Distribusi Dan Pola Pertumbuhan Kepiting Bakau Scylla Tranquebarica Diekosistem Mangrove Belawan Sumatera Utara

1

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kepiting bakau merupakan salah satu sumber protein hewani yang hidup di
perairan pantai dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi hutan mangrove,
dengan dasar perairan berlumpur. Kepiting bakau telah menjadi komoditas
perikanan penting di Indonesia sejak awal tahun 1980-an (Wijaya, 2010).Biota ini
sangat digemari masyarakat karena selain memiliki rasa daging yang sangat gurih,
juga kandungan gizi yang tinggi. Sulaiman dan Hanafi (1992) menyatakan daging
kepiting bakau mengandung 65,72% protein dan 0,88% lemak, sedangkan telur
kepiting bakau mengandung 88,55% protein dan 0,16% lemak. Afrianto dan
Liviawaty (1993) juga menyatakan dalam setiap 100 g daging kepiting bakau
terkandung protein hewani sebesar 13,6 g, lemak 3.8 g, hidrat arang 14,1 g dan air
sebanyak 68,1 g.Nurdin dan Rochim (2010) menyatakan terdapat empat jenis
kepiting bakau di Indonesia, yaitu: kepiting bakau merah atau red/orange mud
crab(Scylla olivacea), kepiting bakau hijau (Scylla serrata), kepiting bakau ungu
(Scylla tranquebarica)dan kepiting bakau putih (Scylla paramamosain).
Keseluruhan jenis kepiting bakau tersebut dapat dijadikan produk kepiting

soka/kepiting cangkang lunak maupun kepiting gendong telur. Namun dari
keempat jenis kepiting tersebut, kepiting bakau Scylla tranquebarica sangat
berpotensi dijadikan kepiting soka karena tubuhnya yang lebih besar dibanding
ketiga jenis kepiting lainnya.
Kepiting bakau Scylla tranquebarica dikenal sebagai kepiting perenang.
Kelezatan dan nilai gizi daging kepiting bakau yang tinggi menempatkan biota ini
sebagai salah satu makanan laut ekslusif dengan harga jual yang cukup tinggi.
Harga kepiting bakau di pasar domestik yang ada di Sumatera Utara saat ini
berkisar antara Rp. 50.000,- –Rp 80.000,- per kilogram. Pemenuhan perrmintaan

2

pasar terhadap komoditas ini sebagian besar banyak diperoleh dari penangkapan
di alam, khususnya di kawasan ekosistem mangrove.
Ekosistem mangrove merupakan kawasan potensial dari wilayah pesisir
dan memiliki fungsi yang sangat kompleks antara lain: sebagai peredam
gelombang laut, penahan lumpur, penghasil detritus, daerah asuhan dan
perlindungan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), dan
daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai biota laut seperti ikan, udang,
kerang, dan kepiting(Mulya, 2000).Ekosistem mangrove Belawanmerupakan

kawasan yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara dengan luas ± 2.967,32 Ha,
danterbagi atas dua kawasan yaitu:Kotamadya Medan yang memiliki luasan
mangrove ± 1.967,32 Ha, dan Kabupaten Deli Serdang dengan luasan mangrove ±
1.000 Ha (Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2011).Ekosistem mangrove
Belawan merupakan kawasan yang sangat potensial dalam mendukung kehidupan
kepiting bakau S.tranquebarica. Pada kawasan ini banyak ditemukan nelayan
maupun masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan menangkap kepiting
bakau S. tranquebarica untuk dijual maupun dikonsumsi sendiri. Pada saat ini,
kawasan ekosistem mangrove Belawan diperkirakan telah mengalami penurunan
luasan akibat adanya pengkonversian hutan mangrovemenjadi peruntukan lain
seperti:kawasan pemukiman,pertanian, pertambakan, dan wisata.Penurunan luasan
mangrove akan menyebabkan degradasi ekosistem mangrove sebagai habitat
kepiting bakau, sehingga dikhawatirkan akanmengurangi fungsi ekosistem
mangrove dalam menunjang kehidupan kepiting bakauyang hampir seluruh siklus
hidupnya sangat bergantung pada ekosistem ini.Sampai saat ini data maupun
informasi tentang kelimpahan kepiting bakau S.tranquebaricadi ekosistem
mangrove Belawan belum didapatkan,demikian puladengandistribusi dan pola
pertumbuhannya. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian.

1.2.Perumusan Masalah

Kepiting bakau S. tranquebarica merupakan biota penghuni tetap kawasan
ekosistem mangrove (kecuali pada saat memijah),sehingga dalam menjalani
kehidupannya sangat bergantung pada kondisi ekosistem mangrove (Moosa et al.,

3

1985). Ekosistem mangrove Belawan sebagai salah satu habitat alami kepiting
bakauS.tranquebarica, padasaat ini telah mengalami degradasi.
Hasil wawancara dengan nelayan dan masyarakat yang berdomisili di
sekitar kawasan didapatkan telah terjadi penurunan hasil tangkapan terhadap
komoditas ini. Selain itu ukuran kepiting yang didapat juga semakin kecil.Hal ini
diduga terjadi selain disebabkan adanya intensifikasi penangkapan, juga akibat
degradasi habitat yang dapat merubah fungsi ekologis ekosistem mangrove
terhadap komoditas ini.Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan
upaya pengelolaan, baik terhadap kepiting bakaumaupun ekosistem mangrove
sebagai habitat alaminya.

1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Degradasi


ekosistem

mangrove

merupakan

salah

satu

penyebab

menurunnya populasi kepiting bakau S. tranquebaricadi alam, selain adanya
kegiatan penangkapan.Kelestarian populasi kepiting bakau di alam dapat dijaga
melalui tindakan konservasi habitat maupun pemulihan populasi kepiting bakau
yang sudah tidak stabil.
Upaya konservasi habitat dapat dilakukan dengan mengetahui karakteristik
fisik kimia lingkungan, sedangkan upaya pemulihan populasi kepiting bakauS.
tranquebarica dapat dilakukan dengan mengetahui kelimpahan, distribusi dan
pola pertumbuhannya. Kerangka pemikiran secara lebih jelas tersaji pada Gambar

1.1.

4

Degradasi
habitat

Parameter biofisik Kimia









Kerapatan mangrove
Suhu substrat
Salinitas substrat

pH substrat
NO3
PO4-P
Fraksi Substrat

Eksploitasi

Penurunan populasi
kepiting bakau
S. tanquebarica

Kajian terhadap
kepiting bakau dan
habitatnya

Kepiting bakau
(S. tranquebarica)
- Kelimpahan dan
distribusi
berdasarkan kelas

ukuran dan jenis
kelamin
- Pola pertumbuhan

Konservasi habitat

Pelestarian
populasi

Gambar 1.1. Diagram Kerangka Pemikiran

1.4. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui kelimpahan kepiting bakau S. tranquebarica pada tiap stasiun.
2) Mengetahui pola pertumbuhan kepiting bakau S. tranquebarica di
ekosistem mangrove Belawan Sumatera Utara.
3) Mengetahui keterkaitan karakteristik biofisik kimia ekosistem mangrove
dengan distribusi kepiting bakau S. tranquebaricaberdasarkan kelas
ukuran dan jenis kelamin.

1.5. Manfaat penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kelimpahan,
distribusi dan pola pertumbuhan kepiting bakau S. tranquebarica, di ekosistem
mangrove Belawan, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam
upaya pengelolaannya dimasa datang.