Makalah Folklor Tentang Lanting Han

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas
segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”MAKANAN RAKYAT”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena
itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan
dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Semarang, Juli 2013

Penyusun

1


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................

3

1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
BAB II LANTING......................................................................................................... 4
2.1. Sejarah Lanting …………………………………............................................ 4
2.2. Wujud Lanting ................................................................................................. 5
2.3. Fungsi Lanting ……………… ........................................................................ 10
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………… 11
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 11
3.2. Saran ................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 12


2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan adalah yang tumbuh di sawah, lading dan kebun. Ia dapat bersal dari
laut, atau dipelihara di halamn, padang rumput, atau di daerah peternakan, dapat dibeli
dipasar, di warung, dan dirumah makan. Namun disudut ilmu antropologi atau folklor
makanan merupakan fenomena kebudayaan, oleh karena itu makanan bukanlah sekedar
produksi organism dengan kualitas-kualitas biokimia, yang dapat dikonsumsi oleh
organisasi hidup, termasuk juga untuk mempertahankan hidup mereka, melainkan bagi
anggota setiap kolektif, makanan selalu ditentukan oleh kebudayaannya masing-masing.
Agar suatu makanan dapat dikonsumsi, perlu diperoleh dahulu cap persetujuan
dan pengesahan dari kebudayaannya. Tidak semua kolektif, biarpun dalam keadaan
kelaparan yang sangat akan mempergunakan segala bahan bergizi sebagai makanan. Hal
ini disebabkan karena ada hambatan kebudayaan terutama berbentuk larangan agama,
“takhayul” mengenai kesehatan, dan kejadian-kejadian dalam sejarah lain-lain, yang
mengeluarkan bahan-bahan bergizi tertentu dari daftar makanan suatu kolektif.
Akibatnya bahan-bahan makanan bergizi itu diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”.
Oleh karena itu, perlu kiranya dibedakan zat bergizi (nutriment) dari makanan
(food). Nutrismen adalah konsep biokimia, yakni suatu zat yang dapat member makan

pada sel-sel tubuh kita, dan menjamin kesehatan tubuh kita. Sedangkan makanan adalah
konsep kebudayaan, dalam arti bahwa zat bersangkutan itu sesuai untuk kita makan.
Berhubung adanya pengaruh konsep kebudayaan yang ditentukan oleh keyakinan, maka
sangat sukar untuk menyuruh seorang mengubah tradisi macam makanan: dietnya
seorang dalam rangka peningkatan gizi mereka. Yang lebih runyam lagi adlah di
dalamkenyataan nutriment masih merupakan konsep modern yang asing bagi orangorang tradisional. Bagi orang tradisional gizi masih sering dihubungkan dengan
kenyang perut dan belum kenyang sel-sel organiknya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Darimana asal lanting?
b. Apa yang melatarbelakangi kemunculannya?
c. Seperti apa bentuk lanting?
3

d. Bagaimana cara membuat lanting?
e. Bahan apa sajakah yang dibutuhkan untuk membuat lanting?
f. Apa fungsi lanting bagi pemilik usaha dan masyarakat?

BAB II LANTING
2.1 Sejarah Lanting
Secara geografis Kabupaten Kebumen terletak pada 7°27' - 7°50' Lintang

Selatan dan 109°22' - 109°50' Bujur Timur. Bagian selatan Kabupaten Kebumen
merupakan dataran rendah, sedang pada bagian utara berupa pegunungan, yang
merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Serayu. Di selatan daerah Gombong,
terdapat rangkaian pegunungan kapur, yang membujur hingga pantai selatan. Daerah ini
terdapat sejumlah gua dengan stalagtit dan stalagmit.
Nama Kebumen konon berasal dari kabumian yang berarti sebagai tempat
tinggal Kyai Bumi setelah dijadikan daerah pelarian Pangeran Bumidirja atau Pangeran
Mangkubumi dari Mataram pada 26 Juni 1677, saat berkuasanya Sunan Amangkurat I.
Sebelumnya, daerah ini sempat tercatat dalam peta sejarah nasional sebagai salah satu
tonggak patriotik dalam penyerbuan prajurit Mataram di zaman Sultan Agung ke
benteng pertahanan Belanda di Batavia. Saat itu Kebumen masih bernama Panjer.
Setelah kilas uraian tentang Kebumen, makalah ini akan membahas asal-usul
lanting. Lanting Kebumen pertama kali muncul di kecamatan Kuwarasan, tepatnya di
desa Lemah Duwur. Desa yang namanya berarti lemah (tanah) duwur (tinggi) itu
merupakan sentra perajin lanting. Meskipun namanya Lemah Duwur, daerah itu
merupakan dataran rendah. Ada lebih dari 300 kepala keluarga (KK) yang membuka
usaha lanting di desa tersebut. Di Desa Lemah Duwur terdapat 720 KK. Industri lanting
mereka tekuni secara turun-temurun hingga sekarang. Saat ini industri tersebut
menyebar ke desa sekitarnya seperti Desa Madureso dan Harjodowo. Perajin di Desa
Madureso dan di Harjodowo umumnya pernah bekerja di Lemahduwur. Mereka

kemudian mandiri dengan memproduksi lanting sendiri.
Penegasan identitas tentang lanting terjadi pada saat Paguyuban Perajin Lanting
Khasanah Desa Lemahduwur, Kecamatan Kuwarasan membuat lanting raksasa. Lanting
berukuran 50 cm x 100 cm tersebut tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri)

4

bersamaan dalam acara ìKebumen Moncerî di Benteng Van der Wijck, Gombong pada
2010. Hal inilah yang membawa lanting sebagai salah satu maskot kota kebumen.
Selama bertahun-tahun lanting telah menopang perekonomian bagi ribuan warga
Kebumen. Mulai dari petani singkong di daerah pegunungan, hingga pelaku industri
kecil yang menjadi produsen lanting serta tenaga kerja utamanya ibu rumah tangga yang
terlibat di dalamnya.
Saat ini, industri kecil lanting terus berkembang dan tersebar di sejumlah
kecamatan. Bahkan industri lanting juga sampai di Kecamatan Bonorowo yang meliputi
Desa Pujodadi, Bonorowo, Rowosari dan Paturejo. Dari sekitar 20 industri kecil yang
tersebar, produksi lanting mencapai lebih dari 2 ton per bulan.
Merujuk data di Bidang Industri Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi
(Disperindagkop) Kebumen, sentra lanting terdapat di Kecamatan Adimulyo yakni di
Desa Pekuwon dan Meles. Kemudian di Desa Jogomulyo dan Tugu, Kecamatan

Buayan. Adapun sentra lanting yang cukup besar terdapat di Desa Harjodowo dan
Lemahduwur di Kecamatan Kuwarasan.
Yang terdaftar di Disperindagkop Kebumen, di Desa Harjodowo terdapat 25 unit
usaha dengan melibatkan sebanyak 113 tenaga kerja. Adapun nilai produksi ditaksir
mencapai Rp 1,8 miliar per tahun. Sedangkan di Desa Lemahduwur terdapat 21 unit
usaha produksi lanting dengan melibatkan 86 tenaga. Adapun nilai produksi di desa ini
diperkirakan mencapai Rp 1,52 miliar per tahun.
“Industri kecil lanting sangat menopang perekonomian masyarakat karena
menyerap banyak tenaga kerja,” ujar ujar Kepala Bidang (Kabid) Perindustrian
Disperindagkop Kebumen Maryoto SH kepada Suara Merdeka. Bisa dipastikan bahwa
masih banyak lagi industri rumah tangga yang memproduksi makanan lanting. Pasalnya
belum semua perajin telah mengajukan izin usahanya ke Disperindagkop. Lihat saja, di
Desa Lemahduwur, Kuwarasan hampir setengah warganya ekonomi keluarganya
bertumpu pada usaha lanting. Di sentra lanting tersebut, dari 720 keluarga ada lebih dari
300 keluarga yang menekuni usaha lanting.
2.2 Wujud Lanting

5

Lanting sendiri berwujud seperti angka 8. Pada awal kemunculannya lanting

mempunyai dua warna yaitu merah dan putih. Namun seiring perkembangan jaman
industry lanting tidak lagi memeberi warna pada makanan tersebut tetapi lebih kepada
menciptakan inovasi terbaru dengan menciptakan lanting aneka rasa.
Lanting Kebumen bebentuk angka 8 untuk membedakan dirinya dengan lantinglanting di daerah lain. Misalnya di daerah Banyumas lanting dikenal dengan nama
klanting. Beda lanting Kebumen dan klanting adalah bentuk dan teksturnya. Lanting
berbentuk angka 8 dan klanting berbentuk bulat seperti angka nol. Dari segi tekstur
klanting tidak sekeras lanting dikarenakan campuran bahan seperti ubi dan lain-lain.
Proses pengolahan singkong sebelum dibuat menjadi lanting meliputi :
1. Pengupasan dan pembersihan singkong mentah
2. Penggilingan I (hasil berupa adonan yang masih basah)
3. Pemerasan untuk mengeluarkan airnya
4. Penggilingan II (hasil berupa adonan yang lebih kering dan lembut)
5. Pengukusan hingga 1/2 matang
6. Pembentukan lembaran (pe-molen-an) dan pengepresan
7. Pencampuran permukaan untaian "mie" dengan tepung singkong
8. Pembentukan lanting sesuai selera
6

9. Pengeringan
10. Penggorengan

11. Pemberian bumbu
12. Pengemasan
Proses pembuatan dari pengupasan singkong hingga pengemasan lanting makan waktu
2 hari. Dari 4 kuintal singkong jadinya sekitar 2 kuintal lanting untuk sekali pengolahan.
Bahan Resep Membuat Lanting
singkong 1 kg
bawang putih 4 siung
ketumbar 1/2 sdm
garam secukupnya
Pewarna ( bila suka )
Minyak untuk menggoreng
Cara membuat Lanting Kebumen


Haluskan bumbu jadi satu, sisihkan.



Kupas singkong kemudian bersihkan dari kotoran dan rendam selama 1 jam.
Kemudian kukus singkong selama kurang lebih 1 jam. angkat dan haluskan.




Campurkan singkong yang telah dihaluskan dengan bumbu lanting, kemudian uleni
hingga rata.



Ambil sedikit adonan kemudian pilin berbentuk tali. Jika ada bisa juga
menggunakan mesin giling untuk membentuknya. Bentuk menjadi angka 8 atau
bulat.



Jemur lanting dibawah sinar matahari sampai kering ( 1 hari jika tidak hujan )



Langkah terakhir goreng kue lanting dengan minyak hingga berwarna kuning
kecoklatan. Angkat dan tiriskan

Beberapa varian rasa lanting Kebumen

1.

Rasa original (bawang)

7

2.

Rasa pedas

3.

Rasa jagung bakar

8

4.


Rasa daging sapi

9

2.3 Fungsi Lanting
2.3.1 Fungsi bagi pemilik industri
a. Industri lanting digunakan sebagai alat untuk menopang kegiatan ekonomi
keluarga
b. Industri lanting dapat mengurangi angka pengangguran
c. Lanting sebagai alat untuk melestarikan tradisi dan budaya yang telah
diwariskan turun-temurun dari nenek moyang
d. Lanting sebagai media untuk memperkenalkan produk makanan tradisional ke
dalam dan luar negeri.
e. Industri lanting adalah salah satu wirausaha yang semakin menjanjikan hasilnya
untuk digeluti selain karena bahan yang mudah diperoleh, juga ketersediaan
SDM di daerah sekitar.
2.3.2 Fungsi bagi masyarakat
a. Sebagai identitas daerah
b. Sebagai sarana mempertahankan makanan tradisional dengan inovasi dan
modifikasi
c. secara tidak langsung adanya masyarakat membantu proses persebaran lanting
baik dari mulut ke mulut, dari daerah satu ke daerah lain, maupun dari agen ke
konsumen terdekat maupun terjauh (dalam kota dan luar kota)

10

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Lanting adalah makanan tradisional yang diwariskan turun-temurun.
b. Lanting Kebumen pertama kali muncul dan berkembang di desa Lemah
Duwur
c. Lanting yang mengalami inovasi memiliki banyak varian rasa seperti rasa
original (bawang), rasa pedas, rasa jagung bakar, dan rasa daging sapi.
3.2 Saran
a. Sebagai generasi muda sepantasnya kita turut andil dalam melestarikan
kekayaan nusantara, khususnya yang berupa makanan.
b. Kembangkan potensi dari tiap-tiap daerah dimana anda berasal agar daerah
tersebut mampu menjadi tempat yang dikenal akan budayanya

11

DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja, James.2002. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
www.scribd.com (jurnal internasional)

12