Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara Chapter III VI

BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1

Kerangka Konsep
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha

pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang
bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya.
Optimalisasi penerimaan PAD dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti belanja
oleh pemerintah daerah, pendapatan perkapita penduduk dan inflasi.
Berdasarkan teori dan rumusan masalah penelitian, maka kerangka
konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen

Variabel Moderating

( Bebas)

Variabel Dependen

(Terikat)

Inflasi
(X3)

Belanja Daerah
(X1)

Pendapatan Asli
Daerah – PAD
(Y)

Pendapatan
Perkapita
H 2H2(X2)

Gambar 3.1
Kerangka konseptual

Universitas Sumatera Utara


Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang terdiri dari urusan
wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian atau bidang
tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan. Berbagai belanja yang dialokasikan pemerintah daerah diharapkan
mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Dalam penetapan desentralisasi,
belanja daerah menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang
peningkatan PAD. Belanja daerah memberikan dampak positif bagi PAD, jika
alokasi belanja tersebut proporsi belanja pelayanan publik lebih besar dari belanja
aparatur daerah. Belanja pemerintah untuk membangun fasilitas hiburan yang
memadai, misalnya membangun pusat pameran, taman budaya dan rekreasi,
gedung pertunjukan dapat menjadi sumber pajak.
Akibat

inflasi

maka

semakin


tinggi

beban

pemerintah

dalam

mensejahterakan masyarakat. Belanja daerah melalui belanja pegawai sebagai
sumber pajak akan turun akibat daya beli masyarakat turun. Belanja daerah
melalui belanja modal dan belanja barang dan jasa yang masing-masing sebesar
20% dan 17 % akan turun akibat daya beli menurun.
Pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan
perkapita suatu negara pada umumnya adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau
Produk Nasionak Bruto, sedangkan untuk pendapatan perkapita daerah yang
umum digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Apabila
Pendapatan perkapita seseorang tinggi maka akan semakin tinggi pula
kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Semakin tinggi PDRB per kapita riil suatu daerah,


Universitas Sumatera Utara

maka semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk
membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan daerahnya. PDRB
perkapita yang tinggi berpotensi dapat meningkatkan PAD. Karena inflasi daya
beli masyarakat turun, masyarakat dengan konsumsi untuk kebutuhan barang
tambahan/mewah seperti hiburan, membeli mobil, makan di restoran akan
berkurang. Sumber pajak dari pajak restoran, pajak kendaraan bermotor, pajak
hiburan menjadi berkurang.

Universitas Sumatera Utara

3.2

Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu permasalahan yang

menjadi objek penelitian,

yang kebenarannya masih


harus dibuktikan.

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1 :
Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita berpengaruh

secara simultan dan

parsial terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera
Utara.
Hipotesis 2 :
Inflasi sebagai variabel moderating dapat memperkuat atau memperlemah
pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita terhadap Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1

Jenis Penelitian
Penelitian ilmiah

mendasarkan pada

metode-metode

yang

harus

dipertanggungjawabkan dan teori-teori yang relevan. Oleh karena itu diperlukan
pemilihan dan penentuan metode penelitian yang tepat untuk mencapai tujuan
penelitian. (Arikunto,2003)
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal effect), Silalahi
(2009) menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu

variabel mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang
bersifat eksperimen, dimana variabel independennya diperlakukan secara
terkendali oleh peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya
secara langsung.
4.2

Populasi dan Sampel
Penelitian dilakukan pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.
Waktu penelitian dilakukan secara bertahap dimulai dari bulan April 2012 sampai
dengan bulan Juli 2012. Rincian waktu penelitian dapat dilihat pada Lampiran 16.
Populasi diartikan sebagai totalitas semua nilai yang mungkin hasil
menghitung ataupun pengukuran kuantitatif mengenai karakteristik tertentu dari
semua anggota kumpulan lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifatnya
(Silalahi, 2009). Populasi paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Populasi
yang digunakan di dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota yang
terdapat di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 kabupaten dan kota.

Universitas Sumatera Utara

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Dalam

penelitian ini sampel diambil secara purposive sampling yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2005 : 78), dan secara silang
tempat (cross section) yang dikumpulkan pada suatu titik waktu (Kuncoro,2003)
yang disebut dengan pooling data dengan combined model. Sampel diambil
dengan kriteria :
1.

Kabupaten dan Kota yang mempublikasikan laporan keuangannya secara
konsisten dari tahun 2005-2010 dan ketersediaan data belanja daerah,
pendapatan perkapita dan inflasi.

2.

Pemerintah daerah kabupaten dan kota yang tidak dimekarkan pada kurun
waktu 2005-2010.
Dari 33 kabupaten/kota yang dijadikan populasi, pemerintah daerah

memenuhi kriteria sampel sebanyak 20 Kabupaten/kota sedangkan sisanya
sebanyak 13 Kabupaten/kota tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Penelitian ini memiliki rentang waktu 5 tahun, yaitu tahun 2005-2010 dan tahun

amatan PAD selama 5 tahun, yaitu tahun 2006 sampai dengan 2010. Sehingga
jumlah amatan berjumlah 20 kabupaten/kota x 5 tahun = 100 sampel. Tabel 4.1
memuat populasi Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi
kriteria sampel.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

32
33

4.3

Populasi yang memenuhi kriteria dan yang tidak memenuhi
kriteria sampel

Kabupaten/Kota
1
Kabupaten Asahan
Kabupaten Batubara
Kabupaten Dairi
Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Humbang Hasundutan
Kabupaten Karo
Kabupaten Labuhanbatu
Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Kabupaten Labuhanbatu Utara
Kabupaten Langkat
Kabupaten Mandailing Natal
Kabupaten Nias
Kabupaten Nias Barat
Kabupaten Nias Selatan
Kabupaten Nias Utara
Kabupaten Padang Lawas
Kabupaten Padang Lawas Utara
Kabupaten Pakpak Barat
Kabupaten Samosir
Kabupaten Serdang Bedagai
Kabupaten Simalungun
Kabupaten Tapanuli Selatan
Kabupaten Tapanuli Tengah
Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Toba Samosir
Kota Binjai
Kota Gunung Sitoli
Kota Medan
Kota Padang Sidempuan
Kota Pematang Siantar
Kota Sibolga
Kota Tanjung Balai
Kota Tebing Tinggi

Kriteria
2

X


X


X
X



X
X
X
X
X
X
X
X






X







Kriteria

Sampel


X





X
X



X

X
X
X









X







Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Sampel 5
Sampel 6
Sampel 7
Sampel 8
Sampel 9
Sampel 10
Sampel 11
Sampel 12
Sampel 13
Sampel 14
Sampel 15
Sampel 16
Sampel 17
Sampel 18
Sampel 19
Sampel 20

Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan data sekunder yaitu
berupa dokumentasi dengan pengumpulan bahan-bahan dan data yang
berhubungan dengan pokok bahasan yang peneliti kutip dari buku dan catatan
atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip dari perpustakaan Badan
Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Kapten Muslim No. 71

Universitas Sumatera Utara

Medan dan mengakses situs Badan Pusat Statistik yaitu www.bps.go.id. Selain itu
juga mengakses situs Dirjen Perimbangan Keuangan Republik Indonesia dengan
mengakses situs www.djpk.go.id/apbd/index.html.
4.4.

Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu belanja

daerah dan pendapatan perkapitasedangkan variabel terikat yang merupakan
variabel utama adalah Pendapatan Asli Daerah.Sedangkan laju inflasi digunakan
sebagai variabel moderating. Untuk menjelaskan variabel-variabel, dapat dilihat
di bawah ini:
1.

PAD (Y) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber
ekonomi asli daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli
daerah yang sah. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

2.

Belanja Daerah (X1) adalah kewajiban pemerintah pengurang nilai
kekayaan bersih. Belanja daerah dalam penelitian ini diukur berdasarkan
nilai realisasi tahun berjalan. Skala yang digunakan adalah skala rasio.

3.

Pendapatan Perkapita (X2) adalah jumlah dari nilai barang dan jasa ratarata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode
tertentu. Pendapatan perkapita daerah yang umum digunakan adalah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Skala pengukuran yang
digunakan adalah skala rasio.

Universitas Sumatera Utara

4.

Inflasi (X3) dimaksud dalam penelitian ini adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus yang dihitung
dengan dasar CPI (Consumer Price Index) atau Indeks Harga Konsumen
(IHK). Skala digunakana dalah skala rasio.

Tabel 4.2.Defenisi operasional variabel
Variabel
Penelitian
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)

Belanja
Daerah

Pendapatan
Perkapita

Inflasi

Definisi Operasional
semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi asli daerah yang
terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan.
Kewajiban pemerintah pengurang nilai
kekayaan bersih yang bersumber dari
belanja langsung dan belanja tidak
langsung
Jumlah dari nilai barang dan jasa ratarata yang tersedia bagi setiap penduduk
suatu negara pada suatu periode
tertentu. Pendapatan perkapita daerah
yang umum digunakan adalah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB)
Inflasi adalah kecenderungan dari hargaharga untuk naik secara umum dan terus
menerusyang dihitung dengan dasar CPI
(Consumer Price Index) atau Indeks
Harga Konsumen (IHK).

Parameter

Skala
Pengukuran
Realisasi PAD tahun
Rasio
2006-2010

Realisasi
belanja
daerah tahun 20052009

Rasio

PDRB dibagi jumlah
penduduk
tahun
2006–2010

Rasio

IHK tahun
2010

Rasio

2006-

Universitas Sumatera Utara

4.5

Metode Analisis Data
Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

analisis regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis) dengan model
regresi sebagai berikut :
Persamaan uji regresi untuk hipotesis 1 :
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Dimana :
Y

= Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X1

= Belanja Daerah

X2

= Pendapatan Perkapita

b

= Slope/Koefisien regresi variabel independen

a

= Konstanta

e

= Error
Untuk menguji variabel moderating digunakan uji residual. Menurut

Ghozali (2009) analisis residual menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari
suatu model. Fokusnya adalah ketidakcocokan (lack of fit) yang dihasilkan dari
deviasai hubungan linier antar variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh
nilai residual didalam regresi. Persamaan regresi (2) menggambarkan apakah
variabel moderating merupakan variabel moderating dan ini ditunjukkan dengan
hasilnya signifikan dan nilai koefisiennya negatif (yang berarti adanya lack of fit
antara variabel indenpenden dan variabel moderating).
Persamaan regresi uji residual untuk menguji hipotesis 2 adalah sebagai berikut:
X3

= a + b1X1 + b2X2 + e……………………………...……… (1)

|e|

= a + b3Y…………………....................................................(2)

Universitas Sumatera Utara

Persamaan regresi 2 menggambarkan apakah variabel inflasi merupakan
variabel moderating, ditunjukkan dengan nilai koefisien b3Y hasilnya negatif dan
signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi merupakan variabel
moderating, yang memoderasi pengaruh belanja daerah dan pendapatan perkapita
terhadap pendapatan asli daerah sebaliknya jika keofisien b3 hasilnya tidak negatif
dan atau tidak signifikan, maka variabel inflasi bukan merupakan variabel
moderating.
4.6

Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis

regresi berganda, maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang bertujuan untuk
mengetahui apakah model regresi yang diperoleh dapat menghasilkan estimator
linear

yang

baik

yang

meliputi

uji

normalitas,

heteroskedastisitas,

multikolineritas, dan autokorelasi.
1.

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, varibel
terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal (Ghozali, 2009). Jika distribusi data adalah normal, maka
garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan uji kolmogoorov-smirnov test. Suatu data dikatakan berdistribusi
secara normal apabila nilai Asymp.Sig lebih besar dari α 5 %.

Universitas Sumatera Utara

2.

Uji Heteroskedastisitas
Tujuan uji heterokedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke
periode pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model
regresi yang memiliki kesamaan variance residual suatu periode
pengamatan dengan pengamatan yang lain, atau homokesdastisitas.
Penyimpangan

uji

asumsi

klasik

ini

adalah

adanya

gejala

heteroskedastisitas, artinya varians variabel dalam model tidak sama.
Konsekuensi dari adanya gejala heteroskedastisitas adalah penaksir yang
diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel besar maupun kecil walaupun
penaksir diperoleh menggambarkan populasinya dalam arti tidak bias.
Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dalam penelitian ini
dilakukan metode analisis grafik dengan mengamati pola scatterplot. Jika
scatterplot membentuk pola tertentu, hal ini menunjukkan adanya masalah
heteroskedastisitas pada model regresi yang dibentuk. Sedangkan jika
scatterplot menyebar secara acak maka hal itu menunjukkan tidak terjadinya
masalah heteroskedastisitas pada model regresi yang dibentuk.
3.

Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya
variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen
lain dalam satu model. Selain itu deteksi terhadap multikolineritas juga
bertujuan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan
mengenai pengaruh uji parsial masing-masing variabel independen terhadap
variabel

dependen.

Ghozali

(2009)

menyatakan

bahwa

deteksi

Universitas Sumatera Utara

multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat jika nilai variance Infaltion
Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1,
maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. VIF =
10 maka Tolerance = 1/10 = 0,1.
Pengujian asumsi ini untuk menunjukkan adanya hubungan linear antara
variabel-variabel bebas dalam model regresi maupun untuk menunjukkan
ada tidaknya derajat kolineritas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas.
Jika antar variabel bebas berkorelasi dengan sempurna maka disebut
multikolinearitasnya sempurna (perfect mukticoliniarity), yang berarti
model kuadrat terkecil tersebut tidak dapat digunakan. Indikator untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah menguji asumsi tersebut
dengan uji korelasi antar variabel independen dengan matriks korelasi.
4.

Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan ada periode t-1 atau sebelumnya. Autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.
Masalah ini timbul karena residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas
dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data
runtut waktu atau time series karena gangguan pada individu/kelompok
yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi. Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan
dengan Uji Durbin Watson.

Universitas Sumatera Utara

4.7 Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis yang dilakukan meliputi uji goodness of fit, uji
statistik F (uji Simultan) dan uji statistik t (uji parsial).
1.

Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk menganalisis kekuatan variabel

independen di dalam menjelaskan variabel terikatnya. Uji goodness of fit ini
bertujuan untuk melihat berapa proporsi variasi dari variabel bebas secara
bersama-sama dalam mempengaruhi variabel terikat. Analisis hal tersebut
dilakukan dengan melihat nilai adjusted R Square (R2).Dalam konteks penelitian
ini, maka untuk menjelaskan kekuatan variabel belanja daerah, pendapatan
perkapita dan inflasi secara simultan dan parsial terhadap PAD digunakan
indikator Adjusted R2.
2.

Uji Simultan (Uji F-Statistik)
Uji F-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh dari seluruh

variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen.
Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F tabel dengan nilai F
hitung yang terdapat pada table analysis of variance. Untuk menentukan nilai Ftabel, tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5% dengan derajat kebebasan
(degree of fredoom) df = (n-k) dan (k-1) dimana n adalah jumlah observasi,
kriteria uji yang digunakan adalah:
a.

Jika F hitung > Ftabel (k-1,n-k), maka Ho ditolak

b.

Jika F hitung < Ftabel (K-1,n-k), maka Ha diterima

Universitas Sumatera Utara

Adapun hipotesanya adalah:
a.

Ho : b1=b2=0, artinya seluruh variabel bebas secara simultan tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y).

b.

Ha : b1‡b2‡0, artinya seluruh variabel bebas secara simultan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y)

3.

Uji Parsial (Uji t-statistik)
Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan uji-t, yaitu menguji

pengaruh parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen, dengan
asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Langkah-langkah dalam
pengambilan keputusan untuk uji-t adalah sebagai berikut:
a.

Ho : b1 = 0 artinya variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh positif
dan signifikan terhadap variabel terikat (Y).

b.

Ha : b1‡0, Ha:b2‡0, artinya variabel bebas secara parsial pengaruh terhadap
variabel terikat (Y).

Untuk menentukan nilai t-tabel digunakan signifikansi 5% dengan derajat
kebebasan df = (n-k-1), dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah
variabel.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1

Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengolahan SPSS yang disajikan, maka diperoleh deskripsi

data penelitian sebagai berikut :
Tabel 5.1

Statistik deskriptif belanja daerah, pendapatan perkapita dan PAD
Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 – 2010
Std.
N
Minimum Maximum
Mean
Deviation

Belanja_daerah

100

1.60E8

1.89E9

5.1750E8

3.41023E8

Pendapatan_perkapita

100

5066082.00

39719021.00

13656251.3000 5800446.16324

PAD

100

7262135.00

4.87E8

39969236.5200 79103041.37275

Valid N (listwise)

100

Sumber: Lampiran 1
Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari jumlah N sampel sebanyak 100,
dimana rata-rata belanja daerah sebesar 5.1750E8 dengan nilai terendah sebesar
1.60E8 dan tertinggi sebesar 1.89E9 dengan standar deviasi dari rata-rata sebesar
3.41023E8. Hal ini menunjukkan bahwa belanja daerah di Kabupaten/Kota
Provinsi Sumatera Utara berada di atas rata-rata.
Nilai rata-rata Pendapatan perkapita sebesar 13656251.3000 dengan nilai
terendah sebesar 5066082.00 dan tertinggi sebesar 39719021.00 dengan standar
deviasi dari rata-rata 5800446.16324. Nilai rata-rata PAD sebesar 39969236.5200
dengan nilai terendah sebesar 7262135.00 dan tertinggi sebesar 4.87E8 dengan
standar deviasi dari rata-rata 79103041.37275.

Universitas Sumatera Utara

a.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan 100 (seratus) data sampel yang diperoleh maka data statistik

atas variabel Pendapatan Asli Daerah dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2

No
1
2
3
4

Statistik deskriptif pendapatan asli daerah kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 – 2010

Analisis
Deskriptif
Terendah
Tertinggi
Rata-rata
Std. Deviasi

2006
7.26

312.86
32.47
67.33

2007
7.27
324.26
35.77
69.78

Tahun
2008
2009
9.00
9.66
344.51
368.56
38.73
42.07
74.58
79.64

2010
11.83
486.83
50.81
105.30

Sumber: Lampiran 2
Realisasi PAD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tertinggi sepanjang
tahun 2006–2010 dicapai oleh Pemerintah Kota Medan pada tahun 2010 sebesar
486,83 Milyar dan realisasi PAD Kabupaten/Kota terendah dicapai oleh Kota
Padang Sidempuan pada tahun 2006 dengan nilai realisasi sebesar 7,26 Milyar.
Secara rata-rata nilai realisasi PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 realisasi
PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara mencapai 32,47 Milyar, naik
menjadi 35,77 Milyar pada tahun 2007, naik menjadi 38,73 Milyar pada tahun
2008, meningkat menjadi 42,07 Milyar pada tahun 2009, meningkat menjadi
50.81 Milyar dan pada tahun 2010. Namun demikian nilai standar deviasi masih
cukup besar yang artinya kesenjangaan antar daerah yang satu dengan daerah
yang lain cukup besar.

Universitas Sumatera Utara

b. Belanja Daerah
Berdasarkan 100 (seratus) data sampel yang diperoleh maka data statistik
atas variabel Belanja Daerah dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3

No
1
2
3
4

Statistik deskriptif belanja daerah kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2005 – 2009

Analisis
Deskriptif
Terendah
Tertinggi
Rata-rata
Std. Deviasi

2005

2006

159.55
1,156.21
321.59
226.61

174.39

1,322.43
425.02
267.13

Tahun
2007
251.35
1,751.83
574.36
345.05

2008

2009

304.26
1,872.92
633.92
374.12

298.76
1,886.59
632.61
378.43

Sumber: Lampiran 3
Perkembangan belanja daerah secara rata-rata kabupaten/kota di Sumatera
Utara cenderung fluktuatif. Pada tahun 2005, rata-rata belanja daerah mengalami
kenaikan sampai dengan tahun 2008 yaitu sebesar 304,26 Milyar, tetapi tahun
2009 rata-rata belanja daerah menurun sebesar 298,76. Jumlah belanja daerah
terendah adalah pada pemerintah Kota Sibolga pada tahun 2005 yaitu sebesar
159,55 Milyar, dan belanja daerah tertinggi dicapai oleh pemerintah kota Medan
sebesar 1.886,59 Milyar pada tahun 2009. Nilai standar deviasi menunjukkan
adanya kesenjangan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Kesenjangan belanja daerah ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya
adalah perbedaan kebutuhan dan prioritas pembangunan tiap daerah, perbedaan
luas wilayah, perbedaan kelayakan dan ketersediaan fasilitas umum tiap daerah.

Universitas Sumatera Utara

c.

Pendapatan Perkapita
Berdasarkan 100 (seratus) data sampel yang diperoleh maka data statistik

atas variabel Pendapatan Perkapita dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4

No
1
2
3
4

Statistik deskriptif pendapatan perkapita kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 – 2010

Analisis
Deskriptif
Terendah
Tertinggi
Rata-rata
Std. Deviasi

2006
5.07

23.86
10.92
4.29

2007
5.54
26.91
12.01
4.66

Tahun
2008
6.03
31.48
13.69
5.37

2009
6.55
34.81
14.86
6.01

2010
7.37
39.72
16.80
6.90

Sumber: Lampiran 4
Pendapatan perkapita di seluruh Kabupaten/kota yang ada di Provinsi
Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat
terlihat dari perkembangan Pendapatan Per Kapita setiap tahunnya, dimana pada
tahun 2006 rata-rata Pendapatan Per Kapita untuk seluruh Kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp.10,92 juta, kemudian pada tahun 2010
meningkat sebesar Rp.16,80 juta. Pendapatan perkapita terendah adalah pada
pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2006 yaitu sebesar 5,07 juta,
dan pendapatan perkapita tertinggi dicapai oleh pemerintah kota Medan sebesar
39,72 juta pada tahun 2010.

Universitas Sumatera Utara

d. Laju Inflasi
Berdasarkan 100 (seratus) data sampel yang diperoleh maka data statistik
atas variabel Laju Inflasi dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5

Statistik deskriptif laju inflasi kabupaten/kota di
Sumatera Utara tahun 2006 – 2010
Analisis
Tahun
No
Deskriptif
2006
2007
2008 2009
1 Terendah
4.61
4.15
3.31 0.17
2 Tertinggi
10,74
10.20 18.99 9.17
3 Rata-rata
6.63
6.84 12.20 3.81
4 Std. Deviasi
1.69
1.57
3.07 2.33
Sumber: Lampiran 5

Provinsi

2010
5.01
18.67
11.66
3.80

Perkembangan laju inflasi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
cenderung fluktuatif. Faktor penyebab tekanan inflasi pada tahun 2010 antara lain
adalah : kenaikan biaya tempat tinggal, kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan
tarif jasa kesehatan, dan adanya gangguan pasokan untuk beberapa komoditi
bahan makanan dan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, walaupun
dalam tingkat yang tidak signifikan.
Penyumbang inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Nias sebesar 18,99 pada
tahun 2008. Inflasi terendah terjadi di Kabupaten Dairi sebesar 0,17 pada tahun
2009.

5.2

Uji Asumsi Klasik
Sebelum uji hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian

terhadap gejala penyimpangan klasik (pengujian terhadap hasil regresi tanpa
melibatkan variabel moderating).

Universitas Sumatera Utara

5.2.1

Uji normalitas data
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov

Smirnov dan dengan melihat uji grafik, maka dapat disimpulkan bahwa data
mempunyai distribusi normal. Jika nilai probabilitas asymp.sig (2-tailed) pada uji
Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa data
berdistribusi normal, sebaliknya jika probabilitas asymp.sig (2-tailed) lebih kecil
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi tidak normal (Ghozali,
2009).
Tabel 5.6 Hasil pengujian kolmogorov-smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

N
Normal Parametersa,b
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Unstandardized
Residual
100
.0000000
.43335291
.039
.039
-.028
.392
.998

a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Sumber : Lampiran 6

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa nilai sig (2-tailed) sebesar 0,998 >
0,05. Hal ini berarti nilai residual terstandarisasi dinyatakan menyebar secara
normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Normal Probability plot membandingkan distribusi kumulatif dari data
yang sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi
normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka
garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
Adapun hasil pengujian normalitas dengan menggunakan Normal P-P Plot
terdapat pada Gambar 5.1.

Sumber : Lampiran 7
Gambar 5.1 Uji normalitas
Berdasarkan gambar disimpulkan bahwa data berdistribusi normal, hal ini
terlihat dari data yang mengikuti garis diagonalnya.
5.2.2

Uji multikolinieritas
Pengujian multikolineritas dilakukan untuk melihat apakah pada model

regresi ditemukan ada tidaknya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang
baik

seharusnya

tidak

terjadi

multikolineritas.

Berdasarkan

hasil

uji

Universitas Sumatera Utara

multikolinieritas diantara variabel independen dengan melihat nilai VIF (Variance
Inflation Factor) dan nilai tolerance dapat disimpulkan tidak terjadi masalah
multikolinieritas. Hal ini didukung dengan nilai VIF yang relatif kecil, yaitu tidak
ada yang lebih besar dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1 (Ghozali,
2009)
Tabel 5.7 Uji multikolinieritas

Model
(Constant)
1
LnBelanja_Daerah
LnPendapatan_Perkapita

Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
0,773
0,773

1,293
1,293

Keterangan

Non Multikolonieritas
Non Multikolonieritas

a. Dependent Variable: LnPendapatan_Asli_Daerah

Sumber : Lampiran 8
Pada Tabel 5.7 terlihat bahwa variabel belanja daerah dan variabel
pendapatan perkapita memiliki nilai VIF masing-masing kurang dari 10, nilai
tolerance kedua variabel mendekati 1, dengan demikian tidak ada masalah
multikolinieritas dalam model penelitian.
4.2.3 Uji heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas terhadap data menyimpulkan bahwa model
regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dari scatterplot
dimana penyebaran titik-titik yang menyebar secara acak, tidak membentuk
sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka
0 pada sumbu Y (Ghozali, 2009). Hasil pengujian terdapat pada gambar 5.2
menunjukkan bahwa model regresi ini bebas dari masalah heteroskedastisitas.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.2 Uji Heteroskedastisitas

Gambar 5.2 Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Lampiran 9
4.2.4 Uji Autokorelasi
Gejala Autokorelasi dideteksi dengan menggunakan uji Durbin Watson
(Durbin-Watson Test), yaitu untuk menguji apakah terjadi korelasi serial atau
tidak dengan menghitung nilai d statistik. Salah satu pengujian yang digunakan
untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin
Watson (Durbin-Watson Test). Jika nilai Durbin Watson berada diantara -2
sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi (Sulistyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.9 Uji Durbin Watson
b

Model Summary

Model
1

R
R Square
a
.870
.757

Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
.752
.43780

DurbinWatson
1.403

a. Predictors: (Constant), LnPendapatan_Perkapita, LnBelanja_Daerah
b. Dependent Variable: LnPendapatan_Asli_Daerah

Sumber : Lampiran 10

Hasil pengujian asumsi autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 5.9,
pengujian autokorelasi menunjukkan nilai Durbin Watson yang diperoleh sebesar
1,403 dan terletak diantara nilai -2 dan +2. Nilai ini menunjukkan bahwa tidak
terjadi korelasi antar variabel di dalam model regresi. Maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi.
5.3 Koefisien Determinasi
2

Nilai R square (R ) atau nilai koefisien determinasi pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
2

2

dependen. Nilai R adalah diantara nol dan satu. Nilai R yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
dependen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
Tabel 5.10 Hasil Adjusted R2
Model Summary
Std. Error of the
Model
1

R

R Square
a

.870

.757

Adjusted R Square

Estimate

.752

.43780

a. Predictors: (Constant), LnPendapatan_Perkapita, LnBelanja_Daerah

Sumber : Lampiran 11

Universitas Sumatera Utara

2

Nilai adjusted R

sebesar 0,752 mempunyai arti bahwa hal ini berarti

variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 75,2%.
Dengan kata lain 75,2% perubahan dalam Pendapatan Asli Daerah mampu
dijelaskan variabel Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita dan sisanya (100%75,2%= 24,8%) dijelaskan oleh sebab yang lain diluar model penelitian ini.
5.4

Analisis Regresi Linear
Setelah diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat pelanggaran

pengujian asumsi klasik dan model sudah dapat digunakan untuk melakukan
analisa regresi berganda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian
hipotesis. Hipotesis pertama yang akan diuji adalah Belanja Daerah dan
Pendapatan Perkapita berpengaruh

secara simultan dan parsial terhadap

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Untuk
melihat pengaruh secara simultan yaitu dengan menggunakan uji statistik F,
sedangkan untuk melihat pengaruh secara parsial yaitu dengan menggunakan uji
statistik t.
Pengujian hipotesis kedua dilakukan untuk menguji pengaruh inflasi
sebagai variabel moderating yang dapat mempengaruhi hubungan antara belanja
daerah dan pendapatan perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hipotesis ini
diuji dengan metode residual. Analisis residual menguji pengaruh deviasi
(penyimpangan) dari suatu model.

Universitas Sumatera Utara

5.4.1 Analisis Pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita Secara
Simultan
Hasil pengujian statistik F (uji simultan) pada variabel belanja daerah dan
pendapatan perkapita diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 5.11 Hasil Uji Statistik F
ANOVAb
Model
1

Sum of Squares

df

Mean Square

Regression

58.061

2

29.031

Residual

18.592

97

.192

Total

76.653

99

F
151.464

Sig.
.000a

a. Predictors: (Constant), LnPendapatan_Perkapita, LnBelanja_Daerah
b. Dependent Variable: LnPendapatan_Asli_Daerah

Sumber : Lampiran 12
Berdasarkan Tabel 5.11 nilai F hitung sebesar 151,464 lebih besar dari
nilai F tabel 3,09. Karena nilai F hitung lebih besar dari F tabel, maka Ho ditolak
atau hipotesis yang diajukan diterima. Hasil uji statistik F didapat nilai F hitung
dengan tingkat signifikan 0,000 hal ini berarti semua variabel independen (belanja
daerah dan pendapatan perkapita) secara simultan/bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel dependen (pendapatan asli daerah) pada taraf signifikansi α = 5
%. Pengaruh yang signifikan juga dapat dilihat dari nilai signifikan F (0,00) < α
0,05. Diketahui nilai F tabel, F0,05 (2,97) = 3,09. Hasil dari model regresi
menunjukkan ada pengaruh belanja daerah dan pendapatan perkapita terhadap
pendapatan asli daerah secara simultan.

Universitas Sumatera Utara

5.4.2

Analisis Pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita Secara
Parsial
Hasil pengujian statistik t (uji parsial) pada variabel belanja daerah dan

pendapatan perkapita diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.12 Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
LnBelanja_Daerah
LnPendapatan_Perkapita

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

B

Std. Error

-15.790

1.986

1.080

.090

.684

.126

Beta

t

Sig.

-7.950

.000

.680

11.954

.000

.309

5.431

.000

a. Dependent Variable: LnPendapatan_Asli_Daerah

Sumber : Lampiran 13
Berdasarkan tabel 5.12 hasil uji statistik t menunjukkan semua variabel
independen (Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita) secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Pendapatan Asli Daerah).
Nilai t hitung belanja daerah sebesar 11,954 dengan signifikansi sebesar 0,000.
Nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t tabel (1,985) dan nilai
signifikansi lebih kecil dari α 0,05, dengan demikian menunjukkan Belanja
Daerah secara parsial berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD) pada
taraf signifikansi α = 5%. Karena t hitung lebih besar dari t tabel, maka Ho ditolak
atau hipotesis yang diajukan diterima.
Nilai t hitung pendapatan perkapita sebesar 5,431 dengan signifikansi
sebesar 0,000. Nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t tabel (1,985)
dan nilai signifikansi lebih kecil dari α 0,05 dengan demikian menunjukkan
pendapatan perkapita secara parsial berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah

Universitas Sumatera Utara

(PAD) pada taraf signifikansi α = 5 %. Karena t hitung lebih besar dari t tabel,
maka Ho ditolak atau hipotesis yang diajukan diterima.
Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, maka model regresi
penelitian adalah sebagai berikut :
Y = - 15,790 + 1,080 X1 + 0,684 X2 + e
Dari persamaan regresi tersebut dapat diuraikan dari masing-masing variabel
sebagai berikut: {diketahui nilai t tabel, t(0,05,97) = 1,985}. Persamaan di atas
dapat dilihat bahwa koefisien dari semua variabel independen yaitu belanja daerah
dan pendapatan perkapita menunjukkan angka positif. Berarti bahwa hubungan
antara variabel belanja daerah dan pendapatan perkapita dengan pendapatan asli
daerah adalah positif yaitu semakin tinggi/baik variabel belanja daerah dan
pendapatan perkapita maka semakin tinggi/baik pendapatan asli daerah.
Pada model regresi nilai konstanta sebesar –15,790 dapat diartikan nilai
belanja daerah dan pendapatan perkapita bernilai nol, maka pendapatan asli
daerah akan bernilai sebesar –15,790 %. Nilai koefisien variabel belanja daerah
(X1) sebesar 1,080 % dapat diartikan jika variabel belanja daerah meningkat 1 %,
maka akan meningkatkan pendapatan asli daerah sebesar 1,080 %, dengan asumsi
variabel lainnya tetap sama atau sama dengan nol. Nilai koefisien variabel
pendapatan perkapita sebesar 0,684 % dapat diartikan jika variabel pendapatan
perkapita meningkat 1 % maka akan meningkatkan satu satuan pendapatan asli
daerah sebesar 0,684 %.

Universitas Sumatera Utara

5.5

Analisis Variabel Moderating
Dalam penelitian pengujian variabel moderating dengan menggunakan

metode uji residual, Langkah uji residual dapat dijelaskan dengan persamaan
regresi sebagai berikut:
X3

= a + b1X1 + b2X2 + e……..

(1)

|e|

= a + b3Y…………………..

(2)

Analisis residual menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu model
yang menitikberatkan ketidakcocokan (lack of fit) yang dihasilkan dari deviasi
hubungan linear antar variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh nilai
residual di dalam regresi. Dalam hal ini jika terjadi kecocokan antara Belanja
daerah, pendapatan perkapita dan inflasi (nilai residual kecil atau nol) yaitu
belanja daerah tinggi, pendapatan perkapita tinggi dan inflasi juga tinggi, maka
Pendapatan Asli Daerah juga tinggi. Sebaliknya jika tidak terjadi ketidakcocokan
atau lack of fit antara belanja daerah, pendapatan perkapita dan inflasi (nilai
residual besar) yaitu belanja daerah dan pendapatan perkapita tinggi dan inflasi
rendah, maka pendapatan asli daerah akan rendah.
Persamaan regresi (2) menggambarkan apakah variabel inflasi
merupakan variabel moderating dan ini ditunjukkan dengan nilai koefisien b3Y
signifikan dan hasilnya negatif (yang berarti ada lack of fit) antara belanja
daerah, pendapatan perkapita dan inflasi mengakibatkan Pendapatan Asli Daerah
turun atau berpengaruh negatif). Ada dua kriteria yang dapat digunakan untuk
menyimpulkan bahwa suatu variabel merupakan variabel moderating, yaitu jika
koefisien parameter dependen variabel negatif dan hasilnya sangat signifikan
(lebih kecil dari 0,05).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.13 Ringkasan pengujian hipotesis kedua
Coefficientsa
Standardized

Coefficients

Coefficients

B

Model
1

Unstandardized

Std. Error

Beta

t

Sig.

.462

.645

(Constant)

1.425

3.084

LnBelanja_Daerah

-.029

.140

-.024

-.210

.834

.067

.195

.040

.345

.731

LnPendapatan_Perkapita
a. Dependent Variable: LnInflasi

Sumber : Lampiran 14
Berdasarkan tabel 5.13 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
X3 = 1,425 – 0,029 X1 + 0,067 X2 + e ………….(1)
Dari persamaan tersebut diatas mempunyai variabel baru yaitu Residual_1 yang
selanjutnya ditransform dalam nilai absolute yang bernama AbsRes_1 dan
diregresikan terhadap pendapatan asli daerah, sehingga dapat ditampilkan pada
tabel 5.14.
5.14 Hasil uji residual (moderating)
a

Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1

B
(Constant)

Std. Error
.644

.921

LN_PAD
-.010
a. Dependent Variable: AbsRes_1

.055

Coefficients
Beta

t

-.019

Sig.
.700

.486

-.185

.854

Lampiran : 15

Dari tabel tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan regresi, yaitu :
|e|

= 0,644 – 0,010 Y

Pada Tabel 5.14 hasil uji residual menunjukkan nilai koefisien parameternya
negatif 0,010 akan tetapi tidak signifikan karena 0,854 lebih besar dari α 0,05.

Universitas Sumatera Utara

Nilai sig Pendapatan Asli Daerah (0,854) lebih besar dari 0,05 dengan arah
koefisien negatif, maka disimpulkan bahwa inflasi bukan merupakan variabel
moderating (tidak memperkuat hubungan antara Belanja Daerah dan Pendapatan
Perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah). Inflasi dianggap sebagai variabel
moderating jika nilai koefisien negatif dan nilai signifikan lebih kecil dari α 0,05.
Inflasi tidak berpengaruh secara nyata di kabupaten/kota Sumatera Utara karena
kenyataan nilai inflasi yang terjadi relatif kecil sehingga kurang tampak
pengaruhnya terhadap PAD.

5.6

Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan analisis regresi

berganda menyimpulkan bahwa Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita secara
simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Secara parsial, variabel belanja daerah dan pendapatan perkapita berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Hasil uji F yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan nilai F
hitung 151,464 > F tabel 3.09 dan nilai signifikan F hitung 0.000 < 0,05. Indikator
ini menjustifikasi bahwa terdapat pengaruh secara simultan belanja daerah dan
pendapatan perkapita terhadap PAD kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Hasil uji t yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan nilai t
hitung belanja daerah bertanda positif, yaitu sebesar 11,954 dan nilai signifikan
sebesar 0,000 lebih besar dari nilai t tabel 1,985 pada α 5%, dan nilai t hitung
pendapatan perkapita bertanda positif, yaitu 5,431 lebih besar dari nilai t tabel
1,985 pada α 5%. Hal ini menunjukkan bahwa belanja daerah dan pendapatan

Universitas Sumatera Utara

perkapita secara parsial berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Artinya
belanja daerah dan pendapatan perkapita mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap peningkatan PAD.
Hasil pengujian hipotesis kedua dengan menggunakan analisis residual
menunjukkan nilai koefisien negatif dan tidak signifikan, artinya inflasi (X3)
bukan

merupakan

variabel

moderating

yang

dapat

memperkuat

atau

memperlemah pengaruh belanja daerah dan pendapatan perkapita terhadap
pendapatan asli derah di kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara.
5.6.1 Pengaruh Belanja Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial belanja
daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Berutu (2011).
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi dan kabupaten/kota yang terdiri
dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian atau
bidang tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan. Suatu daerah yang cenderung mengalokasikan dananya
untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti
belanja modal, belanja untuk fungsi pelayanan umum, pendidikan dan kesehatan
akan mempengaruhi peningkatan PAD.

Universitas Sumatera Utara

5.6.2 Pengaruh pendapatan perkapita terhadap pendapatan asli daerah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial pendapatan perkapita
berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Berutu (2011) dan Orbaningsih (2010). Semakin tinggi
pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang
untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi
pendapatan perkapita riil suatu daerah, semakin besar pula kemampuan
masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan pemerintahannya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
pendapatan perkapita suatu daerah, semakin besar pula potensi sumber
penerimaan daerah tersebut, sehingga kemampuan masyarakat untuk membayar
pajak yang meningkat.
5.6.3 Pengaruh belanja daerah, pendapatan perkapita dengan inflasi
sebagai variabel moderating terhadap pendapatan asli daerah

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan dan
parsial belanja daerah dan pendapatan perkapita berpengaruh secara signifikan
terhadap Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap hubungan antara belanja daerah dan pendapatan perkapita terhadap
Pendapatan asli daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan Muchtholifah (2010)
dan berbeda dengan hasil penelitian Suwarno (2008) bahwa inflasi berpengaruh
signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu faktor yang mempengaruhi PAD adalah tingkat inflasi. Faktor
inflasi merupakan faktor yang penting untuk dipertimbangkan, karena semakin
tinggi angka inflasi maka semakin tinggi pula beban yang harus ditanggung
pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerahnya.
Belanja daerah didominasi oleh belanja pegawai sebesar 63 % di tahun 2010.
Daya beli menurun sehingga konsumsi masyarakat menurun, penerimaan
pemerintah dari sumber pajak daerah menurun. Harga-harga meningkat sehingga
beban pemerintah melalui belanja daerah semakin meningkat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi sebagai variabel moderating
tidak dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh belanja daerah dan
pendapatan perkapita terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten/Kota Provinsi
Sumatera Utara. Inflasi di Kabupaten /kota Provinsi Sumatera Utara rata-rata
8,22% berdasarkan tingkat keparahannya dikategorikan inflasi ringan. Inflasi
tidak berpengaruh secara nyata di kabupaten/kota Sumatera Utara. Inflasi ringan
masih dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia. sehingga tidak terlalu berdampak
terhadap perekonomian.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan
Berdasarkan analisis data, uji hipotesis penelitian dan pembahasan hasil

penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.

Secara Parsial dan secara simultan Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita
berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, hal ini sejalan
dengan hipotesis penelitian Berutu (2011) yaitu belanja daerah dan
pendapatan perkapita berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap PAD.
Sejalan dengan penelitian Suwarno (2008) dan Muchtholifah (2010) bahwa
PDRB berpengaruh terhadap PAD.

2.

Variabel Inflasi bukan merupakan variabel moderating sehingga tidak dapat
memperkuat atau memperlemah pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan
Perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini sejalan dengan penelitian
Budiharjp (2003), Muchtholifah (2010) dan berbeda dengan penelitian
Suwarno (2008) bahwa inflasi dalam penelitian tersebut secara simultan dan
parsial berpengaruh terhadap PAD.

Universitas Sumatera Utara

6.2

Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut :

1.

Penelitian ini hanya meneliti 20 Kabupaten/Kota dari 33 Kabupaten/Kota
yang ada di wilayah Sumatera Utara. Pemilihan sampel didasarkan pada
Kabupaten/Kota yang telah melaporkan Realisasi APBD dengan lengkap
dalam kurun waktu penelitian selama periode 2005 s/d 2010.

2.

Variabel independen yang digunakan hanya 2 yaitu Belanja Daerah dan
Pendapatan Perkapita sehingga mempengaruhi variabel Pendapatan Asli
Daerah hanya sebesar 75,2 %.

6.3

Saran
Berdasarkan

keterbatasan

penelitian

yang

telah

dikemukakan

sebelumnya, maka peneliti menyarankan :
1.

Kepada peneliti yang ingin melakukan penelitian tentang Pendapatan Asli
Daerah dan Belanja Daerah, disarankan dapat meneliti seluruh data APBD
Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara dengan rentang waktu yang lebih
dari lima tahun, dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah yang diukur
dengan mengetahui kualitas, kuantitas, dan efektifitas setiap program dan
kegiatan yang telah dilaksanakan.

2.

Peneliti selanjutnya agar menambah variabel atau faktor-faktor lain yang
mempengaruhi PAD, antara lain seperti perubahan peraturan, kondisi struktur
ekonomi dan sosial daerah, penyesuaian tarif, insentif, pembangunan usaha
baru, dan jumlah tenaga kerja.

Universitas Sumatera Utara

3.

Pemerintah daerah perlu mengupayakan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam
rangka

optimalisasi

Pendapatan

Asli

Daerah

untuk

mengurangi

ketergantungan daerah terhadap dana yang bersumber dari pemerintah pusat.
Optimalisasi PAD berguna bagi kemandirian daerah dalam pelaksanaan
perencanaan pembangunan dan untuk memperkecil defisit anggaran yang
terjadi selama ini. Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah antara lain disebutkan tentang pengalihan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan,
maupun penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
menjadi penerimaan PAD.
4.

Pemerintah daerah perlu meningkatkan mutu pelayanan publik, alokasi
belanja daerah lebih berorientasi pada kepentingan publik.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 17

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 25

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 3

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 9

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 17

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Belanja Daerah Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Inflasi Sebagai Variabel Moderating Di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara

0 0 25