PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SEKSUAL MELALUI MEDIA BELAJAR BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI BAGI ANAK AUTIS.

(1)

LAPORAN PENELITIAN

SKIM HIBAH BERSAING

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN SEKSUAL

MELALUI MEDIA BELAJAR BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

BAGI ANAK AUTIS

Tahun ke 1 dari rencana 3 tahun

dr. Atien Nur Chamidah, M.Dis.St (NIDN 0015118202) Sukinah, M. Pd (NIDN 0005027104)

Ilmawan Moestaqim, M. T. (NIDN 0003128001)

Dibiayai oleh:

DIPA Direktorat Penelitian Pengabdian Masyarakat Nomor

DIPA-023.04.1.6743453/2015, tanggal 14 November 2014, DIPA revisi 01 tanggal 03 Maret 2015. Skim: Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2015

Nomor:062/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/II/2015 Tanggal 5 februari 2015

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

OKTOBER 2015


(2)

(3)

RINGKASAN

Penelitian ini memiliki tujuan utama menghasilkan model pembelajaran untuk pendidikan seksual bagi anak autis berbasis teknologi informasi. Penelitian ini dirancang diselesaikan dalam tiga (3) tahun. Penelitian pada tahun pertama difokuskan untuk mengumpulkan informasi mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi orangtua maupun guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis serta model pembelajaran yang sesuai untuk memberikan pendidikan seksual bagi anak autis. Selanjutnya, tujuan akhir dari penelitian tahun pertama ini akan diperoleh prototipe media pembelajaran pendidikan seksual berbasis teknologi informasi.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian R & D (Research and Development) model Gall, Gall and Borg (2003) dengan modifikasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi. Analisis data tahun pertama menggunakan deskriptif kuantitatif dan kualitatif.

Hasil survey pada tahap awal penelitian ini mendapatkan hasil sebagai berikut: 1) anak autis mempunyai perkembangan seksual yang sama dengan anak lainnya, namun sebagian anak mengalami penyimpangan perilaku seksual; 2) guru dan orang tua telah melakukan berbagai tindakan untuk menangani hal tersebut berupa melarang, mengingatkan dan mengalihkan perhatian anak; 3) sebagian besar guru sudah memberikan pembelajaran yang memuat unsur pendidikan seksual terintegrasi dalam mata pelajaran yang lain; 4) pendidikan seksual juga sudah diberikan oleh orang tua di rumah dengan berbagai cara; 5) model pembelajaran pendidikan seksual yang digunakan guru sebagian besar berupa praktek langsung, ceramah, dan tanya jawab, sebagian guru telah menggunakan media teknologi informasi seperti video maupun memanfaatkan media internet; 6) sebagian besar responden menyatakan bahwa belum pernah mengembangkan media pembelajaran yang khusus untuk pendidikan seksual bagi anak autis; 7) sebagian besar guru berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis teknologi informasi akan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis. Selain itu, peneliti juga telah melakukan kajian literatur untuk menentukan materi serta model pembelajaran seksual yang sesuai untuk diberikan kepada anak autis khususnya yang mulai memasuki usia pubertas. Berdasarkan hasil asesmen kebutuhan tersebut kemudian disusun rancangan media pembelajaran seksual yang berbasis pada sistem Android.

Kata kunci : anak autis, pendidikan seksual, media belajar berbasis teknologi informasi


(4)

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia kesehatan dan kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian ini hingga dapat menyusun laporan sampai dengan selesai. Terima kasih kami ucapkan kepada Ketua LPPM UNY yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Seksual Melalui Media Belajar Berbasis Teknologi Informasi Bagi Anak Autis”.

Penelitian ini dilakukan atas dasar kebutuhan adanya model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru mauapun orang tua dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis. Penelitian ini tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya kerjasama yang baik antara tim peneliti dan guru serta orang tua anak autis di SLB maupun Sekolah Khusus Autis yang menjadi lokasi penelitian ini. Oleh karena itu, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu terlaksanaya kegiatan penelitian ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru dan orang tua anak autis serta bagi pihak lain yang terkait. Saran serta kritikan yang membangun kami harapkan dari berbagai pihak untuk perbaikan hasil penelitian ini.

Yogyakarta, 27 Oktober 2015 Tim Peneliti


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

RINGKASAN ... iii

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... B. Keutamaan Penelitian ... 1 1 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... A. Konsep Anak Autis ... B. Pendidikan Seksual bagi Anak Autis ... C. Model Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi ... D. Roadmap Penelitian ... 4 4 7 8 9 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 11 BAB 4. METODE PENELITIAN ...

A. Pendekatan Penelitian dan Prosedur Pengembangan ... B. Teknik Pengumpulan Data ... C. Teknik Analisis Data ... D. Rancangan Penelitian Tahun Pertama ...

12 12 13 14 14 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. Persiapan ... B. Asesmen Kebutuhan ... C. Kajian Literatur tentang Pendidikan Seksual Berbasis Teknologi Informasi bagi Anak Autis ... D. Pembuatan Rancangan Media Pembelajaran ...

16 16 16 20 21 BAB 6. RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA ...

A. Tujuan Khusus Penelitian Tahun Kedua ... B. Rancangan Penelitian Tahun Kedua ... C. Jadwal Kerja ...

25 25 25 26


(6)

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan ... B. Saran ...

28 28 29 DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN ...

Lampiran 1. Panduan Wawancara Guru ... Lampiran 2. Panduan Wawancara Orang Tua ... Lampiran 3. Kuesioner untuk Guru ... Lampiran 4. Kuesioner untuk Orang Tua ... Lampiran 5. Panduan FGD ... Lampiran 6. Rancangan Media Pembelajaran ... Lampiran 7. Makalah yang Dipresentasikan dalam Seminar Internasional ... Lampiran 8. Sertifikat Penyaji Makalah...

31 32 34 36 38 42 45 46 55


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kriteria Diagnosis Autisme Berdasarkan DSM IV ...

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Autisme Berdasarkan DSM V ... Tabel 3. Tingkat Kurikulum Pendidikan Seksual ... Tabel 4. Rancangan Penelitian Tahun Pertama ... Tabel 5. Materi Pendidikan Seksual Sesuai Tingkatan Usia ... Tabel 6. Rancangan Materi Pendidikan Seksual bagi Anak Autis ... Tabel 7. Desain Media Pembelajaran Pendidikan Seksual bagi Anak Autis ... Tabel 8. Jadwal Kerja Penelitian Tahun Kedua ...

4 5 7 14 20 22 23 27


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Roadmap Penelitian ...

Gambar 2. Prosedur Penelitian ... Gambar 3. Perilaku Seksual Menyimpang Anak Autis Berdasarkan Responden Guru ... Gambar 4. Perilaku Seksual Menyimpang Anak Autis Berdasarkan Responden Orang

Tua ... Gambar 5. Pelaksanaan Pendidikan Seksual di Sekolah ... Gambar 7. Rancangan Penelitian Tahun Kedua ...

10 13 17 17 19 26


(9)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak dapat dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya. Sementara itu remaja autis merupakan bagian dari remaja pada umumnya, namun mereka mengalami gangguan perkembangan yang sangat kompleks sehingga terjadi hambatan dalam berkomunikasi, interaksi sosial dan perilaku. Dalam masa remaja tahapan perkembangan yang dilaluinya sama dengan anak-anak yang non autis tidak terkecuali dalam masalah seks (Sutadi, 2010).

Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai resiko mengalami pelecehan seksual yang lebih tinggi dibanding anak normal. Ancaman pelecehan seksual empat kali lebih tinggi terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) jika dibandingkan anak biasa. Bahkan berdasarkan sebuah penelitian, hampir 1/6 ABK laki-laki dan 1/4 ABK perempuan menjadi korban pelecehan sebelum usia 18 tahun. Hal tersebut disebabkan banyak orangtua yang tidak terlalu memperhatikan tentang masalah seksual terhadap anak berkebutuhan khusus, karena mereka menilai hal tersebut tidak memiliki perngaruh terhadap anaknya. Kendati belum ada angka yang pasti, anak autis merupakan korban terbesar.

Pada dasarnya anak autis mengalami perubahan emosional, fisik dan sosial yang sama dengan anak-anak normal, seperti: lapar, haus, perlu kasih sayang, serta mengalami perubahan hormon sama seperti teman-teman sebayanya. Pada usia pubertas anak akan mengalami perubahan fisik antara lain: mulai tumbuh rambut di wajah, ketiak dan di daerah kemaluan, terjadi perubahan pertumbuhan rambut di seluruh tubuh, perubahan suara (pria), dan mulai mengalami menstruasi (wanita). Meski demikian, perubahan emosional bagi anak dengan kebutuhan khusus (termasuk autis) prosesnya cenderung lebih sulit karena minat mereka terhadap lawan jenis sering ditentang oleh lingkungan sehingga tidak ada informasi yang jelas (Schwier&Hingsburger, 2000). Selain itu, anak autis seringkali tidak memiliki perasaan malu saat berjalan telanjang, memperlihatkan alat kelamin, membuka celana, dan masturbasi di tempat umum.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan seksual pada anak adalah dengan memberikan pendidikan seksual secara tepat sejak dini. Pada dasarnya pendidikan seksual yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri. Pendidikan seksual ini sebaiknya diberikan dalam suasana akrab dan terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. 1


(10)

Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai (secara teoritis dan objektif) menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Davis (1957) menyimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut: informasi seks yang tidak sehat pada usia remaja mengakibatkan remaja terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks (Bibby, 1957 dalam http://education-mantap.blogspot.com/2009/12/pendidikan-seks-di-sekolah.html). Pendidikan seksual yang dibutuhkan oleh anak autis pada hakekatnya harus disesuaikan dengan karakteristik anak, termasuk model pembelajaran yang harus disesuaikan dengan gaya belajar anak. Anak autis cenderung mempunyai gaya belajar visual. Anak autis senang melihat-lihat buku atau gambar atau menonton TV dan umumnya lebih mudah mencerna informasi yang dapat mereka lihat, daripada yang hanya dapat mereka dengar. Berhubung penglihatan adalah indra terkuat mereka, tidak heran banyak anak autis sangat menyukai TV/ VCD / gambar.

Paradigma lain yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran adalah perubahan konteks pusat pembelajaran. Dahulu, guru merupakan pusat pembelajaran, namun kini bergeser menjadi murid sebagai pusat pembelajaran. Untuk mewujudkan kualitas pembelajaran, perlu ditempuh upaya-upaya yang bersifat komprehensif terhadap kemampuan guru dalam memanfaatkan teknologi informasi sebagai sumber belajar. Namun demikian, berdasarkan isu yang berkembang dalam pendidikan, pembelajaran di sekolah/lembaga pendidikan belum berjalan secara efektif, bahkan banyak guru yang mengajar tanpa memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi termasuk sumber belajar berbasis teknologi informasi.

Fakta di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran yang inovatif diperlukan dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis. Oleh karena itu, diperlukan suatu peelitian yang dapat mengembangkan suatu model pembelajaran pendidikan seksual melalui media belajar inovatif yang sesuai dengan karakteristik anak autis. Model pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian in adalah model pembelajaran berbasis teknologi informasi yang akan menjadi panduan bagi orangtua maupun guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis.

B. Keutamaan Penelitian

Individu autis adalah individu yang sudah mendapat diagnosa memiliki gangguan perkembangan autisme sebelum usia 3 tahun, dengan manifestasi gangguan komunikasi, 2


(11)

gangguan perilaku dan gangguan interaksi. Selain itu, terkadang mereka juga memiliki masalah lain seperti masalah makan, masalah tidur, gangguan sensoris dan sebagainya (Sukinah, 2010). Gangguan perkembangan yang terjadi pada anak autis mempengaruhi aspek perkembangan yang lain termasuk perkembangan seksual. Permasalahan yang kompleks pada anak autis mengharuskan para orangtua dan guru untuk berupaya keras agar semua aspek dapat tertangani dengan baik. Orang tua dan guru biasanya sudah mengajarkan pendidikan seksual kepada para remaja umumnya sebelum tanda-tanda kedewasaan itu datang, tetapi tidak demikian halnya dengan anak autis. Perubahan yang mereka alami tak mendapat penjelasan memadai karena anak autis dipandang akan sulit memahami sehingga mereka semakin tenggelam dalam kebingungan dan perasaan tertekan. Di sinilah pentingnya peran orang tua, guru, orang-orang terdekat untuk memperlakukan anak sebagai ”remaja biasa” yang butuh informasi serupa dengan cara khusus.

Beranjak dari permasalahan di atas tampak bahwa model yang sesuai dengan karakteristik anak autis dibutuhkan dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak. Model pembelajaran pendidikan seksual berbasis teknologi informasi diharapkan dapat menjadi pedoman bagi orangtua, guru maupun praktisi dalam menangani permasalahan seksual pada individu autis. Secara umum arti penting penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pembelajaran untuk mencegah terjadinya permasalah seksual pada anak autis. Berbagai materi dapat diberikan dalam pendidikan seksual kepada anak autis dengan model pembelajaran berbasis teknologi informasi. Secara khusus, arti penting dari hasil penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran pendidikan seksual berbasis teknologi informasi bagi anak autis, sehingga diharapakan dapat: 1) diperoleh suatu landasan ilmiah untuk model pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis; 2) menambah referensi hasil penelitian tentang model pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis; 3) membawa perubahan pada kebijakan sekolah dalam penyusunan model pembelajaran inovatif yang sesuai karakteristik anak autis; 4) membawa perubahan pada kebijakan pemerintah dan lembaga atau instansi terkait dalam penyusunan program pendidikan seksual bagi anak berkebutuhan khusus terutama anak autis.


(12)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anak Autis

Autisme berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti “sendiri”, anak Autisme seolah-olah hidup di dunianya sendiri, mereka menghindari / tidak merespon terhadap kontak social dan lebih senang menyendiri. Walaupun penderita Autisme sudah ada sejak dahulu, istilah Autisme baru diperkenalkan oleh Leo Kenner pada tahun 1943. Autisme adalah gangguan dalam perkembangan neurologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain di sekitarnya secara wajar (Sutadi, 1996). Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi (Budiman, 1998). Sedangkan menurut Sasanti (2004) Autisme adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang di latarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus dan secara klinis sering ditemukan gejala yang bercampur baur atau tumpang tindih dengan gejala-gejala dari beberapa gangguan perkembangan yang lain maupun gangguan spesifik lainnya. Jadi anak autis adalah salah satu anak berkebutuhan khusus yang memiliki gangguan perkembangan sangat kompleks diantaranya permasalahan komunikasi, interaksi social, perilaku dan dapat dideteksi sebelum usia anak 3 tahun sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus.

Panduan penetapan diagnosis gangguan perkembangan dan gangguan mental yang biasa digunakan adalah diagnosis yang disepakati oleh (APA) American Psychiatric Association yang tertuang dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual ot Mental Disorder). Dalam DSM-IV-TR (DSM ke empat, edisi revisi), kriteria Autisme adalah :

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Autisme Berdasarkan DSM IV

Kriteria A : Harus ada 6 gejala dari (1),(2),(3) dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3)

(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi social timbal balik yang muncul dalam bentuk minimal dua gejala berikut ini:

a. Gangguan yang dalam berbagai tingkahlaku non verbal seperti; kontakmata, ekspresi wajah, postur tubuh dan gerak gerik, untuk melakukan interaksi

b. Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangan


(13)

c. Kurangnya spontanitas untuk berbagi kesenangan, minat atau prestasi dengan oranglain (seperti jarang memperlihatkan, membawa atau menunjuk obyek-obyek yang diminati).

d. Kurang mampu melakukan hubungan social atau emosional timbal balik

(2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi yang muncul dalam bentuk minimal satu gejala berikut ini:

a. Keterlambatan dalam perkembangan bahasa atau tidak bicara sama sekali ( tidak disertai oleh usaha untuk kompensasi melalui cara-cara komunikasi alternative seperti bahasa isyarat atau mimik wajah)

b. Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup baik, terdapat gangguan dalam beribisiatif atau mempertahankan percakapan denganoranglain.

c. Pernggunaan bahasa yang stereoti dan repetitif atau bahasa yang aneh

d. Kurangnya melakukan permainan pura-pura atau meniru social secara spontan dan bervariasi, sesuai dengan tahap perkembangan.

(3) Pola-pola repetitive dan stereotip yang kaku pada tingkah laku,minat, dan aktifitas, yang muncul dalam bentuk menimal satu gejala berikut ;

a. Pre-okupasi terhadap pola-pola minat yang strerotip dan terbatas dengan intensitas abnormal

b. Terpaku pada rutinitas atau ritual khusus yang tidak fungsional

c. Melakukan geraka-gerakan stereotip dan repetitip ( seperti mengepakkan tangan, menggerakkan jari-jari, atau melakukan gerakan seluruh badan yang kompleks) d. Preokupasi terus-menerus terhadap bagia-bagian obyek.

Kriteria B : Fungsi yang tertunda atau abnormal setidak-tidaknya dalam 1 dari area berikut, dengan permulaan terjadi pada usia 3 tahun: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial atau (3) permainan simbolik atau imajinatif

Kriteria C : Gangguan tidak lebih baik bila dimasukkan dalam Rett’s Disorder atau Childhood Disintegrative Disorder.

Pada bulan Mei 2013 diluncurkan DSM V (APA, 2013) dalam Sukinah, 2013 : sebagai 5ocial5s 5ocial5sti yang baru, yang menjadikan satu semua 5ocia-ciri 5ocial5s dengan istilah Autism Spectrum Disorder sebagai berikut :

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Autisme Berdasarkan DSM V

Kriteria A : Adanya deficit atau kekurangan yang 5ocial5s menetap dalam komunikasi 5ocial dan interaksi 5ocial dalam berbagai situasi, yang tidak disebabkan karena keterlambatan perkembangan secara umum, dan termanifestasikan dalam semua hal di bawah ini :


(14)

1. Kendala dalam hubungan 6ocial-emosional 6ocial6 balik : mulai dari cara bersosialisasi yang abnormal dan kegagalan dalam menjalin komunikasi 6ocial6 balik sampai pada kurangnya kemampuan untuk berbagi tentang hal-hal yang menarik, berbagi rasa (emosi), suasana hati, dan kurang responsive hingga kurangnya inisiatif dalam berinteraksi 6ocial.

2. Kendala atau kurangnya kemampuan dalam penggunaan komunikasi non-verbal dalam interaksi 6ocial : mulai dari kemampuan yang rendah dalam mengintegrasikan komunikasi verbal-nonverbal, sampai pada abnormalitas pada kontak mata dan bahasa tubuh, atau kurang mampu dalam memahami dan menggunakan komunikasi non-verbal hingga kekurangan secara total dalam ekspresi wajah atau penggunaan bahasa tubuh.

3. Kendala dalam mengembangkan dan mempertahankan hubungan 6ocial yang sesuai dengan usia perkembangannya (selain dengan pengasuh) : mulai dari kesulitan mengadaptasikan perilaku yang sesuai dalam keadaan 6ocial yang berbeda-beda sampai pada kesulitan dalam bermain imajinatif dan berteman hingga tidak adanya ketertarikan pada orang lain.

Kriteria B : Pola perilaku yang terbatas dan berulang, ketertarikan atau aktivitas termanifestasikan paling tidak pada dua dari berikut :

1. Gerakan motorik atau penggunaan obyek yang stereotip atau berulang: (seperti stereotip gerakan motorik yang sederhana, ekolalia, atau distress ektrim yang terjadi ketikan ada perubahan kecil).

2. Ketaatan pada rutinitas yang berlebihan/kaku, adanya pola 6ocial6stic perilaku verbal dan non verbal atau kesulitan untuk berubah: ( seperti misalnya : adanya pola ritual motorik, pemilihan jenis makanan yang kaku, mempertanyakan secara berulang atau terjadi dstress yang ekstrim ketika terjadi perubahan kecil). 3. Adanya keterbatasan yang tinggi, ketertarikan pada sesuatu yang terbatas

dengan intensitas dan 6ocia yang abnormal ( seperti misalnya kelekatan atau ketertarikan pada obyek-obyek yang tidak biasa, ketertarikan yang terbatas). 4. Reaksi yang berlebihan (hyperreactive) atau sangat kekurangan (hyporeactive)

terhadap rangsang sensori atau ketertarikan yang tidak biasa terhadap aspek sensori lingkungan : (seperti misalnya rasa sakit/panas/dingin, respon yang tidak tepat pada bunyi, aroma atau sentuhan, terpesona secara berlebihan pada lampu atau obyek yang berputar).

Kriteria C : Simptom (gejala) harus mulai terlihat/ada pada masa kanak awal ( walaupun mungkin belum termanifestsi secara nyata sampai kapasitas anak yang terbatas tidak lagi dapat memenuhi tuntutatan secara 6ocial ).


(15)

Kriteria D :Simptom (gejala) yang terjadi secara bersamaan membatasi dan menganggu fungsi keseharian.

B. Pendidikan Seksual bagi Anak autis

Salah satu kurikulum yang dapat dijadikan acuan dalam pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak autis adalah model kurikulum yang dikembangkan dalam program TEACCH (Schopler, 1997 dalam Sullivan, 2008). Kurikulum pendidikan yang dikembangkan oleh TEACCH terdiri dari empat tingkat yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Anak yang mempunyai level kognitif tinggi akan mendapatkan pendidikan pada semua tingkat tersebut, sedangkan bagi yang berada pada tingkat kognitif rendah hanya akan mendapatkan pendidikan pada tingkat kurikulum yang paling bawah. Lebih lanjut Schopler (1997) dalam Sullivan (2008) mendeskripsikan tingkat kurikulum tersebut sebagai berikut:

Tabel 3. Tingkat Kurikulum Pendidikan Seksual Tingkat

Kurikulum

Fokus Pemahaman

Tingkat I Perkembangan perilaku seksual yang sesuai dan modifikasi perilaku

Tingkat II Pemahaman kesehatan personal

Tingkat III Pemahaman anatomi organ reproduksi dan fungsinya Tingkat IV Hubungan sosial antarindividu khususnya dengan lawan

jenis

Hatton (2010) juga mengembangkan kurikulum tentang pendidikan seksual yang terintegrasi dalam delapan blok yang terkait dengan perkembangan kemampuan sosial yang diperlukan bagi pemahaman seksual berdasar tinjauan kesehatan dan hubungan sosial. Blok tersebut sebenarnya mencakup perihal yang secara natural akan dimengerti oleh anak muda pada umumnya, namun bagi anak dengan autisme memerlukan suatu pemahaman dan pembelajaran khusus. Delapan blok yang dikembangkan tersebut terdiri dari: kebersihan, sentuhan yang aman, public dan privat, kesehatan, masturbasi, menstruasi, hubungan dengan lawan jenis, dan hubungan seksual.

Pendekatan komprehensif dalam pendidikan seksual menurut Sullivan (2008) perlu diberikan kepada individu dengan autisme. Topik-topik yang perlu dimasukkan dalam 7


(16)

pendidikan tersebut adalah: bagian-bagian tubuh dan fungsinya; perkembangan fisik, kesehatan personal dan perawatan diri; kesehatan; perilaku sosial dan seksual yang sesuai; isu-isu privaci; pemahaman emosi; pencitraan diri; pencegahan kejahatan seksual; ketertarikan; dan hubungan interpersonal.

Menurut Koller (2000) dalam Sullivan (2008) kurikulum pendidikan seksual sebagai bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak berkebutuhan khusus harus dikembangkan secara individual dan sesuai dengan kebutuhan anak. Karakteristik hambatan seksual yang terdapat pada individu autis menyebabkan remaja autis tidak dapat memahami aturan sosial melalui proses sosialisasi informal seperti remaja yang lain. Oleh karena itu kapan waktu yang tepat untuk memulai pendidikan seksual mungkin berbeda untuk setiap anak dan remaja, namun yang penting adalah perlu diberikan sebelum anak mempunyai perilaku seksual yang menyimpang seperti masturbasi di depan umum (Sullivan, 2008).

C. Model Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi

Perubahan demi perubahan yang terjadi dari suatu zaman ke zaman berikutnya telah mengantarkan manusia memasuki era digital, suatu era yang seringkali menimbulkan pertanyaan : apakah kita masih hidup di masa kini atau telah hidup di masa datang.

Perkembangan tehnologi informasi dan komunikasi telah memberikan pergeseran dalam pembelajaran, menurut Rosenberg (2001) perkembangan teknologi informasi memungkinkan adanya lima pergeseran dalam pembelajaran yaitu:

1. dari pelatihan ke penampilan,

2. dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, 3. dari kertas ke online atau saluran,

4. fasilitas fisik ke jaringan kerja, 5. dari waktu siklus ke waktu nyata.

Selain itu, interaksi guru dan siswa tidak harus dilaksanakan dengan tatap muka, tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media yang tersedia dalam laboratorium multimedia.

Pembelajaran berbasis IT dapat dilaksanakan salah satunya dengan penggunaan ruang multimedia yang tersedia di sekolah. Ruang multimedia yang dimaksudkan adalah ruangan yang didalamnya terdapat beberapa komputer yang cukup representatif untuk seluruh siswa dalam satu kelas dan sudah disetting dengan LAN (Lokal Area Network), LCD untuk menayangkan presentasi guru, headphone di tiap komputer untuk mendengarkan suara guru dari komputer induk, mikrophone dan sound sistem yang berfungsi sebagai pengeras suara sehingga dapat terdengar oleh seluruh siswa dalam kelas, sambungan internet, printer, AC(Air 8


(17)

Conditioning) jika memungkinkan. Multimedia berarti berbagai media. Istilah bagi transmisi data dan manipulasi semua bentuk informasi, baik berbentuk kata-kata, gambar, video, musik, angka, atau tulisan tangan. Bagi komputer, bentuk informasi tersebut, semuanya diolah dari data digital (yang terdiri dari nol dan satu). Adapun komponen yang perlu dipersiapkan untuk melaksanakan pembelajaran berbasis IT dengan menggunakan ruang multimedia antara lain: sarana elektronik (komputer/laptop, LCD, headphone dan lainlain) kemauan siswa dan guru untuk melakukan renovasi pembelajaran sumber daya manusia (guru dan siswa) kesiapan sekolah untuk menanggung beban operasional dan biaya perawatan.

Kebanyakan komputer yang di pakai dalam IT adalah computer digitall, yang mengolah data dalam bentuk huruf atau angka yang berlainan, menggunakan line printer, mesin tik, alat pons kartu atau alat pons pita kertas untuk membuat laporan atau formulir jenis standart. Computer analog dipergunakan untuk mengolah data yang sifatnya terus- menerus seperti suhu, tekanan udara, dan informasi mengenai permesinan dan produksi lainnya.

D. Roadmap Penelitian

Pada penelitian ini akan dihasilkan luaran berupa model pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis. Penelitian ini didasari hasil penelitian- peneltian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pendidikan seksual pada anak autis masih dianggap sesuatu yang tidak penting, tabu dan belum membutuhkan. Hasil yang diperoleh adanya banyak anak-anak berkebutuhan khusus termasuk autis mengalami kesulitan dalam memahami konsep pendidikan seksual, kesulitan media pembelajaran, munculnya perilaku-perilaku seksual yang ada pada mereka.

Namun demikian, hasil-hasil penelitian tersebut lebih berorientasi pencegahan, pencarian penyebab, penggambaran tentang perilaku seksual yang dialami anak autis. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan model pembelajaran pendidikan seksual berbasis teknologi informasi yang mempermudah anak autis memahami tentang hal-hal yang terkait dengan masalah seksual. Hal tersebut untuk mengantisipasi munculnya berbagai perilaku seksual yang dilakukan anak dapat lebih terarahkan baik secara preventif, kuratif maupun rehabilitasi.Hasil dari sebuah model pembelajaran media belajar berbasis teknologi informasi ini perlu ditindaklanjuti dengan penelitian lebih lanjut tentang implementasi model untuk anak-anak berkebutuhan khusus lainnya.


(18)

Secara skema roadmap penelitian dapat diilustrasikan dalam gambar berikut ini. Gambar 1. Roadmap Penelitian

Penelitian tentang masalah seksual pada

anak autis

Pengembangan model pembelajaran pendidikan seksual

bagi anak autis

Pengembangan model pembelajaran pendidikan seksual

bagi ABK lain

Penelitian Tahun Ini


(19)

BAB III.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang terbagi ke dalam tiga tahap penelitian sebagai berikut:

1. Tujuan tahun pertama:

a. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi orangtua maupun guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis.

b. Mengidentifikasi model pembelajaran yang sesuai untuk memberikan pendidikan seksual bagi anak autis.

c. Menghasilkan prototipe media pembelajaran pendidikan seksual berbasis teknologi informasi untuk anak autis di sekolah maupun di rumah.

2. Tujuan tahun kedua: menghasilkan media pembelajaran pendidikan seksual berbasi teknologi informasi bagi anak autis beserta buku panduan penggunaannya yang telah tervalidasi oleh ahli maupun pengguna.

3. Tujuan tahun ketiga: diseminasi dan sosialisasi produk yang dilakukan dengan cara bekerjasama dengan instansi terkait.


(20)

BAB IV.

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian dan Prosedur Pengembangan

Penelitian ini secara keseluruhan menggunakan pendekatan research and development. Ghuffron, dkk. (2007) mengatakan bahwa model R & D dalam bidang pendidikan dan pembelajaran ini merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan, salah satunya adalah media. Desain yang dipilih adalah desain R & D ( Gall, Gall and Borg, 2003) dengan modifikasi.

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan model pendidikan seksual bagi anak autis melalui media belajar berbasis teknologi informasi yang merujuk prosedur dalam penelitian pengembangan Gall, Gall and Borg (2003). Prosedur dalam penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan kajian literatur mengenai model-model pendidikan seksual melalui media belajar berbasis teknologi informasi yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan dan kebutuhan bagi anak autis baik di sekolah maupun keluarga.

2. Mengumpulkan informasi lapangan dan masukan-masukan dari para praktisi dan pakar pendidikan, terkait dengan permasalahan-permasalahan pendidikan seksual bagi anak autis di sekolah dan rumah.

3. Menyusun rancangan media pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis. Rancangan berupa bentuk media belajar berbasis teknologi informasi.

4. Menyusun draft awal buku panduan pendidikan seksual melalui media belajar yang di dalamnya mencakup substansi, prosedur, strategi dan sistem evaluasi kegiatan akomodasi pembelajaran.

5. Melakukan uji coba permulaan (uji coba terbatas) untuk menyempurnakan model hipotetik awal.

6. Melakukan revisi dari hasil uji coba permulaan dengan menyusun draft panduan pendidikan seksual melalui media belajar berbasis teknologi informasi.

7. Validasi dan uji coba model terhadap subyek di lapangan.

8. Melakukan revisi dari hasil uji coba model di lapangan dengan menyusun draft final panduan pendidikan seksual melalui media belajar berbasis teknologi informasi.

9. Diseminasi dan implementasi produk model dan panduan pendidikan seksual melalui media belajar berbasis teknologi informasi.


(21)

TAHAP PENDAHULUAN PERENCANAAN MODEL PENGEMBANGA N MODEL •Kajian konseptual

•Kajian hasil penelitian yang relevan •Asesmen kebutuhan •Evaluasi program terdahulu •Faktor penunjang •Faktor penghambat PENYUSUNAN PROTOTIPE TAHUN II • Desain • Validasi ahli • Implementasi • Evaluasi dan

Revisi

- Desain

- Implementas i

- Evaluasi dan refleksi

- Umpan balik

- Revisi - Konklusi UJI COBA UJI COBA UJI VALIDASI MODEL & DISEMINASI

•Desain model •Pre test •Implementasi •Post test dan

•Konklusi MODEL AKHIR • Diseminasi • Implementasi (kolaborasi dengan dinas pendidikan dan BKKBN) TAHUN III TAHUN I

Langkah pertama sampai lima dilakukan pada tahap penelitian tahun pertama, langkah ke-enam sampai ke-delapan dilakukan pada tahun kedua, sedangkan untuk langkah ke-sembilan mendiseminasikan dan mengimplementasikan produk beserta sosialisasi produk dilakukan pada tahun ketiga. Visualisasi prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Prosedur Penelitian

B.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan berdasarkan tujuan penelitian tiap tahunnya. Pada tahun pertama, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi. Semuanya dilakukan untuk menjaring data berupa identifikasi buku panduan yang digunakan dan dibutuhkan para guru maupun orangtua guna mengajarkan pendidikan seksual. Observasi dilakukan dengan pedoman dan catatan observasi. Wawancara dilakukan baik secara terstruktur dengan pedoman wawancara, maupun secara tidak terstruktur. Wawancara dilakukan pada guru dan orangtua. Angket juga diberikan untuk


(22)

menjaring data terkait yang lebih jeli dan mungkin belum terekam. Sementara, dokumentasi merupakan media perekam data yang nantinya membantu memperjelas data yang telah ada.

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tahun kedua ada beberapa. Teknik eksploratorik dan dokumen hasil studi digunakan untuk kegiatan penyusunan panduan media berbasis IT, sedangkan teknik observasi, dokumentasi, diskusi, angket dan FGD (Focus Group Discusion) dilakukan untuk kegiatan uji keterbacaan dan uji lapangan. Tahap ketiga dilaksanakan desiminasi dan sosialisasi tentang hasil penelitian pengembangan model pendidikan seksual bagi anak autis sebagai panduan baik orangtua maupun guru.

C.Teknik Analisis Data

Pengolahan dan penganalisisan data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis data tahun pertama menggunakan deskriptif kuantitatif dan kualitatif untuk pendeskripsian kebutuhan guru maupun orangtua akan bahan panduan yang sesuai bagi anak autis dan draft panduan pendidikan seksual berbasis teknologi informasi. Di tahun kedua teknik deskriptif kualitatif juga dilakukan untuk mencermati penyusunan media belajar, uji keterbacaan, dan uji lapangannya. Semua akan dideskripsikan secara detail dan menyeluruh. Sedangkan tahun ketiga diseminasi dan sosialisasi hasil penelitian bekerjasama dengan dinas pendidikan dan BKKBN.

D.Rancangan Penelitian Tahun Pertama

Penelitian pada tahun pertama terdiri atas 2 tahapan, ditargetkan untuk pengembangan rancangan model pendidikan seksual berbasis IT. Rancangan penelitian secara lengkap dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4. Rancangan Penelitian Tahun Pertama

NO TAHAP I LUARAN INDIKATOR

1. Perekrutan data collector

5 orang data collector Terekrut 5 orang mahasiswa yang bersedia menjadi data collector selama penelitian berlangsung 2. asesmen

kebutuhan 1. Fenomena

pendidikan seksual anak autis

2. Tanggapan tentang pendidikan seksual

1. Teridentifikasi permasalahan-permasalahan kaitannya dengan pendidikan seksual bagi anak autis

2. Teridentifikasi: alasan penolakan, strategi yang digunakan guru maupun orangtua, faktor pendukung dan penghambat

3. Kajian literer Berbagai kajian Terkumpulnya informasi dari


(23)

konseptual serta hasil penelitian yang relevan

berbagai sumber pustaka maupun penelitian dalam 10 tahun terakhir. 4. Perencanaan Definisi dan strategi

pendidikan seksual berbasis IT

Pendidikan Seksual berbasis IT terdefinisikan secara operasional Diperolehnya pendidikan seksual secara umum

TAHAP II LUARAN INDIKATOR

Perencanaan panduan model pembelajaran

Model pembelajaran pendidikan seksual dan prosedur

pelaksanaannya

Seluruh strategi pendidikan seksual dapat dirumuskan langkah penerapannya


(24)

BAB V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan

Persiapan yang telah dilakukan untuk menuju hasil penelitian yang baik berupa: 1. Merumuskan arah dan disain penelitian bersama tim peneliti.

2. Mengurus ijin penelitian.

3. Merumuskan instrumen penelitian bersama tim peneliti. 4. Koordinasi langkah kerja tim dan pembagian tugas.

5. Merekrut mahasiswa sebanyak 5 orang sebagai data collector.

6. Menentukan sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian yang mewakili kabupaten/kota yang ada di wilayah DIY.

7. Berkoordinasi dengan kepala sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian mengenai teknis penentuan subjek dan cara pengambilan data.

8. Mendata dan mempersiapkan teknis kegiatan penelitian, seperti menata alokasi anggaran, menyiapkan peralatan yang diperlukan, dan menentukan lokasi-lokasi pengambilan data.

B. Asesmen Kebutuhan

Pada tahap asesmen kebutuhan, peneliti melalukan pengambilan data melalui wawancara dan focus group discussion (FGD) di tujuh SLB/Sekolah Khusus Autis yang ada di wilayah DIY, yaitu: SLB 1 Bantul, SLB Gunung Kidul, SLB Citra Mulia Mandiri, Sekolah Khusus Autis Bina Anggita, SLB Dian Amanah, SLB Samara Bunda, dan SLB Muhammadiyah Dekso. Berdasarkan data yang ada telah teridentifikasi permasalahan perkembangan seksual pada anak autis yang telah memasuki usia remaja serta permasalahan - permasalahan yang terkait dengan pendidikan seksual bagi anak autis. Selain itu, teridentifikasi kebutuhan akan pengembangan media yang dapat digunakan oleh guru dan orang tua dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis yang memasuki usia pubertas. Secara rinci data hasil penelitian adalah sebagai berikut.

1. Perkembangan Seksual Anak Autis dan Permasalahannya

Secara umum semua responden baik yang berasal dari kelompok guru maupun orang tua menyatakan bahwa siswa/anak mereka yang telah memasuki usia pubertas mempunyai perkembangan seksual seperti anak pada umumnya. Hal ini terlihat dari beberapa ciri fisik yang muncul pada anak perempuan seperti tumbuhnya payudara, 16


(25)

tumbuh rambut di sekitar alat kelamin dan mengalami menstruasi. Sedangkan pada anak laki-laki ditunjukkan dengan munculnya jakun, rambut di sekitar alat kelamin dan mengalami mimpi basah.

Namun demikian, sebagian anak-anak tersebut menunjukkan perilaku seksual menyimpang. Lima puluh persen responden guru menyatakan bahwa siswa-siswi autis yang mereka dampingi menunjukkan adanya perilaku seksual yang menyimpang, 46% menyatakan tidak melihat adanya perilaku seksual menyimpang dan 4% responden menyatakan masih perlu melakukan observasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya perilaku seksual menyimpang pada anak. Data tersebut tersaji dalam diagram berikut ini.

Gambar 3.

Perilaku Seksual Menyimpang Anak Autis Berdasarkan Responden Guru

Data yang diperoleh dari responden orang tua juga memperlihatkan bahwa sebagian orang tua melihat adanya penyimpangan perilaku seksual seperti yang tersaji dalam diagram berikut ini.

Gambar 4.

Perilaku Seksual Menyimpang Anak Autis Berdasarkan Responden Orang Tua .


(26)

Penyimpangan perilaku seksual anak autis yang diperoleh pada penelitian ini bervariasi. Beberapa anak laki-laki menunjukkan perilaku menyimpang berupa memainkan alat kelaminnya sendiri dengan cara digaruk-garuk maupun digesek-gesekkan ke benda lain seperti dinding dan lantai serta memperlihatkan alat kelaminnya dan melakukan onani di depan umum. Selain itu, terdapat anak yang menunjukkan perilaku suka memegang lengan dan payudara guru maupun teman perempuan, mencium teman perempuan serta mengejar pembantu perempuan yang bekerja di rumah. Sedangkan pada anak perempuan perilaku menyimpang yang tampak adalah memeluk dan mencium teman laki-laki serta memegang alat kelaminnya sendiri. Beberapa perilaku yang terindikasi mengarah ke penyimpangan perilaku seksual juga tampak seperti suka tersenyum genit kepada anak laki-laki dan suka mencium gambar atau foto laki-laki.

2. Penanganan terhadap Penyimpangan Perilaku Seksual Anak Autis

Ketika menjumpai anak autis yang mengalami penyimpangan perilaku seksual guru dan orang tua telah melakukan berbagai tindakan untuk menangani hal tersebut. Sebagian guru memilih melarang dan memberikan teguran secara lisan ketika menjumpai perilaku menyimpang yang dilakukan anak. Misalnya, ketika menjumpai ada anak yang menggaruk-garuk alat kelaminnya, guru langsung menegur agar anak berhenti melakukan tindakan tersebut dan memberi tahu bahwa hal itu tidak boleh dilakukan. Beberapa guru lainnya memberikan aktivitas olahraga ke anak sebagai bentuk pengalihan hasrat seksual anak. Selain itu, sebagian guru telah bekerjasama dengan pihak lain yang terlibat dalam layanan sekolah, seperti psikolog, dokter, dan ahli pendidikan anak autis untuk mencegah dan menangani penyimpangan perilaku seksual pada anak autis. Guru juga memberikan informasi mengenai perilaku anak di sekolah kepada orang tua dan mengajak orang tua untuk bekerjasama mengatasi masalah penyimpangan perilaku seksual yang dilakukan anak. Namun, terdapat kasus yang menunjukkan bahwa penanganan yang sudah dilakukan oleh Guru belum berhasil sehingga anak harus diajak ke toilet untuk melakukan onani di toilet.

Penanganan yang dilakukan oleh orang tua juga tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh guru, yaitu melarang, mengingatkan dan mengalihkan perhatian anak. Sebagian besar orang tua telah bekerjasama dengan guru, psikolog, maupun 18


(27)

dokter dalam menangani gangguan perilaku seksual pada anak. Salah satu responden orang tua juga menyatakan bahwa guru mempunyai pengaruh yang besar dalam mencegah dan mengatasi penyimpangan perilaku seksual anak karena dalam sehari hampir separuh waktu dihabiskan oleh anak di sekolah.

3. Pendidikan Seksual bagi Anak Autis di Sekolah dan Rumah

Selama ini sebagian besar responden guru (71%) sudah memberikan pembelajaran yang memuat unsur pendidikan seksual, sedangkan 29% responden lainnya menyatakan belum pernah memberikan pembelajaran yang memuat unsur pendidikan seksual seperti yang terlihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 5. Pelaksanaan Pendidikan Seksual di Sekolah

Pendidikan seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi belum diberikan secara khusus tetapi terintegrasi dalam mata pelajaran yang lain seperti mata pelajaran IPA, bina diri, dan agama. Beberapa materi yang sudah diberikan antara lain penjelasan tentang organ tubuh anak termasuk organ-organ kelaminnya, pengertian tentang bagian-bagian tubuh yang bersifat pribadi, dan pengertian tentang lawan jenis. Pendidikan seksual ini ada yang sudah diberikan secara bertahap dan terstruktur, namun ada juga yang baru diberikan secara insidental.

Pendidikan seksual juga sudah diberikan oleh orang tua di rumah dengan berbagai cara. Salah satu cara mengenalkan pendidikan seksual sejak dini berupa pengenalan identitas seksual anak yang dilanjutkan dengan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak. Responden lain menyatakan bahwa pendidikan seksual diberikan secara kontinyu, berulang-ulang, dan diberikan secara insidental setiap ada kesempatan.


(28)

4. Model Pembelajaran Pendidikan Seksual yang Digunakan Guru dan Orang Tua

Model pembelajaran pendidikan seksual yang digunakan guru sebagian besar berupa praktek langsung, ceramah, dan tanya jawab. Berbagai media yang sudah digunakan adalah gambar, poster, boneka/manekin, media konkret seperti bra dan pembalut. Selain itu, sebagian guru telah menggunakan media teknologi informasi seperti video maupun memanfaatkan media internet untuk mendownload materi yang dibutuhkan dalam memberikan materi agar dapat lebih menarik perhatian anak. Namun demikian, 93% responden menyatakan bahwa belum pernah mengembangkan media pembelajaran yang khusus untuk pendidikan seksual bagi anak autis dengan alasan sekolah belum memiliki kurikulum khusus tentang pendidikan seksual.

Sebagian besar guru (68%) juga berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis teknologi informasi akan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis. Alasan umum yang dikemukakan oleh guru adalah media berbasis teknologi informasi akan lebih menarik perhatian anak karena terdapat berbagai visualisasi sehingga anak lebih mudah memahami materi. Sedangkan 32% responden guru menyatakan tidak setuju dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi karena sulit untuk menyesuaikan karakteristik dan kapasitas yang dimiliki siswa.

C. Kajian Literatur tentang Pendidikan Seksual Berbasis Teknologi Informasi bagi Anak Autis

Berdasarkan studi literatur diperoleh informasi bahwa materi pendidikan seksual yang diberikan kepada anak autis disesuaikan pada tingkatan usia anak tersebut. Materi yang perlu diajarkan kepada anak autis sebagai berikut sesuai dengan tingkatan usianya adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Materi Pendidikan Seksual Sesuai Tingkatan Usia Antara usia 3-9

tahun

1. Beda jenis kelamin laki-laki dan perempuan (anatomi, kebiasaan, emosi, tuntutan lingkungan dan sebagainya)

2. Beda tempat publik dan pribadi, nama anggota badan 3. Proses kelahiran bayi

Antara usia 9-15 1. Menstruasi


(29)

tahun 2. Mimpi basah

3. Perubahan fisik lainnya

4. Cara mengenali dan mengatakan “tidak” pada sentuhan seksual oleh orang lain

5. Proses “pembuahan” yang menghasilkan bayi 6. Perasaan dan dorongan seksual

7. Masturbasi Usia 16 tahun ke

atas

1. Proses terjadinya hubungan antar pribadi

2. Proses berkembangnya dorongan seksual dan bagaimana mengatasinya

3. Homoseksualitas (perasaan senang pada teman sejenis)

4. Beda antara cinta kasih dan hubungan seks dan konsekuensi .dari menyentuh orang lain secara seksual

5. Pencegahan kehamilan, metode keluarga berencana 6. Penularan penyakit seksual

7. Tanggung jawab perkawinan dan memiliki anak.

Selanjutnya, studi literatur pada media pembelajaran berbasis teknologi informasi bagi anak autis memperoleh data bahwa banyak anak dengan gangguan spektrum autisme mendapatkan manfaat dari penggunaan personal tablet computer sebagai media pembelajaran (Autism Spectrum Australia, 2013). Saat ini, aplikasi pada Android dan iPad telah digunakan oleh para guru untuk mengembangkan berbagai ketrampilan pada anak autis. Banyak aplikasi dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan pengguna serta disesuaikan dengan kepentingan individu dan keadaan. Penelitian oleh Autism Spectrum Australia (Aspec) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prestasi siswa autis yang menggunakan media pembelajaran berbasis Android atau iPad lebih meningkat jika dibandingkan dengan apa yang guru harapkan ketika menggunakan metode pengajaran tradisional.

D. Pembuatan Rancangan Media Pembelajaran

Berdasarkan data hasil asesmen kebutuhan dan studi literatur yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti membuat rancangan media pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis berbasis teknologi informasi. Penelitian ini memfokuskan pada pengembangan


(30)

media pembelajaran pendidikan seksual berbasis android bagi anak autis usia 9-15 tahun dengan desain rancangan sebagai berikut :

Tabel 6. Rancangan Materi Pendidikan Seksual bagi Anak Autis

No Materi Tahapan

1. Anak perempuan

Menstruasi

Mulai ajarkan anak tentang cara mengenal berbagai macam pembalut

Ajarkan tahapan memakai pembalut melalui contoh

Biasakan anak mengenakan pembalut secara teratur sebelum hari-H (menstruasi) terjadi

Celana yang dipasang pembalut diberi pewarna makanan merah yang aman untuk menunjukkan apa yang akan terjadi saat menstruasi..

Pemberian contoh dalam tahapan mengganti pembalut yang sudah ada bercak darah

Berikan tanda yang memudahkan mana yang permukaan pembalut dilekatkan ke celana sehingga tidak terbalik perekatnya.

Buat jadwal pergantian pembalut dengan memperhatikan waktu, misal 2-3 jam.

Ajarkan anak mencuci pembalut yang sudah dilepas ada darahnya, selanjutnya membuang tidak sembarangan.

Berikan pemahaman siklus menstruasi bahwa setiap bulan akan datang jadwal menstruasi.misal : diajarkan mencatat tanggal datangnya menstruasi pertama

2. Persiapan mimpi basah untuk anak laki-laki

Berikan penjelasan bahwa mimpi basah berbeda dengan mengompol.

Berikan pemahaman kepada anak apa yang harus dilakukan saat terjadi mengalami mimpi basah, misalnya : segera mengganti sprei dan membersihkan dirinya ke kamar mandi.

Berikan penjelasan kepada anak dengan bahasa yang sederhana tentang mimpi basah.

3. Perubahan fisik Berikan penjelasan anak perempuan akan membesar payudaranya. Pada organ tubuh laki-laki bagian penis, ketiak, dada, janggut, di atas bibir semakin besar usianya akan tumbuh rambut.

Pada organ tubuh perempuan bagian vagina, ketiak akan tumbuh rambut,

Pada anak laki-laki semakin besar penis akan membesar, suara akan berubah.

4. Cara mengenali dan mengatakan “tidak” pada sentuhan seksual oleh orang lain

Ajarkan anak memahami siapa yang boleh atau tidak memeluknya. Buat lingkaran keluargaku, tetanggaku, temanku, orang yang tidak aku kenal


(31)

Selanjutnya disusun desain media pembelajaran berdasarkan kisi-kisi berikut ini. Tabel 7. Desain Media Pembelajaran Pendidikan Seksual bagi Anak Autis

Halaman Materi Submateri Keterangan Gambar

1 Welcoming Logo

Ucapan selamat datang

2 Pilihan Menu Perempuan Laki-laki

Hubungan dengan orang lain

Privasi

Logo untuk masing-masing submateri

3 Perempuan 1. Organ Perempuan Diklik muncul

gambar

Gambar organ perempuan beserta nama-namanya 2. Perubahan Bentuk

Fisik

Diklik muncul gambar

3. Menstruasi Tahap memakai dan melepas pembalut

Video tahap memakai dan membersihkan

pembalut 3 Laki-laki 1. Organ laki-laki Diklik muncul

gambar

Gambar organ laki-laki beserta nama-namanya

2. Perubahan fisik Diklik muncul gambar

3.Mimpi basah Penjelasan sederhana tentang mimpi basah 4. Masturbasi Pengelolaan

masturbasi

Dalam bentuk video

4 Hubungan

dengan orang

Konsep inner circle - Keluarga (boleh

- Gambar ayah, ibu,


(32)

lain menyentuh, boleh dipeluk, boleh dicium) - Teman

(sentuhan salaman) - Dokter (boleh

menyentuh) - Orang tidak

dikenal

adik, kakak memeluk - Gambar

salaman dengan teman - Gambar

dokter memeriksa

5 Publik/Privasi - Bagian tubuh yang boleh terlihat orang lain

-

Tempat-tempat yang bersifat

publik


(33)

BAB VI.

RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA

A. Tujuan Khusus Penelitian Tahun Kedua

1. Memperoleh hasil validasi media pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis berbasis Android dari ahli maupun pengguna.

2. Memperoleh hasil validasi buku panduan penggunaan pendidikan seksual bagi anak autis berbasis Android dari ahli maupun pengguna.

3. Menghasilkan media pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis berbasis Android.

4. Menghasilkan buku panduan penggunaan media pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis berbasis Android.

B. Rancangan Penelitian Tahun Kedua

Berdasarkan hasil yang dicapai pada tahun pertama, selanjutnya pada tahun kedua akan dilakukan ujicoba validasi rancangan media serta evaluasi hasil uji coba media tersebut dengan mengikuti langkah sebagai berikut:

1. Melakukan penyempurnaan prototipe media yang telah dihasilkan pada penelitian tahun pertama.

2. Menyusun rancangan buku panduan penggunaan media.

3. Melakukan validasi rancangan media (dilakukan pada subjek yang terdiri dari ahli pendidikan anak autis, psikolog, psikiater, pakar media pembelajaran).

4. Melakukan revisi dari hasil validasi.

5. Melakukan uji lapangan permulaan rancangan media (dilakukan pada kelompok kecil subjek yang terdiri dari guru, orang tua, dan anak autis).

6. Melakukan revisi dari hasil uji lapangan permulaan.


(34)

Secara skematis rancangan penelitian tahun kedua tergambar pada bagan berikut ini. Gambar 7. Rancangan Penelitian Tahun Kedua

INSTRUMEN TAHAP UJI

LAPANGAN SUBJEK

Penyempurnaan Prototipe Media dan

Penyusunan Buku Panduan Penggunaan

Media

Alat evaluasi model (kuesioner)

Ahli pendidikan anak autis, psikolog, psikiater,

pakar media pembelajaran

Analisis

Revisi 1

Draft 2

Draft Media dan Buku Panduan Penggunaan

Media

Alat evaluasi model (kuesioner)

Kelompok Kecil Guru, Orang tua, dan Anak

Autis

Analisis

Revisi 2

Media Pembelajaran dan Buku Panduan Penggunaan Media


(35)

C. Jadwal Kerja

Jadwal kerja penelitian pada tahun kedua disusun sebagai berikut. Tabel 8. Jadwal Kerja Penelitian Tahun Kedua

No Jenis Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Pemantapan langkah kerja 2 Kajian literatur dan

penyiapan instrumen 3 Uji lapangan permulaan 4 Analisis data

5 Revisi media I 6 Uji lapangan utama 7 Revisi media II

8 Seminar hasil penelitian 9 Penyusunan laporan hasil

penelitian


(36)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pada tahap asesmen kebutuhan diperoleh data sebagai berikut:

a. Anak autis mempunyai perkembangan seksual yang sama dengan anak lainnya, namun sebagian anak mengalami penyimpangan perilaku seksual.

b. Guru dan orang tua telah melakukan berbagai tindakan untuk menangani hal tersebut berupa melarang, mengingatkan dan mengalihkan perhatian anak. Namun, terdapat kasus yang menunjukkan bahwa penanganan yang sudah dilakukan belum berhasil.

c. Sebagian besar guru sudah memberikan pembelajaran yang memuat unsur pendidikan seksual terintegrasi dalam mata pelajaran yang lain seperti mata pelajaran IPA, bina diri, dan agama. Pendidikan seksual juga sudah diberikan oleh orang tua di rumah dengan berbagai cara. Salah satu cara mengenalkan pendidikan seksual sejak dini berupa pengenalan identitas seksual anak yang dilanjutkan dengan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak. d. Model pembelajaran pendidikan seksual yang digunakan guru sebagian besar

berupa praktek langsung, ceramah, dan tanya jawab. Selain itu, sebagian guru telah menggunakan media teknologi informasi seperti video maupun memanfaatkan media internet untuk mendownload materi yang dibutuhkan dalam memberikan materi agar dapat lebih menarik perhatian anak. Namun demikian, sebagian besar responden menyatakan bahwa belum pernah mengembangkan media pembelajaran yang khusus untuk pendidikan seksual bagi anak autis dengan alasan sekolah belum memiliki kurikulum khusus tentang pendidikan seksual.

e. Sebagian besar guru berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis teknologi informasi akan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis. Alasan umum yang dikemukakan oleh guru adalah media berbasis teknologi informasi akan lebih menarik perhatian anak karena terdapat berbagai visualisasi sehingga anak lebih mudah memahami materi.


(37)

2. Studi literatur yang dilakukan sebagai landasan dalam menyusun media pembelajaran mendapatkan hasil sebagai berikut:

a. Materi pendidikan seksual yang diberikan kepada anak autis disesuaikan dengan tingkatan usia anak tersebut.

b. Anak autis mendapatkan manfaat dari penggunaan personal tablet computer sebagai media pembelajaran.

c. Saat ini, aplikasi pada Android dan iPad telah digunakan oleh para guru untuk mengembangkan berbagai ketrampilan pada anak autis.

d. Penelitian menunjukkan bahwa prestasi siswa autis yang menggunakan media pembelajaran berbasis Android atau iPad lebih meningkat jika dibandingkan dengan apa yang guru harapkan ketika menggunakan metode pengajaran tradisional.

3. Rancangan media pembelajaran

a. Media pembelajaran dirancang untuk anak autis yang mulai memasuki masa remaja yaitu usia 9-15 tahun.

b. Materi pendidikan seksual yang diberikan meliputi: perubahan fisik anak laki-laki dan perempuan, hubungan dengan orang lain, serta konsep publik dan privasi.

c. Rancangan media pembelajaran dioperasikan menggunakan personal tablet computer dengan aplikasi berbasis pada Android.

B. Saran

1. Mengingat pentingnya pemahaman tentang seksualitas bagi anak autis, maka guru dan orang tua sebaiknya memberikan pendidikan seksual sejak dini dengan metode pembelaran yang sesuai dengan karakteristik anak.

2. Guru dan orang tua dapat menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi informasi sebagai salah satu alternatif media pembelajaran pendidikan seksual bagi anak autis.

3. Penelitian lebih lanjut diperlukan guna menguji validitas rancangan media pembelajaran yang telah dihasilkan pada penelitian ini.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Benazir1, Markis Yunus2, Kasiyati, 2013, Meningkatkan kemampuan komunikasi Melalui media kartu gambar berseri Bagi anak autis, Jurnal Ilmu Pendidikan khusus, UNP Budiman M, 1996, Makalah Simposium. Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan

Terpadu Pada Autisme. Surabaya

Farisa, Tiara Devi. 2013. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seksual Menyimpang pada Remaja Tunagrahita SLB N Semarang (Case Study). Skripsi, Jurusan

Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Gall,MD, Gall J.P, & Borg WR, 2003, Educational Research an Introduction Boston, Pearson Education

Hatton, S., Tector, A. Sexuality and Relationship Education for young people with autistic spectrum disorder: curriculum change and staff support. Journal compilation © 2010NASEN.

Matt Tincani, 2010, Education and Training in Autism and Developmental Disabilities, © Division on Autism and Developmental Disabilities Jason Travers University of

Nevada, Las Vegas Temple University

Resna R, 2010, Penanganan Perilaku Seksual Remaja Autis di SLB N Pembina Yogyakarta (studi kasus) pendekatan model kualitatif, skripsi, tidak diterbitkan

Sarlito W. S, 2002, Psikologi Remaja, Jakarta, Grasindo

Schweir, K. M & Hingsburger, D. 2000. Sexuality- Your Sons & Dougther with Intellectual Disabilities. Maryland-USA; Paul. H Brookes Publising Co

Sutadi R, 1998, Makalah. Intervensi Dini Tata Laksana Perilaku Penyandang Autisme. Surabaya 1998.

Sukinah, 2010, Penanganan Penyaluran Dorongan Seksual remaja Autis (berbagai perspektif para ahli), Bandung, UPI, Tesis

Sukinah dkk, 2011, Modul Pelatihan pendidikan Seksual bagi Ibu untuk meningkatkan pemahaman penanganan perilaku seksual anak autis, Yogyakarta

Sullivan, A., Caterino, L. C. (2008). “Addressing the Sexuality and Sex Education of Individuals with Autism Spectrum Disorders”. Education & Treatment of Children. Pittsburgh. Vol. 31, Iss. 3; pg. 381, 14.

http://education-mantap.blogspot.com/2009/12/pendidikan-seks-di-sekolah.html).


(39)

LAMPIRAN


(40)

LAMPIRAN 1. PANDUAN WAWANCARA GURU

NO ITEM

PERTANYAAN

PERTANYAAN Jawaban

1 Identitas responden

Nama

Jabatan/posisi di sekolah Jabatan lainnya di sekolah 2 Perhatian guru

terhadap perkembangan seksual anak autistik

Apakah guru memperhatikan perkembangan seksual pada anak autistik terutama yang sudah memasuki usia remaja?

3 Masalah perkembangan seksual pada anak autistik

Bagaimana perkembangan seksual anak autistik yang sudah memasuki usia remaja? Ada/tidak anak autistik yang mengalami penyimpangan perilaku seksual?

Apa saja gejala penyimpangan perilaku seksual yang muncul? 4 Intervensi yang

dilakukan untuk menangani masalah penyimpangan perilaku seksual.

Apa tindakan yang dilakukan guru jika menemukan anak dengan gangguan perilaku seksual?

Apakah guru bekerjasama dengan pihak lain yang terlibat dalam layanan sekolah? (mis: dokter, psikolog)

Apakah guru bekerjasama dengan orang tua dalam menangani masalah gangguan perilaku seksual pada anak autistik?

Apa yang dilakukan guru ketika mengalami kebingungan dalam menghadapi

permasalahan seksual anak? 5 Pendidikan seksual

bagi anak autis

Apakah guru sudah

memberikan pembelajaran yang memuat unsur pendidikan seksual bagi anak autistik? Jika sudah diberikan,

bagaimana pelaksanaannya? Kendala apa yang dihadapi dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik? Jika belum diberikan, faktor apa yang menghambat guru


(41)

dalam memberikan pendidikan seksual?

Model pembelajaran apa yang ingin digunakan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik? 6 Model

pembelajaran berbasis TI

Apakah guru sudah menggunakan model pembelajaran berbasis TI? Apakah model pembelajaran berbasis TI akan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?

7 Media

Pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan seksual anak autistik

Selama ini media apa yang digunakan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik? Apakah guru mengalami kesulitan dalam menyediakan media untuk pendidikan seksual bagi anak autistik? Apakah bapak ibu guru pernah mengembangkan media pembelajaran dalam

pendidikan seksual bagi anak autistik ?


(42)

LAMPIRAN 2. PANDUAN WAWANCARA ORANG TUA N

O

ITEM PERTANYAAN

PERTANYAAN Jawaban

1 Identitas responden Nama

Pendidikan terakhir Pekerjaan

2 Perhatian orang tua terhadap

perkembangan seksual anak autis

Apakah orang tua

memperhatikan perkembangan seksual pada anak autis

terutama yang sudah memasuki usia remaja?

3 Masalah perkembangan seksual pada anak autis

Bagaimana perkembangan seksual anak yang sudah memasuki usia remaja? Apakah anak pernah menunjukkan gejala penyimpangan perilaku seksual?

Jika pernah, apa saja gejala penyimpangan perilaku seksual yang muncul?

4 Intervensi yang dilakukan untuk menangani masalah penyimpangan perilaku seksual.

Apa tindakan yang dilakukan orang tua jika anak mengalami gangguan perilaku seksual? Apakah orang tua bekerjasama dengan pihak lain yang terlibat dalam penanganan anak? (guru, dokter, psikolog)

Apa yang dilakukan orangtua ketika mengalami kebingungan dalam menghadapi

permasalahan seksual anak?


(43)

5 Pendidikan seksual bagi anak autis

Apakah orang tua sudah mengenalkan tentang

pendidikan seksual bagi anak? Jika sudah diberikan,

bagaimana pelaksanaannya? Kendala apa yang dihadapi dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak?

Jika belum diberikan, faktor apa yang menghambat orang tua dalam memberikan pendidikan seksual? 6 Model

pembelajaran berbasis TI

Apakah orang tua sudah menggunakan berbagai alat berbasis teknologi informasi dalam penanganan anak (mis. program komputer, tablet, smartphone)?

Apakah program pembelajaran berbasis TI akan memudahkan orang tua dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autis?

7 Media yang digunakan

pendidikan seksual anak autistik

Selama ini media apa yang digunakan orangtua dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik? Apakah orangtua mengalami kesulitan dalam menyediakan media untuk pendidikan seksual bagi anak autistik? Apakah orangtua pernah mengembangkan media

pembelajaran dalam pendidikan seksual bagi anak autistik ?


(44)

LAMPIRAN 3. KUESIONER UNTUK GURU

KUESIONER PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SEKSUAL

MELALUI MEDIA BELAJAR BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

BAGI ANAK AUTIS

Nama Responden : ... Jabatan di sekolah : ...

1. Apakah Anda memperhatikan perkembangan seksual anak autistik terutama yang sudah memasuki usia remaja?

a. Ya b. Tidak

2. Bagaimana perkembangan seksual anak autistik di sekolah Anda yang sudah memasuki usia remaja?

3. Apakah di sekolah Anda terdapat anak autistik yang mengalami penyimpangan perilaku seksual?

a. Ya, lanjut ke pertanyaan no 4, 5, 6, 7, dan 8 b. Tidak, lanjut ke pertanyaan no 9

4. Apasaja gejala penyimpangan perilaku seksual yang muncul?

5. Apa tindakan yang dilakukan Guru ketika menemukan anak dengan gangguan perilaku seksual?

6. Apakah guru bekerjasama dengan pihak lain dalam mengatasi masalah perilaku seksual anak autistik? (mis: dokter, psikolog)

a. Ya, bekerjasama dengan ... b. Tidak


(45)

7. Apakah guru bekerjasama dengan orang tua dalam menangani masalah gangguan perilaku seksual pada anak autistik?

a. Ya b. Tidak

8. Apa yang dilakukan guru ketika mengalami kebingungan dalam menghadapi permasalahan seksual anak?

9. Apakah guru sudah memberikan pembelajaran yang memuat unsur pendidikan seksual bagi anak autistik?

a. Sudah, lanjut ke pertanyaan nomor 10 - 14 b. Belum, lanjut ke pertanyaan nomor 15

10.Jika sudah diberikan, bagaimana pelaksanaannya?

11.Selama ini media apa saja yang digunakan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?

12.Apakah bapak ibu guru pernah mengembangkan media pembelajaran dalam pendidikan seksual bagi anak autistik ?

a. Sudah b. Belum

13.Apakah guru mengalami kesulitan dalam menyediakan media untuk pendidikan seksual bagi anak autistik?

a. Ya b. Tidak

14.Kendala apa yang dihadapi dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?

15.Jika belum diberikan, faktor apa yang menghambat guru dalam memberikan pendidikan seksual?

16.Model pembelajaran seperti apa yang ingin digunakan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?


(46)

17.Apakah guru sudah menggunakan model pembelajaran berbasis teknologi informasi? a. Sudah

b. Belum

18.Apakah model pembelajaran berbasis TI akan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?

a. Ya b. Tidak


(47)

LAMPIRAN 4. KUESIONER UNTUK ORANG TUA

KUESIONER PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SEKSUAL

MELALUI MEDIA BELAJAR BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

BAGI ANAK AUTIS

Nama Responden : ... (boleh tidak diisi) Pendidikan terakhir : ...

Pekerjaan : ...

19.Apakah Anda memperhatikan perkembangan seksual putra/putri Anda terutama yang sudah memasuki usia remaja?

c. Ya d. Tidak

20.Bagaimana perkembangan seksual putra/putri Anda yang sudah memasuki usia remaja?

21.Apakah putra/putri Bapak/Ibu pernah mengalami gangguan perilaku seksual? c. Ya, lanjut ke pertanyaan no 4 - 7

d. Tidak, lanjut ke pertanyaan no 8

22.Apasaja gejala gangguan perilaku seksual yang muncul?

23.Apa tindakan yang dilakukan oleh Bapak/Ibu ketika menemukan gejala gangguan perilaku seksual tersebut?

24.Apakah Bapak/Ibu bekerjasama dengan pihak lain dalam mengatasi masalah perilaku seksual anak autistik? (mis:guru, dokter, psikolog)

c. Ya, bekerjasama dengan ... d. Tidak


(48)

25.Apa yang Bapak/Ibu lakukan ketika mengalami kebingungan dalam menghadapi permasalahan seksual anak?

26.Apakah Bapak/Ibu sudah memberikan pengenalan tentang pendidikan seksual bagi anak autistik?

c. Sudah, lanjut ke pertanyaan nomor 9 - 13 d. Belum, lanjut ke pertanyaan nomor 14

27.Jika sudah diberikan, bagaimana pelaksanaannya?

28.Selama ini media apa saja yang Bapak/Ibu gunakan dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?

29.Apakah bapak/ibu pernah mengembangkan media pembelajaran dalam pendidikan seksual bagi anak autistik ?

c. Sudah d. Belum

30.Apakah Bapak/Ibu mengalami kesulitan dalam menyediakan media untuk pendidikan seksual bagi anak autistik?

a. Ya b. Tidak

31.Kendala apa yang dihadapi dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?

32.Jika belum diberikan, faktor apa yang menghambat Bapak/Ibu dalam memberikan pendidikan seksual?

33.Model pembelajaran seperti apa yang ingin digunakan orangtua dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?


(49)

34.Apakah Bapak/Ibu sudah menggunakan berbagai alat berbasis teknologi informasi dalam penanganan anak (mis. program komputer, tablet, smartphone)?

a. Sudah b. Belum

35.Apakah model pembelajaran berbasis teknologi informasi akan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?

c. Ya d. Tidak


(50)

LAMPIRAN 5. PANDUAN FGD

PANDUAN FGD

1. Bagaimana perkembangan seksual anak autistik yang sudah memasuki usia remaja? 2. Keberadaan anak autistik yang mengalami penyimpangan perilaku seksual?

3. Gejala penyimpangan perilaku seksual yang muncul?

4. Tindakan yang dilakukan jika menemukan anak dengan gangguan perilaku seksual? 5. Kerjasama dengan pihak lain yang terlibat dalam layanan sekolah dalam penanganan

perilaku seksual

6. Apakah guru sudah memberikan pembelajaran yang memuat unsur pendidikan seksual bagi anak autistik? Bagaimana pelaksanaannya?

7. Media apa yang digunakan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?

8. Kendala apa yang dihadapi dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik? 9. Model pembelajaran apa yang ingin digunakan guru dalam memberikan pendidikan

seksual bagi anak autistik?

10. Apakah model pembelajaran berbasis TI akan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak autistik?


(51)

(52)

(53)

LAMPIRAN 6. RANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN


(54)

LAMPIRAN 7. MAKALAH YANG DIPRESENTASIKAN DALAM SEMINAR INTERNASIONAL

THE NEEDS OF INFORMATION TECHNOLOGY BASED MEDIA TO

TEACH SEXUAL EDUCATION FOR CHILDREN WITH AUTISM

Atien Nur Chamidah and Sukinah Universitas Negeri Yogyakarta

atien@uny.ac.id Abstract

Children with autism often gave rise to problems including one for sexual behavior. Sexual education is needed to prevent children with autism from sexual behavior disorder. This study aimed to describe the development of information technology based media needs that can be used by teachers and parents to teach sexuality. This research is a descriptive study that was conducted in seven Special/Autistic Schools in the Yogyakarta Special Teritory. Subject of this study were teachers and parents of autistic children. The data obtained in this study were analyzed quantitatively and qualitatively, and is presented in the form of tables, graphs, or narrative. The results obtained in this study as follows: 1) children with autism have the same sexual development with other children, but some children experience sexual deviant behavior; 2) teachers and parents has taken various measures to deal with it in the form of prohibiting, remind and distract the child; 3) The majority of the teachers have been giving lessons contain elements of sexual education integrated in other subjects; 4) sexual education has also been given by parents in the home in various ways; 5) sexual education learning model used by teachers mostly direct practice, lectures, and question and answer, some teachers have used media such as video and information technology utilizes Internet media; 6) the majority of respondents said that had never developed a specific learning media for sexual education for children with autism; 7) most teachers found the information technology-based learning model will allow teachers to provide sex education for children with autism.

Keywords: autism, sexual education, information technology

Introduction

Children with special needs including autism experience the same range of sexual needs and desire as the rest of population. For example, study by Trani and colleagues (2011) found that more than half of adult respondents who had disability reported being sexually active. However, they may experience many

difficulties meeting their needs (Eastgate, 2008) such as difficult to communicate their desire (Fegan et al. 1993). For most young people with disability, the appearance of secondary sex characteristics occurs in the same as the adolescent in pubertal age. Like all adolescents, teens with special needs may express desires and hopes for marriage,


(55)

children, and normal adult sex lives (Murphy & Elias, 2011).

Contrastingly, people in community believe that people with disability are not sexually active and therefore in little need of sexual and reproductive health services (WHO & UNFPA, 2009). Moreover, parents and health care professionals are often pessimistic regarding the potential of people with autism to enjoy intimacy and sexuality in their relationship. In fact, the only real difference is their access to information about appropriate expression of sexuality and appropriate communication of sexual needs (Fegan et al., 2003).

Moreover children with autism at risk of sexually abused children are higher than normal. The risk of sexual harassment is four times higher for children with special needs when compared to normal children. Although there is no exact figure, children with autism is the biggest victim.

Autism is a severe neurodevelopmental disorder in which affects the way a person to communicate and relate to others (Sutadi, 1996). The term autism or often called Kanner’s syndrome is used to indicate a psychotic symptom in children which is characterized by a blank facial expression as if he were daydreaming, losing his mind and it is difficult for others to draw attention to them or invite them to

communicate (Budiman, 1998). Meanwhile, according Sasanti (2004) autism is a group of clinical symptoms or syndromes that are very varied and relate to one another and unique because it is not the same for each case.

Basically, autistic children experience changes emotionally, physically and socially similar to normal children, such as: hunger, thirst, need affection, as well as hormonal changes as their peers. Children will experience physical changes at the age of puberty such as: begin to grow hair on the face, armpits in the pubic area, a change in the growth of body hair, voice changes (male), and started to menstruate (women). However, emotional changes for children with special needs (including autism) tend to be more difficult because of their interest in the opposite sex are often opposed by the environment (Schwier & Hingsburger, 2000). In addition, children with autism often do not have the feeling of embarrassment when walking naked, exposing genitals, opening briefs, and masturbation in public places.

One way to overcome sexual problems in children is to provide appropriate sexual education early on. Unfortunately, such approaches are not generally appropriate for individual with autism spectrum disorders because they do not specifically address the social impairments


(56)

characteristic of these disorders. Some parents and educators of individuals with autism spectrum disorder may face considerable difficulty in finding developmentally and socially appropriate sexuality education programs (Sulivan & Caterino, 2008).

Sexual education needed by children with autism must be adapted to the characteristics and learning style of children. Children with autism tend to have a visual learning style such as prefer to look at books or pictures or watch TV and generally easier to digest information that they can see, rather than what only they can hear. Because the vision is their strongest senses, no wonder many children with autism are very fond of TV / VCD / image.

However, sex education instructional media for children with autism is still difficult to obtain, including information technology-based media. The above facts indicate that the innovative learning models necessary to provide sex education for children with autism. This study aimed to describe teachers and parents needs about the development of information technology based media that can be used to teach sexuality.

Methods

This research was a descriptive study that explore children sexual development, teachers and parents experience on sexual education, sexual education learning model used by teachers and parents, teachers and parents perception about information technology-based learning model to provide sex education for children with autism. The study was conducted in seven Special/Autistic School situated in the Yogyakarta Special Teritory: SLB 1 Bantul, SLB Gunung Kidul, SLB Citra Mulia Mandiri, SLB Bina Anggita, SLB Dian Amanah, SLB Samara Bunda, and SLB Muhammadiyah Dekso. Subject of this study were teachers and parents of autistic children who proportionally acquired by purposive random sampling. The data were collected through questionnaire and in-depth interviews then analysed quantitatively and qualitatively, and is presented in the form of tables, graphs, or narrative.

Results and Discussion

Puberty is the time in life when a boy or girl becomes sexually mature (NIMH, 2014). It is a process that usually happens between ages 10 and 14 for girls and ages 12 and 16 for boys. It causes physical changes, and affects boys and girls differently. NIMH (2014) mentioned the


(1)

friend as well as holding her genital. Some behaviors that indicated disorder lead to sexual behavior also looks like love smiling cheekily to the boys and love kissing image or photograph of men.

Study by Ruble and Dalrymple’s (1993) in Realmuto and Ruble (1999) found the range of inappropriate sexual behaviors experienced by persons with autism. These included touching private parts in public, removing clothes in public, masturbating in public, touching the opposite sex inappropriately, and presenting other behaviors such as discussing inappropriate subjects, looking up shorts or down shirts, and touching parents inappropriately.

Teacher and Parents Reaction to Sexual Behavior Disorder

Teachers and parents has taken actions to deal with inappropriate sexual behaviors exhibited by autistic children. Some teachers choosed prohibit and provided a verbal warning. For example, when there were children who scratching his genitals, the teacher immediately admonished the child stop doing these actions and told that it should not be done. Several other teachers provided sports activities for children as a form of diversion of child sexual desire. In addition, some teachers have worked with the other parties involved in the school service, such as

psychologists, doctors, and experts in education of children with autism to prevent and deal with inappropriate sexual behavior in children with autism. Teachers also provided information on the behavior of children in school to parents and encourage parents to work together to overcome the problem of sexual deviant behavior of children. However, there were cases which show that the treatment had been carried out by teachers had not managed so that the child should be taken to the toilet to masturbate in the toilet.

Handling by parents is similar to that have been done by the teachers, such as prohibits, remind and distract children. Most parents have been working with teachers, psychologists, and physicians in dealing with sexual behavior disorders in children. A parent also stated that teachers have a great influence in preventing and addressing sexual deviant behavior of children because in a day almost half the time spent by children in school. Actions taken by parents in dealing with sexual behavior in children with autism is in accordance with their level of knowledge. Research by Sholihatinah, Mardhiyah, and Simangunsong (2013) showed that only a minority of parents who have enough knowledge about sexual education for adolescents with autism.


(2)

Sexual Education for Children with Autism Most of the teachers (71%) had provided learning which includes elements of sexual education, while 29% of respondents said that they had never provide learning which includes elements of sexual education. Sexual education or reproductive health education had not been given specifically but integrated in other subjects such as science subjects, activity daily living training, and religion.

Some of the materials that had been given were a description of the child’s body organs including sex organs, the notion of the body parts of a personal nature, and understanding of the opposite sex. Sexual education had also been given by parents in the home in many ways. For example, parent introduced sex education starting from child sexual identity recognition, followed by things that should and should not be done by children. Another respondent stated that sexual education is given continuously, repeatedly, and incidentally given every chance.

One curriculum can be used as a reference in reproductive health education for children with autism is a model curriculum developed in the TEACCH program (Schopler, 1997 in Sullivan, 2008). Educational curriculum developed by TEACCH is composed of four levels

adjusted to the level of cognitive development of children. Children who have a high cognitive level will get the education at all levels, while those who are at low cognitive level is only going to get education at the lowermost level of the curriculum.

Hatton (2010) also developed an integrated curriculum on sexual education within eight blocks associated with the development of social skills which are necessary for sexual understanding based on a review of health and social relationships. The block covers about who actually naturally is understood by young people in general, but for children with autism require a special understanding and learning. Eight blocks which are developed consist of: hygiene, safe touch, public and private, health, masturbation, menstruation, intercourse with the opposite sex, and sexual intercourse. Moreover, comprehensive approach to sexual education according to Sullivan (2008) should be given to individuals with autism. Topics that need to be included in education are: parts of the body and its functions; physical development, personal health and self-care; health; social and sexual behavior as appropriate; privacy issues; understanding emotions; self-image; prevention of sexual crimes; interest; and interpersonal relationships.


(3)

Spesific Learning Media to Teach Sexual Education in Children with Autism

This study found that sexual education learning model used by teachers were direct practice, lectures, and question and answer. Various media that had been used were pictures, posters, dolls / mannequin, and concrete media such as bras and pads. In addition, some teachers used information technology media such as video and utilizing the Internet to download the materials needed in providing the material in order to attract the attention of children. However, 93% of respondents said that they had never developed a specific learning media for sexual education because schools do not have special curriculum on sexual education.

Most teachers (68%) stated that information technology-based learning model will help teachers to provide sexual education for children with autism. A common reason advanced by the teachers is a medium based on information technology will attract more children because there are a variety of visualization that will be more easily understand by students. Previous research identified that many persons with autism spectrum disorder experience benefits on using personal tablet computers as learning

media (Autism Spectrum Australia, 2013). Nowadays, applications on Android and iPad has been used by teachers to develop core competencies of children with autism. Many applications can be easily customised to the needs of the user, as well as personalised around the individual’s interests and circumstances. Study by Autism Spectrum Australia (Aspect) in 2013 showed that student educational goal achievements can improve when compared to what the teachers would expect when using traditional teaching methods.

However, 32% of respondents in this study disagreed with technology-based learning media because it is difficult to adjust the characteristics and capacity of the students. Reviews on the use of mobile devices such as iPads for teaching individuals with autism in Australia found that the Apps in iPad should be programmed very differently from each other (Autism Spectrum Australia, 2013).

Summary

The results obtained in this study as follows: 1) children with autism have the same sexual development with other children, but some children experience sexual deviant behavior; 2) teachers and parents has taken various measures to deal with it in the form of prohibiting, remind and distract the child; 3) The majority of 52


(4)

the teachers have been giving lessons contain elements of sexual education integrated in other subjects; 4) sexual education has also been given by parents in the home in various ways; 5) sexual education learning model used by teachers mostly direct practice, lectures, and question and answer, some teachers have used media such as video and information technology utilizes Internet media; 6) the majority of respondents said that had never developed a specific learning media for sexual education for children with autism; 7) most teachers found the information technology-based learning model will allow teachers to provide sex education for children with autism. Further studies are required for the preparation of a model of sexual learning media based on information technology.

References

Autism Spectrum Australia. 2013. IPad Update. Retrieved from https://www.autismspectrum.org.au/sit es/default/files/PDFuploads/iPad_0.pd f

Budiman M, 1996, Makalah Simposium. Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu Pada Autisme. Surabaya

Eastgate, G. (2008). Sexual health for people with intellectual disability. Salud Publica de Mexico, 50(2), 255-259.

Fegan, L., Rauch, A., & McCarthy, W. (1993). Sexuality and people with

intellectual disability. 2nd ed.

Artarmon, NSW: MacLennan & Petty Pty Ltd.

Hatton, S., Tector, A. Sexuality and Relationship Education for young people with autistic spectrum

disorder: curriculum change and staff support. Journal compilation © 2010NASEN.

National Institute of Mental Health (2014). Puberty.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/p uberty.html

Realmuto, G. M. & Ruble, L. A. 1999. Sexual Behaviors in Autism: Problems of Definiton and Management.

Journal of Autism and Developmental Disorders, Vol. 29, No. 2, 121- 127. Schweir, K. M & Hingsburger, D. 2000.

Sexuality- Your Sons & Dougther with Intellectual Disabilities. Maryland-USA; Paul. H Brookes Publising Co Sholihatina,A., Mardhiyah, A.,&

Simangunsong, B. 2013. Pengetahuan dan Sikap Orang Tua terhadap Pendidikan Seksual Remaja Autis pada Fase Pubertas di SLBN Cibiru dan SLB Pelita Hafids Bandung. http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/articl e/view/733

Sutadi R, 1998, Makalah. Intervensi Dini Tata Laksana Perilaku Penyandang Autisme. Surabaya 1998.

Sullivan, A., Caterino, L. C. (2008). “Addressing the Sexuality and Sex Education of Individuals with Autism Spectrum Disorders”. Education & Treatment of Children. Pittsburgh. Vol. 31, Iss. 3; pg. 381, 14.

Trani, J., Browne, J., Kett, M., Bah, O., Morlay, T., Bailey, N., & Groce, N. (2011). Access to health care, reproductive health and disability: A large scale survey in Sierra Leone. Social Science & Medicine, 73, 1477-1489.


(5)

World Health Organization. (2009). Promoting sexual and reproductive health for people with disabilities: WHO/UNFPA guidance note. Geneva: Author.


(6)

LAMPIRAN 8. SERTIFIKAT PENYAJI MAKALAH