1 BAB I PENDAHULUAN - FERI EKA PRAYOGI BAB I

BAB I PENDAHULUAN D. Latar Belakang Masalah Suhu tubuh yang meningkat lebih dari normal atau demam merupakan

  suatu pertanda adanya gangguan kesehatan dan disebut sebagai keluhan yang dirasakan oleh seseorang tetapi bukan merupakan suatu diagnosis. Suhu tubuh pada kondisi demam dapat digunakan sebagai salah satu ukuran mengenai membaik atau memburuknya kondisi pasien. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau peradangan sebagai respon terhadap invasi mikroba, sel-sel darah putih tertentu mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang memiliki banyak efek untuk melawan infeksi (Ayu, Irawati & Mulyanti, 2015).

  Demam merupakan salah satu gejala yang sering kita temui pada anak usia dibawah 5 tahun. Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan (Suririnah, 2009).

  Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas otak yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebih (Hidayat, 2008). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses di luar otak. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (Hartono, 2011).

  Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Anak laki-laki lebih sering menderita kejang demam dengan insiden sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan anak perempuan. Sekitar 30% sampai 40% anak-anak mengalami satu kali kekambuhan (Wong, 2008). Kejang demam terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang biasanya disebabkan oleh proses ekstrakranium sering terjadi pada anak, terutama pada penggolongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ridha, 2014).

  Angka kejadian kejang demam di Indonesia mencapai 2% sampai 4% dari tahun 2005 sampai 2006. Untuk provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2013 mencapai 2% sampai 3%. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tercatat terjadi 35% dari kasus kejang demam yang di tangani dan hal itu dapat lebih besar pada kasus kasus yag tidak tercatat (IDAI, 2013). Menurut Taslim, (2013) kejang demam yang di perkirakan setiap tahunnya terjadi diantara nya mengalami komplikasi epilepsi. Di indonesia sendiri komplikasi yang terjadi kejadian kejang demam berupa kejang berulang, epilepsi, hemiparese dan gangguan mental (IDAI, 2013).

  Berdasarkan data kejadian kejang demam yang diperoleh dari RSUD dr. R Goetheng Taroenadibrata purbalingga didapatkan bahwa angka kejadian kejang demam pada tahun 2017 mencapai 205 anak dengan rentang usia 6 bulan – 5 tahun. Berdasarkan sumber yang sama tercatat anak dengan kejang demam berulang pada tahun 2017 mencapai 4,8%. Sedangkan pada bulan Januari hingga Maret 2018 angka kejadian kejang demam mencapai 56 ana dengan rentang usia 6 bulan samapai 5 tahun.

  Penyebab kejang demam hingga kini belum di ketahui dengan pasti. Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang kadang demam tidak terlalu tinggi dapat menyebabkan kejang (Taslim, 2013). Menurut Riyadi dan Sujono (2013) kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ektrakranial seperti tonsilitis, ototis media akut, bronchitis. Sedangkan menurut Wong, (2008) Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama.

  Ada 2 bentuk kejang demam yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang 15 menit dan umumnya dapat berhenti sendiri. Kejangnya bersifat umum artinya melibatkan seluruh tubuh. Kejang tidak berulang dalam 24 jam pertama. Kejang demam tipe ini merupakan 80% dari seluruh kasus kejang demam. Kejang demam kompleks adalah kejang dengan satu ciri sebagai berikut: kejang lama > 15 menit, kejang fokal / parsial satu sisi tubuh, kejang > 1 kali dalam 24 jam (Hartono, 2011).

  Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Kenaikan suhu tubuh tertentu dapat mempengaruhi keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium dari membrane tadi, dengan akibat lepasnya muatan listrik Lepasnya muatan listrik ini demikan besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang (Purwanti & Maliya, 2008).

  Penanganan demam pada anak dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan farmakologis (menggunakan antipiretik / obat penurun panas) dan nonfarmakologis (terapi fisik) yang dapat dilakukan dengan kompres hangat. Kompres hangat adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. Kompres hangat dapat menjadi pertolongan pertama saat anak mengalami demam dan sebagai alternative pengobatan selain menggunakan obat penurun panas atau sebagai pengobatan tambahan untuk membantu mempercepat penurunan demam (Purwanti dan Ambarwati, 2008).

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ayu, Irwanti dan mulyanti (2015) menunjukan bahwa teknik pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif terhadap penurunan suhu tubuh dibandingkan dengan teknik pemberian kompres hangat pada dahi rata-rata derajat penurunan suhu tubuh sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat pada daerah aksila pada pasien demam sebesar 0,247°C, rerata derajat penurunan suhu tubuh sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat pada daerah dahi pada pasien demam sebesar 0,111°C. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Purwanti dan Ambarwati (2008), menunjukan bahwa terdapat perbedaan suhu tubuh setelah dilakukan kompres hangat dengan rata-rata mengalami perubahan suhu tubuh sebesar 0,97°C.

  Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk mengap;ikasikan pemberian kompres hangat yang tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam. Maka dari itupenulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah tentang “Penerapan kompres hangat sebagai upaya penurunan suhu tubuh pada anak kejang demam”.

  E. Rumusan masalah Kompres air hangat dapat menjadi pertolongan pertama saat anak mengalami demam dan sebagai alternative pengobatan selain menggunakan obat penurun panas atau sebagai pengobatan tambahan untuk membantu mempercepat penurunan demam. Rumusan masalah ini adalah “Penerapan kompres hangat sebagai upaya penurunan suhu tubuh pada anak kejang demam”.

  F. Tujuan Studi Kasus

  1. Tujuan Umum Mengetahui penurunan suhu tubuh setelah dilakukan kompres hangat pada anak kejang demam

  2. Tujuan Khusus

  a) Mendeskripsikan responden berdasarkan umur, jenis kelamin, riwayat kejang, riwayat penyakit dan penyakit penyerta.

  b) Mendeskripsikan penurunan suhu tubuh pada anak kejang demam setelah dilakukan kompres hangat.

  G. Manfaat Studi Kasus

  1. Bagi Peneliti Menambah wawasan tentang penurunan suhu tubuh setelah dilakukan kompres hangat pada anak kejang demam.

  2. Bagi Ilmu Keperawatan Sebagai data dan informasi tentang penurunan suhu tubuh setelah dilakukan kompres hangat pada anak kejang demam. Serta sebagai dasar pengembangan intervensi pada pendidikan kesehatan khususnya media pendidikan kesehatan mengenai penatalaksanaan kejang demam.

  3. Bagi Masyarakat Sebagai informasi dan masukan masyarakat khususnya responden untuk melakukan kompres hangat saat anak mengalami kejang demam.

  4. Bagi Peneliti Lain Sebagai tambahan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang kejang demam.

  5. Bagi Pelayan Kesehatan Sebagai informasi dan masukan tentang pemberian kompres hangat untuk meminimalisir penggunaan antipiretik.