Makalah Aspek Hukum Rekayasa Genetika Ab
1
ASPEK HUKUM REKAYASA GENETIKA, ABORSI DAN EUTHANASIA
Oleh :
Solihin Niar Ramadhan
Bima Rizki Nurahman
Trian Christiawan
110.110.110.195
110.110.110.237
110.110.110.244
Dosen :
Dr. Hj. Efa Laela Fakhriah, S.H., M.H.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran ilmu pengetahuan dan tekologi (iptek) dalam segala sektor
makin lama makin besar.Khusus menyangkut kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam bidang kesehatan, dapat diketahui dari banyaknya
penemuan obat-obatan di bidang farmasi maupun terapi pengobatannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi medis yang bertumpu pada
penelitian,
sebagian
manusia.1Dalam
besar
bidang
harus
ilmu
didasarkan
kedokteran,
atas
penelitian
percobaan
pada
pada
manusia
merupakan sesuatu yang tak dapat dihindarkan demi perbaikandalam
diagnosis, terapi, pencegahan, dan pemberantasan penyakit. 2
Penemuan dan pengembangan teknik-teknik dalam bioteknologi
medis salah satunya seperti rekayasa genetika yang ada untuk menjawab
masalah manusia jarang yang terlepas dari dilema. Di tangan manusia,
bioteknologi medis dapat dipakai untuk kepentingan yang jahat dan
baik.Teknik-teknik di atas berkembang secara bertahap. Tiap tahapan yang
ada tidak pernah lepas dari sikap pro dan kontra. Bukan saja karena ilmu
pengetahuan itu sendiri yang dipermasalahkan, melainkan juga implikasi dan
dampak yang ditimbulkannya terhadap manusia dari segipertimbangan moral,
etika, sosial, hukum, psikologi dan theologi. Segala permasalahan dapat
timbul dengan penerapan bioteknologi medis yang meluas ini, misalnya
masalah tentang status sebagai subyek hukum dan status bagi orang tua
yang melahirkan melalui proses rekayasa genetik diatas cawan petri atau
piranti teknologi yang canggih. Dan juga hak-haknya dalam lingkungan
kehidupan keluarga dan masyarakat.3
Konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya adalah upaya
bangsa untuk mencapai tujuan pembangunan nasionalnya sebagaimana
1Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik
Suatu Tinjauan Yuridis Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien, Bandung :
Citra Aditya Bakti, 1999, hlm 89-90.
2 Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001, hlm 121.
3 Yuzo Adhinarta S.T., “Syair dalam Teknologi Kontemporer Hari Ini Domba Besok
Gembala
Sebuah
Kritik
Terhadap
Kloning
dan
Semangat
Zaman”, [23/11/2014], hlm.5.
3
yang dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan Nasional Negara
Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.4
Negara
dalam
rangka
mewujudkan
tujuannya
tersebut
harus
dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia. Oleh karena itu, dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan bioteknologi rekayasa genetika. harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal,
rasa dankehendak, aspek raga, aspek individu, aspek makhluk sosial, aspek
pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. 5
Segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pemerintahan
yang berkaitan dengan tujuan hidup masyarakat harus sesuai dengan
hukum. Termasuk dalam upaya perlindungan hak asasi manusia warga
negaranya.Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu
unsurkesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia.6Kesehatanjuga merupakan salah satu kebutuhan
dasarmanusia,
disamping
sandang,
pangan
danpapan.
Denganberkembangnya ilmu pengetahuan dan tekologi (iptek) dalam segala
sektor khususnya sektor kesehatan,aspek hukum merupakan bagian
penting dalam memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Dewasa ini dapat dilihat semua bidangkehidupan masyarakat sudah
terjamah aspekhukum. Hal ini disebabkan karena padadasarnya manusia
mempunyai
hasrat
untukhidup
teratur.
Akan
tetapi
keteraturan
bagiseseorang belum tentu sama denganketeraturan bagi orang lain, oleh
4Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945, Alinea 4.
5Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945.
6Penjelasan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Kesatuan
4
karena
itudiperlukan
kaidah-kaidah
yang
mengaturhubungan
antar
manusia melalui keserasianantara ketertiban dan landasan hukum.
Mengingat adanya perkembangan tuntutan kebutuhan dimasyarakat di
satu
sisi,
dan
nuansa
pro-kontra
pengaturannya
dalam
instrumen
internasional serta kepentingan domestik negara pada sisi lain. Hal ini
menciptakan suatu kondisi faktual yang menarik untuk dikaji dan dianalisa
bila dikaitkan dengan pengelolaan bioteknologi medis yang aman lingkungan
dan sesuai dengan martabat manusia serta melindungi hak-hak asasi
manusia. Setidaknya dari hasil kajian ini diharapkan nantinya negara
Indonesia perlu memiliki kriteria batas yang jelas antara teknologi dan produk
yang berbahaya dan yang tidak diperlukan dengan yang aman dan diinginkan
sesuai degan kepentingan bangsa Indonesia dan diatur dengan peraturan
perundang-undangan yang jelas.7
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana aspek hukum dalam praktik rekayasa genetika menurut
hukum positif Indonesia ?
2. Bagaimana aspek hukum dalam praktik aborsi menurut hukum positif
Indonesia ?
3. Bagaimana aspek hukum dalam praktik euthanasia menurut hukum
positif Indonesia?
BAB II
7Arman Anwar, Penerapan Bioteknologi Rekayasa Genetika di Bidang Medis
Ditinjau dari Perspektif Filsafat Pancasila, HAM dan Hukum Kesehatan di Indonesia,
Jurnal Sasi Vol.17 No.4,Periode Oktober-Desember 2010, hlm.41.
5
ASPEK HUKUM REKAYASA GENETIKA, ABORSI, DAN EUTHANASIA
DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
A. Tinjauan Umum Rekayasa Genetika dan Aspek Hukum yang
Mengaturnya
Genetika disebut juga ilmu keturunan. Berasal dari kata latinGenos
yang artinya suku bangsa, mula kejadian atau asal-usul. Genetika adalah
ilmu yang mempelajari seluk-beluk alih informasi hayati dari generasi ke
generasi.Di era teknologi rekayasa genetika, telah ditemukan sebuah
invensi tentang mahluk hidup yang rumusan DNAnya sudah diganti atau
ditambah.Mahluk seperti ini disebut “Mahluk Transgenik”.Pada bulan Juli
tahun 2000, konsorsium The Human Genome Project Group dan The
Celera Company menerbitkan buku tentang rumusan hidup DNA manusia.
Setiap manusia memiliki unsur-unsur penting dalam tubuhnya, yaitu :
Sel;
Dalam setiap sel terdapat 23 pasang Kromosom;
Setiap Kromosom berupa kumpulan padat DNA manusia;
Sepotong DNA terdiri dari 1000-500.000 pasang Nukleus;
Setiap gen menentukan ciri-ciri, sifat, dan bentuk manusia;
Setiap gen menginstruksikan pembuatan protein.
Perubahan sepotong DNA disebut mutasi dan setiap mutasi
menyebabkan “kelainan”. Teknik mutasi untuk mengubah potonganpotongan DNA dikenal dengan nama Rekayasa Manusia.Penerapan
rekayasa genetika bidang kesehatan dan farmasi sampai saat ini antara
lain :
Diproduksinya insulin dengan cepat dan murah.
Adanya terapi genetic;
Diproduksinya interferon;
Diproduksinya beberapa hormon pertumbuhan.
A.1
Aspek Hukum Kekayaan Intelektual di bidang Rekayasa Genetika
Kemajuan teknologi turut mempengaruhi perkembangan hukum di
bidang Hak Kekayaan Intelektual.Misalnya di bidang paten, invensi yang
berbasis teknologi canggih bermunculan, salah satunya adalah invensi di
bidang rekayasa genetika.Para peneliti menuntut agar invensi mereka yang
6
disebut sebagai organisme yang dimodifikasi secara genetik, diberi
perlindungan oleh Paten.8
Di
negara-negara
berkembang,
kebijakan
untuk
memberikan
perlindungan terhadap invensi di bidang rekayasa genetika belum banyak
diatur oleh paten.Terdapat beberapa faktor yang menjadi sebab tidak
diaturnya rekayasa genetika dalam suatu peraturan perundang-undangan
secara khusus.Faktor pertama adalah belum banyaknya invensi di bidang
rekayasa genetika.Faktor kedua adalah banyaknya anggapan bahwa invensi
di bidang rekayasa genetika tersebut bertentangan dengan nilai-nilai moral
yang hidup dalam masyarakat.
Di Indonesia, rekayasa genetika tidak diatur dalam undang-undang
secara khusus. Namun apabila kita lihat dalam Undang-Undang No.14 Tahun
2001 tentang Paten, terdapat batasan mengenai aspek hukum dalam
rekayasa genetika.Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada Inventor atas hasil Invensinya dibidang teknologi, yang untuk
selama
waktu
ataumemberikan
tertentu
melaksanakan
persetujuannya
sendiri
kepada
Invensinya
pihak
lain
tersebut
untuk
melaksanakannya.9Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang:10
a. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan denganperaturan perundangundangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau
kesusilaan;
b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau
pembedahan yang diterapkan terhadapmanusia dan/atau hewan;
c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika;
atau
d. i. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman
atau hewan, kecuali proses non-biologisatau proses
mikrobiologis.
8Tim Lindsey, et.al, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, Bandung :
Alumni, 2013, hlm.10-11.
9Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten.
10Pasal 7 Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten
7
Dari huruf d ke-I, yang dimaksud dengan makhluk hidup dalam
huruf d butir i ini mencakup manusia, hewan, atautanaman, sedangkan
yang dimaksud dengan jasad renik adalah makhluk hidup yang
berukuransangat kecil dan tidak dapat dilihat secara kasat mata
melainkan harus dengan bantuanmikroskop, misalnya amuba, ragi, virus,
dan bakteri. Kita dapat menyimpulkan bahwa rekayasa genetika dapat
diberikan hak paten yang diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2001
Tentang Paten, dikhususkan hanya untuk jasad renik, bukan untuk
makhluk hidup lain termasuk manusia.
A.2
Aspek Hukum Kesehatan di bidang Rekayasa Genetika
Dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
tidak mengatur mengenai tindakan rekayasa genetika terhadap manusia.
Namun apabila kita lihat dalam Pasal 109, yang menyatakan bahwa :
“Setiap
orang
dan/atau
badan
hukum
yang
memproduksi,mengolah, serta mendistribusikan makanan dan
minumanyang diperlakukan sebagai makanan dan minuman
hasilteknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus
menjaminagar aman bagi manusia, hewan yang dimakan
manusia, danlingkungan.”
Pasal tersebut hanya mengatur mengenai penggunaan teknologi
rekayasa genetika terhadap pengamanan makanan atau minuman agar
layak dikonsumsi oleh manusia.Pemerintah berwenang dan bertanggung
jawab mengatur danmengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian
makanan,dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109,Pasal
110, dan Pasal 111.11
Peraturan pelaksana yang mengatur mengenai rekayasa genetik di
Indonesia terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2005
tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika.Namun peraturan
pemerintah tersebut bukan merupakan peraturan pelaksana dari Pasal
109 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
11Pasal 112 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
8
A.3
Aspek Etika
Masalah etis akan segera timbul apabila bioteknologi medis ini
diterapkan kepada manusia, karena dalam proses pembuahan di tabung
petri, biasanya banyakembrio dihasilkan, tetapi tidak semua dapat dipakai
untuk ditanam dalam rahim, maka oleh sebab itu sebagian lagi akan
dimusnahkan atau dibuang. Padahal secara etis embrio adalah mahkluk
hidup. Apalagi jika kloning manusia dilakukan dengan menggunakan jasa
bank sel telur dan melibatkan pihak ketiga yaitu ibu pengandung yang
menyediakan jasa penyewaan rahimnya sampai pada proses kelahiran. Tidak
terbayangkan betapa kompleksnya permasalahan etis yang akan timbul.
Dalam hukum kesehatan, pengembangan iptek sebagai hasil budaya
manusia Indonesia didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang
adil dan beradab. Atas dasar landasan filosifis tersebut maka penelitian dan
penerapan bioteknologi rekayasa genetika untuk tujuan pengobatan medis
(cloning terapeutic) dibuka ruang untuk itu, karena mempunyai nilai manfaat
bagi umat manusia, sepanjang tentunya dilakukan sesuai dengan informed
consent maupun reserved informed consent sebagai rambu-rambu yang
harus ditaati oleh setiap peneliti, demi untuk mencegah penyalahgunaan kode
genetika dan informasi genetika. Hal ini untuk mengantisipasi potensi
terjadinya pelanggaran hak dalam hubungan kontraktual. 12
B. Tinjauan Umum Aborsi dan Aspek Hukum yang Mengaturnya
Terdapat istilah ilmiah yang dalam bahasa Belanda disebut dengan
afdrijving, atau dalam bahasa Latin disebut dengan Abortus yang dialihkan
dalam bahasa Indonesia dengan istilah Aborsi atau gugur kandungan.
Abortus artinya keluarnya buah kandungan/buah kehamilan sebelum tiba
waktunya untuk dilahirkan menurut alam, yaitu pada waktu janin masih
demikian kecilnya, sehingga tidak dapat hidup terus. Sehubungan dengan
hal itu, ilmu kedokteran membedakan ke dalam 3 kriteria, yaitu :
12Veronica Komalawati, Membangun Hukum Yang Manusiawi Dalam Mencegah
Eksploitasi Bioteknologi, Informasi Genetik, Dan Bioterorisme di Indonesia, Orasi Ilmiah Guru
Besar Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm.13.
9
1) Abortus : yaitu masa berakhirnya kehamilan yang berlangsung
kurang dari 28 minggu, atau bila berat bayi yang dilahirkan
kurang dari 1000 gram.
2) Partus Prematurus:yaitu persalinan sebelum waktunya, yang
merupakan berakhirnya kehamilan diantara minggu ke 28
sampai minggu ke 38, atau berat bayi lebih dari 2500 gram.
3) Partus a Terme : yaitu persalinan yang terjadi pada waktunya,
yang merupakan masa kehamilan berakhir minggu ke 38
sampai minggu ke 42.
Dikenal 2 macam abortus, yaitu :13
1. Abortus Spontanius (Aborsi spontan/keguguran/keluron/miskram),
yaitu aborsi yang terjadi dengan sendirinya, tanpa pengaruh dari luar.
Hal ini tidak ada aspek hukum yang mengaturnya karena kehendak
Tuhan.
2. Abortus Provokatus (Aborsi buatan), yaitu aborsi yang dilakukan
dengan sengaja. Jenis aborsi ini terdiri dari 2 macam, yaitu :
1) Abortus Provocatus Tharapeutis / Medicinalis, yaitu aborsi yang
dilakukan
merupakan
berdasarkan
bahaya
indikasi
yang
terlalu
medis
besar
karena
bagi
kehamilan
wanita
atau
pertimbangan lain yang dibenarkan oleh Undang-Undang, yaitu
terdapat dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang No.36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan:
“Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapatdikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak
usiadini kehamilan, baik yang mengancam nyawa
ibudan/atau
janin,
yang
menderita
penyakit
genetikberat dan/atau cacat bawaan, maupun yang
tidakdapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebuthidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapatmenyebabkan
trauma psikologis bagi korbanperkosaan.”
13Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman : Forensic Science,
Bandung : Tarsito, 1983, hlm.50-51.
10
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan
setelah
melalui
konseling
dan/ataupenasehatan
pra
tindakan dan diakhiri dengan konselingpasca tindakan yang dilakukan
oleh konselor yangk ompeten dan berwenang. 14Dalam pasal 76
Undang-Undang No.3 Tahun 2009, Aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung
darihari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal
kedaruratanmedis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan
yangditetapkan oleh Menteri.”
yang
memenuhi
syarat
2) Abortus Provocatus Criminalis, yaitu aborsi yang dilakukan
dengan maksud yang tidak dibenarkan oleh undang-undang.
Jenis aborsi ini termasuk dalam golongan kejahatan terhadap
nyawa seorang anak yang masih dalam kandungan seorang
wanita (doodslag op een aan geboren vrucht) yang diatur dalam
Pasal 346 s.d Pasal 349 KUHP.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain
untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
14Pasal 75 ayat (3) Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
11
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun
melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348,
maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Selain diatur dalam KUHP, secara khusus ketentuan pidana
yang mengatur mengenai aborsi juga dinyatakan dalam Pasal 194
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan yang
menyatakan :
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi
tidaksesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).”
C. Tinjauan Umum
Mengaturnya
Euthanasia
dan
Aspek
Hukum
yang
Euthanasiaatau Mercy Killing menurut ilmu bahasa berasal dari
kata eu yang artinya baik atau bagus, dan thanatos yang artinya mati. Jadi
euthanasia artinya mati yang baik atau mati yang bagus. Yang dimaksud
dengan mati yang bagus adalah bahwa proses kematian itu dijalani
dengan tanpa mengalami rasa sakit atau penderitaan (euthanasia =
12
bringing about of easy and painless death for reason suffering from an
incurable an painfull desease).
Sahetapy membedakan euthanasia ke dalam 3 jenis, yaitu :15
1) Action ti Permit Death to Occur
Kematian ini dapat terjadi karena pasien dengan sungguh-sungguh
dan secara cepat menginginkan untuk mati.Jenis euthanasia ini yang
biasa disebut dengan euthanasia dalam arti yang pasif (permission).
2) Failure to Take Action to Prevent Death
Kematian ini terjadi karena kelalaian atau kegagalan dari seorang
dokter dalam mengambil suatu tindakan untuk mencegah adanya
kematian.
3) Positive Action to Cause Death
Kematian jenis ini merupakan tindakan positif dari dokter untuk
mempercepat terjadinya kematian.Euthanasia jenis ini bersifat aktif.
Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, kata
euthanasia
dipergunakan dalam tiga arti, yaitu :
a. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa
penderitaan dan bagi yang beriman dengan nama Allah di bibirnya.
b. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien
diperingan dengan memberi obat penenang;
c. Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Dalam hukum positif Indonesia, euthanasia atau pembunuhan atas
permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dari si
korban diatur dalam Pasal 344 KUHP yang menyatakan : “Barang siapa
merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.” Jenis kejahatan pembunuhan ini memiliki
unsur khusus, yaitu :
15Sofjan Ranggawidjaja, Tidak Pidana Khusus dalam KUHP, Bandung, Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran, 2013, tanpa halaman.
13
4) Atas permintaan orang itu sendiri yang jelas (uitdrukkelijk);
5) Dinyatakan dengan kesungguhan hati (ernstig).
Jenis kejahatan pembunuhan ini secara umum terjadi dalam hal
apabila seseorang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
(incurable desease).Mengikuti pendapat Leenen, bahwa euthanasia baru
ada bilamana atas permintaan dari pasien untuk dilakukan tindakan atau
membiarkan
tanpa
dilakukannya
tindakan
dan
karenanya
yang
memintakan meninggal dunia sebagai akibat langsung dari tindakan
tersebut.16
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam hukum positif Indonesia, aspek hukum pidana tidak
mengatur mengenai rekayasa genetika. Rekayasa genetika diatur
dalam aspek hukum perdata dan hukum kekayaan intelektual.
Pengembangan iptek khususnya rekayasa genetika sebagai hasil
budaya manusia didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan
yang adil dan beradab. Atas dasar landasan filosifis tersebut maka
16S. Verbogt dan F. Tengker, Bab-Bab Hukum Kesehatan, Bandung : Nova, tanpa
tahun, hlm.215.
14
penelitian dan penerapan bioteknologi rekayasa genetika untuk tujuan
pengobatan medis (cloning terapeutic) dibuka ruang untuk itu, karena
mempunyai nilai manfaat bagi umat manusia.Hal tersebut duatur
sepanjang tentunya dilakukan sesuai dengan informed consent
maupun reserved informed consent sebagai rambu-rambu yang harus
ditaati oleh setiap peneliti, demi untuk mencegah penyalahgunaan
kode genetika dan informasi genetika. Hal ini untuk mengantisipasi
potensi terjadinya pelanggaran hak dalam hubungan kontraktual.
Dalam hukum positif Indonesia, aspek hukum pidana mengatur
mengenai aborsi. Dikenal 2 macam abortus, yaitu Abortus
Spontanius
(Aborsi
spontan/keguguran/keluron/miskram),
danAbortus Provokatus (Aborsi buatan). Aborsi yang mengandung
aspek hukum adalah aborsi buatan. Tidak semua aborsi buatan
merupakan
ilegal,
terdapat
ketentuan
pengecualian
untuk
dilakukannya aborsi buatan ini, yaitu antara lain adanya indikasi
medis yang dapat membahayakan pihak ibu atau anak. Aborsi
buatan selain melanggar nilai-nilai keagamaan juga melanggar
undang-undang. Secara umum ketentuan pidana diatur dalam
pasal 346, 347, 348 dan 349 KUHP, dan secara khusus diatur
dalam pasal 194 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
Euthanasia
sebagai
istilah
tidak
dikenal
dalam
peraturan
perundang-undangan Belanda maupun dalam hukum positif
Indonesia. Dalam hukum positif Indonesia, aspek hukum pidana
mengatur mengenai euthanasia atau pembunuhan atas permintaan
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dari si
korban
diatur
dalam
Pasal
344
KUHP.
Jenis
kejahatan
pembunuhan ini secara umum terjadi dalam hal apabila pasien
yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan (incurable
desease)atas permintaan dari pasien yang bersangkutan untuk
dilakukan tindakan atau membiarkan tanpa dilakukannya tindakan
guna mempercepat kematian.
15
DAFTAR PUSTAKA
Arman Anwar, Penerapan Bioteknologi Rekayasa Genetika di
Bidang Medis Ditinjau dari Perspektif Filsafat Pancasila, HAM dan Hukum
Kesehatan di Indonesia, Jurnal Sasi Vol.17 No.4,Periode OktoberDesember 2010.
Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman : Forensic
Science, Bandung : Tarsito, 1983.
Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001.
S. Verbogt dan F. Tengker, Bab-Bab Hukum Kesehatan, Bandung :
Nova, tanpa tahun.
16
Sofjan Ranggawidjaja, Tidak Pidana Khusus dalam KUHP,
Bandung, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2013.
Tim Lindsey, et.al, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar,
Bandung : Alumni, 2013.
Veronica Komalawati, Membangun Hukum Yang Manusiawi Dalam
Mencegah Eksploitasi Bioteknologi, Informasi Genetik, Dan Bioterorisme
di Indonesia, Orasi Ilmiah Guru Besar Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009.
Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi
Terapeutik Suatu Tinjauan Yuridis Persetujuan Dalam Hubungan Dokter
dan Pasien, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999.
Yuzo Adhinarta S.T., “Syair dalam Teknologi Kontemporer Hari Ini
Domba Besok Gembala Sebuah Kritik Terhadap Kloning dan Semangat
Zaman”,
[23/11/2014].
Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
ASPEK HUKUM REKAYASA GENETIKA, ABORSI DAN EUTHANASIA
Oleh :
Solihin Niar Ramadhan
Bima Rizki Nurahman
Trian Christiawan
110.110.110.195
110.110.110.237
110.110.110.244
Dosen :
Dr. Hj. Efa Laela Fakhriah, S.H., M.H.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran ilmu pengetahuan dan tekologi (iptek) dalam segala sektor
makin lama makin besar.Khusus menyangkut kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam bidang kesehatan, dapat diketahui dari banyaknya
penemuan obat-obatan di bidang farmasi maupun terapi pengobatannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi medis yang bertumpu pada
penelitian,
sebagian
manusia.1Dalam
besar
bidang
harus
ilmu
didasarkan
kedokteran,
atas
penelitian
percobaan
pada
pada
manusia
merupakan sesuatu yang tak dapat dihindarkan demi perbaikandalam
diagnosis, terapi, pencegahan, dan pemberantasan penyakit. 2
Penemuan dan pengembangan teknik-teknik dalam bioteknologi
medis salah satunya seperti rekayasa genetika yang ada untuk menjawab
masalah manusia jarang yang terlepas dari dilema. Di tangan manusia,
bioteknologi medis dapat dipakai untuk kepentingan yang jahat dan
baik.Teknik-teknik di atas berkembang secara bertahap. Tiap tahapan yang
ada tidak pernah lepas dari sikap pro dan kontra. Bukan saja karena ilmu
pengetahuan itu sendiri yang dipermasalahkan, melainkan juga implikasi dan
dampak yang ditimbulkannya terhadap manusia dari segipertimbangan moral,
etika, sosial, hukum, psikologi dan theologi. Segala permasalahan dapat
timbul dengan penerapan bioteknologi medis yang meluas ini, misalnya
masalah tentang status sebagai subyek hukum dan status bagi orang tua
yang melahirkan melalui proses rekayasa genetik diatas cawan petri atau
piranti teknologi yang canggih. Dan juga hak-haknya dalam lingkungan
kehidupan keluarga dan masyarakat.3
Konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya adalah upaya
bangsa untuk mencapai tujuan pembangunan nasionalnya sebagaimana
1Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik
Suatu Tinjauan Yuridis Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien, Bandung :
Citra Aditya Bakti, 1999, hlm 89-90.
2 Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001, hlm 121.
3 Yuzo Adhinarta S.T., “Syair dalam Teknologi Kontemporer Hari Ini Domba Besok
Gembala
Sebuah
Kritik
Terhadap
Kloning
dan
Semangat
Zaman”, [23/11/2014], hlm.5.
3
yang dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan Nasional Negara
Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.4
Negara
dalam
rangka
mewujudkan
tujuannya
tersebut
harus
dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia. Oleh karena itu, dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan bioteknologi rekayasa genetika. harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal,
rasa dankehendak, aspek raga, aspek individu, aspek makhluk sosial, aspek
pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. 5
Segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pemerintahan
yang berkaitan dengan tujuan hidup masyarakat harus sesuai dengan
hukum. Termasuk dalam upaya perlindungan hak asasi manusia warga
negaranya.Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu
unsurkesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia.6Kesehatanjuga merupakan salah satu kebutuhan
dasarmanusia,
disamping
sandang,
pangan
danpapan.
Denganberkembangnya ilmu pengetahuan dan tekologi (iptek) dalam segala
sektor khususnya sektor kesehatan,aspek hukum merupakan bagian
penting dalam memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Dewasa ini dapat dilihat semua bidangkehidupan masyarakat sudah
terjamah aspekhukum. Hal ini disebabkan karena padadasarnya manusia
mempunyai
hasrat
untukhidup
teratur.
Akan
tetapi
keteraturan
bagiseseorang belum tentu sama denganketeraturan bagi orang lain, oleh
4Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945, Alinea 4.
5Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945.
6Penjelasan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Kesatuan
4
karena
itudiperlukan
kaidah-kaidah
yang
mengaturhubungan
antar
manusia melalui keserasianantara ketertiban dan landasan hukum.
Mengingat adanya perkembangan tuntutan kebutuhan dimasyarakat di
satu
sisi,
dan
nuansa
pro-kontra
pengaturannya
dalam
instrumen
internasional serta kepentingan domestik negara pada sisi lain. Hal ini
menciptakan suatu kondisi faktual yang menarik untuk dikaji dan dianalisa
bila dikaitkan dengan pengelolaan bioteknologi medis yang aman lingkungan
dan sesuai dengan martabat manusia serta melindungi hak-hak asasi
manusia. Setidaknya dari hasil kajian ini diharapkan nantinya negara
Indonesia perlu memiliki kriteria batas yang jelas antara teknologi dan produk
yang berbahaya dan yang tidak diperlukan dengan yang aman dan diinginkan
sesuai degan kepentingan bangsa Indonesia dan diatur dengan peraturan
perundang-undangan yang jelas.7
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana aspek hukum dalam praktik rekayasa genetika menurut
hukum positif Indonesia ?
2. Bagaimana aspek hukum dalam praktik aborsi menurut hukum positif
Indonesia ?
3. Bagaimana aspek hukum dalam praktik euthanasia menurut hukum
positif Indonesia?
BAB II
7Arman Anwar, Penerapan Bioteknologi Rekayasa Genetika di Bidang Medis
Ditinjau dari Perspektif Filsafat Pancasila, HAM dan Hukum Kesehatan di Indonesia,
Jurnal Sasi Vol.17 No.4,Periode Oktober-Desember 2010, hlm.41.
5
ASPEK HUKUM REKAYASA GENETIKA, ABORSI, DAN EUTHANASIA
DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
A. Tinjauan Umum Rekayasa Genetika dan Aspek Hukum yang
Mengaturnya
Genetika disebut juga ilmu keturunan. Berasal dari kata latinGenos
yang artinya suku bangsa, mula kejadian atau asal-usul. Genetika adalah
ilmu yang mempelajari seluk-beluk alih informasi hayati dari generasi ke
generasi.Di era teknologi rekayasa genetika, telah ditemukan sebuah
invensi tentang mahluk hidup yang rumusan DNAnya sudah diganti atau
ditambah.Mahluk seperti ini disebut “Mahluk Transgenik”.Pada bulan Juli
tahun 2000, konsorsium The Human Genome Project Group dan The
Celera Company menerbitkan buku tentang rumusan hidup DNA manusia.
Setiap manusia memiliki unsur-unsur penting dalam tubuhnya, yaitu :
Sel;
Dalam setiap sel terdapat 23 pasang Kromosom;
Setiap Kromosom berupa kumpulan padat DNA manusia;
Sepotong DNA terdiri dari 1000-500.000 pasang Nukleus;
Setiap gen menentukan ciri-ciri, sifat, dan bentuk manusia;
Setiap gen menginstruksikan pembuatan protein.
Perubahan sepotong DNA disebut mutasi dan setiap mutasi
menyebabkan “kelainan”. Teknik mutasi untuk mengubah potonganpotongan DNA dikenal dengan nama Rekayasa Manusia.Penerapan
rekayasa genetika bidang kesehatan dan farmasi sampai saat ini antara
lain :
Diproduksinya insulin dengan cepat dan murah.
Adanya terapi genetic;
Diproduksinya interferon;
Diproduksinya beberapa hormon pertumbuhan.
A.1
Aspek Hukum Kekayaan Intelektual di bidang Rekayasa Genetika
Kemajuan teknologi turut mempengaruhi perkembangan hukum di
bidang Hak Kekayaan Intelektual.Misalnya di bidang paten, invensi yang
berbasis teknologi canggih bermunculan, salah satunya adalah invensi di
bidang rekayasa genetika.Para peneliti menuntut agar invensi mereka yang
6
disebut sebagai organisme yang dimodifikasi secara genetik, diberi
perlindungan oleh Paten.8
Di
negara-negara
berkembang,
kebijakan
untuk
memberikan
perlindungan terhadap invensi di bidang rekayasa genetika belum banyak
diatur oleh paten.Terdapat beberapa faktor yang menjadi sebab tidak
diaturnya rekayasa genetika dalam suatu peraturan perundang-undangan
secara khusus.Faktor pertama adalah belum banyaknya invensi di bidang
rekayasa genetika.Faktor kedua adalah banyaknya anggapan bahwa invensi
di bidang rekayasa genetika tersebut bertentangan dengan nilai-nilai moral
yang hidup dalam masyarakat.
Di Indonesia, rekayasa genetika tidak diatur dalam undang-undang
secara khusus. Namun apabila kita lihat dalam Undang-Undang No.14 Tahun
2001 tentang Paten, terdapat batasan mengenai aspek hukum dalam
rekayasa genetika.Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada Inventor atas hasil Invensinya dibidang teknologi, yang untuk
selama
waktu
ataumemberikan
tertentu
melaksanakan
persetujuannya
sendiri
kepada
Invensinya
pihak
lain
tersebut
untuk
melaksanakannya.9Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang:10
a. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan denganperaturan perundangundangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau
kesusilaan;
b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau
pembedahan yang diterapkan terhadapmanusia dan/atau hewan;
c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika;
atau
d. i. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman
atau hewan, kecuali proses non-biologisatau proses
mikrobiologis.
8Tim Lindsey, et.al, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, Bandung :
Alumni, 2013, hlm.10-11.
9Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten.
10Pasal 7 Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten
7
Dari huruf d ke-I, yang dimaksud dengan makhluk hidup dalam
huruf d butir i ini mencakup manusia, hewan, atautanaman, sedangkan
yang dimaksud dengan jasad renik adalah makhluk hidup yang
berukuransangat kecil dan tidak dapat dilihat secara kasat mata
melainkan harus dengan bantuanmikroskop, misalnya amuba, ragi, virus,
dan bakteri. Kita dapat menyimpulkan bahwa rekayasa genetika dapat
diberikan hak paten yang diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2001
Tentang Paten, dikhususkan hanya untuk jasad renik, bukan untuk
makhluk hidup lain termasuk manusia.
A.2
Aspek Hukum Kesehatan di bidang Rekayasa Genetika
Dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
tidak mengatur mengenai tindakan rekayasa genetika terhadap manusia.
Namun apabila kita lihat dalam Pasal 109, yang menyatakan bahwa :
“Setiap
orang
dan/atau
badan
hukum
yang
memproduksi,mengolah, serta mendistribusikan makanan dan
minumanyang diperlakukan sebagai makanan dan minuman
hasilteknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus
menjaminagar aman bagi manusia, hewan yang dimakan
manusia, danlingkungan.”
Pasal tersebut hanya mengatur mengenai penggunaan teknologi
rekayasa genetika terhadap pengamanan makanan atau minuman agar
layak dikonsumsi oleh manusia.Pemerintah berwenang dan bertanggung
jawab mengatur danmengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian
makanan,dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109,Pasal
110, dan Pasal 111.11
Peraturan pelaksana yang mengatur mengenai rekayasa genetik di
Indonesia terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2005
tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika.Namun peraturan
pemerintah tersebut bukan merupakan peraturan pelaksana dari Pasal
109 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
11Pasal 112 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
8
A.3
Aspek Etika
Masalah etis akan segera timbul apabila bioteknologi medis ini
diterapkan kepada manusia, karena dalam proses pembuahan di tabung
petri, biasanya banyakembrio dihasilkan, tetapi tidak semua dapat dipakai
untuk ditanam dalam rahim, maka oleh sebab itu sebagian lagi akan
dimusnahkan atau dibuang. Padahal secara etis embrio adalah mahkluk
hidup. Apalagi jika kloning manusia dilakukan dengan menggunakan jasa
bank sel telur dan melibatkan pihak ketiga yaitu ibu pengandung yang
menyediakan jasa penyewaan rahimnya sampai pada proses kelahiran. Tidak
terbayangkan betapa kompleksnya permasalahan etis yang akan timbul.
Dalam hukum kesehatan, pengembangan iptek sebagai hasil budaya
manusia Indonesia didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang
adil dan beradab. Atas dasar landasan filosifis tersebut maka penelitian dan
penerapan bioteknologi rekayasa genetika untuk tujuan pengobatan medis
(cloning terapeutic) dibuka ruang untuk itu, karena mempunyai nilai manfaat
bagi umat manusia, sepanjang tentunya dilakukan sesuai dengan informed
consent maupun reserved informed consent sebagai rambu-rambu yang
harus ditaati oleh setiap peneliti, demi untuk mencegah penyalahgunaan kode
genetika dan informasi genetika. Hal ini untuk mengantisipasi potensi
terjadinya pelanggaran hak dalam hubungan kontraktual. 12
B. Tinjauan Umum Aborsi dan Aspek Hukum yang Mengaturnya
Terdapat istilah ilmiah yang dalam bahasa Belanda disebut dengan
afdrijving, atau dalam bahasa Latin disebut dengan Abortus yang dialihkan
dalam bahasa Indonesia dengan istilah Aborsi atau gugur kandungan.
Abortus artinya keluarnya buah kandungan/buah kehamilan sebelum tiba
waktunya untuk dilahirkan menurut alam, yaitu pada waktu janin masih
demikian kecilnya, sehingga tidak dapat hidup terus. Sehubungan dengan
hal itu, ilmu kedokteran membedakan ke dalam 3 kriteria, yaitu :
12Veronica Komalawati, Membangun Hukum Yang Manusiawi Dalam Mencegah
Eksploitasi Bioteknologi, Informasi Genetik, Dan Bioterorisme di Indonesia, Orasi Ilmiah Guru
Besar Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm.13.
9
1) Abortus : yaitu masa berakhirnya kehamilan yang berlangsung
kurang dari 28 minggu, atau bila berat bayi yang dilahirkan
kurang dari 1000 gram.
2) Partus Prematurus:yaitu persalinan sebelum waktunya, yang
merupakan berakhirnya kehamilan diantara minggu ke 28
sampai minggu ke 38, atau berat bayi lebih dari 2500 gram.
3) Partus a Terme : yaitu persalinan yang terjadi pada waktunya,
yang merupakan masa kehamilan berakhir minggu ke 38
sampai minggu ke 42.
Dikenal 2 macam abortus, yaitu :13
1. Abortus Spontanius (Aborsi spontan/keguguran/keluron/miskram),
yaitu aborsi yang terjadi dengan sendirinya, tanpa pengaruh dari luar.
Hal ini tidak ada aspek hukum yang mengaturnya karena kehendak
Tuhan.
2. Abortus Provokatus (Aborsi buatan), yaitu aborsi yang dilakukan
dengan sengaja. Jenis aborsi ini terdiri dari 2 macam, yaitu :
1) Abortus Provocatus Tharapeutis / Medicinalis, yaitu aborsi yang
dilakukan
merupakan
berdasarkan
bahaya
indikasi
yang
terlalu
medis
besar
karena
bagi
kehamilan
wanita
atau
pertimbangan lain yang dibenarkan oleh Undang-Undang, yaitu
terdapat dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang No.36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan:
“Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapatdikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak
usiadini kehamilan, baik yang mengancam nyawa
ibudan/atau
janin,
yang
menderita
penyakit
genetikberat dan/atau cacat bawaan, maupun yang
tidakdapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebuthidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapatmenyebabkan
trauma psikologis bagi korbanperkosaan.”
13Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman : Forensic Science,
Bandung : Tarsito, 1983, hlm.50-51.
10
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan
setelah
melalui
konseling
dan/ataupenasehatan
pra
tindakan dan diakhiri dengan konselingpasca tindakan yang dilakukan
oleh konselor yangk ompeten dan berwenang. 14Dalam pasal 76
Undang-Undang No.3 Tahun 2009, Aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung
darihari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal
kedaruratanmedis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan
yangditetapkan oleh Menteri.”
yang
memenuhi
syarat
2) Abortus Provocatus Criminalis, yaitu aborsi yang dilakukan
dengan maksud yang tidak dibenarkan oleh undang-undang.
Jenis aborsi ini termasuk dalam golongan kejahatan terhadap
nyawa seorang anak yang masih dalam kandungan seorang
wanita (doodslag op een aan geboren vrucht) yang diatur dalam
Pasal 346 s.d Pasal 349 KUHP.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain
untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
14Pasal 75 ayat (3) Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
11
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun
melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348,
maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Selain diatur dalam KUHP, secara khusus ketentuan pidana
yang mengatur mengenai aborsi juga dinyatakan dalam Pasal 194
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan yang
menyatakan :
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi
tidaksesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).”
C. Tinjauan Umum
Mengaturnya
Euthanasia
dan
Aspek
Hukum
yang
Euthanasiaatau Mercy Killing menurut ilmu bahasa berasal dari
kata eu yang artinya baik atau bagus, dan thanatos yang artinya mati. Jadi
euthanasia artinya mati yang baik atau mati yang bagus. Yang dimaksud
dengan mati yang bagus adalah bahwa proses kematian itu dijalani
dengan tanpa mengalami rasa sakit atau penderitaan (euthanasia =
12
bringing about of easy and painless death for reason suffering from an
incurable an painfull desease).
Sahetapy membedakan euthanasia ke dalam 3 jenis, yaitu :15
1) Action ti Permit Death to Occur
Kematian ini dapat terjadi karena pasien dengan sungguh-sungguh
dan secara cepat menginginkan untuk mati.Jenis euthanasia ini yang
biasa disebut dengan euthanasia dalam arti yang pasif (permission).
2) Failure to Take Action to Prevent Death
Kematian ini terjadi karena kelalaian atau kegagalan dari seorang
dokter dalam mengambil suatu tindakan untuk mencegah adanya
kematian.
3) Positive Action to Cause Death
Kematian jenis ini merupakan tindakan positif dari dokter untuk
mempercepat terjadinya kematian.Euthanasia jenis ini bersifat aktif.
Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, kata
euthanasia
dipergunakan dalam tiga arti, yaitu :
a. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa
penderitaan dan bagi yang beriman dengan nama Allah di bibirnya.
b. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien
diperingan dengan memberi obat penenang;
c. Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Dalam hukum positif Indonesia, euthanasia atau pembunuhan atas
permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dari si
korban diatur dalam Pasal 344 KUHP yang menyatakan : “Barang siapa
merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.” Jenis kejahatan pembunuhan ini memiliki
unsur khusus, yaitu :
15Sofjan Ranggawidjaja, Tidak Pidana Khusus dalam KUHP, Bandung, Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran, 2013, tanpa halaman.
13
4) Atas permintaan orang itu sendiri yang jelas (uitdrukkelijk);
5) Dinyatakan dengan kesungguhan hati (ernstig).
Jenis kejahatan pembunuhan ini secara umum terjadi dalam hal
apabila seseorang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
(incurable desease).Mengikuti pendapat Leenen, bahwa euthanasia baru
ada bilamana atas permintaan dari pasien untuk dilakukan tindakan atau
membiarkan
tanpa
dilakukannya
tindakan
dan
karenanya
yang
memintakan meninggal dunia sebagai akibat langsung dari tindakan
tersebut.16
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam hukum positif Indonesia, aspek hukum pidana tidak
mengatur mengenai rekayasa genetika. Rekayasa genetika diatur
dalam aspek hukum perdata dan hukum kekayaan intelektual.
Pengembangan iptek khususnya rekayasa genetika sebagai hasil
budaya manusia didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan
yang adil dan beradab. Atas dasar landasan filosifis tersebut maka
16S. Verbogt dan F. Tengker, Bab-Bab Hukum Kesehatan, Bandung : Nova, tanpa
tahun, hlm.215.
14
penelitian dan penerapan bioteknologi rekayasa genetika untuk tujuan
pengobatan medis (cloning terapeutic) dibuka ruang untuk itu, karena
mempunyai nilai manfaat bagi umat manusia.Hal tersebut duatur
sepanjang tentunya dilakukan sesuai dengan informed consent
maupun reserved informed consent sebagai rambu-rambu yang harus
ditaati oleh setiap peneliti, demi untuk mencegah penyalahgunaan
kode genetika dan informasi genetika. Hal ini untuk mengantisipasi
potensi terjadinya pelanggaran hak dalam hubungan kontraktual.
Dalam hukum positif Indonesia, aspek hukum pidana mengatur
mengenai aborsi. Dikenal 2 macam abortus, yaitu Abortus
Spontanius
(Aborsi
spontan/keguguran/keluron/miskram),
danAbortus Provokatus (Aborsi buatan). Aborsi yang mengandung
aspek hukum adalah aborsi buatan. Tidak semua aborsi buatan
merupakan
ilegal,
terdapat
ketentuan
pengecualian
untuk
dilakukannya aborsi buatan ini, yaitu antara lain adanya indikasi
medis yang dapat membahayakan pihak ibu atau anak. Aborsi
buatan selain melanggar nilai-nilai keagamaan juga melanggar
undang-undang. Secara umum ketentuan pidana diatur dalam
pasal 346, 347, 348 dan 349 KUHP, dan secara khusus diatur
dalam pasal 194 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
Euthanasia
sebagai
istilah
tidak
dikenal
dalam
peraturan
perundang-undangan Belanda maupun dalam hukum positif
Indonesia. Dalam hukum positif Indonesia, aspek hukum pidana
mengatur mengenai euthanasia atau pembunuhan atas permintaan
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dari si
korban
diatur
dalam
Pasal
344
KUHP.
Jenis
kejahatan
pembunuhan ini secara umum terjadi dalam hal apabila pasien
yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan (incurable
desease)atas permintaan dari pasien yang bersangkutan untuk
dilakukan tindakan atau membiarkan tanpa dilakukannya tindakan
guna mempercepat kematian.
15
DAFTAR PUSTAKA
Arman Anwar, Penerapan Bioteknologi Rekayasa Genetika di
Bidang Medis Ditinjau dari Perspektif Filsafat Pancasila, HAM dan Hukum
Kesehatan di Indonesia, Jurnal Sasi Vol.17 No.4,Periode OktoberDesember 2010.
Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman : Forensic
Science, Bandung : Tarsito, 1983.
Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001.
S. Verbogt dan F. Tengker, Bab-Bab Hukum Kesehatan, Bandung :
Nova, tanpa tahun.
16
Sofjan Ranggawidjaja, Tidak Pidana Khusus dalam KUHP,
Bandung, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2013.
Tim Lindsey, et.al, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar,
Bandung : Alumni, 2013.
Veronica Komalawati, Membangun Hukum Yang Manusiawi Dalam
Mencegah Eksploitasi Bioteknologi, Informasi Genetik, Dan Bioterorisme
di Indonesia, Orasi Ilmiah Guru Besar Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran, Bandung, 2009.
Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi
Terapeutik Suatu Tinjauan Yuridis Persetujuan Dalam Hubungan Dokter
dan Pasien, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999.
Yuzo Adhinarta S.T., “Syair dalam Teknologi Kontemporer Hari Ini
Domba Besok Gembala Sebuah Kritik Terhadap Kloning dan Semangat
Zaman”,
[23/11/2014].
Undang-Undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.