TEKNIK PERBANYAKAN TANAMAN PISANG SECARA

TEKNIK PERBANYAKAN TANAMAN PISANG SECARA IN VITRO
(Tugas Mata Kuliah Teknik Perbanyakan Tanaman)

Oleh
Muhammad Pambudi Am.

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

I.

A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi jika
dibudidayakan secara intensif dengan menerapkan teknologi secara benar dapat
memberikan keuntungan yang tinggi. Pisang menjadi komoditas ekspor nonmigas

yang dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan devisa Negara
(Bambang, 2009). Tanaman pisang dapat diperbanyak dengan cara vegetatif
dengan menggunakan anakan (sucker), atau bonggol (corm). Setiap indukan
pisang dapat menghasilkan 5-10 anakan sehat dalam tiap tahun (Levoire, 2000).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala dalam
penyediaan bibit pisang sehat dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan (in
vitro).

Salah satu cara perbanyakan pisang in vitro adalah dengan kultur jaringan
tanaman. Murashige (2001) menjelaskan ada empat hal yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan kultur jaringan tanaman, yaitu karakteristik eksplan, media
tanaman, komposisi kimia media dan lingkungan tumbuh kultur dan Zat Pengatur
Tumbuh yang digunakan. Hendaryono (2002) menyebutkan beberapa kultur

mungkin tidak memerlukan zat pengatur tumbuh auxin lagi, karena auxin endogen
(dibuat dalam sel tanaman) sudah cukup memenuhi kebutuhan yang bersangkutan.

Medium dasar (basal medium) yang sering digunakan dalam pengkulturan adalah
medium Murashige dan Skoog (MS) (Abidin, 2004). Media tumbuh untuk
masing-masing tanaman berbeda-beda komposisinya, tetapi pada dasarnya terdiri

dari media dasar anorganik, zat pengatur tumbuh, senyawa organik dan gula serta
bahan tambahan dan pemadat (Meldia et al, 2003). Medium MS yang biasa
digunakan dalam kultur merupakan medium yang mengandung senyawa
anorganik, organik, kaya akan unsur-unsur makro terutama nitrogen juga nitrat
(NO3) dan ion-ion amonium (NH4), sukrosa dan beberapa vitamin (Hartman et al,
2004).

Perbanyakan pisang melalui kultur in vitro menggunakan zat pengatur tumbuh
(ZPT). Zat pengatur tumbuh yang digunakan bermacam-macam tergantung dari
jenis bagian tanaman yang dikultur serta tujuan pengkulturan. Sitokinin
memengaruhi berbagai proses fisiologi di dalam tanaman aktifitas yang terutama
adalah mendorong pembelahan sel. Sitokinin yang digunakan dalam perbanyakan
tanaman pisang adalah BAP dan Thidiazuron karena mempunyai sifat sinergis
keduanya. Sedangkan bahan organik seperti air kelapa mengandung zat pengatur
tumbuh di antaranya sitokinin yang dapat dimanfaatkan sebagai substitusi sintetik
(Kusmianto, 2008).

B.

Tujuan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui cara perbanyakan tanaman
pisang secara in vitro yaitu dengan metode kultur jaringan tanaman.

II.

A.

ISI DAN PEMBAHASAN

Eksplan Tanaman
Eksplan merupakan komponen yang harus ada dalam kultur jaringan.

Eksplan sangat penting dan menentukan keberhasilan. Eksplan yang baik adalah
eksplan yang sehat dan muda. Eksplan yang baik biasanya berasal dari pohon
muda, dan diambil bagian jaringan meristemnya berupa pucuk, ketiak daun dan
meristem akar. Eksplan yang umum digunakan adalah pucuk karena proses
pertumbuhan-nya sudah terarah untuk membentuk tunas. Tanaman yang akan
sebagai dijadikan indukan harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus
sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan

tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau
greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta
bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.

B.

Media Tanaman
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media
tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama,

hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Media
dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan pisang sendiri adalah media
MS dan modifikasinya.
Menurut Widiyana (2013) media dasar yang banyak digunakan dalam
kegiatan kultur jaringan pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama
penemunya, antara lain:
1) Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua


macam tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garamgaram mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.
2) Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel

kedelai, alfafa dan legume lain.
3) Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan

medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
4) Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.
5) Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen)
dan kultur sel.
6) Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang
berkayu.
7) Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang
berkayu.
8) Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lainlain.

C.

Komposisi Kimia Media

Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari

hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di
dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur mikro.
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in vitro pada
dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah.
Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan
pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Unsur-unsur hara tersebut
diberikan dalam bentuk garam-garam mineral.

D.

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk

mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan
konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum,
zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok
besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Penggunaan ZPT tersebut harus tepat

dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu
sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak
negatif terhadap tanaman kultur.

E.

Tahapan Kultur Jaringan
Perbanyakan tanaman secara in vitro dengan menggunakan kultur jaringan

dilakukan dengan beberapa tahap. Tahapan yang dialakukan dalam melakukan
perbanyakan tanaman pisang dengan cara kultur jaringan antara lain yaitu :
a. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
b. Inisiasi Kultur
c. Sterilisasi
d. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
e. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
f. Aklimatisasi
Setelah didapatkan tanaman induk sumber eksplan yang akan dikulturkan,
tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah inisiasi. Inisiasi merupakan proses
awal dalam kegiatan kultur jaringan sehingga akan menjadi penentu keberhasilan

kultur. Proses pertama dalam inisiasi adalah pengambilan eksplan atau bahan
kultur dari lapangan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan sterilisasi eksplan.
Sterilisasi maksudnya adalah segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar air flow (LAF) dan
menggunakan alat-alat yang steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan,
yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang
digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Sterilisasi
eksplan dilakukan dengan sterilisasi permukaan maupun sterilisasi sistemik.
Sterilisasi sistemik diperlukan untuk mematikan bakteri dan jamur yang tidak
terjangkau dengan sterilisasi permukaan. Selain sterilisasi eksplan sterilisasi alat,
tempat dan badan juga sangat menentukan. Jika bahan dan alat yang kita gunakan

atau badan kita tidak steril maka dampaknya adalah terjadinya kontaminan.
Kontaminan akan memacu pertumbuhan bakteri dan jamur sehingga ekplan yang
ditanam tidak lagi memiliki ruang tumbuh atau pertumbuhannnya kalah cepat
dengan bakteri dan jamur.
Pada tahap multiplikasi atau perbanyakan propagul, bertujuan untuk
menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau
embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu
bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat

dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan
percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara
adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu.
Selanjutnya adalah pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan akar.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang
cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan
in vitro ke lingkungan luar. Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi
dipindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Tunas tersebut dapat
dipindahkan secara individu atau berkelompok. Media untuk pemanjangan tunas
mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Pemanjangan tunas
secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh
cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan
pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah
dipanjangkan baru diakarkan.
Tahap yang terakhir dalam kegiatan kultur jaringan adalah aklimatisasi.
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi

planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam
produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan
ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house

(rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah
proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara
ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau
pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di
lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil
jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang
tinggi.

III.

A.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan teknik perbanyakan tanaman
pisang secara in vitro antara lain yaitu :
1. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan kultur jaringan yaitu eksplan,
media tanam, komposisi media dan zat pengatur tumbuh (ZPT).

2. Media yang umum digunakan dalam perbanyakan tanaman pisang adalah
media MS.
3. Penggunaan ZPT harus sesuai kebutuhan, karena jika penggunaan berlebih
atau kurang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pengkulturan.
4. Sterilisasi eksplan merupakan kunci dalam kegiatan kultur jaringan.
5. Pemilihan indukan sumber eksplan harus dilakukan dengan pemilihan

tanaman indukan yang sehat dan masih muda.