123.

  Tujuan lain sebagaimana disebutkan Al-Qur ’an bahwa perkawinan dimaksudkan untuk sebuah kehidupan bersama yang sehat dan penuh cinta-kasih tidak dikemukakan secara eksplisit. Ayat Al-Qur ’an ini agaknya merupakan kritik Allah. swt terhadap perkawinan yang semata-mata untuk rekreasi sebagaimana tradisi masyarakat kala itu “Inna fi zalika la ayat li qaum yatafakkarun” (Sesungguhnya dalam hal itu benar-benar ada tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir).

  Pengertian nikah secara harfiah dimaknai sebagai hubungan seksual (al- wat’u). dengan kata lain, nikah tak lebih dari sekedar senggama. Makna harfiah ini kemudian mengalami perluasan makna, dan perluasan makna ini kemudian disepakati sebagai defenisi mengenai pernikahan yang dimaksud oleh Al-Qur

  ’an yaitu perjanjian (aqd) secara sungguh-sungguh yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam rangka keabsahan melakukan hubungan seksual.

  Dalam fiqh ada dua defenisi tentang perkawinan. Pertama, perkawinan adalah akad pemilikan (aqd at-tamlik) dan kedua sebagai akad pewenangan (aqd al-ibahah). Baik dalam defenisi yang pertama maupun yang kedua, posisi perempuan selalu

  2

  menjadi objek dari kepentingan laki-laki. Karena akad pemilikan dalam fikih, berarti pemilikan laki-laki terhadap perempuan, atau pemilikan hak menikmati tubuh perempuan. Sementara akad pewenangan berarti akad yang memberikan wewenang kepada laki-laki untuk menikmati tubuh suaminya, tetapi hak tersebut tidak disebutkan secara eksplisit dalam definisi perkawinan. Lain halnya dengan hak laki- laki yang secara eksplisit ditanyakan bahwa perkawinan adalah hak pemanfaatan laki- laki terhadap tubuh perempuan. Konsekuensinya, ulama fikih tidak tegas ketika membicarakan apakah istri juga memiliki hak yang sama atas kenikmatan seksual juga tidak tegas apakah suami bekewajiban memenuhi hasrat istrinya.

  Defenisi perkawinan oleh para fuqaha seperti yang tersebut diatas ‘aqd yang kemudian terasimilasi dalam bahasa Indonesia yaitu “akad” yang berarti perjanjian atau kontrak. Adanya ijab (tawaran) dan qabul (penerimaan) yang menjadi unsur terjadinya akad atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak yang setara, yaitu laki- laki dan perempuan.

  Dengan demikian, sejatinya dalam perkawinan terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pasangan. Pemenuhan oleh laki-laki dan perempuan setara dan sebanding dengan beban kewajiban yang harus dipenuhi oleh laki-laki dan perempuan (suami dan istri). Dengan masing-masing pasangan tidak ada yang lebih dan yang kurang dalam kadar pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban. Keseimbangan ini sebagai modal dalam menselerakan motif ideal perkawinan dengan realitas perkawinan yang dijalani oleh suami dan istri (laki-laki dan

  3 perempuan).

  Berdasarkan rumusan diatas penulis dapat simpulkan bahwa suatu pernikahan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual saja akad tetapi perkawinan adalah sesuatu hal yang mempunyai akibat yang luas di dalam hubungan hukum antara suami dan istri, dengan perkawinan timbul suatu ikatan yang berisi hak dan kewajiban , seperti kewajiban untuk bertempat tinggal yang sama, setia pada satu sama lain, kewajiban untuk memberi belanja rumah tangga, hak waris dan sebagainya.