Penentuan Regangan Tarik(Green Modulus)300% Benang Karet Terhadap Pengaruh Waktu Kemantapan Mekanis(Mst) Lateks Pt. Perkebunan Nusantara Iii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah karet
Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai
dijadikan tanaman perkebunan secara besar – besaran,karet memiliki sejarah yang
cukup panjang.Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan
barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah
getah karet yang berguna untuk kehidupan manusia.
Tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke benua
Amerika yang dahulu di kenal sebagai “Benua Baru “. Dalam perjalanan ini
ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah.Pohon itu hidup secara liar di
hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat.Orang-orang Amerika asli mengambil
getah dari tanaman tersebut dengan menebangnya.Getah yang didapat kemudia
dijadikan bola yang dapat dipantul-pantulkan.Bola ini di sukai penduduk asli sebagai
alat permainan.Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dati
getah tersebut.
Delapan belas tahun kemudian para pendatang dari Eropa mempublikasikan
penemua Michele de Cuneo. Saat publikasi bersamaan dengan diperkenalkannya
permainan bola yang dipantulkan yang merupakan permainan tradisional bangsa


Universitas Sumatera Utara

Indian Aztec.Permainan ini selanjutnya menjadi permainan tenis seperti dikenal
sekarang.
Para ilmuwan berminat menyelidiki kandungan yang terdapat dalam bahan
tersebut agar dapat digunakan untuk membuat alat yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia sehari-hari.Dengan peralatan dan pengetahuan yang masih terbatas, ilmuwan
pada zaman dahulu memisahkan karet menjadi tiga unsur.Unsur –unsur tersebut
adalah “susu”, ”lilin”, serta “bahan yang ringan dan bening”. (Tim penulis PS. 1993).

2.2 Karet
Karet sudah lama sekali digunakan orang.Penggunaannya meningkat sejak
Goodyear pertama kali memvulkanisasikannya pada tahun 1839 dengan cara
memanaskan campuran karet dan belerang. Industri yang berbahan baku karet alam
(kemudian karet sintetik) banyak didirikan pada perkembangan industri kendaraan
bermotor. Karet alam,jika dipanasi akan menjadi lunak dan lekat, kemudian dapat
mengalir. Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzena. Akan tetapi, Bilamana
karet alam divulkanisasi, yakni dipanasi bersama sedikit belerang (sekitar 2%), ia
menjadi bersambung bersilangan dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya.

Karet yang belum divulkanisasi bersifat ‘regas’ ketika diregang, yakni makin melunak
karena rantainya pecah-pecah dan kusut. Namun, karet tervulkanisasi jauh lebih tahan
regang. Kelarutannya berkurang dengan makin banyaknya sambung silang, dan bahan
tervulkanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut. Jika karet
divulkanisasi dengan jumlah belerang yang lebih besar (sekitar 30%), dihasilkan
bahan yang sangat keras dan tahan secara kimia, yang dikenal sebagai ebonit atau

Universitas Sumatera Utara

karet keras. Ebonit dipakai untuk kotak aki mobil. Laju reaksi antara karet dan
belerang dapat ditingkatkan dengan penambahan ‘pemercepat’ yang terdiri dari
senyawa organik tertentu. (M. A. Cowd. 1991)

2.3 Pengolahan Lateks pekat
Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet (KKK) antara 25 – 35%.
Lateks ini belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai untuk
digunakan sebagai bahan industri karet pada umumnya. Dengan demikian,lateks ini
perlu dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar karet kering 60% atau lebih.
Lateks dengan KKK 60% dikenal dengan sebutan lateks pekat (concentrated latex).
Proses pembuatan dan pemasaran lateks pekat ini telah sejak lama dikenal,sehingga

produk jenis ini bukanlah merupakan hal yang baru.
Proses pembuatan lateks pekat secara garis besar dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu : pemusingan (centrifuging), pendadihan (creaming), dan penguapan
(evaporating), akan tetapi cara yang disebut terakhir tidak banyak dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Lateks Pusingan
Pada umumnya pengolahan lateks pekat dengan cara pemusingan ditujukan
untuk

memproduksi

lateks

pekat

amonia

tinggi


(HA-centrifuge).Urutan

pengolahannya adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan lateks kebun
Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu menggunakan
peralatan yang bersih.Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan 80
mesh,diukur jumlahnya dan diaduk merata.Kemudian diambil contoh untuk
menentukan KKK dan kadar VFA-nya.Ke dalam lateks ditambahkan 2 – 3 gram
amoniak per liter lateks, kemudian diaduk. Apabila dikehendaki, sebelum dimasukkan
ke dalam alat pusingan. lateks dapat dialirkan melalui pusingan pembersih
(clarificator).
2. Pemusingan
Lateks dimasukkan ke dalam alat pusingan (centrifuge), lateks yang dialirkan
ke dalam alat pusingan oleh daya centrifuge yang berputar dengan kecepatan 6000 –
7000 rpm, dipisahkan menjadi dua bagian yaitu lateks pekat dan serum.
Supaya berjalan dengan baik, alat pusingan harus sering dibersihkan karena
setelah alat ini berjalan beberpa jam menjadi kotor oleh bagian kuning dari
lateks,magnesium-fosfat ,kotoran, dan lain – lain. Untuk menjaga kelancaran biasanya
digunakan dua buah alat pusingan atau lebih dengan “bowl” (piring) cadangan untuk

mengganti bowl yamh mudah kotor dengan cepat.

Universitas Sumatera Utara

Lateks pekat hasil pemusingan yang mengalir menuju tangki pencampur
dibubuhi dengan bahan pemantap. Bahan ini umumnya berupa larutan 10 – 20 %
��4 -laurat (sejenis sabun) dengan dosis 0,05%. Fungsi dari larutan ini adalah untuk

meningkatkan kemantapan lateks pekat hasil pusingan. Selanjutnya dalam tangki
ditambah ��3 sehingga kadar ��3 dalam lateks menjadi 0,7% atau lebih.
3. Penyimpanan lateks pekat

Lateks pekat hasil pusingan meskipun telah ditambah dengan bahan
pemantap,lateks

itu

masih

belum


siap

dipasarkan.Lateks

pekat

itu

perlu

diperam/disimpan selama 2 minggu atau lebih. Pemeraman ini dimaksudkan agar
bahan pemantap berfungsi efektif. Selama pemeramana perlu diaduk setiap hari unutk
menjaga agar tidak terjadi pengendapan. Pengadukan dilakukan dengan pengaduk rpm
rendah (30 – 60 rpm) dilakukan selama 15 – 30 menit.
Volume setiap tangki sebaiknya dapat menampung hasil olahan selama 3 atau
6 hari bila dilakukan sistem sadap 3 hari sekali. Hal ini dimaksudkan agar mutu lateks
pekat dari tangki yang satu dengan yang lain akan sama.
4. Pengemasan
Pada umumnya pengemasan lateks pekat dilakukan dalam drum besi atau

plastik (volume 200 Liter). Bila menggunakan drum besi perlu terlebih dahulu diberi
bahan pelapis di bagian dalamnya. Pelapisan dengan lilin atau bitumen pada bagian
dalam drum mutlak diperlukan meskipun dengan konsekuensi penambahan biaya dan
tenaga.

Universitas Sumatera Utara

Secara ideal drum sebaiknya digunakan sekali pakai, tetapi harus jarang untuk
dipakai berulang kali dengan resiko dapat menurunkan mutu lateks pekat yang
dikemas.
Pada prinsipnya pengemasan lateks pekat harus dilakukan dalam wadah yang
sesuai, bersih, kering, dan tertutup rapat, disamping tersimpan dalam tempat yang
sejuk demi untuk menjaga mutu lateks tidak cepat menurun.
2.3.2 Lateks Dadih
Metode pemekatan lateks ini menggunkaan bantuan bahan kimia yang
berperan sebagai bahan pendadih. Jadi, berbeda dengan cara pusingan yang
menggunakan alat mekanis. Urutan pengolahan lateks dadih adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan lateks
Lateks diterima dalam tangki – tangki melalui saringan. Untuk dapat diolah
menjadi lateks pekat yang baik ,sangat diperlukan bahan lateks kebun yang baik.

Lateks ini harus telah diawetkan dengan bahan pengawet sedini mungkin yaitu dengan
menambahkan ��3 dengan kadar ≥ 0,7% . Di samping itu, untuk mendapatkan hasil

pendadihan yang baik sesuai dengan mutu standar, diperlukan bahan lateks kebun

dengan KKK ≥ 30%.
2. Pendadihan
Bahan lateks kebun yang telah dibubuhi dengan bahan pengawet dan telah
disaring itu dimasukkan ke dalam tangki pendadihan. Ke dalam tangki pendadih
dimasukkan bahan pendadih yaitu 140 cc larutan tepung Konyaku 1% atau 60 cc
larutan amonium alignat 1% untuk tiap liter lateks. Kemudian diaduk merata dengan

Universitas Sumatera Utara

alat pengaduk yang berputar denagn kecepatan antara 200 – 400 rpm selama 20 – 60
menit.
Setelah diaduk merata didiamkan selama beberapa waktu ( 3 – 4 minggu)
untuk memberi kesempatan partikel – partikel karet terkumpul pada bagian atas dan
skim di bagian bawah. Skim dari bagian bawah dikeluarkan untuk dialirkan ke dalam
bak pengumpul skim. Proses pendadihan yang baik akan menghasilkan skim berkadar

karet antara 3 – 5%.
3. Penyimpanan dan pengemasan
Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti yang dilakukan pada
lateks pusingan. Skim sebagai limbah pengolahan lateks pekat biasanya diolah
tersendiri dan dijual dalam bentuk bekuan basah atau dalam bentuk krep. Krep skim
ini termasuk gumpalan mutu rendah yang dapat diolah menjadi karet remah.
Selain kedua cara pengentalan seperti yang telah diuraikan di atas,masih
dikenal satu cara lagi yaitu melalui proses penguapan. Pada dasarnya cara pengentalan
dengan penguapan adalah menguapkan air yang ada pada lateks. Sebagai bahan
pemantap dan pengawet digunakan sabun kalium dan basa KOH.
Lateks pekat hasil penguapan yang disebut Revertex Standart,mempunyai
kadar zat padat ± 73% dan kadar karet kering 68%. Disamping Revertex Standart
dijumpai pula lateks pekat hasil penguapan yang diawetkan dengan amonia,yaitu
Revertex T. (D. Setyamidjaja. 1993)

Universitas Sumatera Utara

2.4.Industri Benang Karet dan Limbahnya
PT.Perkebunan Nusantara III (GUNUNG PARA) merupakan industri yang
mengelola bahan baku karet (lateks) menjadi produk jadi.Pabrik ini mempunyai 3

(tiga) pabrik pengolahan,yaitu :


Rubber Article Factory (RAF)



Dipping Process Factory (DPF)



Rubber Thread Factory(RTF)

Pabrik – pabrik ini mempunyai sistem pengolahan yang berbeda. Bahan baku
yang di gunakan DPF dan RTF adalah bahan baku lateks, sedangkan RAF
menggunakan bahan baku padat (karet yang telah kering).
Produk – produk yang di hasilkan ketiga pabrik tersebut adalah :
1. RAF menghasilkan artikel karet, pita karet, rubber cownmats, dock fender dan
conveyer belt
2. DPF menghasilkan sarung tangan karet

3. RTF menghasilkan benang karet
Bahan baku untuk pembuatan benang karet pada PT.Perkebunan Nusantara III
(Gunung Para) adalah lateks DRC 60% (lateks pekat hasil pemusingan ) yang berasal
dari Pusat Pengolahan Karet (PPK) PT.Perkebunan Nusantara III di kebun Rambutan
dan Membang Muda.
Pada umumnya lateks yang di hasilkan dari kebun adalah high amoniak yang
kadarnya sekitar 0,55 – 0,75% sedangkan lateks yang di pakai di Rubber Thread

Universitas Sumatera Utara

Factory (RTF) adalah medium amoniak yang kadarnya 0,40 – 0,54%, sebagai bahan
pemantap di tambah larutan amonium laurat 20% dosis 4 – 5 ml/L. Lateks pekat inilah
yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan benang karet.
Proses pembuatan karet menjadi benang karet dengan cara lateks pekat yang
masuk di periksa di laboratorium kimia dan di uji kemudian lateksnya di simpan di
tempat penyimpanan lateks yang tersedia .Disamping itu bahan – bahan kimia yang
akan di gunakan diperiksa dan di uji di laboratorium kimia. Lalu di simpan di tempat
yang tersedia lalu di timbang. Bahan kimia tersebut di proses menjadi pengemulsi
kemudian di masukkan ke dalam storage masing-masing,setelah itu di timbang sesuai
dengan formulasi yang di tentukan.kedua bahan tersebut di campur di tangki inactive
membentuk compound. Active compound tersebut di maturasi untuk proses
pematangan lalu di homogenkan dengan mixer. Setelah homogen, compound di
periksa dan didinginkan ke dalam cooling storage tank pada temperatur tertentu.
Setelah pendingin active compound di periksa kemudian di lewatkan ke dalam feeding
sistem yang berfungsi sebagai penyimpanan sementara agar buih dan kotoran yang
ada dapat hilang. Compound active tersebut di alirkan ke dalam header dan di
teruskan melalui capillary dalam acid bath yang berfungsi untuk menggumpalkan agar
berbentuk benang. Kemudian di bilas dengan menggunakan air panas pada suhu 60-70
C pada water bath kemudian di keringkan dalam drying oven pada suhu 105-110 C,
lalu di lewatkan melalui talcum ribboning agar berbentuk pita-pita benang,, lalu di
periksa di laboratorium fisika .Kemudian pita tersebut di keringkan dengan proses
vulkanisasi dan didinginkan. Dan hasil akhirnya terbintuk pita benang karet yang akan
di ekspor ( PT.Perkebunan Nusantara, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.5 Parameter dan Standart Mutu
Dewasa ini permintaan konsumen terhadap mutu lateks pekat jauh lebih baik
dari persyaratan mutu yang ditetapkan ASTM (American Society for Testing and
Material) D.1076, seperti kadar ��3 yang diisyaratkan oleh ATM D.1076 adalah

maksimum 1.0%,tetapi saat ini konsumen hanya menghendaki dan hanya mau

membeli lateks pekat yang mempunyai kadar ��3 maksimum 0.280% untuk lateks

pekat jenis amonia rendah serta 0. 750% untuk lateks pekat jenis amonia tinggi (HA).
Juga demikian halnya dengan parameter waktu uji kemantapan mekanis (MST =

Mechanical Stability Time ), menurut ASTM D.1076 nilai MST adalah 650
detik,tetapi konsumen menghendaki lateks pekat yang mempunyai kemantapan
mekanis sekitar 1000 sampai 1200 detik. Oleh sebab itu para produsen lateks harus
dapat mengikuti perkembangan mutu yang diinginkan konsumen agar dapat bersaing
merebut pasaran secara luas.
Beberapa definisi dari parameter lateks pekat yaitu :
a) Kadar karet kering (Dry Rubber Content/DRC)
Kadar karet kering adalah menunjukkan banyaknya kadar karet kering yang
terdapat di dalam lateks yang digumpalkan dengan asam,digiling dan
kemudian dikeringkan pada suhu 70 C selama 16 jam atau pada suhu 100 C
selama 2 jam.
b) Jumlah padatan total (Total Solid Content/TSC)
Jumlah padatan total adalah menunjukkan banyaknya zat padat yang terdapat
di dalam lateks yang tidak dapat menguap bila dikeringkan pada suhu 70 C
selama 16 jam atau pada suhu 100 C selama 2 jam.

Universitas Sumatera Utara

c) Kadar ��3
Kadar amoniak adalah jumlah amoniak yang terdapat dalam lateks.
d) Uji waktu kemantapan mekanis (Mechanical Stability Time/MST)
Waktu kemantapan mekanis adalah waktu (detik) yang dibutuhkan untuk
memulai menunjukkan koagulasi bila dipusingkan dengan kecepatan 14000
rpm. Nilai kemantapan mekanis tersebut menunjukkan mudah tidaknya lateks
pekat tersebut mengalami penggumpalan selama proses penyimpanan.
e) Bilangan asam lemak mudah menguap (Volatyle Fatty Acid/VFA)
Bilangan asam lemak yang mudah menguap adalah jumlah asam lemak yang
mudah menguap berantai pendek yang terdapat dalam lateks pekat yang
mengandung 100 gram padatan total. Bilangan VFA menunjukkan tingkat
kebusukan lateks pekat. Semakin tinggi bilangan VFA akan semakin buruk
kualitas lateks pekat tersebut.
f) Bilangan KOH (KOH Number)
Jumlah gram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak dalam
lateks pekat yang mengandung 100 gram padatan total.
(M. Ompusunggu,1997).

2.6 Pengujian sifat mekanisme karet
Pengujian sifat kekuatan-tarik (�),kemuluran (�) dan kekuatan-bentur. Sifat
mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan-tarik (�� ) menggunakan

alat tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan di berikan tegangan Secara

Universitas Sumatera Utara

praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (����� ) yang

dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan,dibagi dengan luas penampang bahan.

Karena selama di bwah pengaruh tegangan,spesimen mengalami perubahan
bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang
semula (�� ).
�� = ����� / ��
Selama deformasi , dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah,
sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, �� /A

= 1/1� , dengan 1 dan 1� masing - masing adalah panjang spesimen setiap saat dan

semula. Bila didefinisikan besaran kemuluran (�) sebagai nisbah pertambahan panjang
terhadap panjang spesimen semula (� = ∆1/1� ), maka diperoleh hubungan,

A = �� / (1 + �)

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva
tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang adalah F/A, terhadap
perpanjangan bahan (regangan),

yang di sebut kurva tegangan-tegangan. Bentuk

kurva tegangan-tegangan ini merupakan karakteristik yang menunjukan indikasi sifat
mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat.
Bila bahan polimer (elastis) dikenakan gaya tarikan dengan laju yang tetap,
mula – mula kenaikan tegangan yang diterima bahan berbanding lurus dengan
perpanjangan spesimen. Sampai dengan titik elastis bilamana tegangan dilepaskan
maka spesimen akan kembali seperti bentuk semula, tetapi bila tegangan dinaikkan
sedikit saja,akan terjadi perpanjangan yang besar. Kemiringan kurva pada keadaan ini
disebut modulus atau kekakuan, sedang besarnya tegangan dan perpanjangan

Universitas Sumatera Utara

mencapai titik elastis ini maisng-masing disebut tegangan yield dan kemuluran pada
yield.
Sifat mekanis yang lain adalah kekuatan bentur yang didefinisikan sebagai
energi yang diperlukan untuk memecah spesimen. Ada dua cara umum untuk
mengukur kekuatan bentur . Dalam cara pertama,spesimen ditempatkan pada suatu
“pemegang” dengan salah satu ujungnya vertikal di atas pemegang.
Suatu pendulum dengan bobot dan sudut tertentu diayunkan pada spesimen
sampai terjadi patahan. Cara kedua menggunakan beban,yang berupa bola atau batang
logam, yang dijatuhkan pada spesimen dari ketinggian tertentu. Kekuatan bentur
dihitung dari energi benda jatuh yang digunakan untuk memcahkan spesimen sampai
setengah bagian (B. Wirjosentono,1995).

2.7 Modulus
Untuk suatu tegangan yang sederhana, tegangan tarik adalah sebanding dengan
tegangan putus, yaitu :
tegangan putus = tegangan tarik x konstanta
konstanta E, dikenal sebagai modulus young. Ia mempunyai satuan yang sama seperti
tegangan, yaitu �� −2 .
E=

� =�������� �����
�= �������� �����

Harga E dapat diturunkan dati tegangan putus –tegangan tarik atau grafik
perpanjangan putus dalam uji tegangan tertentu, dimana untuk digunakan untuk

Universitas Sumatera Utara

control kualitas rutin. Bahan pengujian dipusatkan pada suatu kenaikkan tegangan
putus dan menghasilkan perubahan pada panjang yang diplotkan sebagai suatu
tensilgram.
Tegangan putus �, diartikan sebagai permukaan per satuan dari daerah

perpotongan dan diukur dalam Megapascal. Tegangan tarik �, diartikan sebagai

bagian dari perubahan panjang (∆1/1� ), dimana 1� adalah panjang awal dan ∆1
adalah selisih dari panjang awal dan panjang akhir. Mesin pengujian digunakan untuk

mengukur tegangan yang dibuat dalam bentuk kurva perpanjangan putus ke dalam
kurva tegangan putus-tegangan tarik oleh hubungan � = �/�� dan � = �/1�

,

dimana adalah besaran awal. �� dan 1� adalah konstanta. (Loganathan,K. S. 1998).

Universitas Sumatera Utara