OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL

  

OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN

DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

ARTIKEL

  Oleh :

  

Eddi Dalimunthe

NPM.1410018412048

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

  

2016

  

OPTIMIZATION ASSIGNMENT AND AUTHORITY BETWEEN POLICE AND

CORRUPTION ERADICATION COMMISSION IN INQUIRIES AND

INVESTIGATIONS CORRUPTION

  1

  2

  1 Eddi Dalimunthe , Dr Fitriati, SH, M.H. , Syafridatati, SH, M.H.

1. Legal Studies Program Post graduate Bung Hatta University

  

2. Legal Studies Program University Taman Siswa

eddidaimunthe@yahoo.com

ABSTRACT

  Coordination of investigations and investigations conducted by the Commission and the Police have in common in performing these tasks. Coordination is regulated in

  

Law Number 30 of 2002, Article 8 paragraph (2) of the Corruption Eradication

Commission. The fact that both the law enforcement and the Police Commission is

still visible lack of coordination in the examination and investigation of corruption.

The problem is: 1. How duties and authority of the Police and the Commission in the

investigation and investigation of corruption ?, 2. How Optimizing the duties and

authority of the Police and the Commission in the investigation and investigation of

corruption? This study using sociological juridical approach, the data used are

primary data and secondary data. Data was obtained through interviews, document

studies and analyzed qualitatively. The authority supervising the research results

owned by the Commission of its existence has the duty and function as a means of

power relations between the KPK and the police. Where one part of the supervision

that is taking over the handling of the case made by the Commission to investigators

previously considered no progress or development. Optimization of tasks and

responsibilities between the police and prosecutors in investigations and inquiries

carried out by the MoU on coordination of the task. As well as the cooperation

undertaken in the case of criminal investigations of corruption.

  Keywords: Optimization, coordination, KPK, Police

  

OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN

DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

  1

  2

  1 Eddi Dalimunthe , Dr Fitriati, S.H., M.H. , Syafridatati, S.H., M.H.

1. Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Bung Hatta 2.

   Program studi Ilmu Hukum Universitas Taman Siswa

  eddidalimunthe@yahoo.com

  

ABSTRAK

  Koordinasi penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK dan Kepolisian mempunyai kesamaan dalam melakukan tugas tersebut. Koordinasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 Pasal 8 ayat (2) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kenyataannya kedua penegak hukum tersebut yaitu KPK dan Kepolisian masih terlihat kurang koordinasi dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Permasalahannya adalah : 1. Bagaimanakah tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi?, 2. Bagaimanakah Optimalisasi tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data diperoleh melalui wawancara, studi dokumen dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian Kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK keberadaannya mempunyai tugas dan fungsi sebagai sarana hubungan kewenangan antara KPK dengan Kepolisian. Dimana salah satu bagian dari supervisi yaitu mengambil alih penanganan kasus yang dilakukan oleh KPK terhadap penyidik sebelumnya yang dianggap tidak mengalami kemajuan atau perkembangan. Optimalisasi tugas dan wewenang antara kepolisian dan kejaksaan dalam hal penyelidikan dan penyidikan dilakukan dengan adanya Mou tentang koordinasi tugas tersebut. Serta adanya kerjasama yang dilakukan dalam hal penyidikan tindak pidana korupsi.

  Kata Kunci : Optimalisasi, koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

  Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa yang dapat menjadi penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang undang. Pada Undang

  • –undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terdapat dalam Pasal

  11 menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.

  1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sesuai dengan pasal yang dimaksud jelas menyatakan bahwa instansi terkait harus melakukan koordinasi dan kerjasama dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi.

  Pada kenyataannya kedua penegak hukum tersebut yaitu kurang berkoordinasi maupun bekerjasama antar kedua lembaga ini, seperti yang pernah terjadi perseteruan antara lembaga Kepolisian dan KPK yang di kenal dengan istilah“Cicak dan

  Buaya

  ”, ini menandakan bahwa kurangnya koordinasi dan kerjasama yang baik antar penegak hukum dalam Pidana Korupsi sehingganya menimbulkan suatu kontroversi dan bahkan membuat penilaian yang negatif oleh masyarakat Indonesia terhadap penegakan hukum. Padahal kedua lembaga ini adalah sama-sama penegak hukum yang berwenang untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

  Aparat Negara yang berwenang dalam pemeriksaan perkara Tindak Pidana Korupsi adalah : Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan empat unsur yang masing-masing mempunyai tugas, wewenang dan kewajiban yang sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugasnya, unsur aparat penegak hukum tersebut merupakan penegak hukum yang mempunyai peranan berbeda-beda dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi secara bersama-sama mempunyai kesamaan dalam tujuan pokoknya yaitu pemasyarakatan kembali para narapidana.

  Tindak pidana korupsi yang merupakan tindak pidana khusus dalam penanganannya diperlukan suatu kerjasama dengan pihak lain, untuk dapat diselesaikan perkaranya oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penegak hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi dan kejaksaan memiliki tugas rangkap selain penyidik juga sebagi penuntut umum. Maka dalam menyelesaikan kewajibannya masing-masing harus bekerjasama dengan pihak lain yang terkait. Kerjasama dengan pihak lain karena dalam melakukan kerjasama

  B. RUMUSAN PERMASALAHAN

  dalam suatu aturan atau hukum yang Bedasarkan uraian latar belakang sifatnya pasti. Hubungan hukum tersebut diatas, maka permasalahan dengan pihak lain itu dapat berupa yang diteliti dapat dirumuskan perseorangan, badan hukum dan permasalahan sebagai berikut yaitu : Instansi pemerintahan. Hubungan

  1. Bagaimanakah tugas dan hukum dengan perseorangan misalnya wewenang Kepolisian dan KPK dengan seorang saksi, seorang dalam penyelidikan dan tersangka, seorang penasehat Hukum. penyidikan tindak pidana Hubungan hukum dengan badan korupsi ? hukum misalnya perusahaan

  2. Bagaimanakah optimalisasi tugas Terorganisasi dimana tersangka dan wewenang Kepolisian dan melakukan tindakan korupsi. Untuk KPK ?

  C. Metode Penelitian

  Korupsi menurut peraturan yang Tipe penelitian yang digunakan berlaku, penyidik Tindak Pidana dalam penelitian ini adalah penelitian Korupsi adalah Kepolisian, Kejaksaan Yuridis Sosiologis. Sifat penelitian ini dan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah deskriptif analisis yaitu (KPK). Seluruh penegak hukum dan memaparkan segala data yang dip badan-badan yang terkait ini yang roses sebagai hasil penelitian secara harus saling mendukung dan saling analitis. Jenis data adalah : membantu untuk berhasilnya a. Data Primer

  Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama atau diperoleh dari lapangan. Pada penelitian ini sumber data primer adalah Kepolisian dan KPK.

  b. Data Sekunder antara lain : terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

  Tehnik atau metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian adalah wawancara (Interview) secara langsung kepada informan untuk banyaknya dengan menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara

  (Interview guide) terstruktur yang telah

  disusun sebelumnnya. Wawancara dilakukan dengan 2 orang penyidik Polri yang pernah melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yaitu AKBP SRI SUHARTINI / Kasubag

  ADRIAN/ Panit V Tipikor Bareskrim Polri.

  Data-data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder, analisa dilakukan secara kualitatif atas dasar disiplin ilmu hukum. Analisis data dilakukan secara bersamaan dengan prose pengambilan data akan dapat menentukan seberapa jauh informasi perlu ditambah dan beberapa serta siapa lagi informan yang akan diwawancarai serta untuk menentukan data apa yang selanjutnya perlu lebih

  II.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN

  A. Tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK dalam Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

  Selaras dengan semangat reformasi Polri yang membuat grand strategi Polri dengan Kebijakan Bahwa pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah merupakan prioritas bagi Polri. Peran Polri disini menjadi sangat penting, karena Polri menjadi ujung tombak dalam penegakan hukum, meskipun dalam perkembangannya selain Polri dan Jaksa, Negara membentuk lembaga lain yang khusus menangani tindak pidana Korupsi yaitu KPK, hal ini disebabkan karena tindak pidana korupsi adalah Kejahatan yang merupakan ekstra ordinary crime dan bagi terhambatnya kemajuan Negara, juga sebagian besar pelaku korupsi berada pada jalur birokrasi yang memegang kekuasaan sehingga di butuhkan lembaga superbodi agar bisa melewati regulasi yang ada.

  Sebagai contoh kasus BNI yang awalnya terbongkar kasus melakukan audit internal pada bulan agustus 2003. Dari audit tersebut diketahui bahwa pada posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbesar dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan Negara bakal rugi lebih dari satu triliun rupiah. peran Polri terhadap kasus BNI, dalam melakukan penyidikan. Pada kasus korupsi yang dilakukan oleh Gubernur ataupun menghadapi banyak kendala, untuk melakukan pemblokiran terhadap suatu rekening Bank yang diduga sebagai hasil pidana korupsi, Polri harus memiliki bukti awal yang cukup dan didasari dengan Laporan Polisi yang resmi, dikirimkan melalui Bank Indonesia dan harus mendapat Indonesia, yang tentu saja prosesnya memakan waktu yang cukup lama.

  Demikian halnya dalam melakukan pemeriksaan baik sebagai saksi maupun Tersangka terhadap para Kepala Daerah seperti Gubernur maupun Bupati, Polri harus mendapatkan persetujuan oleh Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri yang sudah barang tentu juga memerlukan waktu yang tidak sedikit.

  Dengan segala keterbatasannya itu Polri selalu berusaha ekstra keras dalam memberantas Korupsi. Karena korupsi adalah musuh bersama yang harus diperangi tidak hanya dari luar akan tetapi juga dari dalam lembaga Kepolisian itu sendiri, ada anekdot yang mengatakan bahwa mustahil membersihkan lantai yang kotor dengan sapu yang kotor, artinya

  Korupsi bila dari dalam internal kepolisian sendiri masih melakukan perbuatan-perbuatan yang koruptif; seperti pungutan liar, makelar kasus, jual beli jabatan.

  Dalam tindak pidana korupsi yang mana terdapat beberapa lembaga yang berdasarkan peraturan perundang-undangan mempunyai tugas dan wewenang dalam penyidikan yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf c Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Dalam hal KPK berpendapat bahwa suatu perkara korupsi yang ditangani terdapat cukup bukti maka KPK dapat melakukan sendiri proses penyidikan atau KPK dapat melimpahkan perkara korupsi tersebut kepada pihak POLRI atau Kejaksaan, barulah setelah pelimpahan perkara dari KPK kepada penyidik POLRI telah dilakukan, maka berdasarkan pelimpahan tersebut POLRI memiliki wewenang penyidikan, tetapi dalam proses penyidikan yang dilakukan, dan melaporkan perkembangan penyidikan yang dilakukannya kepada KPK (pasal 44 ayat (4) dan (5)). Selain itu, dalam melaksanakan pemberantasan korupsi KPK senantiasa melakukan koordinasi dengan Kepolisian, bentuk koordinasi antara Kepolisian dengan KPK di

  Bersama Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol: KEP/16/VII/2005 dan KPK Nomor: 07/POLRI-KPK/VII/2005 tentang Kerjasama POLRI Dengan KPK Dalam Rangka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Keputusan bersama tersebut memiliki tujuan untuk saling membantu dalam melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diantaranya dalam penguatan kelembagaan dimana saling memberikan bantuan personil dan penanganan perkara korupsi dan juga diadakannya kerjasama dalam bidang oprasional seperti: perlindungan saksi dan/atau pelapor sebagaimana yang diatur dalam pasal 15 huruf a Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Setelah terbentuknya KPK, Mengingat KPK khusus dibentuk untuk memberantas Tindak Pidana Korupsi, kewenangan yang dimiliki oleh POLRI dalam penyidikan Tindak Pidana Korupsi dibatasi pada kewenangan yang dimiliki oleh KPK, sehingga POLRI Berwenang Melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang tidak melibatkan aparat penegak hukum penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara, wewenang penyidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang tidak mendapat perhatian masyarakat; dan/atau wewenang penyidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang menyangkut kerugian negara kurang dari Rp.

  Bahwa, dalam hal Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara, mendapat perhatian masyarakat, dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), POLRI juga berwenang melakukan penyidikan jika KPK melimpahkan penyidik POLRI.

  B. Optimalisasi Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian dan KPK dalam Tindak Pidana Korupsi

  Kewenangan KPK mengambil alih kewenangan penyidikan dan penuntutan ini dilakukan guna kekuasaan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum dalam hal korupsi dilakukan oleh anggota dari lembaga yang menangani perkara korupsi tersebut, wewenang pengambil alihan penyidikan dan penuntutan ini hanya dapat dilakukan oleh KPK dalam hal sebagaimana aturan dalam pasal 9 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

  Hubungan kewenangan antar penyidik Polisi dan KPK tidak ada institusi tersebut dapat melakukan tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi, berdasarkan laporan yang masuk terkait dugaan korupsi. Hingga saat ini, tidak ada ketentuan hukum yang tidak memberikan kewenangan terhadap penyidik kepolisian untuk menangani mengenai dugaan tindak pidana korupsi, penyidik kepolisian wajib untuk melakukan tindakan hukum. Dengan demikian, keberadaan KPK bukan sebagai penghambat kerja polisi. Namun demikian berdasarkan ketentuan undang-undang secara subtansial, KPK dapat melakukan hubungan fungsional atas kewenangannya, seperti tindakan hukum kordinasi, supervisi, bersama penyidik Kepolisian dan Kejaksaan atau bahkan pengambil alihan terkait persyaratan yang ditentukan undang- undang.

  Dalam hal melakukan penyidikan tipikor Polri dan KPK tdk pernah melakukan penyidikan secara bersama-sama karena kedua belah pihak merupakan insitusi yang berbeda/ atau insitusi yang berdiri jawab secara langsung kepada Presiden dan sebaliknya Ketua KPK juga bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden, juga mempunyai Filosofi yang berbeda dimana KPK adalah sifatnya bersifat ethok/sementara dan filosofinya mencegah sementara Polri mempunyai filosofi penegakan hukum serta sistem maupun Undang-undang yang memisahkan kedua Insitusi tersebut.

  penulis dengan cara wawancara menjabat KBO Tipikor Mabes Polri dan AKP Alex Adrian yang menjabat sebagai Perwira Unit V Tipikor Mabes Polri di gedung Bareskrim Polri Bidang Tipikor, dalam wawancara tersebut terlihat jelas beberapa upaya-

  upaya kerjasama antara Kepolisian dan KPK antara lain :

  a. Upaya-upaya yang dilakukan

  kerjasama antara Polri Dan KPK 1). Membuat MOU antara Polri dan KPK 2). Apabila dilaksanakan penyuluhan maupun penyajian pemahaman tentang tindak Pidana Korupsi kepada masyarakat umum dengan permintaan dari pihak Polri maka salah satu dari pihak KPK akan berdsedia menjadi narasumber dan bahkan menawarkan anggaran dari KPK dalam pelaksanaan kegiatan tersebut dan sebaliknya Polri juga bersedia menjadi narasumber apabila di undang oleh pihak KPK. 3). Seandainya Pihak Polri menemukan terlebih dahulu perkara Korupsi maka Polri memberitahukan kepada Pihak KPK/berbentuk surat pemberitahuan maupun surat tembusan

1 Sesuai dengan hasil penelitian

1 Wawancara dengan penyidik KPK tanggal 21

  tersebut sudah ditangani oleh pihak Polri begitu juga sebaliknya KPK juga akan memberitahukan kepada pihak Polri. 4). Apabila kasus-kasus perkara korupsi P19 baik yang di pegang oleh Polri maupun KPK maka kedua belah pihak melaksanakan gelar perkara/Supervisi sebelum dilanjutkan ke bagian penuntut umum.

  5). Apabila dalam hal menangani kasus korupsi yang secara kebetulan tertuju pada satu kasus korupsi mendapatkan barang bukti dengan sendirinya insitusi tersebut yang akan memegang kasus tersebut, bagi yang mendapatkan sedikit barang bukti dengan sendirinya mengalah dan memberikan bukti-bukti kepada pihak yang lebih banyak barang buktinya.

  2 2 Wawancara dengan AKBP SRI SUHARTINI

  Adapun perbedaan antara KPK dan kepolisian dalam mengusut tindak pidana korupsi adalah alur kerjanya. KPK dapat bertindak sebagi penyelidik, penyidik, dan penuntut serta mengadili koruptor melalui pengadilan tipikor. Sedangkan kepolisian hanya dapat melakukan tindakan hukum yang kewenangannya melakukan penyelidikan dan penyidikan yang nantinya jalur koordinasi menuju proses pengadilan umum pada pengadilan negeri. simulator SIM tersebut, kepolisian berpedoman pada MoU yang telah disepakati bersama oleh POLRI, KPK dan Kejaksaan pada tanggal 29 Maret 2012. Bahwa pada pasal 8 poin 1 menyebutkan,

  “jika para pihak

  AKP Alex Adrian yang menjabat sebagai Perwira Unit V Tipikor Mabes Polri di gedung Bareskrim Polri Bidang Tipikor tanggal 23 melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang wajib menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan atau atas kesepakatan para pihak”. Pihak kepolisian mengatakan telah melakukan penyelidikan sejak tanggal 21 Mei 2012, dan KPK mengklaim telah melakukan penyelidikan sejak tanggal tahap penyidikan pada tanggal 27 Juli 2012.

  1. Proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh POLRI, Kejaksaan dan KPK terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi Masing-masing memiliki kewenangannya masing- penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia. Kompetensi kewenangan dan fungsi KPK, yang memiliki landasan dasar hukum Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang secara subtantif memiliki kesamaan tanggung jawab operasional dalam hal melakukan tindakan hukum penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dengan penyidik

  2. Optimalisasi koordinasi penyidikan antara kepolisian dan KPK dilakukan dengan pembuatan MOU kerjasama tentang penyidikan berupa koordinasi.

III. PENUTUP

  Kerjasama lain adalah Kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK keberadaannya mempunyai tugas dan fungsi sebagai sarana hubungan Kepolisian, maupun kejaksaan sebagai institusi yang mempunyai lah kewenangan menangani kasus korupsi. Dimana salah-satu bagian dari supervisi yaitu pengambil alihan penanganan kasus yang dilakukan oleh KPK tarhadap penyidik sebelumnya yang dianggap tidak mengalami kemajuan atau perkembangan baik Kepolisian maupun Kejaksaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 pasal 8 ayat (2) Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. dilakukan oleh KPK terhadap instansi yang bersangkutan sebenarnya tidak diatur secara jelas dalam Undang- undang, namun kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK keberadaannya dimaksudkan untuk mengawasi lembaga penyidik agar tidak terjadi penyalahgunaan tugas dan kewenangan lembaga penyidik yang lain.

  Daftar Pustaka Buku-buku

  ”. Jurnal Lex Crimen Vol. I No.

  Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 1999, Strategi

  Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Radja Grafindo Persada, Jakarta.

  Pradnya Paramita, Jakarta. Andi Hamzah, 2007,

  delik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar,

  Andi Hamzah, 1995, Delik-

  4 Oktober-Desember 2012.

  Dan Kejaksaan Dalam Menangani Tipikor

  Abbas Said, Tolak Ukur Penilaian Penggunaan Diskresi oleh Polisi Dalam Penegakan Hukum Pidana, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 1, Nomor 1 Maret 2012.

  Anastasia Sumakul, “Hubungan dan Kewenangan KPK

  Korupsi Sebab Sifat dan Fungsi, LP3ES, Jakarta.

  Alatas, Syeh Hussein, 1987,

  Wacana Hukum.

  Penegakan Hukum Sebagai Komponen Integral Pembangunan Nasional ,

  Abdul Rahman Saleh, 2005,

  Pemberantasan Korupsi Nasional , Jakarta. Baharuddin Lopa, 2003,

  Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum , Raja Grafindo Persada,

  Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Diadit Media,

  IGM Nurdjana, 2010, Sistem

  Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi , Perspektif Tegaknya

  Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

  Indriyanto Seno Adji, 2001,

  Korupsi dan Hukuim Pidana , Kantor

  Pengacara dan Konsultan Hukum”Prof. Oemar Seni Adji, SH dan Rekan” Edisi Pertama.

  Indryanto Seno Adji, 2006,

  Jakarta.

  Memerangi Korupsi, Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia , Temprina

  I.P.M. Ranu Handoko, 1996, “Terminologi Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta.

  Jeane Neltje Saly, “Harmonisasi Kelembagaan Dalam Penegakan Hukum Tipikor” Jurnal

  Legislasi Indonesia , Vol. 4 No.1 Maret 2007.

  Jeremy Pope, 2003, Strategi

  Memberantas Korupsi (Edisi Ringkas), Transparency International Indonesia ,

  Jakarta.

  Kimberly Ann Elliot, 1999,

  Media Grafika, Surabaya.

  Ian Mc. Walters, 2006,

  Jakarta.

  Hukum terjemahan Bina cipta, Bina Cipta, Bandung.

  Elwi Danil, Supra, 2000,

  Fungsionalisasi Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi (studi tentang Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana, Terhadap tindak Pidana Korupsi di Indonesia), Naskah Disertasi, Program

  Pascasarjana (S3), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

  Fitria, “Eksistensi KPK Sebagai

  Lembaga Penunjang dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

  ”, Jurnal NESTOR. Vol. 2 No. 2 Tahun 2012. Pontianak: Magister Hukum UNTAN.

  Fockema Andrea, 1983, Kamus

  Harkristuti Harkrisnowo, 2002,

  Media Hukum, Vol. 16 No.3 Desember 2009, Yogyakarta: FH UMY.

  Korupsi, Konspirasi dan Keadilan di Indonesia, Jurnal DictumLeIP, Edisi I,

  Lentera Hati, Jakarta.

  Hermien Hadiati Koeswadji, 1994, Korupsi di Indonesia dari Delik

  Jabatan ke Tindakan Pidana Korupsi, Bandung, Citra Aditya Bakti, Bandung.

  Hibnu Nugroho, “Rekonstruksi

  Wewenang Penyidik Dalam Perkara Tipikor (Kajian Wewenang Polisi DalamPenyidikan Tipikor)

  ”, Jurnal

  Corruption and The Global Economy ,