Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang
Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

DAS Bengawan Solo merupakan salah
satu DAS yang memiliki posisi penting
di Pulau Jawa serta sumber daya alam
bagi kegiatan
sosial-ekonomi
perkotaan dan perdesaan yang ada di
sekitarnya, baik untuk kebutuhan
rumah tangga maupun kebutuhan
ekonomi. Pentingnya peranan DAS
dinyatakan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah
Nasional
(RTRWN)
yang menetapkan DAS Bengawan
Solo sebagai salah satu prioritas utama
dalam penataan ruang sehubungan
dengan
fungsi hidrologi

untuk
mendukung
pengembangan
wilayah. Selain itu, DAS Bengawan Solo juga merupakan satu sistem ekologi besar yang
dalam perkembangannya saat ini mengalami banyak kerusakan dan mengarah pada
kondisi degradasi lingkungan. Ada dua indikator degradasi, pertama, konversi lahan
hutan di daerah hulu ke penggunaan pertanian, perkebunan, dan permukiman yang
menyebabkan terjadinya peningkatan laju erosi dan peningkatan laju sedimentasi.
Kedua, terjadinya fluktuasi debit sungai yang mencolok di musim hujan dan
kemarau. Berdasarkan pertimbangan ekologis dan sosial ekonomi, DAS Bengawan Solo
merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan tidak mengenal batas wilayah administrasi.
Potensi dan persoalan yang ada ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja tetapi
perlu disikapi bersama-sama secara bijak.
Selain pertimbangan ekologis, sosial ekonomi, maupun sejarah, juga karena keberadaan
sumber daya alam DAS Bengawan Solo sebagai sumber daya alam bersama (common
pool
resources) yang
menuntut
adanya
kepemilikan

bersama
(collective ownership). Sebagai sumberdaya alam milik bersama, maka sumber
daya alam yang terdapat di DAS Bengawan Solo membutuhkan penanganan secara
bersama di antara semua pemangku kepentingan atau yang dikenal dengan collective
management yang mengarah pada suatu bentuk collaborative management. Hal ini juga
menjadi penting karena hingga saat ini belum tercipta kerjasama penataan ruang di antara
semua pemerintah daerah di dalam kawasan DAS yang bertujuan untuk penyelamatan
DAS. PENINGKATAN
PENATAAN
KAWASAN
DAS Posisi
yang
SOLO BENGAWAN penting dan keunikan karakteristik dari DAS Bengawan Solo ini
perlu diwadahi dan diantisipasi dalam suatu arahan penataan ruang yang menyeluruh dan
jelas. Rencana tata ruang DAS Bengawan Solo yang menjadi panduan bagi semua
RTRW provinsi, kabupaten maupun kota yang berada di Kawasan DAS Bengawan Solo
sebagai dasar kegiatan pengembangan wilayah di provinsi, kabupaten maupun
kota tersebut, sampai saat ini belum tersusun. Padahal, rencana tata ruang ini nantinya
diharapkan dapat menjadi dasar pemanfaatan dan pengendalian lahan sehingga secara


langsung dapat mengurangi kontribusi debit puncak dan volume banjir yang terjadi dan
sekaligus menjadi pengikat dalam kerjasama penataan DAS. Jelas bahwa RTR DAS
Bengawan Solo memiliki peran penting. Untuk itu telah dilakukan penyusunan arahan
kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang serta pengelolaan wilayah sungai yang
terakomodasi antar sektor dan antar wilayah sehingga dapat tercapai pola pemanfaatan
ruang yang mendukung kelestarian dan keserasian pemanfaatan wilayah
Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya kebijakan dan strategi tersebut akan menjadi dasar
dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta mampu meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat setempat. Dari beberapa pertemuan telah dilakukan
kesepakatan untuk ditindak lanjuti yaitu:





Guna Lahan Optimal (GLO), yang diharapkan menjadi dasar pemanfaatan ruang
DAS dan menjadi basis untuk penyusunan rencana tata ruang DAS Bengawan
Solo. Adapun GLO ini sudah mempertimbangkan aspek kontribusi debit
puncak dan volume banjir berdasarkan pemanfaatan penggunaan lahan;
Arahan kebijakan, strategi, dan arahan program, yang dapat menjadi panduan

untuk menata DAS Bengawan Solo dengan memperhatikan aspek bencana banjir,
longsor, dan pengembangan wilayah kawasan;
Mekanisme kelembagaan dan arahan pengendalian untuk mendukung tercapainya
penyesuaian RTRW masing-masing pemerintah daerah dengan Guna Lahan
Optimal,
terciptanya rencana
tata
ruang
DAS
Bengawan
Solo,
tercapainya sinkronisasi semua RTRW dengan rencana tata ruang DAS, dan
tercapainya penataan DAS dengan memperhatikan aspek sosial-ekonomi kawasan.

Optimalisasi Penggunaan Lahan di Kawasan DAS Bengawan Solo

Guna Lahan Optimal adalah guna lahan yang memberikan kondisi: debit puncak banjir
berkurang, run off menurun, volume banjir berkurang, kegiatan ekonomi
tetap berkembang, kondisi sosial dan budaya masyarakat tidak terganggu Penggunaan
Lahan optimal DAS Bengawan Solo Optimalisasi penggunaan lahan di Kawasan DAS

Bengawan Solo merupakan hasil simulasi guna lahan dengan menggunakan pemodelan
hidrologi dan geologi lingkungan. Beberapa kondisi di DAS Bengawan Solo
berdasarkan pemodelan tersebut adalah sebagai berikut:
 Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan, ladang, sawah, dan permukiman
yang terjadi di DAS Bengawan Solo menimbulkan puncak dan volume banjir
yang semakin besar;
 Besarnya banjir dari anak-anak sungai tergantung juga dari jenis tanah selain dari
perubahan fungsi lahan dan karakteristik hidrologi seperti kemiringan dan
panjang sungai;
 Daerah yang rentan terhadap pertambahan banjir adalah sub-sub DAS yang
mengandung jenis tanah berkemampuan meresapkan air ke dalam tanah cukup
tinggi (daerah resapan);
 Sub-sub DAS dengan alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, ladang, sawah,
dan
permukiman
terjadi pada
sebagian
besar
kawasan
sehingga

menimbulkan pertambahan puncak dan volume banjir lebih dari 100%;
 Sub-sub DAS dengan dominasi jenis tanah kurang mampu meresapkan air
(kemampuan melewatkan air di permukaan tanah cukup tinggi) biasanya rentan
terhadap perubahan fungsi lahan seperti diketemukan pada bagian hulu subDAS Kali Madiun dan sebagian besar sub DAS Bengawan Solo Hilir;
 Perubahan guna lahan mempengaruhi tinggi rendahnya debit puncak dan volume
banjir.
 Komposisi guna lahan seperti sekarang menimbulkan puncak dan volume banjir
makin besar dibandingkan dengan guna lahan sebelumnya di tahun 1964 untuk
sub DAS Bengawan Solo Hilir;
 Pengembalian fungsi konservasi hutan pada beberapa



kawasan akan memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap pengurangan
debit puncak dan volume banjir apabila dikombinasikan dengan penerapan Low
Impact Development (LID);
Kondisi di atas juga dipicu oleh kondisi
alih
fungsi
lahan

yang
tidak
memperhatikan kemampuan lahan yang
ada. Berdasarkan pada hasil analisis
geologi lingkungan terkait kemampuan
lahan tersebut, terdapat beberapa kondisi
penggunaan lahan di DAS Bengawan Solo
sebagai berikut:






Terdapat penggunaan lahan yang
sesuai
dengan
kemampuan
lahannya;
 Terdapat penggunaan lahan pada

kawasan
rawan
dengan
kemampuan lahan sedang, seperti
di sekitar puncak Gunung Lawu,
Gunung
Merapi
dan
Gunung Jeding-Patujbanteng,
Cawas,
Wonogiri-Eromoko,
Giriwoyo, Tirtomoyo, Slogohimo, Badegan, Wonokerto, Jetis, Sarangan, Kendal,
Ngrampe, Pulung- Wungu, Caruban, Talangkembar, dan Ngadirejo-Juwok;
Terdapat kawasan yang tidak boleh dikembangkan karena kemampuan lahan yang
rendah,
seperti
di
sekitar
daerah
Cawas,

Wonogiri-Eromoko,
Tirtomoyo, Slogohimo, Badegan, Wonokerto, Sarangan, Kendal, Ngrampe, dan
Pulung- Wungu; dan
Terdapat beberapa kawasan yang harus dihutankan kembali atau
dikembalikan fungsinya sebagai kawasan konservasi, seperti yang terjadi di
Boyolali, Klaten, Wonogiri, Gresik, Madiun, Magetan, Ponorogo, dan Tuban.

Terumuskannya Implikasi Perubahan Iklim dan Perubahan Guna Lahan terhadap Puncak
dan Volume Banjir di Kawasan DAS Bengawan Solo Beberapa kondisi di Kawasan DAS
Bengawan Solo
berdasarkan pemodelan perubahan iklim tersebut yaitu:



Hujan di kawasan DAS Bengawan Solo mengakibatkan banjir
cenderung bertambah besar;
Hujan tahunan yang cenderung berkurang disertai dengan alih fungsi
lahan mengakibatkan aliran air di musim kemarau berkurang sehingga
intensitas kekeringan bertambah besar;





Untuk 30 tahun mendatang, perubahan iklim akan mengakibatkan
banjir bertambah 50% dan perubahan guna lahan akan mengakibatkan
banjir bertambah 53%;
Jika proses perubahan iklim terjadi saat perubahan guna lahan, maka puncak dan
volume banjir akan bertambah sebesar 135%.

Terumuskannya Pengembangan Ekonomi Alternatif dan Ramah Lingkungan untuk
Pengembangan Wilayah
Adanya alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya merupakan
akibat dari tekanan kebutuhan lahan yang pada akhirnya menyebabkan adanya
degradasi lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ekonomi untuk Kawasan DAS
Bengawan Solo, faktor lahan merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh
terhadap perkembangan ekonomi masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa
temuan studi sebagai berikut:
 Peningkatan luasan lahan budidaya di Kawasan DAS
 Bengawan Solo akan meningkatkan PDRB DAS Bengawan Solo, dan sebaliknya
pengurangan luasan lahan budidaya akan dapat mengurangi PDRB DAS

Bengawan Solo;
 Setiap pertambahan luasan lahan budidaya di DAS Bengawan Solo sebesar 1%
akan meningkatkan PDRB DAS sebesar 0,144% dan sebaliknya;
 Peningkatan luasan lahan budidaya akan meningkatkan PDRB sub-DAS
Bengawan Solo Hulu dan sebaliknya pengurangan luasan lahan budidaya akan
mengurangi PDRB;
 Setiap pertambahan luasan lahan budidaya di sub DAS Bengawan Solo Hulu
sebesar 1% akan meningkatkan PDRB sebesar 0,168% dan sebaliknya;
 Terdapat beberapa sektor yang memiliki kecenderungan dominan unggul,
dominan menurun, dan potensial berkembang yang berbeda-beda di setiap
kabupaten/kota;
 Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang dominan unggul
di hampir setiap kabupaten/kota di DAS Bengawan Solo, dimana kontribusi
sektor terhadap PDRB kabupaten/kota besar dan memiliki pertumbuhan yang
positif;
 Sektor pertanian merupakan sektor yang dominan di hampir semua
kabupaten/kota di DAS Bengawan Solo, namun dengan pertumbuhan yang
cenderung negatif/ menurun; dan
 Sektor-sektor tersier (non-ekstraktif ) merupakan sektor potensial berkembang
dengan pertumbuhan yang tinggi namun kontribusinya kecil di hampir setiap
kabupaten/ kota di DAS Bengawan Solo
DAS Bengawan Solo merupakan bagian dari Wilayah Sungai Bengawan Solo, yang
berdasarkan RTRWN ditetapkan masuk ke dalam kategori „Wilayah Sungai LINTAS
PROVINSI‟. Namun pada perkembangannya, berdasarkan persyaratan yang ada, DAS
Bengawan Solo sudah memenuhi kriteria sebagai kawasan strategis nasional. Hal ini
berimplikasi pada mekanisme penyelenggaraan penataan ruang untuk DAS Bengawan

Solo. Oleh karena itu, kedudukan dan status rencana tata ruang DAS Bengawan Solo
adalah sebagai berikut:







Perlu ada rencana tata ruang DAS Bengawan Solo yang berfungsi untuk mengikat
seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah agar
kegiatan peningkatan penataan Kawasan DAS Bengawan Solo berdasarkan
optimalisasi penggunaan lahan dapat dilaksanakan;
Perlu ada kejelasan mengenai kedudukan rencana tata ruang DAS Bengawan Solo
terhadap dokumen perencanaan lainnya;
Dibutuhkan dasar hukum yang kuat bagi rencana tata ruang
DAS Bengawan Solo agar dapat menjadi acuan penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) di daerah.

Kedudukan Rencana Tata Ruang DAS Bengawan Solo terhadap Perencanaan Dokumen
Lain Faktor lahan merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap
perkembangan konomi masyarakat. Hasil kajian Peningkatan Penataan Kawasan DAS
Bengawan Solo menunjukkan adanya beberapa kebutuhan untuk penanganan lebih lanjut
dari sisi penataan ruang, yang meliputi:
 Penanganan yang sifatnya lintas sektor dan seluruh pemangku kepentingan terkait,
 Perlunya pengaturan penataan ruang dan pengarahan pemanfaatan ruang
yang mempertimbangkan optimalisasi pengembalian fungsi hidrologi sungai
dan pengembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat; dan
 Perlunya penanganan bersama untuk pengelolaan DAS dalam suatu
mekanisme kelembagaan kolaboratif (collaborative management).

PERAN DAN KEDUDUKAN HASIL GUNA LAHAN OPTIMAL (GLO)
Dengan penerapan GLO, maka debit puncak dan volume banjir dapat dikurangi, dan
kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya dapat terus meningkat. Dalam
rangkaian studi Peningkatan Penataan Kawasan DAS Bengawan Solo, GLO merupakan
salah satu keluaran yang dihasilkan yang diharapkan dapat diwujudkan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah baik provinsi, kota, maupun kabupaten. Di samping adanya
beberapa manfaat yang dapat diperoleh, penerapan GLO di tengah banyaknya kebijakan
dan strategi penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang dihasilkan oleh para
pemangku kepentingan yang terkait tetap berpotensi untuk menimbulkan beberapa
persoalan sebagai implikasinya, antara lain:
• Kemungkinan alokasi ruang dalam GLO berbeda dengan alokasi pola ruang dalam
RTRW, sehingga;
• Kemungkinan kebijakan, strategi, dan arahan program untuk perwujudan GLO berbeda
dengan kebijakan dan strategi dalam RTRW.
PERAN DAN KEDUDUKAN USULAN KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN ARAHAN
PROGRAM
Kebijakan, strategi, dan arahan program peningkatan penataan kawasan DAS Bengawan
Solo ini, dalam kaitannya dengan kebijakan dan strategi penataan DAS Bengawan Solo
lainnya yang telah ada, dapat menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang

(RTR) DAS Bengawan Solo dan penyempurnaan Pola Sumber Daya Air Wilayah
Sungai Bengawan Solo dari sisi pengembangan wilayah. Selain itu kebijakan, strategi,
dan arahan program yang dihasilkan ini akan menjadi pelengkap bagi Rencana

Induk Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air Satuan Wilayah Sungai
Bengawan Solo atau yang lebih dikenal sebagai CDMP yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum. Masukan dari sisi
Pengembangan Wilayah Kedudukan Kebijakan, Strategi, dan Arahan Program yang
Dihasilkan dari Studi Peningkatan Penataan DAS Bengawan Solo dalam Kerangka
Penanganan DAS Bengawan Solo Kebijakan, strategi, dan arahan program yang
dihasilkan dipahami sebagai kebijakan untuk peningkatan DAS Bengawan Solo dengan
melakukan intervensi terhadap penggunaan lahan yang ada beserta aktivitas yang ada
di atasnya. Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan penataan kawasan DAS
Bengawan Solo, kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan ini merupakan
suatu bentuk upaya perwujudan dan pengantisipasian implikasi kebutuhan peningkatan
dan penataan DAS Bengawan Solo.
Dalam hal ini, kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan dipahami sebagai
kebijakan untuk peningkatan DAS Bengawan Solo dengan melakukan intervensi
terhadap penggunaan lahan yang ada beserta aktivitas yang ada di atasnya, serta sistem
yang mempengaruhinya. Kebijakan peningkatan DAS Bengawan Solo dalam konteks
ini didudukan sebagai suatu penguatan dan tindak lanjut dari kebutuhan untuk
mewujudkan penataan lahan yang optimal (GLO) yang dapat meningkatkan kualitas
lingkungan DAS Bengawan Solo itu sendiri. Maka kebijakan, strategi, dan
arahan peningkatan penataan DAS Bengawan Solo secara garis besar terbagi dalam 6
(enam) arahan kebijakan besar, yaitu:
 PENINGKATAN KUALITAS RTRW PROV/KAB/KOTA
 PENGEMBANGAN SISTEM KELEMBAGAAN BERSAMA
 PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH
 PENDEKATAN SOSIAL DAN EKOSISTEM DALAM PENANGANAN DAS
 OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN
 PENERAPAN LID (LOW IMPACT DEVELOPMENT)
topik utama Secara garis besar, keterkaitan keenam kebijakan tersebut dalam perwujudan
penataan lahan yang optimal dapat dilihat pada Gambar berikut. Keenam arahan
kebijakan tersebut, pada dasarnya saling terkait satu sama lain dan dapat
dirangkum dalam 4 (empat) kelompok kebijakan, yaitu:
 PENATAAN RUANG, yang meliputi peningkatan kualitas dari RTRW di
provinsi/kota/kabupaten yang berada di dalam lingkup DAS Bengawan Solo
beserta peningkatan kualitas RTR DAS Bengawan Solo;
 PENATAAN
KAWASAN
BUDIDAYA,
yang
meliputi
pengendalian pemanfaatan
pada
kawasan
budidaya
eksisting
dengan memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat, fisik lingkungan,
penerapan LID, dan pengembangan ekonomi wilayah;
 FUNGSI LINDUNG KAWASAN, yang meliputi pengembalian fungsi lindung
kawasan resapan dengan juga memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat,
fisik lingkungan, penerapan LID, dan pengembangan ekonomi wilayah; serta
 KELEMBAGAAN, yang mengarah pada perwujudan suatu “lembaga” kolaborasi
yang didalamnya mencakup semua pemangku kepentingan.

KELEMBAGAAN PENATAAN KAWASAN DAS BENGAWAN SOLO
Memperhatikan karakterisik DAS Bengawan Solo sebagai Common Pool Resources
(CPR) yang melibatkan banyak pemangku kepentingan yang terkait, maka perumusan
kelembagaan yang baik menjadi salah satu syarat mutlak dalam upaya penanganan dan
pengelolaannya. Aspek kelembagaan ini diharapkan dapat:
 mengawal pelaksanaan kebijakan, strategi, dan arahan program.
 mengawal terlaksananya penyesuaian RTRW kabupaten, kota, dan provinsi
dengan hasil guna lahan optimal;
 menguatkan hasil studi GLO ini untuk menjadi basis usulan Rencana Tata Ruang
DAS Bengawan Solo; dan
 mengawal terlaksananya sinkronisasi RTRW antar kabupaten- kota-dan-provinsi.
Aspek kelembagaan diharapkan tidak hanya fokus pada pengelolaan sumber daya air,
melainkan juga pada aspek dll Pemerintah Provinsi Pemerintah Pusat BBWS Penerima
Manfaat Penerima
Persoalan penataan
ruang
dan
pengembangan
wilayah.
Implementasi dari aspek kelembagaan ini sendiri tidak harus berupa lembaga baru,
melainkan dapat memanfaatkan lembaga koordinasi yang sudah ada. Kelembagaan yang
diperlukan adalah kelembagaan bersama yang bersifat lintas sektor dengan pembagian
peran dan fungsi yang jelas, yang disepakati secara bersama oleh stakeholders
(kabupaten/kota) terkait untuk menangani DAS. Kelembagaan ini akan dikoordinasi oleh
suatu sekretariat lembaga kolaborasi yang bertugas untuk membentuk aturan dan tata cara
pengelolaan dan penanganan bersama DAS Bengawan Solo, serta mengkoordinasikan
semua pemangku kepentingan yang terkait dalam upaya pengelolaan dan penanganan
bersama DAS Bengawan Solo tersebut. Secara diagramatis konsepsi mekanisme
kelembagaan bersama dapat

dilihat pada Gambar berikut.

dan Limbah oleh oleh PDAM Hutan oleh Dinas dinas Lingkungan Kehutanan
Hidup Terdapat
beberapa alternatif
bentuk kelembagaan
yang mungkin
dikembangkan untuk penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo. FORUM
Bentuk Lembaga Kolaboratif
Berdasarkan hasil analisis dan diskusi teridentifikasi berbagai bentuk kelembagaan untuk
penataan DAS Bengawan Solo secara kolaboratif, baik dalam bentuk lembaga baru
maupun mengembangkan lembaga yang sudah ada. Adapun saat ini sudah cukup banyak
organisasi pengelolaan DAS (River Basin Organization – RBO) yang menangani
Bengawan Solo, seperti PJT, BBWS, Forum DAS, dan sebagainya. Terkait dengan hal ini
terdapat beberapa alternatif bentuk kelembagaan yang mungkin dikembangkan untuk
penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang secara rinci dapat dilihat pada
Tabel berikut. BMengacu pada tabel tersebut, terdapat dua kemungkinan untuk
pengembangan lembaga kolaborasi penataan DAS Bengawan Solo, yaitu
mengoptimalkan lembaga yang telah ada dan membentuk lembaga baru, yang masingmasing memiliki kelemahan dan kelebihan.

TINDAK LANJUT PENANGANAN DAS BENGAWAN SOLO
Adapun untuk proses implementasi tersebut diperlukan beberapa kesepakatan awal oleh
semua pemangku kepentingan terkait. Setidaknya terdapat 4 (empat) hal yang disepakati,
yaitu:
1. kesepakatan mengenai usulan kebijakan, strategi, dan
a. arahan program dalam penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo;
2. kesepakatan mengenai penanganan DAS Bengawan Solo secara kolaboratif;
3. kesepakatan mengenai mekanisme pengendalian penanganan DAS Bengawan
Solo;
4. kesepakatan mengenai mekanisme kelembagaan untuk menjamin tercapainya
penyesuaian dan sinkronisasi
RTRW dengan GLO, dan pada akhirnya dengan RTR DAS, serta antar RTRW
kabupaten-kota-provinsi lain di dalam kawasan DAS. Untuk memperkuat kesempatan
tersebut, maka legitimasinya perlu ditandatangani oleh pimpinan daerah sebagai
sebuah kesepakatan bersama (kolaborasi) di mana semua pemerintah daerah di dalam

DAS Bengawan Solo secara bersama-sama menyepakati untuk berkontribusi dalam
penataan ruang DAS. Selain itu, kesepakatan tersebut perlu ditindaklanjuti dalam suatu
rencana aksi penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang juga dirumuskan
dan disepakati bersama oleh seluruh pemangku kepentingan yang terkait.