Lampiran PER 08 PJ 2014

LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER- 08 /PJ/ 2014 TENTANG
PENGAWASAN TERHADAP
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN
PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN
OLEH BENDAHARA PENGELUARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/
KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
TATA CARA PERHITUNGAN POTENSI PAJAK ATAS BELANJA DAERAH

I. PENDAHULUAN
Tata cara perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah berisi panduan dalam
menghitung potensi pajak atas Belanja Daerah yang berasal dari data pagu
APBD yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan/atau
pihak lain, maupun data realisasi penerimaan pajak dari bendahara pemerintah
tahun-tahun sebelumnya. Sebelum masuk ke dalam perhitungan potensi pajak
atas Belanja Daerah, didahului dengan penghimpunan data pagu APBD
dan/atau data realisasi penerimaan pajak dari Wajib Pajak Bendahara
Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD. Setelah dilakukan perhitungan potensi pajak
atas Belanja Daerah, data potensi tersebut didokumentasikan dalam dokumen

perhitungan potensi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pengawasan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.

II. TATA CARA PERHITUNGAN POTENSI PAJAK ATAS BELANJA DAERAH
Tata Cara Perhitungan Potensi Pajak atas Belanja Daerah meliputi 3 (tiga)
tahapan proses sebagai berikut:
1. Penghimpunan data pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
2. Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah; dan
3. Pendokumentasian hasil perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah.

II.1 Penghimpunan Data Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD)
Penghimpunan data pagu APBD adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dalam rangka perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah. Penghimpunan
data APBD dapat menggunakan data yang berasal dari Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak lainnya yang
terkait. Output yang dihasilkan dari proses penghimpunan data pagu APBD
adalah data pagu APBD per SKPD per jenis belanja pada Tahun Anggaran
berkenaan.
Tahapan proses penghimpunan data pagu APBD adalah sebagai berikut:

a. Permintaan informasi data pagu APBD per SKPD per jenis belanja kepada
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012
tentang

-2tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan
dengan Perpajakan beserta aturan pelaksanaannya.

b Penatausahaan data

pagu APBD per SKPD

per jenis belanja yang

disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan adalah sebagai
berikut:
1) Direktur Jenderal Pajak c.q Kepala Kantor Pengolahan Data Eksternal
menerima data pagu APBD per SKPD per jenis belanja dari Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan dalam bentuk softcopy;
2) Data pagu APBD per SKPD per jenis belanja sebagaimana dimaksud


dalam angka 1) diolah dan ditampilkan dalam sistem informasi DJP
untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (Kanwil DJP) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP);
3) Petunjuk teknis pemanfaatan data pagu APBD per SKPD per jenis
belanja pada sistem informasi DJP berdasarkan surat Direktur Teknologi

Informasi Perpajakan (TIP).
c. Dalam hal data pagu APBD per SKPD per jenis belanja dari Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan belum diperoleh atau belum mencukupi,
Kanwil DJP atau KPP dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah
dan/atau pihak lainnya dalam rangka penghimpunan data pagu APBD
tahun sebelumnya maupun data pagu APBD tahun berjalan baik secara
langsung maupun tidak langsung seperti melalui websitel situs resmi
Pemerintah Daerah dan/atau pihak lainnva.
11.2. Perhitungan Potensi Pajak atas Belanja Daerah
Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah adalah serangkaian kegiatan
lanjutan setelah dilakukan proses penghimpunan data pagu APBD. Perhitungan
potensi pajak atas Belanja Daerah dilakukan berdasarkan data pagu


APBD

dan/atau realisasi penerimaan pajak dari bendahara pemerintah daerah. Output
yang dihasilkan dari proses perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah
adalah hasil perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah.
Tahapan proses perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah adalah sebagai
berikut:
a.

Berdasarkan data APBD per SKPD per jenis belanja sebagaimana dimaksud
dalam poin II.1, Kepala Kanwil DJP melaksanakan perhitungan potensi
pajak atas Belanja Daerah setiap SKPD yang terdaftar di wilayah kerjanya.

b. Dalam hal data APBD per SKPD per jenis belanja dari Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan belum dapat diperoleh/mencukupi,
dapat menggunakan data pagu dan/atau data realisasi

Kanwil D,IP
APBD tahun


sebelumnya maupun data pagu APBD tahun berjalan yang diperoleh dari
Pemerintah Daerah dan/atau pihak lainnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung seperti websitel situs resmi Pemerintah Daerah dan/atau
pihak lainnya.
c. Kepala

-3-

c.

Kepala Kanwil DJP dapat melakukan penyesuaian perhitungan potensi pajak
atas Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, apabila data
pagu APBD per SKPD per jenis belanja dari Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan telah dapat diperoleh/dianggap mencukupi.

d. Dalam perhitungan potensi pajak atas Belanja

Daerah sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, Kepala Kanwil DJP dapat menggunakan metode

perhitungan potensi yang dianggap tepat dan memadai.
e.

Beberapa

contoh

metode perhitungan potensi secara

sederhana

sebagaimana dimaksud dalam huruf d adalah sebagai berikut:
1) Metode Tarif Efektif
Metode Tarif Efektif merupakan metode pehitungan potensi pajak atas
Belanja Daerah yang menggunakan data jumlah realisasi penerimaan
pajak dari Wajib Pajak Bendahara tahun sebelumnya serta jumlah pagu
belanja tahun sebelumnya dan tahun berjalan.
a) Tarif Efektif dihitung dari jumlah realisasi penerimaan pajak yang
dipotong/dipungut dan disetorkan Wajib Pajak Bendahara tahun
sebelumnya dibagi dengan jumlah pagu belanja tahun sebelumnya.

Realisasi Penerimaan Pajak dari Wajib Pajak Bendahara T-1
Tarif Efektif =
Pagu Belanja T-1
Keterangan:
T-1 : Tahun sebelum tahun berjalan.
Ketentuan mengenai perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah
menggunakan metode tarif efektif adalah:
i. Apabila diketahui realisasi penerimaan pajak per jenis pajak per
jenis belanja dan pagu belanja APBN dan APBD per jenis belanja,
maka memperhatikan ketentuan berikut:
- Potensi dan Realisasi PPh Pasal 21 dapat diperhitungkan atas
pagu belanja pegawai;
- Potensi dan Realisasi PPh Pasal 22 dapat diperhitungkan atas

pagu belanja barang dan belanja modal;
Potensi dan Realisasi PPh Pasal 23 dapat diperhitungkan atas
pagu belanja jasa;
Potensi dan Realisasi PPh Pasal 4 ayat (2) dapat diperhitungkan
atas pagu belanja modal;
- Potensi dan Realisasi PPN dapat diperhitungkan atas pagu

belanja barang/jasa dan belanja modal.
ii. Dalam penghitungan tarif efektif, data realisasi penerimaan pajak
dan pagu belanja dapat menggunakan data realisasi penerimaan
pajak dan pagu belanja salah satu SKPD yang dijadikan sebagai
acuan/ benchmark yang mempunyai pagu belanja signifikan.
b) Potensi

-4b) Potensi Pajak atas Belanja Daerah = Tarif Efektif dikalikan dengan
pagu belanja APBD Tahun Anggaran berjalan
Contoh:
(1) Diperoleh data jumlah realisasi penerimaan PPh Pasal 21 dari Wajib
Pajak Bendahara Tahun 2012 sebesar Rp. 3.000.000.000,- (Tiga
miliar rupiah) dan pagu belanja pegawai pada APBN dan APBD
Tahun 2012 sebesar Rp. 50.000.000.000,- (Lima puluh miliar
rupiah). Sementara pagu belanja pegawai pada APBD Tahun 2013
adalah sebesar Rp. 40.000.000.000 (Empat puluh miliar rupiah).
• Perhitungan tarif efektif PPh Pasal 21 atas belanja pegawai:

Tarif Efektif PPh Pasal 21 atas Belanja Pegawai =


3.000.000.000

= 6,00%

50.000.000.000

• Potensi PPh Pasal 21 atas Belanja APBD Tahun 2013 = 6,00% x

40 Miliar = 2,4 Miliar.
(2) Diperoleh data jumlah realisasi penerimaan PPh Pasal 22 dari Wajib
Pajak Bendahara dari belanja barang Tahun 2012 sebesar Rp.
2.000.000.000,- (Dua miliar rupiah) dan pagu belanja barang APBN
dan APBD Tahun 2012 sebesar Rp. 100.000.000.000,- (Seratus
miliar rupiah). Selain itu, diketahui jumlah realisasi penerimaan PPh
Pasal 22 Wajib Pajak Bendahara dari belanja modal Tahun 2012
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu miliar rupiah) dan pagu belanja
modal APBN dan APBD Tahun 2012 sebesar Rp. 500.000.000.000,(Lima ratus miliar rupiah). Sementara pagu belanja barang dan
belanja modal pada APBD Tahun 2013 masing-masing sebesar Rp.
50.000.000.000 (Lima puluh miliar rupiah) dan 300.000.000.000
(Tiga ratus miliar rupiah).

• Perhitungan tarif efektif PPh Pasal 22 atas belanja barang:

Tarif Efektif PPh Pasal 22 atas belanja barang =

2. 000. 000 . 000

= 2,00%

100.000.000.000

• Perhitungan tarif efektif PPh Pasal 22 atas belanja modal:
Tarif Efektif PPh Pasal 22 atas belanja modal =

1.000.000.000

=

0,20%

500.000.000.000


• Potensi PPh Pasal 22 atas Belanja Barang APBD Tahun 2013 =
2,00% x 50 Miliar = 1 Miliar.
• Potensi PPh Pasal 22 atas Belanja Modal APBD Tahun 2013=
0,20% x 300 Miliar = 0,6 Miliar.
Potensi

-5-

• Potensi PPh Pasal 22 atas Belanja APBD Tahun 2013 = 1 Miliar +
0,6 Miliar = 1,6 Miliar.
(3) Diperoleh data jumlah realisasi penerimaan PPh Pasal 22 dari Wajib
Pajak Bendahara untuk belanja barang APBN dan APBD Tahun
2012 sebesar Rp. 2.000.000.000,- (Dua miliar rupiah) dan realisasi
penerimaan PPh Pasal 22 Wajib Pajak Bendahara dari belanja modal
APBN dan APBD Tahun 2012 sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu
miliar rupiah). Namun untuk pagu belanja barang dan belanja
modal APBN dan APBD Tahun 2012 hanya diketahui data gabungan
pagu belanja barang dan belanja modal sebesar 500.000.000.000
(Lima ratus miliar rupiah). Sementara pagu belanja barang dan
belanja modal pada APBD Tahun 2013 sebesar Rp. 450.000.000.000
(Empat ratus lima puluh miliar rupiah).
• Perhitungan tarif efektif PPh Pasal 22:
Tarif Efektif PPh Pasal 22

_ (2.000.000.000 + 1.000.000.000)

= 0,60%

500.000.000.000

• Potensi PPh Pasal 22 atas Belanja APBD Tahun 2013 =
0,60`)/0 x (450 Miliar) = 2,7 Miliar.
(4) Diperoleh data jumlah realisasi penerimaan PPh Pasal 23 dari Wajib
Pajak Bendahara Tahun 2012 sebesar Rp. 200.000.000,- (Dua ratus
juta rupiah) dan pagu belanja jasa APBN dan APBD Tahun 2012
sebesar Rp. 40.000.000.000,- (Empat puluh miliar rupiah).
Sementara pagu belanja jasa pada APBD Tahun 2013 sebesar Rp.
50.000.000.000 (Lima puluh miliar rupiah).
• Perhitungan tarif efektif PPh Pasal 23 atas belanja jasa:

Tarif Efektif PPh Pasal 23 atas belanja jasa =

200.000.000
40.000.000.000

= 0,50%

• Potensi PPh Pasal 23 atas Belanja Jasa APBD Tahun 2013 =
0,50% x 50 Miliar = 250 Juta.
(5) Diperoleh data jumlah realisasi penerimaan PPh Pasal 4 ayat (2) dari
Wajib Pajak Bendahara tahun 2012 sebesar Rp. 4.000.000.000,(Empat miliar rupiah) dan pagu belanja modal APBN dan APBD
Tahun 2012 diketahui sebesar 200.000.000.000 (Dua ratus miliar

rupiah). Untuk pagu belanja modal pada APBD Tahun 2013 adalah
sebesar Rp. 250.000.000.000 (Dua ratus lima puluh miliar rupiah).
Perhitungan

-6-

• Perhitungan tarif efektif PPh Pasal 4 ayat (2) atas belanja modal
pada APBD:
Tarif Efektif PPh Pasal 4 (2) atas
belanja APBD =

4.000.000.000



2,00%

200.000.000.000

• Potensi PPh Pasal 4 ayat (2) atas Belanja Modal pada APBD Tahun
2013 = 2,00% x 250 Miliar = 5 Miliar.

(6) Diperoleh data jumlah realisasi penerimaan PPN dari Wajib Pajak
Bendahara tahun 2012 sebesar Rp.

90.000.000.000, - (Sembilan

puluh miliar rupiah) dan pagu belanja APBN dan APBD Tahun 2012
hanya diketahui data pagu belanja sebesar 1.000.000.000.000 (Satu
triliun rupiah). Untuk pagu belanja APBD Tahun 2013 sebesar Rp.
1.100.000.000.000 (Satu triliun seratus miliar rupiah).
• Perhitungan tarif efektif PPN atas belanja APBD:
Tarif Efektif PPN atas belanja APBD =

90.000.000.000
1.000.000.000.000

=

9,00%

Potensi PPN atas Belanja APBD Tahun 2013 = 9,00% x 1,1 Triliun =
99 Miliar.
2) Metode Estimasi Pertumbuhan Penerimaan
Metode

estimasi pertumbuhan penerimaan

merupakan

metode

pehitungan potensi pajak atas Belanja Daerah yang menggunakan data
jumlah realisasi penerimaan pajak dari Wajib Pajak Bendahara tahun
sebelumnya sebagai acuan. Metode ini digunakan apabila data pagu
belanja APBD tidak dapat diperoleh. Metode ini menghitung potensi
pajak atas Belanja Daerah melalui jumlah realisasi penerimaan pajak
dari Wajib Pajak Bendahara tahun sebelumnya dikalikan dengan
estimasi pertumbuhan penerimaan pajak dari Wajib Pajak Bendahara

pada tahun berjalan.
a) Estimasi pertumbuhan dihitung dari selisih perubahan jumlah
realisasi penerimaan pajak dari Wajib Pajak Bendahara tahun
sebelumnya dan 2 (dua) tahun sebelumnya dibagi dengan

dari

jumlah realisasi penerimaan pajak dari Wajib Pajak Bendahara 2
tahun sebelumnya.

Estimasi
Pertumbuhan =

Realisasi Penerimaan Pajak dari Wajib Pajak
Bendahara (T-1) (T-2)
Realisasi Penerimaan Pajak dari Wajib Pajak
Bendahara T-2
-

Keterangan

-7-

Keterangan:
T-1 : Tahun sebelum tahun berjalan.
T-2 : 2 tahun sebelum tahun berjalan.
b) Potensi pajak atas Belanja Daerah = jumlah realisasi penerimaan
pajak dari Wajib Pajak Bendahara tahun sebelumnya ditambah
dengan jumlah realisasi penerimaan pajak dari Wajib Pajak
Bendahara tahun sebelumnya yang dikalikan dengan estimasi
pertumbuhan.
Contoh:
Diketahui jumlah realisasi penerimaan PPh Pasal 21 dari Wajib Pajak
Bendahara pada tahun 2012 adalah sebesar Rp. 12.000.000.000,- (Dua
belas miliar rupiah), sedangkan jumlah realisasi penerimaan PPh Pasal 21
dari Wajib Pajak Bendahara pada tahun 2011 sebesar Rp. 9.000.000.000,(Sembilan miliar rupiah).
• Perhitungan estimasi pertumbuhan pajak atas Belanja Daerah
Estimasi pertumbuhan
PPh Pasal 21 atas
bclanja APBD

(12.000.000.000 - 9.000.000.000)

= 33,3%

9.000.000.000

• Perhitungan Potensi PPh Pasal 21 atas Belanja Daerah Tahun 2013 =
12 Miliar + (33,3% x 12 Miliar) = 16 Miliar.
f.

Dalam hal realisasi penerimaan pajak dan realisasi Belanja Daerah telah
dapat diperoleh melalui penyampaian Daftar Transaksi Harian (DTH) dan
Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH) yang sudah diyakini kebenarannya,
maka atas data DTH dan RTH tersebut dapat dijadikan sebagai dasar/acuan
dalam perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah.

g.

Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dilaksanakan dalam jangka waktu sebagai berikut:
1) Untuk tahun anggaran 2014, perhitungan potensi pajak atas Belanja
Daerah dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan sejak ditetapkannya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
2) Untuk tahun anggaran selanjutnya, perhitungan potensi dilaksanakan
paling lambat akhir bulan Maret tahun anggaran berkenaan.

11.3. Pendokumentasian Hasil Perhitungan Potensi Pajak atas Belanja
Daerah

Pendokumentasian hasil perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah adalah
serangkaian kegiatan lanjutan setelah dilakukan proses perhitungan potensi
pajak atas Belanja Daerah. Pendokumentasian hasil perhitungan potensi pajak
atas Belanja Daerah dilakukan berdasarkan hasil perhitungan potensi pajak
atas Belanja Daerah. Output yang dihasilkan dari proses perhitungan potensi
pajak

C.

-8pajak atas Belanja Daerah adalah dokumen perhitungan potensi pajak atas
Belanja Daerah.
Tahapan proses pendokumentasian hasil perhitungan potensi pajak atas
Belanja Daerah adalah sebagai berikut:
a. Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah oleh Kepala Kanwil DJP
sebagaimana dimaksud dalam poin 11.2 didokumentasikan dalam dokumen
perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah dengan format dokumen
sebagaimana terlampir dalam Lampiran IV.
b. Dokumen perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah sebagaimana
dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada seluruh Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) yang membawahi SKPD dimaksud dalam bentuk hardcopy dan softcopy
dengan ditembuskan kepada Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan serta
Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.
c. Petunjuk teknis penyampaian dokumen perhitungan potensi pajak atas Belanja
Daerah dalam bentuk

softcopy

sebagaimana dimaksud dalam huruf b

berdasarkan surat Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan.

pj)

REKTUR JENDERAL PAJAK,

DIREKTUR
JENDERAL s

*

(C(C«
FUAD RAHMANY

4

T0RA JEND.

LAMPIRAN II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER- 08 /PJ/ 2014 TENTANG
PENGAWASAN TERHADAP
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN
PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN
OLEH BENDAHARA PENGELUARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/
KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
TATA CARA PENERIMAAN DAN PENATAUSAHAAN DAFTAR TRANSAKSI
HARIAN (DTH) DAN REKAPITULASI TRANSAKSI HARIAN (RTH)

I. PENDAHULUAN
Tata cara penerimaan dan penatausahaan DTH dan RTH berisi panduan dalam
menerima dan mengelola atau mengadministrasikan dokumen DTH dan RTH
yang disampaikan oleh Kuasa BUD dalam rangka pengawasan
pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak oleh Bendahara Pengeluaran
SKPD/Kuasa BUD. Tata cara sebagaimana dimaksud didahului dengan proses
penerimaan dokumen DTH dan RTH dalam bentuk hardcopy dan softcopy.
Setelah dokumen DTH dan RTH diterima, dokumen tersebut diadministrasikan
oleh unit kerja di lingkungan DJP agar dapat dimanfaatkan dalam rangka
pengawasan pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak oleh Bendahara
Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.
II. TATA CARA PENERIMAAN DAN PENATAUSAHAAN DTH DAN RTH
Tata Cara Penerimaan dan Penatausahaan DTH dan RTH meliputi 3 (tiga)
tahapan proses sebagai berikut:
1. Proses Penyampaian DTH dan RTH oleh Kuasa BUD;
2. Proses Penerimaan dan Penatausahaan DTH dan RTH (hardcopy);
3. Proses Penerimaan dan Penatausahaan DTH dan RTH (softcopy); dan
4. Proses Pengawasan Penyampaian DTH dan RTH.
II.1. Proses Penyampaian DTH dan RTH oleh Kuasa BUD
Proses penyampaian DTH dan RTH oleh Kuasa BUD kepada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) penerima dokumen DTH dan RTH dalam bentuk

softcopy,

hardcopy dan

KPP yang dimaksud merupakan KPP tempat masing-masing

Bendahara Umum Daerah (BUD) terdaftar sebagai Wajib Pajak.
Proses penyampaian DTH dan RTH oleh Kuasa BUD adalah sebagai berikut:
a. Penyampaian DTH dan RTH oleh Kuasa BUD dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy;
2) dilampiri dengan fotokopi SSP lembar ke-3; dan
3) disampaikan secara bulanan paling lama tanggal 20 setelah bulan
yang bersangkutan berakhir.
b. Dalam hal tanggal 20 setelah bulan yang bersangkutan berakhir jatuh pada
hari libur atau hari kerja yang diliburkan, penyampaian DTH dan RTH
sebagaimana

sebagaimana dimaksud huruf a dilakukan paling lambat pada hari kerja
berikutnya.
11.2. Proses Penerimaan dan Penatausahaan DTH dan RTH (hardcopy)

Tahapan proses penerimaan dan penatausahaan DTH dan RTH dapat
dipisahkan menurut bentuk dokumen yang disampaikan, yaitu hardcopy dan
softcopy. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) penerima dokumen DTH dan RTH dalam
bentuk hardcopy dan softcopy dari Kuasa BUD merupakan KPP tempat masingmasing Bendahara Umum Daerah (BUD) terdaftar sebagai Wajib Pajak. Proses
penerimaan dan Penatausahaan DTH dan RTH dalam bentuk hardcopy adalah
serangkaian kegiatan yang dimulai dari penerimaan dokumen DTH dan RTH
dalam bentuk hardcopy oleh KPP penerima dokumen DTH dan RTH serta
mengelola/ mengadministrasikannya sehingga dapat dimanfaatkan dalam
pengawasan pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak oleh Bendahara
Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.
Proses penerimaan dan penatusahaan DTH dan RTH dalam bentuk hardcopy
oleh KPP penerima dokumen DTH dan RTH sebagai berikut:
a.

Petugas Seksi Pelayanan pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) menerima
dokumen hardcopy RTH yang dilampiri dokumen hardcopy DTH dan fotokopi
SSP lembar ke-3 dari Kuasa BUD.

b.

Dalam hal dokumen hardcopy RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP
lembar ke-3 disampaikan oleh Kuasa BUD melalui jasa pos/ekpedisi/jasa
pengiriman lainnya, petugas penerima dokumen RTH tersebut wajib
meneruskan dokumen dimaksud kepada Petugas Seksi Pelayanan pada TPT
sebagaimana dimaksud pada huruf a.

c.

Atas penyampaian dokumen hardcopy RTH secara langsung sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Petugas Seksi Pelayanan pada TPT menerbitkan
tanda terima penyampaian dokumen RTH dan DTH melalu i menu
penerimaan surat pada aplikasi TPT.

d.

Tanda terima sebagaimana dimaksud dalam huruf c dinyatakan sah apabila
dibubuhi tanggal penerimaan dokumen, keterangan dokumen, nama jelas
pctugas pencrima dan cap dinas.
Contoh:
Pengisian kolom keterangan dokumen dicantumkan "Tanda Terima
Dokumen hardcopy dan softcopy RTH beserta lampiran bulan Oktober
Tahun 2013 dari Kuasa Bendahara Umum Daerah Pemprov Jawa Tengah"

e.

Petugas Seksi Pelayanan pada TPT sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
menyampaikan dokumen hardcopy RTH yang dilampiri dokumen hardcopy
DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 kepada Kepala Seksi Pelayanan.

f.

Dokumen hardcopy RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan/atau b dapat terdiri dari :
1) RTH yang hanya dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari SKPD
yang terdaftar di KPP sendiri; atau
2) RTH

-32) RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari SKPD yang
terdaftar di KPP sendiri dan SKPD yang terdaftar di KPP lain.
g.

Dalam hal terdapat DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari SKPD yang
terdaftar di KPP lain, Kepala Seksi Pelayanan memisahkan dokumen DTH
dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari SKPD dimaksud serta menyampaikan
dokumen fotokopi RTH yang clilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3
tersebut kepada KPP lain tempat SKPD dimaksud terdaftar sesuai dengan
format surat sebagaimana terlampir pada Lampiran IV.

(kecuali KPP di

wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta)
Contoh:
KPP Pratama Yogyakarta menerima dokumen hardcopy RTH yang dilampiri
DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari Kuasa BUD Pemerintah Propinsi
Yogyakarta yang di dalamnya terdapat data DTH milik SKPD A yang
terdaftar di KPP Pratama Sleman, maka Kepala Seksi Pelayanan KPP
Pratama Yogyakarta harus memisahkan DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3
milik SKPD A dimaksud dan mengirimkannya bersama dengan fotokopi RTH
kepada Kepala KPP Pratama Sleman u.p Kepala Seksi Pelayanan.
h. Penatausahaan DTH dan RTH khusus di wilayah Propinsi DKI Jakarta:
1) KPP penerima dokumen hardcopy RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi
SSP lembar ke-3 dari Kuasa BUD Pemerintah Propinsi DKI Jakarta,
menggandakan dokumen RTH sebanyak jumlah Kantor Wilayah DJP di
wilayah Propinsi DKI Jakarta (kecuali Kanwil DJP Jakarta Khusus dan
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar).
2) KPP sebagaimana dimaksud dalam angka 1) memisahkan DTH dan
fotokopi SSP lembar ke-3 dari SKPD yang terdaftar di KPP lain per Kantor
Wilayah DJP sesuai dengan wilayah KPP lain tempat SKPD dimaksud
terdaftar.
3)

KPP sebagaimana dimaksud dalam angka 1) menyampaikan fotokopi
RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) kepada setiap Kantor Wilayah DJP di wilayah
Propinsi DKI Jakarta sesuai dengan wilayah KPP tempat SKPD terdaftar
dengan format surat sebagaimana terlampir pada Lampiran IV.
Contoh:
a) KPP Pratama Jakarta Gambir Satu menerima dokumcn

hardcopy

RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari Kuasa
BUD Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang di dalamnya terdapat
data DTH milik SKPD yang terdaftar pada KPP di lingkungan Kantor
Wilayah DJP Jakarta Selatan, maka Petugas Seksi Pelayanan KPP
Pratama Jakarta Gambir Satu memilah DTH dan fotokopi SSP lembar
ke-3 milik SKPD yang terdaftar pada KPP di lingkungan Kanwil DJP
Jakarta Selatan dan mengirimnya kepada Kepala Kanwil DJP Jakarta
Selatan u.p Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi.
b) KPP

-4b) KPP Pratama Jakarta Gambir Satu menerima dokumen

hardcopy

RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari Kuasa
BUD Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang di dalamnya terdapat
data DTH milik SKPD yang terdaftar pada KPP lain di lingkungan
Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat, maka Petugas Seksi Pelayanan
KPP Pratama Jakarta Gambir Satu memilah DTH dan fotokopi SSP
lembar ke-3 milik SKPD yang terdaftar pada KPP lain di lingkungan
Kanwil Jakarta Pusat dan mengirimkannya kepada Kepala Kanwil
DJP Jakarta Pusat u.p Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi.
4) Kepala Kantor Wilayah DJP u.p Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi
menerima, memilah dan menyampaikan dokumen fotokopi RTH yang
dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) kepada KPP tempat SKPD tersebut terdaftar sesuai
dengan format surat sebagaimana terlampir pada Lampiran IV.
Contoh:
a)

Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan menerima fotokopi dokumen

hardcopy RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari
KPP Pratama Jakarta Gambir Satu yang di dalamnya terdapat data
DTH milik SKPD B yang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta
Kebayoran Baru Tiga, maka Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi
Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan harus memilah DTH dan
fotokopi SSP lembar ke-3 milik SKPD B dimaksud dan
mengirimkannya bersama dengan fotokopi RTH kepada Kepala KPP
Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga u.p Kepala Seksi Pelayanan.
b) Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat menerima dokumen

hardcopy

RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dari KPP
Pratama Jakarta Gambir Satu yang di dalamnya terdapat data DTH
milik SKPD C vang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta Gambir Dua,
maka Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi Kantor Wilayah DJP
Jakarta Pusat harus memilah DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3
milik SKPD C dimaksud dan mengirimkannya bersama dengan
fotokopi RTH kepada Kepala KPP Pratama Jakarta Gambir Dua u.p
Kepala Seksi Pelayanan.
i.

Jangka waktu penyampaian dokumen fotokopi RTH yang dilampiri DTH dan
fotokopi SSP lembar ke-3 kepada KPP tempat SKPD terdaftar sebagaimana
dimaksud pada huruf g dan h dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari kerja
sejak dokumen hardcopy RTH cliterima dari Kuasa BUD.

j.

Kepala Seksi Pelayanan menyampaikan dokumen

hardcopy RTH yang

dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 SKPD yang terdaftar di KPP
sendiri kepada Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) paling
lambat 3 (tiga) hari kerja sejak dokumen hardcopy RTH tersebut diterima
dari Kuasa BUD/Kantor Wilayah DJP/KPP lain.
k. Kepala

k. Kepala Seksi PDI menerima dokumen hardcopy RTH yang dilampiri DTH dan
fotokopi SSP lembar ke-3 sebagaimana dimaksud pada huruf j dan
melakukan pemindaian atau scanning terhadap dokumen RTH clan DTH
dimaksud.
1. Kepala Seksi PDI mengarsipkan dan menyimpan dokumen softcopy RTH dan
DTH hasil pemindaian atau scanning sebagaimana dimaksud pada huruf k.
m. Kepala Seksi PDI menyampaikan dokumen hardcopy RTH dan DTH yang
dilampiri fotokopi SSP lembar ke-3 sebagaimana dimaksud pada huruf j
kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi serta

Account

Representative paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak dokumen hardcopy RTH
tersebut diterima dari Kepala Seksi Pelayanan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Kepala Seksi PDI menggandakan serta menyampaikan dokumen

hardcopy RTH kepada setiap Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi;
dan
2) Kepala Seksi PDI memilah serta menyampaikan dokumen hardcopy DTH
dan SSP lembar ke-3 kepada setiap

Account Representative

sesuai

dengan SKPD/Kuasa BUD yang diawasi.
n. Setiap pengiriman/penyampaian dokumen RTH dan DTH di lingkungan DJP
menggunakan nota dinas/surat dinas sesuai dengan ketentuan tata naskah
dinas yang berlaku.
11.3. Proses Penerimaandan Penatausahaan DTH dan RTH (softcopy)

Proses penerimaan dan Penatausahaan DTH dan RTH dalam bentuk softcopy
adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari penerimaan dokumen DTH dan
RTH dalam bentuk softcopy serta mengelola/mengadministrasikannya sehingga
dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait dalam pengawasan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.
Proses penerimaan dan penatusahaan DTH dan RTH dalam bentuk

softcopy

adalah sebagai berikut:
a.

Penyampaian dokumen

softcopy

RTH dan DTH dapat melalui media

flashdisk atau cakram optik (compact disc).
b.

Dokumen softcopy RTH dan DTH dari Kuasa BUD disampaikan kepada
Petugas Seksi Pelayanan pada TPT.

c.

Dalam hal dokumen softcopy RTH dan DTH disampaikan oleh Kuasa BUD
melalui jasa pos/ekspedisi/jasa pengiriman lainnya, petugas penerima
dokumen

softcopy

RTH dan DTH di KPP tersebut wajib meneruskan

dokumen dimaksud kepada Petugas Seksi Pelayanan pada TPT sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
d.

Dokumen softcopy DTH dan RTH sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan dalam format Microsoft Excell atau format ekstensi .csv (Comma

Separated Value).
e. Petugas

-6e.

Petugas Seksi Pelayanan pada TPT yang menerima dokumen softcopy RTH
dan DTH sebagaimana dimaksud dalam huruf b, untuk selanjutnya
menyampaikan dokumen softcopy RTH dan DTH dimaksud pada Seksi
Pengolahan Data dan Informasi.

f.

Petugas Seksi Pengolahan Data dan Informasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf e meneliti kelengkapan dokumen softcopy DTH dan DTH tersebut
serta menyampaikannya kepada Kantor Pengolahan Data Eksternal.

g.

Dokumen softcopy RTH dan DTH tersebut selanjutnya akan diunggah oleh
petugas Kantor Pengolahan Data Eksternal melalui aplikasi loader.

h.

Dokumen softcopy RTH dan DTH akan diolah melalui aplikasi pengolahan
data pada sistem informasi DJP.

i.

Tanda terima penyampaian dokumen

soficopy

DTH dan RTH secara

langsung oleh Kuasa BUD, menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan
dengan tanda terima penyampaian dokumen

hardcopy DTH dan RTH

sebagaimana dimaksud dalam poin 11.2 huruf c.
j.

Petunjuk teknis terkait bentuk dan jenis data dalam dokumen softcopy DTH
dan RTH sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan penggunaan loader
serta aplikasi pengolahan data sebagaimana dimaksud dalam huruf e, f, g,
dan h selanjutnya berdasarkan surat atau modul aplikasi secara terpisah.

11.4. Proses Pengawasan Penyampaian DTH dan RTH

Proses pengawasan penyampaian DTH dan RTH adalah serangkaian kegiatan
yang dilaksanakan dalam rangka memantau dan mengawasi penyampaian
dokumen DTH dan RTH oleh Kuasa BUD sesuai batas waktu yang ditetapkan.
Proses pengawasan penyampaian DTH dan RTH adalah sebagai berikut:
a. Dalam hal Kuasa BUD tidak menyampaikan:
1) dokumen RTH yang dilampiri DTH dan fotokopi SSP lembar ke-3 dalam
bentuk hardcopy; dan
2)

dokumen RTH dan DTH dalam bentuk softcopy.

sebagaimana batas waktu yang telah ditetapkan, Account Representative (AR)
yang mengawasi BUD, berkoordinasi dengan petugas TPT pada Seksi
Pelayanan dan menyusun konsep nota dinas yang dilampiri konsep surat
pemberitahuan tertulis mengenai ketidakpatuhan Kuasa BUD dalam
menyampaikan RTH dengan format surat sebagaimana terlampir pada
Lampiran IV.
b. Accourit Representative

menyampaikan konsep nota dinas sebagaimana

dimaksud dalam huruf a kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi,
guna diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat 2 (dua)
hari kerja sejak batas waktu penyampaian RTH setiap bulannya.
c. Atas konsep surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan dan menyampaikan surat
pemberitahuan tertulis mengenai ketidakpatuhan Kuasa BUD dalam
menyampaikan RTH beserta lampirannya kepada Kepala Daerah setempat
dengan

-7dengan ditembuskan kepada Kuasa BUD, Kepala Kantor Wilayah DJP dan
Direktur Jenderal Pajak.
d. Penerbitan dan penyampaian surat pemberitahuan tertulis mengenai
ketidakpatuhan Kuasa BUD dalam menyampaikan RTH sebagaimana
dimaksud dalam huruf c tersebut dilaksanakan paling lambat 5 (lima) hari
kerja sejak batas waktu penyampaian RTH oleh Kuasa BUD.

IREKTUR JENDERAL PAJAK,
DIREKTUR
JE t\IDER

.

A. FUAD RAHMANY/-

LAM PIRAN III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER- 08 /PJ/ 2014 TENTANG
PENGAWASAN TERHADAP
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN
PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN
OLEH BENDAHARA PENGELUARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/
KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
TATA CARA PENGUJIAN DAN KONFIRMASI KEBENARAN PERHITUNGAN
DAN PENYETORAN PAJAK
I. PENDAHULUAN
Tata cara pengujian dan konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran
pajak berisi panduan dalam menguji, menganalisis dan menyampaikan
konfirmasi terkait kebenaran atas perhitungan dan/atau penyetoran pajak yang
dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD. Dalam hal hasil
pengujian dan/atau konfirmasi kebenaran sebagaimana dimaksud masih
terdapat selisih kurang pajak yang belum dipotong/dipungut dan/atau disetor
oleh Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD, atas hasil pengujian dan/atau
konfirmasi kebenaran tersebut ditindaklanjuti dengan verifikasi dan/atau
pemeriksaan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
II. TATA CARA PENGUJIAN DAN KONFIRMASI KEBENARAN PERHITUNGAN
DAN PENYETORAN PAJAK
Tata cara pengujian dan konfirmasi kebenaran atas perhitungan dan penyetoran
pajak meliputi 2 (dua) tahapan proses sebagai berikut:
1. Proses Pengujian Kebenaran Perhitungan dan Penyetoran Pajak; dan
2. Proses Konfirmasi Kebenaran Perhitungan dan Penyetoran Pajak.

II.1. Proses Pengujian Kebenaran Perhitungan dan Penyetoran Pajak
Proses pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak adalah
serangkaian kegiatan pengujian, membandingkan dan menganalisis
pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak yang dilaksanakan oleh
Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD. Proses ini dilaksanakan untuk
mengetahui apakah atas seluruh transaksi belanja daerah yang terutang pajak
telah dilakukan pemotongan/pemungutan dan disetorkan pajaknya oleh
Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD sesuai peraturan perpajakan yang
berlaku.
Proses pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak adalah sebagai
berikut:
a. Pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak dilaksanakan atas
dokumen RTH, DTH, dan SSP lembar ke-3 maupun dokumen lain yang
terkait termasuk Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan
Pajak Penghasilan.
b. Dalam

b. Dalam rangka pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak,

Account Representative menyusun Kertas Kerja Pengujian sesuai dcngan
format sebagaimana terlampir pada Lampiran IV.
c. Pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak oleh

Account

Representative meliputi:
1) Pengujian kebenaran penyetoran pajak
Pengujian kebenaran penyetoran pajak adalah pengujian atas kebcnaran
dan validitas Surat Setoran Pajak (SSP) yang digunakan oleh Bendahara
Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD untuk menyetorkan pajak yang
dipotong/dipungut kepada Kas Negara. Pengujian kebenaran penyetoran
pajak dapat dilaksanakan antara lain sebagai berikut:
a) Meneliti kebenaran dan kesesuaian jumlah dan nilai potongan pajak
dalam DTH dan RTH dengan fotokopi SSP lembar ke-3 yang
dilampirkan dalam DTH tersebut.
b) Menguji validitas SSP lembar ke-3 yang dilampirkan dalam DTH dengan
menggunakan sistem Modul Penerimaan Negara (MPN).
c) Apabila uji validitas SSP melalui MPN sebagaimana dimaksud dalam
huruf b) tidak dapat dilakukan dan/atau tidak mencukupi,

Representative

Account

dapat melakukan konfirmasi SSP kepada Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
d) Konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c) dilaksanakan
dengan menyampaikan surat permohonan konfirmasi dari Kepala KPP
kepada KPPN setempat dengan format surat sebagaimana terlampir
pada Lampiran IV.
e) Surat permohonan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d)
dapat meliputi konfirmasi atas 1 (satu) SSP atau lebih.

ij Mekanisme konfirmasi SSP oleh KPPN sebagaimana dimaksud dalam
huruf c) berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2) Pengujian kebenaran pemotongan/pemungutan pajak

Penguj ian kebenaran pemotongan / pemungutan pajak adalah pengujian
atas kebenaran pemotongan/ pemungutan pajak yang dilaksanakan oleh
Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD. Pengujian kebenaran
pemotongan/pemungutan pajak dapat dilaksanakan antara lain sebagai
berikut:
a) Menguji kebenaran jumlah transaksi belanja APBD dan
potongan/pungutan pajak dalam DTH dan RTH antara lain dengan:
i.

Membandingkan kebenaran jumlah dan nilai transaksi belanja serta
potongan/pungutan pajak dalam dokumen hardcopy DTH dan RTH
dengan dokumen softcopy DTH dan RTH.

ii.

Membandingkan kebenaran jumlah dan nilai transaksi belanja serta
potongan/pungutan pajak dalam DTH dengan RTH.
iii. Membandingkan

-3iii.

Membandingkan kebenaran jumlah dan nilai transaksi belanja dan
pajak yang dipotong/dipungut dan disetor dalam DTH, RTH dan SPT
Masa Pajak Penghasilan (apabila Bendahara Pengeluaran SKPD
melaporkan SPT Masa Pajak Penghasilan).

iv.

Membandingkan kebenaran jumlah dan nilai transaksi belanja dan
pajak yang dipotong/dipungut dan disetor dalam DTH dan RTH
dengan dokumen realisasi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
yang dimiliki oleh Bank Persepsi/Bank Pembangunan Daerah.

v.

Menganalisis kesesuaian jumlah dan nilai setiap transaksi belanja
APBD dalam DTH dan RTH dengan nilai pajak yang
dipotong/ dipungut dan disetorkan.

b) Menganalisis jumlah pajak yang dipotong/dipungut dan disetorkan oleh
Bendahara SKPD/Kuasa BUD dengan hasil perhitungan potensi pajak.
c) Dalam pengujian kebenaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
menggunakan dokumen RTH, Account Representative dapat meminjam
dokumen RTH kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan
menggandakan dokumen RTH tersebut.
d) Setiap kegiatan pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran
pajak didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pengujian dan sistem
informasi DJP.
II.2.Proses Konfirmasi Kebenaran Perhitungan dan Penyetoran Pajak
Dalam hal terdapat ketidaksesuaian pemotongan/pemungutan dan/ atau
penyetoran pajak berdasarkan hasil proses pengujian kebenaran perhitungan
dan/atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam poin II.1, Kepala KPP
melakukan konfirmasi kebenaran perhitungan dan/atau penyetoran pajak
kepada Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau Kuasa BUD. Konfirmasi
kebenaran perhitungan dan/atau penyetoran pajak dapat dilaksanakan dengan
meminta pembuktian data pendukung transaksi belanja daerah kepada
Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau Kuasa BUD yang meliputi antara lain:
a. Dokumen Pelaksanaan Anggaran, misalnya:
1) dokumen SPP/SPM/SP2D untuk transaksi belanja Langsung (LS); dan
2) dokumen SPP/SPM/SP2D serta dokumen pertanggungjawaban/bukti
pengeluaran kas untuk transaksi belanja Uang Persediaan/Ganti
Uang/Tambah Uang (UP/GU/TU);
b. Dokumen Pengadaan Barang dan/atau Jasa; atau
c. Dokumen Pendukung Pelaksanaan Anggaran lainnya.
Proses konfirmasi kebenaran perhitungan dan/atau penyetoran pajak adalah
sebagai berikut:
a. Account Representative menyusun usulan konfirmasi berupa konsep surat
konfirmasi dengan dilampiri Lembar Konfirmasi dengan format dokumen
sebagaimana terlampir pada Lampiran IV.
b. Account ...

-4-

b. Account Representative

menyampaikan usulan konfirmasi berupa konsep

surat konfirmasi dengan dilampiri Lembar Konfirmasi sebagaimana dimaksud
pada huruf a kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
c. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan membubuhkan paraf
persetujuan serta meneruskan konsep surat konfirmasi beserta lampirannya
sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Kepala KPP.
d. Kepala KPP meneliti konsep surat konfirmasi beserta lampirannya dan
menandatangani surat konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
e. Kepala KPP menyampaikan surat konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf d dengan dilampiri Lembar Konfirmasi kepada Bendahara Pengeluaran
SKPD/Kuasa BUD berkenaan.
f. Surat konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf e dapat meliputi
konfirmasi atas 1 (satu) atau lebih transaksi belanja daerah maupun 1 (satu)
atau lebih potongan/pungutan/setoran pajak pada 1 (satu) Bendahara
Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.
g. Bendahara SKPD dan/atau Kuasa BUD menyampaikan tanggapan atas surat
konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf e.
h. Jangka waktu penyampaian tanggapan atas surat konfirmasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf g adalah 14 (empat belas) hari sejak surat konfirmasi
disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau Kuasa BUD.
i.

Dalam hal:
1) Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau Kuasa BUD tidak menyampaikan
tanggapan atas surat konfirmasi sesuai dengan jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf h; atau
2) Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau Kuasa BUD menyampaikan
tanggapan atas surat konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran
pajak sebagaimana dimaksud pada huruf g,

Account Representative

serta Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi

menganalisis dan mengevaluasi hasil pengujian dan/atau hasil konfirmasi
dimaksud.


Atas hasil analisis dan evaluasi hasil pengujian dan/atau hasil konfirmasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf i, Account Representative menyusun
Uraian Hasil Pengujian/Konfirmasi dengan format sebagaimana terlampir
pada Lampiran IV.

k. Berdasarkan Uraian Hasil Pengujian/Konfirmasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf j, Kepala KPP meneliti dan menindaklanjuti melalui penerbitan
surat pemberitahuan hasil konfirmasi dengan format surat sebagaimana
terlampir pada Lampiran IV.
1. Surat pemberitahuan hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf k
disampaikan kepada Kuasa BUD dengan tembusan kepada Kepala Daerah
terkait dan Kepala Kantor Wilayah DJP.
m. Jangka

(

-5m. Jangka waktu penyampaian surat pemberitahuan hasil konfirmasi
sebagaimana dimaksud pada huruf 1 dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja sejak tanggapan konfirmasi diterima dari Kuasa BUD.
n. Pelaksanaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dapat disertai dengan
himbauan dan konseling terhadap Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau
Kuasa BUD sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
o. Uraian Hasil Pengujian/Konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf j
untuk selanjutnya dapat disampaikan kepada Kepala KPP agar diusulkan
pembahasan bersama antara Kepala KPP dengan Kepala Seksi Pengawasan
dan Konsultasi serta Kepala Seksi Pcmeriksaan dan Kepatuhan Internal.
p. Berdasarkan pertimbangan Kepala KPP dan hasil pembahasan bersama
sebagaimana dimaksud dalam huruf o, Kepala KPP menentukan tindak lanjut
konfirmasi berupa pelaksanaan verifikasi atau pemeriksaan pajak.
q. Tata cara verifikasi atau pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksud pada
huruf p dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan yang mengatur tentang verifikasi dan pemeriksaan pajak.
r. Dalam hal berdasarkan tindak lanjut konfirmasi berupa pelaksanaan
verifikasi atau pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksud pada huruf q
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), maka:

1) Account Representative memantau dan mengawasi kewajiban Bendahara
Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD untuk menyetor pajak terutang beserta
sanksinya kepada Kas Negara sesuai batas waktu yang ditentukan dalam
peraturan perpajakan yang berlaku.
2) Apabila Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD tidak menyetor pajak
terutang beserta sanksinya kepada Kas Negara sampai dengan batas
waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Account

Representative menyampaikan usulan konsep surat pemberitahuan tidak
menyetorkan pajak kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi
dengan format surat sebagaimana terlampir pada Lampiran IV.
3) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti konsep surat
pemberitahuan tidak menyetorkan pajak sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) dan membubuhkan paraf persetujuan serta meneruskan konsep
surat pemberitahuan beserta lampiran dimaksud kepada Kepala KPP.
4) Kepala KPP meneliti dan menandatangani surat pemberitahuan tidak
menyetorkan pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 3).
5) Kepala KPP menyampaikan surat pemberitahuan tidak menyetorkan pajak
sebagaimana dimaksud dalam angka 4) kepada Kepala Daerah terkait,
dengan tembusan kepada Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD
terkait dan Kepala Kantor Wilayah DJP.
s. Setiap penyusunan dan penyampaian nota/surat dinas di lingkungan DJP
yang terkait proses konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tata naskah dinas yang berlaku.
t. Setiap

-6t. Setiap kegiatan konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak
serta tindak lanjutnya didokumentasikan dalam sistem informasi DJP.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

(

DlREA'("fU i

J ENDERAL

UAD RAHMANY il-

h
/

LAMPIRAN IV
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-c8 /PJ/2014
TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN
DAN PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/ KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH
1. Format Dokumen Perhitungan Potensi Pajak atas Belanja Daerah

DOKUMEN PERHITUNGAN POTENSI PAJAK ATAS BELANJA DAERAH
KANTOR WILAYAH DJP
TAHUN ANGGARAN

l'agu Belanja APBD Tahun

Pemerintah Dacrah
No

KPP Pratama

NPWP

Belanja
Pegawai

Belanja
Barang/Jasa

Belanja Modal

Jumlah

PPh 21

PPh 22

PPh 23

I'Ph 4 (2)

PPN

Pajak
Lainnya

Jumlah

(3)

(4)

(5)

(6)

(7 )

(8)

(9 )

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

Propinsi/ Kabupaten/ Kota
(2)

(1)

Ket.erangan:
Kolom 1
Kolom 2
Kolom 3
Kolom 4
Kolom 5
Kolom 6
Kolom 7
Kolom 8
Kolom 9
Kolom 10
Kolom 11
Kolom 12
Kolom 13
Kolom 14
Kolom 15
Kolom 16

l'otensi Pajak atas Belanja Daerah Tahun ...

.

SKPD

: Cukup jelas
: Diisi dcngan nama Propinsi/Kabupaten/Kota berkenaan
: Diisi dengan nama SKPD berkenaan
: Diisi dengan KPP Pratama tempat SKPD berkenaan terdaftar
: Diisi dengan NPWP SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah pagu Belanja Pegawai pada APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah pagu Belanja Barang dan Jasa pada APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah pagu Belanja Modal pada APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah total pagu Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja Modal pada APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Dusi dengan jumlah potensi PPh Pasal 21 atas Belanja APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah potensi PPh Pasal 22 atas Belanja APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah potensi PPh Pasal 23 atas Belanja APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah potensi PPh Pasal 4 ayat (2) atas Belanja APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah potensi PPN atas Belanja APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Dusi dengan jumlah potensi Pajak selain jenis Pajak yang sudah disebutkan diatas, atas Belanja APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan
: Diisi dengan jumlah total potensi pajak at . as Belanja APBD tahun berjalan untuk SKPD berkenaan

-2-

DOKUMEN PERHITUNGAN POTENSI PAJAK ATAS BELANJA DAERAH

CONTOH PENGISIAN

KANTOR WILAYAH DJP KALIMANTAN SELATAN DAN TENGAH
TAHUN ANGGARAN 2013
Pagu Belanja Al'BD Tahun 2013

Pemerintah Daerah
SKI'D

No

KPP Pratama

NPWP

Propinsi/Kabupaten/Kota

1

2

Propinsi Kalimantan Selatan

Kota Banjarmasin

Dinas
Pendidikan
Badan
Perencanaan
1'embangunan
Daerah
Dinas Koperasi
dan UMKM

KPP Pratama
Banjarmasin
KPP Pratama
Banjarmasin

...
KPP Pratama
Banjarmasin

Belanja
Pegawai

00.342.249.0731.000

44.734.317.000

00.555.845.7731.000

8•497.554.000

...
3.149.511.000

..
...

.

...

260.350.720.600

Belanja Modal
26.651.179.400

Jumlah
331.736.217.000

I I'll 21
1.780.425.817

l'Ph 22
4.976.043.255

A4,

...

00.056.487.2731.000

Belanja
Barang/Jasa

Potensi Pajak atas 13elanja Daerah Tahun 2013

..:

11.717.676.700

1.617.500.000

...

...
1.711.893.000

115.250.000

...

...

...

...

...

...

PPh 4 (2)

PPN

6.508.768.015

9.952.086.510

22.960.152.000

44-..-41.

Pajak
Lainnva

Jumlah
46.177.475.597

_A_

21.832.730.700

...

...

4.976.654.000

...

Contoh Pengisian

I. Penerimaan PPh Pasal 21 dari Bendahara Pemerintah secara Nasional Tahun 2012 sebesar Rp. 18 T
Pagu Anggaran Belanja Pegawai :
212 T
- APBN-P Tahun 2012
240 T
- APBD Tahun 2012 (rekap Nasional)
452 T
Jumlah Pagu Belanja Pega•ai
=
0,98°A)
: 18/452
Tarif Efektif PPh Pasal 21
Potensi PPh Pasal 21
: 3,98% x 44.734.317.000 = 1.780.425.817
Dinas Pendidikan l'rop. Kalsel
2. Penerimaan PPh Pasal 22 dari Bendahara Dinas Pendidikan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012 sebesar Rp. 3 M
Pagu Anggaran Belanja APBD Dinas Pendidikan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012 sebesar Rp. 200 M
: 3/200
Tarif Efektif PPh Pasal 22 atas pagu APBD
Potensi PPh Pasal 22
: 1,5%x 331.736.217.000 = 4.976.043.255
Dinas Pendidikan Prop. Kalsel
3. Penerimaan PPh Pasal 23 dari Bendahara Dinas Pendidikan Pemerintah l'ropinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012 sebesar Rp. 1 M
Pagu Anggaran Belanja Barang dan Jasa Dinas Pendidikan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012 sebesar Rp. 40 M
: 1/40
Tarif Ef•ktif PPh Pasal 23 atas pagu Belanja Barang
Potensi l'Ph Pasal 23
- 6.508.768.015
: 2,5% x 260.350.720.600
Dinas l'endidikan Prop. Kalsel
4. Penerimaan PPh Pasal 4 (2) dari Wajib Pajak Bendahara Pemerintah Kanwil DJP Kalselteng Tahun 2012 sebesar Rp. 30 M
Jumlah Total Pagu Anggaran Belanja Seluruh Satker APBN dan API3D di wila• ah Kanwil DJP Kalselteng Tahun 2012 sebesar Rp. 1 T
: 30/1000
Tarif Efektif PPh Pasal 4 (2) atas pagu APBD
S,00 )77)
Potensi PPh Pasal 4 (2)
: 3% x 331.736.217.000 = 9.952.086.510
Dinas Pendidikan Prop. Kalsel
5. Penerimaan PPN dari Bendahara Pemerintah KPP Pratama Banjarmasin Tahun 2012 sebesar Rp. 80 M
Jumlah Total Pagu Anggaran Belanja Barang dan Jasa Seluruh Satker APBN dan APBD di wilayah KPP Pratama Banjarmasin Tahun 2012 sebesar Rp. 600 M
Jumlah Total Pagu Anggaran Belanja Modal Seluruh Satker APBN dan APBD di •ilayah KPP Pratama Banjarmasin Tahun 2012 sebesar Rp. 400 M
: 80/ (600+400) :
Tarif Efektif PPN atas pagu Belanja Barang dan Modal
Potensi Pl'h Pasal 4 (2)
: 8% x (260.350.720.600 + 26.651.179.400) 22.960.152.000
Dinas Pendidikan Prop. Kalsel

PPh 23

..

...

.

---

-

..

-.
...

..

..

...

...
...

-32. Surat Pemberitahuan Penyampaian DTH dan RTH oleh Kuasa Bendahara
Umum Daerah (BUD)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
Jalan
Telepon : ...; Faksimile: ...; Situs:http://www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN KELUHAN KRING PAJAK (021) 500200
EMAIL: pengaduan(a,pajak.go.id

Nomor
Sifat
Hal

2014
:S: Penting
: Penyampaian Dokumen Daftar Transaksi Harian (DTH) dan
Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH)

Yth. Kepala
Jalan

selaku Bendahara Umum Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota

Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
64 / PM K . 0 5 / 20 13 tentang Mekani