Anestesi Umum pada Operasi Katarak dengan Sindroma Rubella Kongenital

ANESTESI UMUM PADA OPERASI KATARAK DENGAN SINDROMA
RUBELLA KONGENITAL
DEWI YULIANA FITHRI*, ANDRIAMURI P. LUBIS**, HASANUL ARIFIN**
* Residen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU
** Dokter Ahli Anestesiologi dan Terapi Intensif
DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSU HAJJ ADAM MALIK MEDAN
PENDAHULUAN :
Sindroma Rubella Kongenital (Congenital Rubella Syndrome. CRS) atau biasa disebut sebagai campak
Jerman adalah penyakit yang dapat muncul dan berkembang akibat dari infeksi virus rubella se1ama
proses kehamilan, yang khususnya meoingkat pada trimester pertama hingga mencapai 51%.
Sindroma ini pertama kali ditemukan oleh seorang ahli berkebangsaan Australia pada tahun 1941
bernama Norman McAlister Gregg. CRS dapat mengakibatkan teJjadinya abortus, bayi lahir mati,
prematur dan adanya kecacatan apabila bayi tetap hidup. Cacat bawaan yang paling sering dijumpai
adalah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular dan retardasi mentaL
Berdasarkan data dari WHO paling tidak 236.000 kasus CRSteJjadi setiap tahun di negara berkembang.
Kebanyakan pasien CRS yang disertai dengan kelainanjantung bawaan memerlukan pembedahan non
kardiak seperti operasi katarak. Katarak kongenital yang teJjadi pada CRS seriognya bilateral dan
terletak di sentral lamelar, nukleus atau membran dengan keIainan lainnya seperti nystagmus,
strabismus, microphtbalmos, kekeruhan kornea, retinopati, glaukoma dan atropi pupil dengan kesulitan

untuk berdilatasi. Angka kejadian ke1ainan jantung bawaan pada CRS yang disertai dengan kelainan
mata bisa mencapai hingga 95%.
OBJEKTIF : Tantangan manajemen anestesi pada kondisi seperti ini adalah tetap berusaha untuk
mempertahankan keseimbangan antara resistensi vaskular sistemik (SVR) dan resistensi tahanan
pulmonar (PVR) tanpa mengabaikan prinsip dasar pediatrik anestesi untuk pembedahan mata dengan
menggunakan teknik general anestesi yaitu mencegah peoingkatan tekanan intraokular selama operasi
berlangsung. Manajemen anestesi pada operasi katarak dengan kasus yang berhubungan dengan
kelainan kardiovaskular dan neurologis khususnya katarak bilateral harus hali - hati, dengan
melakukan penilai sejak dari pre-operasi, selama dan pasca operasi.
PRESENTASI KASUS : Bayi perempuan usia 3 bulan, berat badan 3 kg dengan katarak kongenital
bilateral yang disebabkan CRS disertai dengan hilangnya pendengaran dan kelainan jantung (PDA &
ASD closure). Pasien adalah anak pertama yang lahir dengan persalinan normal dengan berat badan
2550 gr dan panjang badan 43 em. Pada pemeriksaan fisik didapali tanda-tanda vital dalam batas
normal. Denyut nadi sebelum operasi berkisar antara 140-145 xlmenit, regular, dengan tekanan darah
120/80 mmHg. Gambaran eehocardiograpy menunjakkan small ASD (3,9 rom), moderate PDA(3,2 3,7
rom; L R Shunt) dengan LV fuelion (EF 72%, FS 38%). Pada pemeriksa foto tborak dijumpai adanya
perselubungan dilapangan atas paru-paru kanan, jantung dalam batas normal, sinus dan diafragma
kanan 1 kiri biasa kesan suspek Pneumonia namun seeara klinis tidak ditemukan gejala Pneumoni dan
Atelektasis. Pemeriksaan laboratorium dijumpai dalam batas normal. SebeIum dilakukan pembiusan
pasien diberi cairan kristaloid 12 gtt/menit secara perlahan-lahan. Pembiusan dilakukan dengan teknik

General Anestesi yaitu diberikan preoksigenasi selama 5 menit, obat premedikasi berupa injeksi SA
0,03 mg IV, inj midazolam 0,1 mg IV, inj. fentanyl 3 meg IV, inj dexametbasone 1,5 mg IV. Kemudian

dilanjutkan dengan pemberian obat induksi berupa inj. propofol 4 mg IV perlahan sampai pasien
tertidur. Hemodinamik pasien stabillaju napas: 30-36 xlmenit, denyut nadi 120-140xlmenit, Saturasi
oksigen 99%, dilakukan intubasi dengan menggunakan teknik awake intubasi dengan EIT no.2,5 non
cuff secara perlahan untuk mencegah peningkatan intraokular. Pastikan posisi EET terpasang benar,
dengan menilai suara pam kanan dan kiri sama. Anestesi dipertahankan dengan Oksigen (50%) tanpa
menggunakan N20 dan agen inhalasi Sevofluran (0,8 %-1 %). Operasi yang dilakukan pada pasien ini
adalah Phaco ODS. Selama operasi dijumpai hemodinamik pasien stabil denganjumlah perdarahan ±
Sec. Lamanya operasi berlangsung ± 1 jam. Setelah tindakan selesai, dilakukan ekstubasi dalam agar
tekanan intraokuli tidak meningkat. Pasea operasi pasien dirawat diruangan dengan hemodinamik
stabiL
DISKUSI : Pada kasus ini dijumpai pasien dengan katarak bilateral yang akan dilakukan tindakan
Pacho ODS dengan penyulit kelainanjantung kongenital (PDA & ASD closure) . Tantangan anestesi
yang perlu menjadi pertimbangan adalah mempertahankan oksigenasi, meneegah hipoksemia,
hipotermi, menjaga tekanan darah sistemik dengan mempertahankan volume intravaskuler, meneegah
penurunan tahanan pembuluh darah sistemik secara bermakna dengan hidrasi yang eukup, menghindari
peningkatan tahanan pembuluh darah pulmonal namun tetap memberikan tingkat sedasi dan anelgesi
yang adekuat tanpa mengabaikan manajemen anestesi pada operasi katarak itu sendiri yaitu

menghindari dan meneegah peningkatan tekanan intra- okular saat tindakan laringoskopi, intubasi atau
nyeri selama pembedahan. Pada saat ektubasi juga merupakan hal yang perlu mendapat perhatian
khusus dengan sebisa mungkin menghindari coughing (batuk) atau bucking (batuk tersedak) .. Selama
operasi berlangsung adalah perlunya pemantauan terhadap ada atu tidaknya reflek okulokardiak (OCR)
serta reflek okulorespiratori (ORR), yang merupakan refleks lain yang ditimbulkan oleh stimulasi mata
yang dapat mengakibatkan bradipneu, pola pernapasan tidak teratur, dan apnea. Jalur aferen pada ORR
adalah sama seperti untuk OCR tetapi stimulus yang diproyeksikan adalah pada pusat pernapasan,
mulai dari batang otak dan saraf eferen di sepanjang saraf frenikus dan saraf pernapasan lainnya,dan
refleks ini tidak dapat dihambat oleh atropin. Pada saat pasea operasi pasien juga perlu dilakukan
pengawasan terhadap kejadian mual-muntah (PONY) serta penanganan nyeri yang adekuat.
KESIMPULAN : CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan. Trias CRS : tuli sensoneural,
kerusakan mata seperti katarak, dan disertai gangguan kardiovaskular, dengan Pada pasien ini dijumpai
katarak kongenital dengan disertai kelainan jantung bawaan yang dilakukan operasi Phaco ODS
menggunakan pembiusan General Anestesi. Pasea pembiusan hemodinamik pasien dalam keadaan
stabil dan tidak dijumpai tanda-tanda peningkatan intraokular.
Keyword : Sindroma Rubella Kongenital (CRS), VSD, PDA, Tekanan Intra Okular, Reflek
Okulokardiak, Resistensi Vaskular Sistemik (SVR) Dan Resistensi Tahanan Pulmonar (PVR).