Home artikel Karya Seni

Artikel
Karya Seni “Jejak”

Fardian (Penata)
Dr. Ni Wayan Ardini, S.Sn., M.Si. (Pembimbing I)
I Wayan Suweca, S.SKar., M.Mus. (Pembimbing II)
Institut Seni Indonesia Denpasar
Jalan Nusa Indah , telp/fax (0361) 227316/ (0361) 236100
e-mail: info@isi-dps.ac.id

ABSTRAK

“Jejak” merupakan sebuah komposisi musik kolaboratif yang mengangkat tentang perjalanan
kesenian gamelan Jawa di desa Pulungan, Sedati, Sidoarjo, yang semakin lama semakin hilang keberadaannya
digerus globalisasi. Komposisi “Jejak” diangkat berdasarkan pengalaman penata saat tinggal di desa Pulungan
antara tahun 2008 hingga 2012, dalam setiap hajatan masyarakat, musik gamelan tradisional yang dahulu
menjadi identitas dan kebanggan justru tak ada lagi. Jenis musik Baratlah yang menggantikan. “Jejak”
dikomposisi dalam tiga bagian. Bagian pertama menggambarkan kisah masuknya musik Barat ke Indonesia.
Pada bagian ini instrument musik Barat lebih dominan dimainkan. Pada bagian kedua, diceritakan rasa gelisah
dan lambat, dengan adanya transformasi musik Barat yang menimbulkan dampak-dampak yang terjadi,
seperti adanya bentuk-bentuk kolaboratif antara warna musik Barat dan karawitan Jawa. Pada bagian ketiga,

dituangkan segala upaya kebangkitan agar gamelan Jawa bangkit, hidup lagi, dan tidak punah. Melalui “Jejak”
ingin dipesankan agar masyarakat setempat memiliki spirit untuk menjaga kelestariannya. Didukung 9
pemusik, “Jejak” menggunakan format: 4 buah instrumen gitar nylon; 1 buah instrumen piano; 2 buah
instrumen gamelan saron; 1 buah instrumen gamelan demung; 1 buah intrumen piano; 2 instrumen violin; 1
instrumen viola; 1 instrumen cello; dan 2 vokalis.
Kata Kunci : Komposisi musik kolaborasi, kesenian gamelan desa pulungan, membangkitkan
kembali kesenian gamelan Jawa.

1

Pendahuluan
Musik merupakan cabang seni yang dikenal oleh hampir seluruh masyarakat yang ada di
Indonesia, kebutuhan dalam bermusik bahkan sudah banyak diminati oleh masyarakat. musik
tidak hanya digunakan sebagai sarana penghibur, tetapi saat ini fungsi dari musik itu sendiri sangat
beraneka ragam. Dalam berkesenian, musik merupakan media ekspresi penata (komposer) dalam
bentuk karya musik yang diciptakan berdasarkan unsur-unsur musikal itu sendiri. Menurut para
ahli, “musik mampu mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat diekspresikan dengan kata-kata
maupun jenis lainnya. mereka juga mengatakan bahwa musik akan lebih mampu dan ekspresif
untuk mengungkapkan perasaaan dari bahasa baik lisan maupun tulisan” (Susantina, 2004 : 2).
Di Indonesia banyak terdapat keragaman jenis komposisi musik, salah satu yang tidak asing

terdengar adalah Karawitan. “Karawitan adalah sebuah istilah komposisi musik baik instrumental
maupun vokal yang digunakan di beberapa daerah di Indonesia” (I Wayan Suweca, 2009 : 44).
Komposisi karawitan yang diangkat penata adalah gamelan Jawa. Hingga saat ini gamelan Jawa
masih bertahan eksistensinya, namun hanya dikalangan atau daerah-daerah tertentu saja yang
masih pempertahankan gamelan Jawa. Selain gamelan Jawa, di Indonesia juga banyak
berkembang musik barat.
“Musik barat pertama dimainkan oleh para penjajah ketika mereka menyebar ke daerah lain
di Indonesia, Para penjajah barat kemudian secara lambat laun mengangkat dan mempekerjakan
orang-orang pribumi sebagai penghibur. Inilah cikal bakal proses awal musik barat dipelajari oleh
penduduk pribumi” (Furnivall dalam Manalu, 2014 : 2).
Dalam ranah komposisi modern, aspek unsur musikal komposisi karawitan khususnya
gamelan Jawa pada dasarnya memiliki kesamaan dengan musik barat, dimana unsur musikal
tersebut meliputi melodi, tempo, ritme, harmoni, dimanika, dll, namun yang membedakan hanya
saja dari etika cara memukul, maupun memainkan instrumen masing-masing. Di era saat ini
Indonesia sedang mengalami globalisasi, dimana salah satu ciri adanya globalisasi adalah
masuknya budaya asing ke Indonesia. Dampak masuknya budaya asing tersebut berpengaruh
terhadap kesenian yang ada di indonesia, dimana berdampak pada eksistensi gamelan Jawa di
kalangan masyarakat yang kian lama kondisinya cukup memperihatinkan. Realita yang ada di
Indonesia adalah memudarnya semangat masyarakat dalam melestarikan kesenian gamelan Jawa,
banyak masyarakat lebih senang memainkan atau mendengarkan musik barat dibandingkan musik

gamelan Jawa.
Di Sidoarjo, Jawa Timur, banyak masyarakat lokal yang kurang memiliki minat terhadap
gamelan jawa. Eksistensi gamelan di Sidoarjo tergolong terancam punah karena sangat jarang
sekali dijumpai sanggar-sanggar atau komunitas gamelan yang masih aktif. Seperti fenomena yang
pernah diamati oleh penata, bahwa pada tahun 2007 s/d 2012, penata pernah menjadi warga di
desa Pulungan, Sedati, Sidoarjo, Jawa timur. selama enam tahun tinggal di desa tersebut, penata
sama sekali tidak pernah menjumpai musik gamelan dari desa tersebut, berbeda dengan daerahdaerah yang kental akan seni budayanya, salah satunya di Bali, justru setiap masyarakat di desanya
masih melestarikan kesenian gamelan Bali, sehingga kesenian gamelan Bali tetap terjaga sampai
saat ini.
Mengetahui fenomena tersebut, penata berinisiatif ingin menciptakan sebuah komposisi yang
berjudul “Jejak”. Jejak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (ISBN: 978-979-22-3841-9) berarti
1) bekas langkah; 2) sebuah tingkah laku (perbuatan) yang telah dilakukan; 3) perbuatan
(kelakuan) yang jadi teladan. Maksud penata mengangkat judul “Jejak” adalah ingin melanjutkan
kembali langkah perjalanan kesenian gamelan di desa Pulungan dengan membangkitkan kembali
semangat masyarakat yang kian lama memudar melalui sebuah garapan komposisi musik yang
dikonsep dengan garapan kolaboratif antara musik barat dan gamelan jawa. Dalam komposisi

2

“Jejak” penata mencoba mentransformasi sebuah semangat masyarakat desa Pulungan yang

dulunya sangat antusias terhadap gamelan Jawa, kemudian lambat laun semangat masyarakat
semakin memudar, sehingga sampai saat ini kondisi gamelan Jawa sudah hilang eksistensinya di
desa Pulungan. Dalam karya komposisi “Jejak”, penata ingin memberikan pesan moral terhadap
masyarakat bahwa mengikuti arus globalisasi tidak harus meninggalkan kesenian tradisi yang ada.
Dewasa ini seharusnya gamelan Jawa justru dapat dikolaborasikan dengan musik barat, sehingga
menjadi satu komposisi yang lebih inovatif dan menarik daya minat masyarakat lain untuk tetap
menjaga kelestarian gamelan Jawa.

Metode Penciptaan
Dalam sebuah penciptaan karya komposisi, tentu setiap penata harus menjalani
sebuah proses untuk dapat menciptakan sebuah garapan komposisi. Proses tersebut
berlangsung cukup panjang, mulai dari menentukan ide garapan hingga pada tahap
penyusunan struktur garapan yang meliputi melodi, harmoni, dll. Dalam sebuah proses
penciptaan, seorang penata perlu memiliki pengalaman, wawasan yang luas dalam
menciptakan komposisi, serta banyak mengapresisasi karya-karya lain. Tanpa hal tersebut,
penata dapat kekurangan referensi dalam menciptakan garapan komposisi. Penata juga perlu
memikirkan beberapafaktor-faktor agar dapat merealisasikan garapan yang akan dibuat,
faktor tersebut adalah ketrampilan yang dimiliki pendukung garapan, tersedianya instrumen
yang ada, dan biaya yang tidak berlebihan namun dapat menghasilkan karya yang sesuai
konsep penata.

Menurut Jakob Sumardjo, kretifitas adalah kegiatan mental yang sangat individual
yang merupakan manifestasi manusia sebagai individu. Manusia kreatif adalah manusia yang
menghayati dan manjalankan kebebasan dirinya secara mutlak (2000:20). Proses penciptaan
pada penata sangat diperlukan dalam menciptakan suatu karya komposisi agar dapat
mengolah ide-ide yang telah ditentukan hingga menjadi suatu garapan komposisi. Pada
proses penggarapan komposisi “Jejak” ini, penata melakukan proses secara konseptual. I
Wayan Suweca menyatakan proses kreatif konseptual yaitu segala sesuatunya direncanakan
secara matang dan mengikuti aturan yang lebih bersifat formal (2009:18). Proses kreatif
secara konseptual meliputi beberapa tahapan, yaitu diawali dengan menentukan ide atau
gagasan berdasarkan latar belakang maupun pengalaman estetik dari seorang penata, setelah
menentukan ide atau gagasan, kemudian melakukan proses eksplorasi untuk mengumpulkan
materi-materi yang diperlukan dalam garapan komposisi, selanjutnya melakukan ekspirimen
dari materi-materi yang didapat oleh penata, dan melakukan tahapan pembentukan. Dalam
tahapan pembentukan penata melakukan percobaan-percobaan dalam penulisan melodi
maupun menentukan harmoni pada garapan agar dapat memenuhi kebutuhan estetis. Pada
proses penciptaan, penata melakukan tiga tahapan yang meliputi tahap penjajagan
(Eksplorasi), tahan percobaan (Improvisasi), dan tahap pembentukan (Forming). Ketiga
tahapan tersebut dijabarkan sebagai berikut.
Diawali pada tahap penjajagan (Eksplorasi), tahap ini merupakan langkah awal dalam
proses penggarapan karya. Pada tahapan ini yang pertama kali dilakukan penata adalah

menentukan ide atau gagasan garapan berdasarkan pengalaman dan pengamatan penata.
Setelah melalui proses pengamatan secara selektif, akhirnya penata mengangkat suatu
fenomena sosial yaitu menurunnya eksistensi kesenian gamelan Jawa di desa Pulungan,

3

Sidoarjo. Setelah mengamati fenomena tersebut, penata berinisiatif menciptakan suatu
garapan komposisi kolaborasi yang menceritakan jejak perjalanan kesenian gamelan Jawa di
desa Pulungan yang terancam punah, dengan demikian penata mengangkat “Jejak” sebagai
judul garapan.
Kemudian pada pada Februari 2017 penata mengajukan proposal garapan kepada
jurusan musik Institut Seni Indonesia Denpasar. Setelah proposal dinyatakan lulus, penata
melakukan berbagai langkah yang terkait dengan proses penggarapan karya komposisi
lainnya. Salah satu proses, penata menentukan pendukung garapan, dalam garapan ini
pendukung yang penata gunakan adalah beberapa mahasiswa jurusan musik Institut Seni
Indonesia Denpasar angkatan 2013, 2014, 2015, dan 2016 yang kemudian dilanjutkan
penentuan tempat dan jadwal latihan kepada pendukung.
Tahap eksplorasi dimulai pada tanggal 1 Februari 2017, sebagai tahap selanjutnya
penata mulai melakukan percocobaan-percobaan pada gitar quatet dengan membuat tema
komposisi. Pada tahap ini penata menulis beberapa motif kemudian dikembangkan sehingga

menjadi satu tema, selama tahap penulisan penata menulis notasi dengan menggunakan
software Sibelius. Sibelius merupakan software untuk mencatat notasi musik barat yg selama
ini cukup dikenal dikalangan musisi. Selama beberapa kali menulis notasi pada akhirnya
penata dapat menemukan tema garapan.
Selanjutnya pada tahap percobaan (Improvisasi). Tahap ini penata lebih banyak
melakukan percobaan-percobaan pada penulisan partitur dengan sofware sibelius. Mulai dari
bagian I penata berulang kali melakukan penulisan, selanjutnya hasil tulisan partitur tersebut
diberikan kepada pendukung untuk dilakukan percobaan. penata selalu melakukan perbaikan
komposisi setiap kali latihan jika ada kejanggalan pada motif-motif yang dibuat. Selama
tahap percobaan ini untuk penggarapan pada instrumen gamelan saron dan demung
dilakukan percobaan secara praktek langsung menggunakan alat, setelah motif-motif yang
dibuat dirasa cocok, penata langsung menulis kedalam bentuk notasi kepatihan. Selektif
dalam membuat tiap motif sangat penting agar mendapatkan bagian yang sesuai dengan
konsep yang telah ditentukan penata.
Terakhir dilakukan adalah tahap pembentukan (Forming). Tahap ini merupakan tahap
akhir dari garapan Jejak, yaitu tahap pembentukan menjadi sebuah garapan yang siap untuk
disajikan dan diuji oleh Tim Penguji di Kampus ISI Denpasar. Hasil pada tahap pembentukan
ini adalah sudah tesusunnya garapan hingga menjadi bentuk tiga baian, pada tahap
pembentukan ini penata juga tidak menutup kemungkinan untuk merubah motif-motif yang
telah dibuat hingga menjadi hasil final.

Perbaikan-perbaikan terus dilakukan dengan harapan agar garapan ini menjadi lebih
baik sehingga terasa lebih sempurna. Pemahaman, intepretasi, serta kekompakan pendukung
terhadap garapan ini sangat diperlukan karena hal tersebut sangat mendukung penyampaian
ide, pesan, dan maksud garapan kepada penonton. Dimaksudkan adalah penjiwaan mengenai
pengolahan ritme, tempo, dan dinamika sebagai unsur pokok musikalitas dalam komposisi.

4

Deskripsi Garapan
Komposisi “Jejak” diangkat berdasarkan pengalam estetik penata selama tinggal di desa
Pulungan, Sidoarjo pada tahun 2008-2012. Dimana selama itu penata merasakan suatu kejanggalan
sosial yaitu meredupnya semangat masyarakat dalam melestarikan kesnian gamelan Jawa, sehingga
memicu inisiatif penata untuk menciptakan suatu garapan komposisi berdasarkan fenomena tersebut.
Komposisi “Jejak” diangkat dengan tema kebangkitan dengan merepresentasikan perjalanan kesenian
gamelan Jawa yang kian lama semakin kurang diminati oleh masyarakat desa Pulungan kedalam
bentuk karya komposisi musik. didalam bentuk komposisi “Jejak”, penata menggunakan konsep
kolaborasi secara instrumentasi maupun gaya-gaya permainan yang terkandung antara musik barat
dan Karawitan Jawa.
Maksud dari komposisi “Jejak” adalah representasi pengalaman penata kedalam suatu karya
musik dimana di era yang sudah modern ini kesenian gamelan jawa kian lama semakin kurang

diminati oleh masyarakat desa Pulungan, sebagian besar masyarakat desa setempat lebih meminati
musik yang bernuansa atau lebih banyak menggunakan idium musik barat salah satunya adalah musik
dangdut sehingga mengakibatkan kesenian gamelan jawa terancam punah. perlambangan nuansa
demikian telah dituangkan penata kedalam beberapa bagian yang ada pada komposisi “Jejak”, namun
pada bagian akhir penata ingin membangkitkan kembali dengan wara musik yang berbeda dari
bagian-bagian sebelumnya yaitu dengan menojolkan nuansa kolaborasi lebih banyak. Disamping itu
penata juga berharap, setelah terwujudnya karya komposisi “Jejak” ini dapat memberikan pesan
moral bahwa di zaman modern ini kesenian tradisional tidak perlu ditinggalkan, namu dapat kita
jadikan suatu kreatifitas dalam musik sehingga menghasilkan warna musik yang berda.

Bentuk dan Struktur Garapan
Dalam sebuah garapan komposisi musik, struktur komposisi sangat berperan penting dan
perlu dipertimbangkan dalam membuat suatu komposisi musik agar menghasilkan karya yang sesuai
dengan konsep. Unsur-unsur yang terkandung dalam struktur garapan “Jejak” yaitu meliputi harmoni,
melodi, ritme, dan penggunaan tehnik-tehnik lain. Secara bentuk, garapan “Jejak” mengunakan
bentuk garapan tiga bagian kompleks atau besar, bentuk musik tiga bagian komplek pada komposisi
“Jejak” merupakan bentuk komposisi yang terdapat subbagian pada bagian I, II, dan III, adapun
sekema bentuk pada garapan “Jejak”adalah :

A B C D D’


I

ABACDE

II

ABACDE

III

5

Analisa Estetis
Estetis merupakan salah satu bagian penting dalam penggarapan sebuah karya seni.
Keindahan membuat seseorang menjadi senang, enak dipandang, dan menimbulkan rasa bahagia.
Penilaian terhadap keindahan tergantung bagaimana persepsi dan pandangan masing-masing orang
dalam menikmati karya yang disajikan. Dalam garapan “Jejak”, keindahan dapat terlihat jika masingmasing penikmat merasakan dan mendalami garapan, namun penikmat tentu memiliki penilaiannya
sendiri. Adapun tiga unsur keindahan pada karya seni yang harus diperhatikan yaitu wujud, bobot,
dan penampilan (Djelantik,1990: 41). Wujud dapat dilihat dari bentuk dan struktur , bobot dapat

diamati melalui tiga aspek yaitu suasana , gagasan, dan pesan, sedangkan dalam penampilan ada tiga
unsur yang berperan, yaitu bajat, keterampilan, dan sarana atau media (Djelantik, 1990: 18).

1) Wujud
Wujud merupakan kenyataan yang nampak secara konkrit didepan mata kita berarti
dapat dipersepsikan dengan mata dan telinga (Djelantik, 1990: 17). Dalam hal ini wujud dapat
dilihat dari bentuk dan struktur sebuah karya seni.
Garapan komposisi musik “Jejak” merupakan komposisi musik kolaboratif yang
memadukan instrumen musik barat dengan beberapa instrumen gamelan Jawa. Garapan
komposisi “Jejak” ini disajikan secara konser/instrumental dalam durasi waktu 15 menit.
Penyajian karya ini didukung oleh 14 orang. Garapan komposisi “Jejak” terdiri dari 3 bagian
yaitu bagian I, bagian II, bagian III. Ketiga bagian ini dihubungkan dengan adanya transisi
antara satu bagian dengan bagian yang lainnya yang mengacu pada ide dan konsep garapan.
2) Bobot
Bobot dari suatu karya seni merupakan isi atau makna yang disajikan kepada
penikmat karya seni. Bobot meliputi apa yang dapat dirasakan dan dihayati sehingga
penikmat dapat menangkap nilai dan kualitas dari karya seni yang dipertunjukkan. Dengan
demikian antara karya seni dan penikmat terdapat adanya interaksi komunikatif. Bobot
terdiri dari tiga aspek yaitu, gagasan, suasana, dan pesan.
Gagasan dalam hal ini sejajar dengan ide. Gagasan menyangkut hasil pemikiran dan
inspirasi yang didapat oleh penatanya. Gagasan atau ide dalam komposisi “Jejak” adalah
mengangkat fenomena dimana kesenian gamelan Jawa di desa Pulungan, Sidoarjo yang
terancam punah. Melihat fenomena tersebut, penata secara langsung berinisiatif
menciptakan komposisi “Jejak” sebagai transformasi perjalanan kesenian gamelan Jawa.
Suasana yang ingin disampaikan dalam garapan komposisi “Jejak” bervariasi. Pada
bagian I merupakan transformasi suasana bahagia, hal tersebut dituangkan pada penggunaan
harmoni-harmoni mayor yang dominan pada bagian I, penggunaan tempo cepat juga
menggambarkan seperti orang berlari, hal tersebut dimaksudkan transformasi dari cepatnya
pengaruh musik barat di indonesia. pada bagian II merupakan transformasi dari suasana
gelisan, hal demikian dwujudkan dengan pengunaan melodi-melodi lambat dan banyaknya
penggunaan harmoni minor pada bagian II. Pada bagian III merupakan transformasi dari
suasana bangkit dan semangat, hal tersebut diwujukan dengan peralihan ke tempo yang lebih

6

cepat dan banyak menerapkat pola ritme kelipatan yang lebih cepat. Nuansa harmoni mayor
kembali diterapkat pada bagian ini untuk mewujudkan nuansa semangat.
Pesan yang ingin disampaikan yaitu, terwujudnya garapan “Jejak” mengjak
masyarakat desa Pulungan, maupun masyarakat lain untuk tetap melestarikan kesenian
gamelan, bagia para penata musik lain, menciptakan karya komposisi kolaborasi merupakan
salah satu cara untu melestarikan musik tradisi di indonesia agar tetap terjaga esksistensinya
sekalipun musik barat lebih dominan berkembang era globalisasi ini.
3) Penampilan

Penampilan mengacu pada bagaimana cara karya seni disajikan atau disuguhkan
kepada si penikmat. Penampilan sangat menentukan bagaimana persepsi atau
pandangan penikmat terhadap hasil karya pelaku pertunjukan. Penampilan sangat
menentukan bagaimana persepsi atau pandangan penikmat terhadap hasil karya
pelaku pertunjukan. Penampilan dipengaruhi oleh tiga unsur yang berperan , yaitu
bakat, keterampilan, dan sarana (media).
Bakat adalah kemampuan yang dimiliki dan dibawa sejak lahir. Setiap orang
memiliki bakat atau kemampuan (talent) yang berbeda-beda dan pengembangan
bakat juga harus didukung adanya rasa percaya diri. Dengan adanya bakat, segala
sesuatu yang berhubungan dengan bidang yang diminati akan dapat dikuasai secara
lebih mudah. Melalui bakat, diharapkan penata dapat menampilkan hasil karyanya
sendiri dengan baik dan maksimal sesuai kemampuan yang dimiliki. Dalam
mempertunjukkan garapan komposisi “Jejak”, para pendukung berusaha semaksimal
mungkin menunjukkan penampilan yang terbaik sesuai bidangnya masing-masing.
Keterampilan (skill) sangat penting adanya dalam suatu penampilan.
Keterampilan diperoleh jika setiap orang selalu memiliki keinginan untuk mengasah
keterampilan yang dimiliki. Latihan-latihan intensif perlu dilakukan dengan disiplin
agar keterampilan para pendukung garapan “Jejak” menjadi terasah dan dapat
menyatukan rasa sehingga kualitas keterampilan lebih meningkat untuk tercapainya
penampilan yang baik.
Sarana atau media bersifat intrinsik dan ekstrinsik yang mendukung
penampilan sebuah karya seni. Media intrinsik menyangkut instrumen atau alat-alat
musik yang dipergunakan menyangkut segala penunjang berhasilnya pertunjukan
garapan komposisi “Jejak”. Dengan demikian diperlukan adanya tempat pementasan,
tata lampu (lighting), dan peralatan sound system. Tempat pementasan garapan
komposisi “Jejak” adalah di gedung Natya Mandala. Tata lampu yang dominan
digunakan dalam mendukung penyajian garapan adalah lampu general.

Analisa Penyaian
Dalam penyajian sebuah karya musik tentu seorang penata perlu mempertimbangkan
hal-hal yang mendukung jalannya penyajian, selain keindahan maupun kreatifitas pada karya
yang telah dibuat, ada pula beberapa poin pendukung yang sangat berperan dalam sebuah
penyajian karya komposisi “Jejak”, beberapa diantaranya adalah.
1) Kostum
7

Kostum yang digunakan dalam penyajian atau pementasan komposisi “Jejak”
dibedakan menjadi dua jenis yaitu pakaian pria dan wanita. Untuk kostum putra
menggunakan pakaian beskap berwarna hitam, dengan bawahan kain sinjang, dan
menggunakan blangkon.Untuk kostum wanita menggunakan pakaian kebaya,
dengan bawahan kain batik. Dalam pemilihan kostum ini penata ingin lebih
membawa penampilan sesuai dengan konsep yang penata angkat dalam garapan
musik, sehingga pemilihan kostum sebagai pelengkap penyajian pada gambaran
suasana Jawa.

2) Tata Lampu

Dalam sebuah penyajian, tata lampu sangat berperan sebagai pelengkap pada
jalannya pementasan. Pada penyajian komposisi “Jejak”, penataan lampu sangt
diperlukan karena dengan tetanan lampu dapat mendukung pembawaan suasana
dalam sajian karya komposisi “Jejak”. Pemilihan tata lampu dalam penyajian
komposisi “Jejak” dapat dijabarkan sebagai berikut.
Bagian I, sebagai interlude permainan diawali dengan penata musik yang
berperan sebagai gitar 1, pada saat itu khusus satu lampu menyoroti penata yang
memainkan interlude pada pembukaan. Selanjutnya memasuki bagian B,
masuknya permainan instrumen secara satu persatu, secara bersamaan tata
lampu menyesuaikan tension musik yang makin lama makin ramai, hingga
penerangan lampu yang lebih jelas saat pertujukan berada di durasi
pertengahan, hingga ending bagian I lampu semakin lama semakin meredup.
Bagian II, memasuki bagian ini terdapat interlude kembali namun dimainkan
oleh gitar 3 sebagai pembuka bagian II, sebisa mungkin pada bagian awal lampu
menyoroti pemain musik yang berperan sebagai gitar 3. Setelah memasuki

8

bagian inti lampu menyesuaikan semakin terang menerangi para pemain musik,
namun pada bagian ini sebisa mungkin unsur warna yang digunakan adalah
wanra yang sedikit kegelapan karena pada bagian II ini menceritakan musik
barat yang mempengaruhi masyarakat secara lambat laun hal tersebut
mempengaruhi masyarakat.
Bagian III, pada bagian ini secara estetis musik menuangkan nuansa bangit.
Sebisa mungkin penataan lampu pada bagian ini lebih dominan pada warna
terang mengambar suasana bangkit tersebut. Karena pada bagian ini agar lebih
mendukung penyampaian pesan yaitu bangkit dan untuk tetap melestarikan
kesenian khususnya gamelan Jawa.
3) Tata Panggung
Selain kostum beserta tata lampu, tidak kalah penting juga penataan panggung.
Penyajian karya komposisi musik juga tidak hanya mengandalkan suara pada
pementasan, namun tata panggung juga perlu diperhatikan. Jika dilihat tujuan
pementasannya adalah sebagai pementasan ujian akhir, makan tentu dosen penguji
mempertimbangkan penataan panggung pada saat pementasan. Sebisa mungkin penata
memilih penataan panggung yang flexibel menyesuaikan jumlah pendukung garapan
yaitu sebanyak 14 orang, agar tetap nyaman dilihat secara visual. Untuk skema
penataan panggung pada garapan “Jejak” dijelaskan sebagai berikut.

9

Keterangan :

= Penata/Leader (gitar 1)
= Gitar 2, 3, dan 4
= String quartet
= Gamelan (saron dan demung)
= vokal
= piano

10

PENUTUP

Dapat diambil kesimpulan bahwa terwujud karya komposisi jejak ini melalui proses
yang cukup panjang dan berdasarkan ide, gagasan, maupun konsep yang cukup matang.
Penata mengangkat ide maupun konsep garapan berdasarkan pengalaman estetis secara
konseptual. Setelah mengamati fenomena dimana kesian gamelan Jawa di desa Pulungan
terancam punah, secara langsung penata berinisiatif menggarap komposisi “Jejak”.Dengan
karya komposisi “Jejak” penata ingin mengangkat kembali kesenian gamelan Jawa dengan
bentuk kolaboratif.
Terwujudnya karya komposisi “Jejak” ini pada akhirnya menjadi karya komposisi
musik dengan bentuk 3 bagian, dan dengan durasi 13 menit. Berdasarkan struktur garapan
pada komposisi “Jejak” banyak terdapat motif-motif yang digarap dengan penojonjolanpenojolan nuansa Jawa dan dikolaborasikan dengan tehnik-tehnik pada musik barat.
penentuan ide maupun konsep garapan perlu dipertimbangkan oleh setiap penata musik, ide
dan konsep yang matang sangat penting dalam menciptakan karya komposisi secara
akademis. Bagi para penata musik lain, kedepannya diharapkan juga untuk tetap melestarikan
dan lebih kreatif dalan penciptaan musik kolaborasi.

11

DAFTAR RUJUKAN
Acuan dari buku dengan satu satu, dua, dan tiga pengarang

Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius.
Djelantik, A. A. M. 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I Estetika Instrumental.
Denpasar : Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.
Hastanro, Sri. 2012. Neng & Reng : Persandingan Sistem Pelarasan Gamelan
Jawa dan Gong Kebyar Bali. Surakarta : ISI Perss.

Ageng

Jamalus. 1988. Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan
Kusumawati, Heni. 2013. Komposisi 1. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
Marie Doran Eaton, Rebecca. 2008. Unheard Minimalisms: The Functions of the
Minimalist Technique in Film Scores. Austin : University Of Texas
Panggabean, P.Ance. 2006. Proses Penciptaan Dalam Pengalaman Diri. Medan :
Universitas Sumatra Utara.
Sukohardi, Al. 2012. Teori Musik Umum. Yogyakarta : Pusat Musik Litugiri.
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta : PT Gramedia.
Suweca, I Wayan. 2009. Estetika Karawitan. Denpasar : Institut Seni Indonesia Denpasar

Daftar Nara Sumber/Informan
Haryanto, Tri (55), dosen karawitan isi denpasar, wawancara 23 Juni dan 24 Juli 2017 di rumahnya,
Btn. Bayangkara br, Pasek block C no. 24 Jagapati, Abiansemal, Badung, Bali.

12