Sambutan-Men PPN-Bappenas(1)

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

SAMBUTAN
MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
PADA
PEMBUKAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)
PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010
Surabaya, 15 April 2010
Yang terhormat Saudara Gubernur, Ketua DPRD, seluruh anggota
Muspida, dan seluruh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah seProvinsi Jawa Timur,
Yang terhormat para tokoh masyarakat, para akademisi, wakil-wakil
organisasi masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat, serta
Hadirin peserta Musrenbang Provinsi Jawa Timur yang saya muliakan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita sekalian.
Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena pada hari ini kita dapat melaksanakan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) dalam rangka penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2011. Kami

mengucapkan terima kasih atas undangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Timur untuk menghadiri dan memberikan beberapa pokok arahan kebijakan
dalam acara yang sangat penting ini. Melalui forum Musrenbang ini saya
berharap terjadi kesamaan pandangan dan harapan dari seluruh pelaku
pembangunan dalam memadukan strategi, kebijakan, program dan kegiatan
prioritas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat Provinsi Jawa Timur.
Hadirin peserta Musrenbang yang saya hormati,
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2011 adalah merupakan tahun kedua
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2010-2014. Namun mengingat RKP 2010 disiapkan pada tahun 2009 menurut
1

kaidah transisi, maka RKP 2011 sangat strategis dalam peletakan dasar-dasar
bagi pencapaian visi dan sasaran-sasaran pembangunan dalam jangka
menengah. Sesuai dengan penekanan RPJMN 2010-2014 tentang peningkatan
daya saing perekonomian nasional, RKP 2011 diharapkan dapat merumuskan
arah kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang tepat untuk merespon
peluang dan tantangan yang ada. Peluang-peluang tersebut diantaranya
berlakunya perjanjian perdagangan bebas ASEAN plus China, tren pemulihan

ekonomi global, dan pembentukan ASEAN Economic Community pada 2015.
Demikian juga halnya di daerah, RKPD 2011 diharapkan dapat menyelaraskan
prioritas-prioritas programnya dengan arahan RPJMN 2010-2014 dan RPJMD
yang berlaku. Menjadi tantangan bagi daerah untuk mampu menangkap
peluang-peluang di atas bagi peningkatan produksi komoditas unggulan serta
peningkatan investasi di daerah.
Sekedar mengingatkan kembali bahwa dalam RPJMN 2010-2014 telah
ditetapkan Visi Indonesia tahun 2014 “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG
SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN.” Upaya mewujudkan
peningkatan kesejahteraan rakyat akan dilakukan melalui pembangunan
ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber
daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa. Upaya tersebut
memerlukan dukungan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin meningkat. Untuk mewujudkannya, penguatan triple track strategy
(pro-growth, pro-job, and pro-poor) akan dilanjutkan disertai pembangunan
yang inklusif dan berkeadilan.
Sementara itu Indonesia yang demokratis akan tercermin dari terwujudnya
masyarakat, bangsa dan negara yang demokratis, berbudaya, bermartabat dan
menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab serta hak asasi
manusia. Upaya yang akan dilakukan adalah memantapkan konsolidasi

demokrasi. Visi terakhir Indonesia yang berkeadilan mengangankan
terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan oleh seluruh
masyarakat secara aktif, yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa
Indonesia. Pencapaian visi ini akan dilakukan dengan memperkuat penegakan
hukum dan pemberantasan korupsi serta pengurangan kesenjangan.
Saudara-saudara peserta Musrenbang yang saya hormati,
Selanjutnya perkenankan saya menyampaikan beberapa gambaran terkait
kondisi kita saat ini dan kecenderungan ke depan sebagai pertimbangan dalam
menyusun prioritas kebijakan di tingkat nasional dan daerah. Secara makro,
perekonomian nasional semakin membaik seiring dengan semakin
berkurangnya tekanan krisis global. Pemulihan krisis finansial global yang lebih

2

cepat dari perkiraan serta relatif tetap dinamisnya perekonomian kawasan Asia
memungkinkan perekonomian kita melanjutkan momentum pertumbuhan,
bahkan dengan tren percepatan. Citra perekonomian nasional di mata dunia
juga membaik yang ditunjukkan oleh meningkatnya persepsi investor dan
masyarakat internasional. Dalam hal daya saing perekonomian, International
Institute for Management Development (IMD) yang secara reguler memantau

perekonomian 57 negara menaikkan peringkat Indonesia dari 50 pada tahun
2005 menjadi 42 pada tahun 2009. Namun demikian, kita tidak boleh berpuas
diri. Peringkat ini disusun berdasarkan indeks daya saing yang dibentuk oleh
empat faktor; yaitu kinerja perekonomian, kinerja birokrasi, kinerja dunia usaha,
dan infrastruktur. Pada tiga faktor pertama, peringkat Indonesia memang
membaik, namun pada faktor infrastruktur peringkat kita menurun. Artinya,
negara-negara lain melakukan perbaikan dalam hal infrastruktur lebih cepat dari
yang kita lakukan.
Iklim investasi nasional juga menunjukkan perbaikan, yang ditunjukkan oleh
perbaikan peringkat dari 129 pada tahun 2008 menjadi 122 pada tahun 2009
dari total 185 negara dalam laporan tahunan Doing Business edisi 2009 (IFC,
2009). Namun demikian, kita masih tertinggal jauh dari pesaing-pesaing di
tingkat regional, yaitu Singapura (peringkat 1), Thailand (12), Malaysia (23),
China (89), dan Vietnam (93). Baru-baru ini rating hutang luar negeri Indonesia
juga membaik dari BB minus ke BB plus (Standard & Poor, 2010). Membaiknya
peringkat-peringkat tersebut penting karena seringkali dipakai acuan oleh para
pelaku usaha baik nasional maupun internasional dalam melakukan ekspansi
usahanya.
Perbaikan yang lebih menyentuh aspek kesejahteraan rakyat ditunjukkan oleh
kecenderungan menurunnya kemiskinan dan pengangguran dalam beberapa

tahun terakhir. Tingkat kemiskinan menurun dari 16,7 persen pada tahun 2004
menjadi 14,1 persen pada tahun 2009 (Susenas).
Demikian juga
pengangguran berhasil ditekan dari 9,9 persen menjadi 8,1 persen selama
periode yang sama (Sakernas). Namun demikian tantangan yang dihadapi
masih sangat besar, mengingat besarnya jumlah penduduk yang tingkat
pendapatan atau tingkat pengeluarannya hanya sedikit saja di atas garis
kemiskinan. Diperkirakan jika garis kemiskinan naik 10 persen saja, maka
persentase penduduk miskin akan menjadi 20 persen. Di samping itu kita juga
masih menghadapi permasalahan kualitas tenaga kerja yang sangat
menentukan tingkat produktivitas dan daya saing nasional. Masih rendahnya
kualitas ketenagakerjaan kita tergambar dari beberapa fakta berikut: 72 persen
tenaga kerja kita berpendidikan SMP ke bawah, 62 persen berstatus pekerja
informal, dan 27,6 persen tergolong setengah penganggur atau bekerja kurang
dari 35 jam perminggu (Sakernas, 2009).

3

Di sisi lain perlu disadari bahwa tahun 2010 merupakan awal dari era
perdagangan bebas negara-negara ASEAN dan China. Kondisi ini perlu

diwaspadai terkait dengan perkembangan dan kemampuan bersaing berbagai
sektor dalam negeri. Pemerintah perlu memfasilitasi mobilitas tenaga kerja dari
sektor-sektor yang tertekan ke sektor-sektor yang berdaya saing tinggi untuk
mencegah meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Di saat yang sama,
upaya untuk meningkatkan daya saing sektor-sektor penting harus tetap
dilakukan.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut, serta mengacu kepada arah
pembangunan RPJMN 2010-2014 sebagai tahapan kedua pencapaian visi
RPJPN 2005-2025 maka Rancangan Awal RKP 2011 mengambil tema
PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERK EADILAN DIDUKUNG
PEMANTAPAN TATA KELOLA DAN SINERGI PUSAT DAN DAERAH.
Tema ini selanjutnya dijabarkan ke dalam 11 (sebelas) prioritas nasional yang
meliputi: (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan;
(4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7)
iklim investasi dan usaha; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan bencana; (10)
daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan paskakonflik; serta (11) kebudayaan,
kreativitas, dan inovasi teknologi. Di samping itu, upaya pencapaian sasaransasaran nasional juga akan didukung oleh prioritas lainnya di 3 (tiga) bidang:
politik, hukum dan keamanan (polhukam), perekonomian, serta kesejahteraan
rakyat.
Untuk mencapai pertumbuhan yang berkeadilan, maka pertumbuhan harus

disertai dengan pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Untuk itu
pertumbuhan diharapkan cukup tinggi (6,3 – 6,8 persen pertahun) sehingga
memungkinkan terbukanya kesempatan kerja tidak saja bagi para penganggur
tetapi juga bagi angkatan kerja baru. Dalam kurun 2005-2009, rata-rata 1,9 juta
angkatan kerja baru masuk ke pasar kerja setiap tahunnya. Untuk itu sumber
utama pertumbuhan diharapkan berasal dari kegiatan investasi khususnya di
sektor riil yang banyak menyerap tenaga kerja dan berkaitan langsung dengan
kehidupan rumah tangga miskin. Terkait dengan hal ini, pengembangan industri
manufaktur dan UMKM menjadi sangat strategis.
Pertumbuhan yang berkeadilan juga dicerminkan dari berkembangnya pusatpusat pertumbuhan baru di luar Jawa yang mendorong pemerataan
antarwilayah. Oleh karenanya, pengembangan industri pengolahan berbasis
sumber daya lokal perlu didorong sehingga memungkinkan peningkatan nilai
tambah komoditas-komoditas unggulan daerah, seperti hasil pertanian, hasil
laut, dan perkebunan. Industri-industri semacam ini terbukti relatif tahan
4

terhadap gejolak perekonomian global.
Di samping itu untuk mendukung triple track strategy (pro-growth, pro-job, propoor), berbagai kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan terus
dilanjutkan dan ditingkatkan kualitas serta efektivitasnya. Program-program
penanggulangan kemiskinan tersebut dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) klaster

yaitu program bantuan dan perlindungan sosial, PNPM Mandiri, dan
pemberdayaan usaha mikro dan kecil.
Sementara itu, pemantapan tata kelola pemerintahan dilakukan melalui
penguatan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi,
integritas dan profesionalisme. Sumber daya pembangunan yang terbatas
menuntut penajaman fokus, sasaran dan indikator kinerja pelaksanaan
program-program pemerintah. Untuk mendukung terciptanya tata kelola yang
baik, pemberantasan korupsi perlu diteruskan dan ditingkatkan. Seiring dengan
hal ini, transparansi perumusan kebijakan dan peningkatan partisipasi
masyarakat diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Di sisi
lain, pembenahan struktur birokrasi yang ramping, ditunjang dengan sistem
rekrutmen pegawai dan jenjang karir berbasis kompetensi diharapkan dapat
bermuara pada meningkatnya kinerja birokrasi secara profesional, efisien, dan
akuntabel. Dan yang tak kalah penting, ujung dari tata kelola yang baik adalah
pelayanan publik yang prima, di mana masyarakat memperoleh pelayanan
dengan standar yang layak, cepat, dan murah.
Dalam era desentralisasi dan otonomi daerah, keberhasilan pembangunan
nasional kini semakin ditentukan oleh keberhasilan pembangunan daerah. Hal
ini karena urusan dan kewenangan pemerintahan secara bertahap
didesentralisasikan ke pemerintah daerah. Di luar empat urusan yang masih

dipegang pemerintah pusat (fiskal dan moneter, pertahanan dan keamanan,
agama, dan kehakiman), sebagian telah menjadi tanggungjawab pemerintah
daerah dan sebagian lagi merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat
dan daerah. Daerah memiliki ruang yang luas untuk berkreasi dan berinovasi
sesuai dengan kondisi lokal. Namun demikian mengingat terbatasnya sumber
daya yang tersedia, pemerintah ditantang untuk memfokuskan upayanya pada
sektor-sektor yang memberi dampak optimal dengan memperkuat sinergi
antara pemerintah pusat dan daerah.

Perlu pula dipahami sifat interkatif dan interdependensi dari kegiatan
pembangunan sektoral dan daerah. Pencapaian suatu tujuan pembangunan
umumnya membutuhkan dukungan lintas sektor secara simultan. Demikian
juga halnya pembangunan daerah, aktivitas di suatu daerah akan berdampak
pada daerah lain, bahkan secara nasional. Kerjasama antardaerah baik dalam
5

sinkronisasi kebijakan maupun pemakaian sumber daya bersama berpotensi
melahirkan sinergi yang lebih besar yang menguntungkan kedua pihak,
misalnya dari makin efisiennya biaya pelayanan perunit (economies of scale).
Oleh karenanya, pembangunan nasional perlu dipahami sebagai hasil dari

sinergi pembangunan antarsektor dan antardaerah.
Terkait dengan upaya peningkatan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah
serta antardaerah, beberapa faktor pendukung yang perlu diperhatikan adalah
(1) ketersediaan database di tingkat daerah yang dapat digunakan dalam
penyusunan rencana dan anggaran program/kegiatan di daerah dan pusat,
sehingga lebih tepat sasaran; (2) peningkatan kapasitas pemerintah daerah
dalam menyusun rencana dan anggaran, melaksanakan serta memonitor
kegiatan yang dilaksanakan di daerah; (3) peningkatan peran tim koordinasi di
tingkat daerah dalam melakukan koordinasi dan sinergi program/kegiatan pusat
dan daerah serta koordinasi antar pelaku pembangunan di tingkat daerah.
Saudara Gubernur dan para peserta Musrenbang yang saya hormati,
Pada kesempatan yang sangat baik ini, saya juga ingin mengemukakan
kembali beberapa arahan kebijakan nasional sebagai acuan dalam penyusunan
prioritas pembangunan Provinsi Jawa Timur untuk tahun 2011.
Strategi pembangunan kewilayahan nasional dalam RPJMN 2010-2014
dirumuskan dalam lima langkah. Pertama, mendorong pertumbuhan wilayahwilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga
momentum pertumbuhan di kedua wilayah tersebut. Kedua, meningkatkan
keterkaitan antarwilayah melalui aktivitas perdagangan antarpulau untuk
memperkuat perekonomian domestik. Ketiga, meningkatkan daya saing sektorsektor unggulan wilayah. Keempat, mendorong percepatan pembangunan
daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, perbatasan, terdepan,

terluar dan daerah rawan bencana. Terakhir, mendorong pengembangan
wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.
Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana
Tata Ruang Pulau (RTRP), wilayah Jawa-Bali diarahkan untuk (1)
mempertahankan Pulau Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional; (2)
mengoptimalkan kinerja perekonomian wilayah Jawa-Bali dan meningkatkan
kapasitas kerjasama internasional; (3) merehabilitasi kawasan lindung dengan
luasan minimal 30 persen dari total luas wilayah khususnya di Pulau Jawa
bagian selatan dan Pulau Bali bagian tengah; (4) mempertahankan sumber air
dan merehabilitasi daerah resapan air; (5) mengendalikan pengembangan fisik
kawasan Jabodetabek, bandung, Gerbangkertosusila, Denpasar dengan
mempertahankan daya dukung lingkungan; serta (6) mendorong

6

pengembangan kawasan perkotaan Yogyakarta dan Semarang sebagai pusat
pelayanan primer serta kawasan perkotaan Serang, Cilacap, Cirebon, dan
Surakarta sebagai pusat pelayanan sekunder.
Sementara itu, pengembangan sistem pusat permukiman di Wilayah Jawa-Bali
ditekankan pada terbentuknya fungsi dan hierarki pusat permukiman sesuai
rencana tata ruang wilayah nasional yang meliputi Pusat Kegiatan Nasional
(PKN). Dalam hal ini Provinsi Jawa Timur memiliki PKN Metropolitan
Gerbangkertosusila yang pengembangannya diarahkan untuk dipertahankan
sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional yang mendukung pelayanan
pengembangan wilayah di sekitarnya dan Indonesia Bagian Timur; serta
memantapkan aksesibilitas Metropolitan Gerbangkertosusila ke kota-kota PKN
lainnya di Pulau Jawa dan wilayah nasional lainnya melalui peningkatan
kualitas sistem jaringan transportasi darat, laut, dan udara.
Adapun pengembangan Wilayah Jawa-Bali tahun 2010-2014 diarahkan untuk:
(1) percepatan pembangunan wilayah perdesaan, (2) penguatan keterkaitan
desa kota; (3) percepatan pembangunan wilayah selatan Jawa; (4) Penguatan
produktivitas ekonomi dan investasi; (5) Percepatan transformasi struktur
ekonomi di Jawa-Bali ; (6) peningkatan nilai surplus perdagangan internasional;
(7) pengembangan industri unggulan potensial; (8) Pengembangan jasa
pariwisata dan perdagangan; (9) Mempertahankan fungsi Jawa-Bali sebagai
lumbung pangan nasional; (10) Pengembangan pola distribusi penduduk di
wilayah Jawa-Bali secara lebih seimbang; (11) Pengurangan tingkat
pengangguran di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi; (12) Pengurangan tingkat
kemiskinan perdesaan dan tingkat kemiskinan perkotaan; (13) Pemeliharaan
dan pemulihan fungsi kawasan lindung; (14) Pemeliharaan dan pemulihan
sumber daya air dan lahan; (15) Penanganan ancaman bencana banjir dan
longsor; (16) Peningkatan pemberantasan korupsi akibat kompleksitas
birokrasi, proses perizinan, dan lemahnya penegakan hukum; (17)
Meminimalkan ancaman terorisme; (18) Pengembangan kapasitas SDM sejalan
dengan transformasi ekonomi ke arah sektor sekunder (industri pengolahan)
dan tersier (jasa); (19) Peningkatan IPM di Provinsi Banten, Jawa Timur, Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Bali terutama dari komponen AHH dan RLS; serta (20)
minimalisasi dampak kerugian akibat kejadian bencana alam.
Hadirin peserta Musrenbang yang saya hormati,
Jika melihat kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur dalam lima tahun
terakhir ini, maka tantangan ke depan adalah bagaimana menjaga momentum
pertumbuhan, dan bahkan meningkatkannya. Selama kurun 2004-2007, laju
pertumbuhan Provinsi Jawa Timur terus meningkat dengan rata-rata 5,8 persen
pertahun. Namun, pada tahun 2008 wilayah ini bertumbuh 5,9 persen menurun

7

sebesar 0,2 persen dari pertumbuhan tahun 2007 yaitu sebesar 6,1 persen.
Tetapi apabila tren pertumbuhan ini dapat dijaga, diharapkan peran Provinsi
Jawa Timur semakin meningkat dalam perekonomian nasional, di mana saat ini
baru berkontribusi sebesar 14,7 persen terhadap total PDRB. Selama periode
2004-2007 PDRB perkapita (dengan migas dan non migas) Provinsi Jawa
Timur menduduki peringkat kedua se wilayah Jawa-Bali setelah Provinsi DKI
Jakarta.
Dalam hal struktur perekonomian, peran sektor perdagangan; hotel, dan
restoran; sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian, masing-masing
adalah 28,81 persen; 28,75 persen; dan 16,72 persen. Sektor-sektor tersebut
juga merupakan penyerap utama tenaga kerja, masing-masing sebesar 20,3
persen; 12,6 persen; dan 44,8 persen. Oleh karena itu dalam
pengembangannya, masih terbuka peluang yang lebar bagi peningkatan nilai
tambah melalui pengembangan industri pengolahan berbasis komoditas
unggulan pertanian. Agar kegiatan industri pengolahan dapat berkembang dan
memungkinkan terjadinya efisiensi produksi (economies of scale), sinergi pusatdaerah dan antardaerah perlu diperkuat khususnya dalam hal pengembangan
jaringan transportasi yang terintegrasi. Dengan demikian diharapkan mobilitas
barang dari sentra produksi ke pusat pengolahan dan selanjutnya ke pasar
lokal dan nasional menjadi lebih efisien. Sejalan dengan hal itu, upaya-upaya
rehabilitasi dan konservasi hutan, daerah aliran sungai, serta lahan kritis perlu
ditingkatkan untuk menjamin keberlanjutan daya dukung lingkungan. Menjaga
kelestarian daya dukung berarti menjaga potensi peningkatan pendapatan di
masa depan.
Selanjutnya untuk mendorong peningkatan investasi di sektor riil, upaya-upaya
memfasilitasi masyarakat dan pelaku usaha mengembangkan aktivitasnya perlu
terus ditingkatkan. Salah satu terobosan yang bisa direplikasi dari pengalaman
daerah-daerah lain adalah penyederhanaan proses pelayanan publik dan
perijinan usaha melalui pembentukan Unit Pelayanan Satu Atap. Ke depan,
upaya semacam ini perlu direplikasi ke kabupaten/kota yang belum
melaksanakannya. Sementara bagi daerah yang sudah menerapkannya,
upaya peningkatan kualitas pelayanan menjadi fokus berikutnya.
Di samping perbaikan di bidang ekonomi, Provinsi Jawa Timur juga
menunjukkan kinerja yang cukup baik dalam indikator-indikator kesejahteraan
rakyat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat dari 69,8 pada tahun
2007 menjadi 70,4 pada tahun 2008, dan menduduki peringkat 18 secara
nasional pada tahun 2008 tersebut. Dari indeks-indeks pembentuk IPM dapat
diketahui bahwa keunggulan Provinsi Jawa Timur adalah pada kualitas sumber
daya manusia, yang tergambar pada umur harapan hidup dan indikator daya
beli yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Sementara itu, indikator rata-rata
8

lama sekolah dan angka melek huruf lebih rendah dari nasional. Kami
mendorong pemerintah daerah agar terus meningkatkan perhatian pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk meningkatkan daya saing
wilayah ini di era perdagangan bebas ASEAN plus China.
Sementara itu, persentase penduduk miskin menunjukkan penurunan yang
signifikan, dari 20,23 persen pada tahun 2006 menjadi 16,68 persen pada
tahun 2009. Namun demikian terdapat indikasi kesenjangan antara kawasan
perkotaan dan perdesaan. Hal ini ditunjukkan oleh relatif tingginya tingkat
kemiskinan di perdesaan yang mencapai 21 persen, dibandingkan dengan
tingkat kemiskinan di perkotaan yang hanya 12,17 persen (2009). Namun
demikian kami mendorong dilakukannya analisis lebih mendalam untuk melihat
tingkat kedalaman (poverty gap) dan tingkat keparahan kemiskinan (poverty
severity) serta kerentanan penduduk jatuh miskin. Hal yang juga perlu
diantisipasi adalah seberapa besar jumlah penduduk yang hidup sedikit saja di
atas garis kemiskinan. Saat ini mereka mungkin belum tergolong miskin,
namun sangat rentan untuk jatuh miskin ketika dihadapkan kepada kejadiankejadian seperti bencana alam, jatuh-sakitnya kepala rumah tangga, kenaikan
harga pangan, dan lain sebagainya. Analisis-analisis semacam ini sangat
penting untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Hal yang perlu mendapat perhatian adalah relatif tingginya tingkat
pengangguran terbuka (TPT). Persentase tingkat pengangguran terbuka
Provinsi Jawa Timur telah menurun dari 8,4 persen pada tahun 2005 menjadi
5,9 persen pada tahun 2009, dan lebih rendah dari TPT nasional tahun 2009
yaitu 8,1 persen. Terlepas dari keberhasilan tersebut, mengingat daya saing
sangat ditentukan oleh produktivitas, maka kami mendorong dilakukannya
analisis lebih jauh tentang kualitas pekerja, dalam hal ini setengah
pengangguran, status pekerjaan (formal/informal), dan tingkat pendidikan
pekerja khususnya di sektor-sektor unggulan.

Saudara Gubernur dan peserta Musrenbang yang terhormat,
Sebelum menutup paparan, saya ingin menyampaikan bahwa keberhasilan
pembangunan sangat ditentukan oleh perencanaan yang berkualitas yang
didukung sumber daya perencana yang kompeten. Bappenas berkomitmen
membangun kapasitas perencana di pusat dan daerah melalui forum-forum
konsultasi, fasilitasi, dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas perencanaan
pembangunan nasional serta memperkuat sinergi pusat dan daerah.
Demikianlah

beberapa

hal

yang

dapat

saya

sampaikan

mengenai
9

permasalahan dan tantangan pembangunan nasional kita, arah kebijakan,
rancangan prioritas dan fokus-fokus pembangunan untuk tahun 2011 di tingkat
nasional serta beberapa pandangan kami khususnya mengenai pembangunan
Provinsi Jawa Timur melalui perspektif nasional. Kiranya hal-hal tersebut dapat
menjadi pertimbangan dalam penyusunan RKPD Provinsi Jawa Timur Tahun
2011. Saya mengharapkan Musrenbang Provinsi ini dapat menghasilkan
kesepakatan usulan-usulan program dari Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang akan diajukan kepada Pemerintah Pusat (c.q. Bappenas) untuk
kemudian menjadi bahan Musrenbangnas 2010.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Terima kasih atas perhatian hadirin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Surabaya, 15 April 2010
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Armida S. Alisjahbana

10