1 PENERAPAN MODEL ARIAS (ASSURANCE, RELEVANCE, INTEREST, ASSESSMENT, SATISFACTION) UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DAN MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA DI SMA

PENERAPAN MODEL ARIAS (ASSURANCE, RELEVANCE, INTEREST,

ASSESSMENT, SATISFACTION) UNTUK MENINGKATKAN MINAT

  

Afifah, Tomo Djudin, Diah Mahmudah

Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Untan Pontianak

  

Email: afifahfir@gmail.com

Abstract

  

This pre-experimental research was aimed to investigate the use of ARIAS model to

increase students’ learning interest and to reduce students’ misconceptions on

subtopic heat in SMA Negeri 5 Pontianak. Sample of this research was students from

  

XI MIA 1 class (N=29) who choosen by intact group random sampling technique. The

questionnaire that used as research instrument to asses students’ learning interest on

heat, was adapted from 12 representation items of situational interest questionnaire in

Linnenbrink-Garcia et al research. While the diagnostic test that used as research

instrument to asses students’ conceptions on heat, consist of 10 multiple choice

questions with open reasoning. Based on the analysis of questionnaire data using the

Wilcoxon test, there was a significant increase in students’ learning interest ( = 4,70;

  ; ) with the average increase persentage equal to 36,2%.

  

Based on the analysis of diagnostic data using the McNemar test, there was a

significant students conceptual change ( = 169,86;

  ; ) with

  

the average decrease of students’ misconceptions equal to 82,13%. The use of ARIAS

model were effective in increasi ng studens’ learning interest (relatively medium with

  ⟨ g) and effective in reducing students’ misconception (relatively high with g). So this model is expected to be used as an alternative remediation

  

activities to increase students’ learning interest and to reduce students’

misconceptions.

  Keywords: ARIAS Model, Students ’ Learning Interest, Misconception, Remediation, Heat

  

PENDAHULUAN siswa, maka sebelum mengikuti proses

  Mata pelajaran fisika bertujuan agar belajar mengajar, siswa sesungguhnya telah siswa memiliki kemampuan menguasai memiliki konsepsi awal (prakonsepsi) di konsep dan prinsip serta mempunyai dalam benaknya. Konsepsi ini terbentuk dari keterampilan mengembangkan pengetahuan penafsiran mereka sendiri ketika mengamati dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk fenomena tersebut (Boo dan Watson, 2001: melanjutkan pendidikan pada jenjang yang 568). Konsepsi awal siswa bisa saja betul dan lebih tinggi serta mengembangkan ilmu sesuai dengan konsepsi ilmuwan, tetapi pengetahuan dan teknologi (Permendiknas, karena merupakan bentukan sendiri tidak 2006). jarang juga ditemukan konsepsi yang dimiliki

  Salah satu materi fisika di SMA adalah siswa keliru atau miskonsepsi. Miskonsepsi kalor. Penerapan konsep kalor banyak adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan ditemui fenomenanya dan banyak konsep yang diakui oleh para ahli (Suparno, dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari 2013: 4).

  Faktor terbentuknya miskonsepsi siswa bukan hanya dapat disebabkan oleh prakonsepsi yang keliru, melainkan juga dapat dikarenakan oleh minat belajar siswa yang rendah. Hidi dan Anderson (1992: 215) menterjemahkan minat sebagai keadaan yang berhubungan pada ketertarikan tertentu terhadap suatu situasi. Sehingga minat belajar merupakan ketertarikan terhadap suatu kegiatan belajar. Salah satu penyebab fisika kurang diminati karena materi fisika banyak terdapat konsep yang bersifat abstrak sehingga sukar membayangkannya. Siswa terbiasa hanya memikirkan hal-hal yang nyata dan yang dapat dilihat dengan indra mereka. Namun ketika mereka mempelajari konsep-konsep kalor yang banyak bersifat abstrak, siswa menjadi cenderung kesulitan dalam menggunakan nalar mereka untuk memahami konsep tersebut. Suparno (2013: 41-42) juga mengatakan bahwa siswa yang tidak tertarik pada fisika, akan kurang berminat untuk belajar fisika dan kurang memperhatikan penjelasan guru. Akibatnya, mereka akan lebih mudah keliru dalam memahami konsep materi dan membentuk miskonsepsi.

  Materi kalor merupakan salah satu materi yang masih banyak ditemukan miskonsepsi pada siswa. Miskonsepsi yang siswa alami terjadi universal di seluruh dunia tidak bergantung pada usia, kemampuan, jenis kelamin, dan lingkungan sosial-budaya. Tidak peduli seberapaa berbakat sekelompok siswa tersebut, setiap kelompok akan memiliki siswa yang mengalami miskonsepsi tanpa memandang latar belakang (Wandersee, Mintzes, & Novak, dalam Wenning, 2008). Oleh karena itu, bentuk- bentuk miskonsepsi pada materi kalor yang telah ditemukan pada penelitian sebelumnya (Mahmudah, 2013; Mhutia, 2010; Nurhasanah, 2016; Susana dkk, 2009) diyakini dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada siswa SMA Negeri 5 Pontianak.

  Siswa di kelas X SMA Negeri 5 Pontianak banyak yang mengalami miskonsepsi pada materi kalor. Hal ini terlihat dari hasil ulangan harian siswa kelas

  X SMA Negeri 5 Pontianak tahun ajaran 2016/2017 pada materi kalor yang menunjukkan bahwa terdapat 86% dari jumlah siswa yang nilainya berada di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM), yakni

  75. Ketidaktuntasan yang dialami sebagian besar siswa menandakan pemahaman konsep siswa masih sangat lemah dan merupakan indikator adanya miskonsepsi pada siswa.

  Siswa yang mengalami miskonsepsi harus diperbaiki, karena pembelajaran yang tidak memperhatikan miskonsepsi dapat menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya akan bermuara pada prestasi belajar yang rendah (Wilantara, 2003: 2). Kegiatan perbaikan tersebut disebut juga remediasi. Remediasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan oleh siswa.

  Kegiatan remedial yang akan diberikan kepada siswa diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa dan mereduksi miskonsepsi siswa. Karena menurut Suparno (2013: 41-42), siswa yang menyukai fisika biasanya lebih menaruh perhatian kepada penjelasan guru. Sehingga siswa yang berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi yang lebih rendah dari pada siswa yang tidak berminat pada fisika. Namun, minat tidak timbul secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, dan pengalaman pada waktu belajar.

  Salah satu cara membangkitkan minat yaitu dengan menggunakan berbagai macam bentuk mengajar. Oleh karena itu, model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa dan mengatasi miskonsepsi dalam kegiatan remedial pada penelitian ini adalah model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance,

  Interest, Assessment, dan Satisfaction).

  Model pembelajaran ARIAS adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran yang menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa, kegiatan pembelajaran yang ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa (Rahman dan Amri, 2014: 2). Model pembelajaran ini merupakan modifikasi dari model pembelajaran ARCS (Assurance,

  Relevance, Confidance, dan Satisfaction) oleh John M Keller (1987).

  confidence . Walaupun berubah menjadi

  Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 5 Pontianak tahun ajaran 2017/2018 yang terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas XI MIA 1,

  Experimental Design dengan rancangan One Group Pretest-Posttest Design .

  Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Pre-

  Meskipun sudah banyak penelitian yang telah menyelidiki penerapan model pembelajaran ARIAS dalam meningkatkan minat belajar siswa (Febriana, 2010), namun belum ditemukan penelitian sebelumnya yang menyelidiki penerapan model pembelajaran ARIAS dalam mereduksi miskonsepsi pada materi kalor. Penelitian ini adalah yang pertama yang bermaksud melihat peningkatan minat belajar siswa dan penurunan jumlah siswa yang miskonsepsi pada materi kalor dan sesudah diberikan kegiatan remediasi menggunakan model pembelajaran ARIAS di SMA Negeri 5 Pontianak. Melalui model pembelajaran dalam kegiatan remediasi pada penelitian ini, diharapkan dapat membuat minat belajar siswa meningkat dan miskonsepsi materi.

  Pada tahap ketiga, yaitu interest (minat dan perhatian siswa). Pada tahap inilah guru menyampaikan konsep-konsep yang benar pada materi kalor melalui serangkai metode- metode yang menarik. Pada tahap keempat model ARIAS, yaitu assessment (evaluasi), guru mengevaluasi siswa dengan memberikan konfirmasi untuk mengecek apakah konsep yang didapatkan siswa pada materi kalor sudah benar atau belum. Pada tahap terakhir yaitu satisfaction (kepuasan), guru memberikan penguatan berupa penghargaan kepada siswa secara individu maupun kelompok, sehingga siswa merasa puas dan bangga terhadap keberhasilan mereka.

  mempelajari materi kalor, guru menyajikan video-video motivasi yang diharapkan dapat membuat siswa lebih percaya diri dalam mengikuti pembelajaran dan minat belajar siswa dapat meningkat. Pada tahap kedua model ARIAS, yaitu relevance (berhubungan dengan kehidupan sehari-hari). Pada tahap ini, siswa diajak membahas contoh-contoh permasalahan terkait konsep kalor dalam kehidupan sehari-hari, sehingga guru dapat meluruskan pemahaman mereka tentang konsep tersebut. Guru juga mengemukakan tujuan serta manfaat memperlajari materi kalor bagi kehidupan siswa.

  assurance (percaya diri). Sebelum

  Pada tahap pertama model ARIAS, yaitu

  ARIAS, tetapi konsep model pembelajarannya masih sama dengan ARCS.

  karena assurance sinonim dengan kata self-

  John M. Keller (1987: 2) menyatakan “the ARCS Model of motivation was

  confidence (percaya diri) menjadi assurance,

  diganti menjadi interest. Penggantian nama

  confidence menjadi assurance dan attention

  juga dilakukan dengan penggantian nama

  satisfaction (kepuasan/bangga). Modifikasi

  diri/yakin), 4) assessment (evaluasi), dan 5)

  relevance (relevansi), 3) confidance (percaya

  Menurut Djamaah Sopah (dalam Rahman & Amri, 2014), dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen yaitu: 1) attention (minat/perhatian), 2)

  Dengan bahasa lain, bahwa model motivasi ARCS dikembangkan sebagai jawaban atas keinginan menemukan cara yang lebih efektif untuk memahami pengaruh utama pada motivasi belajar dan sebagai cara sistematis untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah dalam motivasi belajar. Salah satu variabel motivasi yaitu minat, yang merupakan gabungan dari fungsi afektif dan kognitif (Hidi, Renninger, & Krapp; 2004: 89). Sehingga model ARIAS yang merupakan modifikasi dari model ARCS, diharapkan juga dapat meningkatkan minat belajar siswa.

  developed in response to a desire to find more effective ways of understanding the major influences on the motivation to learn, and for systematic ways of identifying and solving problems with learning motivation”.

METODE PENELITIAN

  XI MIA 2, XI MIA 3. Kelas XI MIA 1 (N=29) terpilih sebagai sampel penelitian melalui teknik intact group random

  sampling.

  Alat pengumpul data yang digunakan pada penelitian ini berupa angket dan tes diagnostik. Angket diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan model ARIAS, untuk melihat minat belajar siswa terhadap materi kalor. Angket minat belajar ini merupakan hasil adaptasi dari angket minat situasional yang telah tervalidasi dalam penelitian Linnenbrink-Garcia et al (2010: 647-671). Angket berisi 12 item pernyataan dengan meliputi tiga indikator, yaitu: pemicu (triggered); mempertahankan nilai (maintained-value), dan mempertahankan perasaan (maintained-feeling). Masing- masing indikator terdiri dari 4 item pernyatan.

  Sedangkan tes diagnostik yang diberikan pada sebelum (pre-test) dan sesudah (post-

  test ) pembelajaran dengan model ARIAS,

  digunakan untuk melihat miskonsepsi siswa pada materi kalor. Tes tersebut terdiri dari 10 soal berbentuk pilihan ganda dengan alasan terbuka, dan dikelompokkan kedalam enam indikator terpilih, yaitu: menganalisis pengaruh kalor jenis, massa, dan perubahan suhu dalam kehidupan sehari-hari; menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat; menganalisis perpindahan kalor secara konduksi; menganalisis perpindahan kalor secara konveksi; menentukan suhu akhir campuran berdasarkan asas Black; menentukan zat yang menerima dan melepas kalor dalam asas Black.

  Instrumen penelitian berupa Rancangan Perencanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan soal tes diagnostik yang telah divalidasi oleh satu orang dosen Pendidikan Fisika FKIP Untan dan dua orang guru Fisika SMA Negeri 5 Pontianak dengan hasil validasi bahwa soal tes diagnostik layak digunakan dengan rata-rata validitas sebesar 3,76 (tinggi). Berdasarkan hasil uji coba soal yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sungai Raya diperoleh keterangan bahwa tingkat realibiltas soal tes diagnostik pre-test sebesar

  0,71 (realibel) dan post-test sebesar 0,73 (realibel). Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, sebagai berikut :

  Tahap Persiapan

  Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan antara lain: (1) melakukan prariset di SMA Negeri 5 Pontianak; (2) menyusun desain penelitian; (3) membuat perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian (4) melakukan validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian; (5) merevisi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian berdasarakan masukan dari validator; (6) melakukan uji coba instrumen kepada siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Sungai Raya; (6) menganalisis data hasil uji coba isntrumen (7) Merevisi instrumen setelah mengetahui hasil dari uji coba.

  Tahap Pelaksanaan

  Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan antara lain: (1) memberikan angket minat belajar dan tes awal diagnostik (pre-test); (2) menganalisis jawaban angket dan pre-test; (3) memberikan kegiatan remediasi (treatment) dengan menggunakan model ARIAS; (4) memberikan angket minat belajar dan tes akhir diagnostik (pre-test); (5) menganalisis jawaban angket dan post-test.

  Tahap Akhir

  Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap akhir antara lain: (1) menganalisis data hasil angket minat belajar sebelum dan sesudah remediasi; (2) menganalisis data hasil pre-test dan post-test ; (3) mendeskripsikan hasil pengolahan data dan menyimpulkan sebagai jawaban dari masalah penelitian; (4) menyusun laporan penelitian.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 5 Pontianak pada 29 siswa kelas XI MIA 1 tahun ajaran 2017/2018. Penelitian dilaksanakan dalam rentang waktu tiga minggu yang terdiri dari lima pertemuan. Setiap pertemuan berdurasi masing-masing selama dua jam pelajaran. Pertemuan pertama sebagai tahap awal penelitian dilakukan dengan cara diberikan angket minat untuk melihat minat belajar siswa terhadap materi kalor sebelum pembelajaran, dan kemudian memberikan pretest untuk mendiagnosa miskonsepsi yang dimiliki siswa pada materi kalor. Setelah minat siswa diukur dan bentuk-bentuk miskonsepsi siswa diketahui, pada pertemuan kedua, ketiga, dan keempat dilakukan kegiatan remediasi dengan menerapkan model ARIAS untuk meningkatkan minat belajar siswa dan memperbaiki miskonsepsi siswa. Kemudian pada pertemuan terakhir diberikan lagi angket minat yang sama untuk melihat peningkatan minat siswa terhadap materi kalor dan kemudian diberikan posttest untuk melihat perkembangan konsepsi siswa setelah diberikan remediasi.

  Minat Belajar Siswa

  ̅

  Miskonsepsi Siswa

  , maka H ditolak, dengan kata lain H a diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan minat belajar yang signifikan sesudah menggunakan model ARIAS di SMA Negeri 5 Pontianak.

  46,09% Kurang Baik 82,36% Baik 36,27% Selanjutnya data minat belajar dalam penelitian ini dianalisis secara statistik menggunakan uji Wilcoxon untuk dilihat signifikansi peningkatannya. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa = 4,70, sedangkan pada taraf signifikansi 0.05 dan df=1 adalah 3,80. Dikarenakan >

  Kategori

  ̅

  Kategori %

  

Tabel 2. Rata-Rata Persentase Peningkatan Minat Belajar Siswa

Sebelum dengan model ARIAS Sesudah dengan model ARIAS Selisih %

  Hasil data angket minat belajar siswa terhadap materi kalor sebelum dan sesudah pembelajaran secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1.

  Besar selisih persentase minat belajar dari sebelum menggunakan model ARIAS dan sesudah menggunakan model ARIAS disajikan dalam Tabel 2.

  

Rata-Rata Persentase 46,09% 82,36%

  3 Mempertahankan Perasaan (Maintained-Feeling) 276 47,59% 496 85,52%

  2 Mempertahankan Nilai (Maintained-Value) 258 44,48% 464 80%

  1 Pemicu (Triggered) 268 46,21% 473 81,55%

   %

  Tabel 1. Data Minat Belajar Sebelum dan Sesudah Menggunakan Model ARIAS No Indikator Minat Belajar Sebelum Sesudah

%

  Hasil analisis jawaban tes diagnostik siswa pada pretest dan posttest dikategorikan dalam tiga penggolongan, yaitu: konsepsi ilmiah (siswa menjawab dengan konsepsi benar), miskonsepsi (siswa menjawab dengan miskonsepsi yang akan diteliti), dan lain-lain (siswa menjawab dengan miskonsepsi lainnya, atau tidak memberikan alasan, atau dengan alasan yang kurang jelas). Deskripsi tentang bentuk-bentuk konsepsi siswa disajikan pada Tabel 3.

  

Tabel 3. Profil Miskonsepsi Mahasiswa

Pretest Posttest

  Indikator Bentuk Konsepsi N % N %

  Konsepsi Ilmiah

  Semakin besar kalor jenis suatu zat maka semakin besar pula kalor yang dibutuhkan dan semakin 7 12,07% 48 82,76% lambat kenaikan suhunya.. Kenaikan suhu berbanding terbalik dengan kalor jenis zat sesuai

  Indikator rumus .

  I Miskonsepsi Semakin besar kalor jenis suatu zat maka semakin 25 43,10%

  8 13,80% besar kalor yang dibutuhkan dan semakin cepat kenaikan suhu nya.

  Lain-lain 26 44,83%

  2 3,44%

  Konsepsi Ilmiah

  Ketika terjadi perubahan wujud dari padat 6 20,69% 24 82,76% menjadi cair, suhu zat akan tetap, sedangkan kalor akan bertambah. Indikator

  Miskonsepsi

  II Ketika terjadi perubahan wujud dari padat 14 48,28% 1 3,44% menjadi cair, suhu zat akan tetap, dan kalor juga akan tetap.

  Lain-lain

  9 31,03% 4 13,80%

  Konsepsi Ilmiah 1

  Konduksi merupakan perpindahan kalor hasil 4 13,80% 25 86,20% tumbukan antar partikel namun tidak disertai perpindahan partikel.

  Miskonsepsi 1

  Konduksi merupakan perpindahan kalor yang 9 31,03% 1 3,45% disertai perpindahan partikelnya.

  Lain-lain 16 55,17%

  3 10,35%

  Konsepsi Ilmiah 2

  Laju konduksi berbanding terbalik dengan panjang penghantar Semakin panjang suatu benda 18 62,07% 25 86,20% yang dipanaskan maka semakin lambat panas

  (kalor) yang merambat di dalam benda tersebut. Indikator Begitu juga sebaliknya.

  III Miskonsepsi 2 Laju konduksi sebanding dengan panjang penghantar. Semakin panjang suatu benda yang

  3 10,34% 0% dipanaskan maka semakin cepat panas (kalor) yang merambat di dalam benda tersebut. Begitu juga sebaliknya.

  Lain-lain

  8 27,59% 4 13,80%

  Konsepsi Ilmiah 3

  Laju konduksi berbanding lurus dengan luas penampang. Semakin luas permukaan suatu benda 1 3,45% 25 86,20% yang dipanaskan maka semakin cepat panas

  (kalor) yang merambat di dalam benda tersebut. Begitu juga sebaliknya.

  Miskonsepsi 3

  19 65,52% 4 13,80% Laju konduksi berbanding terbalik dengan luas penampang. Semakin luas permukaan suatu benda yang dipanaskan maka semakin lambat panas (kalor) yang merambat di dalam benda tersebut. Begitu juga sebaliknya.

  Lain-lain

  9 31,03% 0%

  Konsepsi Ilmiah

  Perpindahan kalor secara konveksi melibatkan 1 3,45% 28 96,55% pergerakan molekul dalam jarak yang besar akibat adanya perbedaan massa jenis.

  Indikator Miskonsepsi

  IV Perpindahan kalor secara konveksi diiringi dengan 2 6,90% proses tumbukan molekul.

  Lain-lain 26 89,65%

  1 3,45% Indikator Konsepsi Ilmiah

  V Ketika dua benda yang berlainan suhu, kemudian berkontak satu sama lain, maka kedua benda 10 34,48% 28 96,55% tersebut akan mencapai suhu yang sama (terjadi kesetimbangan termal)

  Miskonsepsi

  Ketika dua benda yang berlainan suhu, kemudian 8 27,59% 0% berkontak satu sama lain, maka kedua benda tidak harus menuju suhu yang sama.

  Lain-lain 11 37,93%

  1 3,45% Indikator Konsepsi Ilmiah

  VI Zat yang suhunya lebih tinggi akan melepaskan 22 37,93% 52 89,65% kalor, dan zat yang lebih rendah akan menerima kalor, sampai terjadi kesetimbangan termal.

  Miskonsepsi

  Suhu yang lebih tinggi akan menerima kalor dan 6 10,35% 0% suhu yang lebih rendah akan melepaskan kalor.

  Lain-lain 30 51,72%

  6 10,35% Setelah pembelajaran remediasi dengan pada semua indikator. Penurunan jumlah menerapkan model ARIAS, jumlah miskonsepsi siswa secara rinci disajikan pada miskonsepsi siswa mengalami penurunan Tabel 4.

  Tabel 4. Penurunan Persentase Jumlah Miskonsepsi Siswa

  Jumlah Miskonsepsi (N) Indikator

  ΔN %ΔN

  Pretest Posttest

  Indikator I

  52

  10 42 80,77% Indikator II

  23

  9 14 60,87% Indikator III

  65

  4 61 93,85% Indikator IV

  28

  2 26 92,86% Indikator V

  18

  3 15 83,33% Indikator VI

  37

  7 30 81,08%

  • Total 158 Rata-Rata - 82,13% Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat pada enam indikator yang diujikan.

  

perbedaan jumlah penurunan miskonsepsi Penurunan jumlah miskonsepsi terbesar terjadi pada Indikator III yaitu sebanyak 61 (93,85%) miskonsepsi, sedangkan penurunan jumlah miskonsepsi terkecil terjadi pada Indikator II yaitu sebanyak 14 (60,87%

  )

  Total

  16 13,23 Signifikan

  2

  10

  1

  5

  26 V

  2

  1

  26 24,04 Signifikan

  1

  2

  1

  9

  54 IV

  11

  21

  1

  24 Total

  Total

  10

  1

  1

  Hasil data angket minat belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan model ARIAS dianalisis lebih lanjut dalam bentuk rata-rata gain dinormalisasi

  Efektivitas Penerapan Model ARIAS

  (3,84). Hasil uji McNemar ini menandakan bahwa telah terjadi perubahan perubahan konseptual siswa yang signifikan pada semua konsep materi kalor setelah dilakukan remediasi miskonsepsi menggunakan model ARIAS dalam pembelajaran kalor di SMA Negeri 5 Pontianak.

  62 34 189 169,86 Signifikan Hasil uji McNemar pada tabel 5 menunjukkan secara jelas bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest pada taraf signifikansi 0.05. Perbedaan ini terlihat dari harga (169,86) keseluruhan indikator lebih besar dari

  6

  31 Semua Indikator

  6

  20

  13 Total

  2

  4

  12

  10

  18 26,28 Signifikan

  2

  8

  1

  7

  16 VI

  4

  4

  . Dengan demikian total penurunan jumlah miskonsepsi setelah diberikan pembelajaran remediasi sebanyak 158 miskonsepsi atau dengan persentase penurunan sebesar 82,13%.

  I

  5

  3

  1

  6

  23 38,20 Signifikan

  4

  2

  1

  Signifikan

  1

  Pretest dan Posttest

A B C D

Taraf

  McNemar Keterangan

  

Tabel 5. Rekapitulasi Signifikansi Perubahan Konseptual Siswa

Indikator No Soal Jumlah Uji

  dalam pembelajaran kalor di SMA Negeri 5 Pontianak). Rekapitulasi hasil uji McNemar untuk dan disajikan pada tabel 5.

  ARIAS

  > , berarti H ditolak atau dengan kata lain H a diterima (Terjadi perubahan konseptual siswa yang signifikan setelah dilakukan remediasi miskonsepsi menggunakan model

  H diterima (Tidak terjadi perubahan konseptual siswa yang signifikan setelah dilakukan remediasi miskonsepsi menggunakan model dalam ARIAS pembelajaran kalor). Sedangkan apabila

  < , berarti

  Selanjutnya perubahan konseptual siswa dianalisis secara statistik menggunakan uji McNemar. Apabila

  20 Total

  5

  8

  19 III

  3

  17

  1

  8

  22 49,16 Signifikan

  4

  3

  3

  4

  9

  4

  2

  Total

  19 12,19 Signifikan

  4

  4

  2

  2

  43 II

  ⟨ g ⟩ yang disajikan dalam tabel 6 berikut.

  

Tabel 6. Perhitungan Efektivitas Penerapan Model ARIAS terhadap

Peningkatan Minat Belajar Siswa pada Materi Kalor

  Indikator I 6 10% 48 83% Tinggi Indikator II 6 21% 23 79% Tinggi

  Sebelum diberikan pembelajaran menggunakan model ARIAS, sampel terlebih dahulu diukur seberapa besar minat belajarnya terhadap materi kalor yang telah diajarkan pada pembelajaran reguler. Indikator minat belajar yang memiliki peningkatan persentase terbesar adalah pada indikator ketiga “mempertahankan nilai (maintained-value)” dari 47,59% menjadi 80%. Indikator ketiga ini mencirikan munculnya reaksi afektif siswa karena siswa percaya bahwa suatu materi pelajaran tersebut penting dan berarti.

  belajar siswa dan mereduksi miskonsepsi siswa pada materi kalor. Secara khusus, sesuai dengan tujuan dari penelitian ini maka dibahas hasil temuan terhadap peningkatan persentase minat belajar siswa, signifikansi peningkatan minat belajar siswa, profil atau bentuk-bentuk konsepsi siswa pada materi kalor, penurunan persentase jumlah miskonsepsi siswa pada materi kalor, signifikasi perubahan konsepsi siswa, dan efektivitas penerapan model ARIAS dalam meningkatkan minat belajar dan mereduksi miskonsepsi siswa.

  Satisfaction ) untuk meningkatkan minat

  Kegiatan remediasi dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment,

  Pembahasan

  ⟨ g ⟩ . Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan model ARIAS memiliki efektivitas yang tinggi dalam mereduksi atau menurunkan miskonsepsi siswa pada materi kalor.

  86,5% 0,83 Tinggi Berdasarkan Tabel 7, diperoleh rata-rata gain dinormalisasi sebesar secara keseluruan sebesar

  Rata-rata 22,1 %

  Indikator V 11 38% 26 90% 0,84 Tinggi Indikator VI 21 36% 51 88% 0,81 Tinggi

  Indikator III 22 25% 75 86% Tinggi Indikator IV 1 3% 27 93% 0,92 Tinggi

  ⟨ ⟩ Kategori ∑Tmis % Tmis ∑ TMis % Tmis

  Indikator Sebelum Sesudah

  Pretest Posttest

  Indikator

  Tabel 7. Perhitungan Efektivitas Penerapan Model ARIAS terhadap Penurunan Miskonsepsi Siswa pada Materi Kalor

  lebih lanjut dalam bentuk rata-rata gain dinormalisasi ⟨ g ⟩. Berikut rekapitulasi hasil perhitungan gain ternormalisasi yang disajikan pada Tabel 7.

  posttest miskonsepsi siswa juga dianalisis

  ) tergolong dalam kategori sedang dengan rata-rata gain dinormalisasi sebesar ⟨ g ⟩ . Selanjutnya hasil pretest dan

  Rata-rata 267,33 46,09% 477.67 82,36% 0,67 Sedang Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan efektivitas penerapan model ARIAS dalam meningkatkan minat belajar pada sampel kelas XI MIA 1 (

  % Indikator I 268 46,21% 473 81,55% 0,65 Sedang Indikator II 258 44,48% 464 80% 0,64 Sedang Indikator III 276 47,59% 496 85,52% 0,72 Tinggi

  % ∑

  ⟨ ⟩ Kategori ∑

  Hasil temuan ini menunjukkan pada awalnya siswa mengganggap materi kalor adalah materi yang kurang penting untuk dipelajari, dan siswa masih berpikir bahwa kurangnya manfaat dalam penerapan materi kalor di kehidupan sehari-hari. Namun setelah diberikan remediasi dengan model ARIAS, persentase pada indikator ketiga meningkat. Hal ini dapat dikarenakan model ARIAS memiliki tahap relevance, yaitu mengaitkan materi kalor terhadap contoh-contoh penerapannya dikehidupan sehari. Sehingga siswa semakin bisa menemukan manfaat dan pentingnya materi kalor untuk dipelajari.

  Indikator minat belajar yang memiliki peningkatan persentase terkecil adalah pada indikator ke dua “mempertahankan nilai (maintained-feeling

  )” dari 44,48% menjadi 80%. Namun selisihnya tidak jauh berbeda dari indikator lainnya. Indikator ini mengacu pada reaksi yang dimiliki siswa terhadap materi pelajaran secara afektif (sikap atau perasaan) (Linnenbrink-garcia et al, 2010). Hal ini menunjukkan, awalnya reaksi perasaan siswa terhadap materi kalor yang diajarkan kurang baik. Siswa kurang menyukai dan kurang senang dengan materi kalor yang diajarkan sebelumnya pada pembelajaran reguler.

  Setelah diberikan pembelajaran dengan model ARIAS, persentase pada indikator kedua ini meningkat. Peningkatan ini dapat dikarenakan pada model ARIAS terdapat tahap

  interest , dimana peneliti menyajikan materi

  kalor dengan metode-metode menarik yang membuat siswa merasa lebih senang dan tertarik dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Pezhman Zare (2012) yang menyimpulkan bahwa penggunaan berbagai metode pembelajaran dapat membantu meningkatkan minat belajar siswa. Hasil rata- rata persentase dari ketiga indikator mengkonfirmasi bahwa pembelajaran dengan menerapkan model ARIAS dapat meningkatkan persentase minat belajar siswa pada materi kalor dari 46,09% menjadi 82,36%.

  Hasil angket minat belajar siswa sebelum dan sesudah menggunakan model ARIAS dianalisis lagi lebih lanjut secara statistik untuk memastikan terjadinya perubahan peningkatan minat belajar siswa. Analisis secara statistik menggunakan uji statistik Wilcoxon mengkonfirmasi bahwa terdapat peningkatan minat belajar yang signifikan antara data minat belajar siswa sebelum dan sesudah menggunakan model ARIAS ( = 4,70; ; ).

  Berdasarkan hasil tes diagnostik pretest, rata-rata persentase miskonsepsi siswa sebesar 77,83%. Siswa yang diteliti sebagian besar tidak menjawab dengan konsepsi yang ilmiah pada materi kalor meskipun telah mendapatkan materi ini sebelumnya pada pembelajaran reguler. Hal ini menandakan bahwa siswa belum memahami materi kalor secara utuh dan mendalam sehingga mereka masih memiliki miskonsepsi meskipun telah mendapat pembelajaran regular sebelumnya.

  Tabel 3 menunjukkan bahwa bentuk miskonsepsi yang paling banyak dialami oleh siswa adalah pada indikator 1. Pada indikator 1, siswa diminta menganalisis pengaruh kalor jenis, massa, dan perubahan suhu dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat 43,10% siswa menjawab seperti bentuk miskonsepsi yang diteliti, bahwa semakin besar kalor jenis suatu zat, maka semakin besar kalor yang dibutuhkan dan semakin cepat kenaikan suhunya. Bentuk miskonsepsi ini telah diungkapkan pada penelitian Muthiah (2010) tentang miskonsepsi suhu dan kalor di kelas X SMA Negeri 1 Paloh. Namun setelah diterapkan pembelajaran dengan model ARIAS, persentase siswa yang menjawab dengan bentuk miskonsepsi ini menurun menjadi 13,80%.

  Sebelum diterapkan model ARIAS, hanya terdapat 12,07% siswa yang menganggap sesuai dengan konsepsi ilmiah. Hal ini dapat terjadi karena siswa seringkali menggunakan persamaan matematis untuk menjelaskan prediksinya secara tidak tepat (Gunstone dan White, 1981: 299). Siswa terpaku pada persamaan kalor Q=

  , tanpa memahami konsep yang sebenarnya terjadi. Sehingga ketika persamaan dibalik menjadi , siswa menjadi kebingungan terhadap konsep tersebut. Namun setelah diterapkan pembelajaran dengan model ARIAS, persentase siswa yang menjawab sesuai dengan konsepsi ilmiah pada indikator ini meningkat menjadi 82,76%.

  Sedangkan bentuk miskonsepsi yang paling sedikit dialami oleh siswa adalah pada indikator IV. Pada indikator 4, siswa diminta menganalisis perpindahan kalor secara konveksi. Pada indikator ini, jawaban sebagian besar siswa dikategorikan dalam kategori “lain-lain”, karena siswa menjawab dengan tidak memberikan alasannya, menjawab dengan alasan yang tidak jelas, dan menjawab beserta alasan namun dengan bentuk miskonsepsi yang berbeda dari yang diteliti. Hanya ada 3,45% siswa yang menjawab dengan konsepsi ilmiah, bahwa perpindahan kalor secara konveksi melibatkan pergerakan molekul dalam jarak yang besar akibat adanya perbedaan massa jenis. Terdapat 6,9% siswa yang menjawab dengan bentuk miskonsepsi yang diteliti bahwa perpindahan kalor secara konveksi diiringi dengan proses tumbukan molekul. Hal ini menunjukkan bahwa penemuan bentuk miskonsepsi seperti ini tergolong kecil karena hanya sedikit ditemukan pada siswa.

  Namun setelah diberikan pembelajaran dengan model ARIAS, tidak ada (0%) lagi siswa yang menjawab seperti bentuk miskonsepsi pada indikator 4. Sedangkan persentase siswa yang menjawab sesuai dengan konsespsi ilmiah meningkat menjadi 96,55%.

  Dari delapan bentuk miskonsepsi yang diteliti, hanya empat bentuk miskonsepsi saja yang dapat dihilangkan secara menyeluruh, sedangkan empat bentuk konsepsi lainnya masih dijumpai pada sebagian kecil siswa. Hal ini membuktikan bahwa miskonsepsi bersifat resistant, menetap, dan sangat sulit untuk diperbaiki (Wandersee et al, 1994), karena sebagian bentuk miskonsepsi masih ditemui setelah kegiatan remediasi. Peneliti tidak berpikir bahwa penerapan model ARIAS akan sungguh-sungguh efektif dalam menimbulkan perubahan pada semua siswa.

  Berdasarkan hasil pretest dan posttest penelitian ini ditemukan penurunan jumlah miskonsepsi siswa pada semua konsep dengan persentase yang berbeda-beda. Penurunan jumlah miskonsepsi siswa terbesar terjadi pada indikator III sebesar 93,85%. Hal ini dapat terjadi karena miskonsepsi yang siswa miliki mungkin masih berupa single ideas (gagasan- gagasan tunggal) sehingga lebih mudah untuk diperbaiki. Sebaliknya, pada indikator II terjadi penurunan jumlah miskonsepsi siswa terkecil dengan persentase sebesar 60,87%. Penurunan persentase jumlah miskonsepsi yang sedikit pada konsepsi ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang masih memiliki miskonsepsi, hal ini dapat disebabkan karena miskonsepsi yang siswa miliki telah berada pada tingkat mental model atau bahkan categories (pengelompokan) sehingga lebih sulit untuk diperbaiki. Gagasan tunggal yang salah dapat diperbaiki melalui sebuah refutasi (sanggahan), sementara kecacatan model mental akan memerlukan beberapa sanggahan, dan miskonsepsi yang parah yang disebabkan oleh pengelompokan informasi yang keliru perlu ditangani sesuai dengan tingkat kategoris.

  Secara keseluruhan, terjadi penurunan jumlah miskonsepsi siswa sebesar 82,13%. Meskipun masih belum ditemukan penelitian yang sama yang dapat dijadikan pembanding, namun ada penelitian serupa (Alim, 2014) yang menyimpulkan bahwa penerapan model ARIAS dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar juga dapat salah satu indikator bahwa siswa telah memahami konsep sesuai dengan konsepsi ilmiah dan tidak mengalami miskonsepsi.

  Hasil temuan di atas mengkonfirmasi bahwa kegiatan remediasi dengan menggunakan penerapan model ARIAS dapat menurunkan persentase jumlah miskonsepsi siswa. Terjadinya penurunan jumlah miskonsepsi siswa ini juga menandakan bahwa siswa telah mengganti miskonsepsi yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang sesuai dengan konsep ilmiah. Hal ini menunjukkan telah terjadi proses perubahan konseptual.

  Secara keseluruhan , penerapan model ARIAS dapat dikatakan mampu menimbulkan perubahan konseptual, walaupun masih terdapat beberapa siswa yang tidak mengalami perubahan konseptual. Analisis secara statistik menggunakan uji McNemar mengkonfirmasi bahwa terdapat perbedaan jumlah miskonsepsi siswa yang signifikan antara pretest dan

  posttest (

  ; ; ). Ini berarti telah terjadi perubahan konseptual yang signifikan pada materi kalor setelah diberikan kegiatan remediasi.

  Ada penelitian serupa sebelumnya yang telah menyelidiki tentang penerapan model ARIAS yang dapat dijadikan sebagai pembanding, meskipun sesungguhnya terdapat perbedaan variabel dengan penelitian ini. Penelitian ini menyelidiki penerapan model ARIAS untuk mereduksi miskonsepsi siswa. Sedangkan hasil penelitian Antomi Saregar dkk (2017) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penerapan model ARIAS terhadap pemahaman konsep siswa.

  Hasil pretest menunjukkan bahwa lebih separuh dari jumlah jawaban siswa (77,83%) pada awalnya tergolong miskonsepsi. Namun setelah pembelajaran remediasi diberikan, hasil posttest menunjukkan jumlah jawaban siswa yang tergolong miskonsepsi tinggal 15,17%. Artinya, terdapat selisih persentase jumlah miskonsepsi siswa sebesar 62,66% dan persentase penurunan jumlah miskonsepsi siswa sebesar 82,13%.

  Menghitung besar peningkatan minat belajar dan signifikasi peningkatannya masih belum begitu jelas dalam menggambarkan seberapa baik pengaruh penerapan model ARIAS dalam meningkatkan minat belajar. Oleh karena itu, peneliti menginterpretasikan tingkat efektifitas dalam bentuk rata-rata gain dinormalisasi

  ⟨ g ⟩. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh rata-rata gain dinormalisasi secara keseluruan sebesar

  ⟨ g ⟩ . Harga gain menunjukkan bahwa penerapan model ARIAS memiliki efektivitas yang sedang dalam meningkatkan minat belajar siswa. Meskipun masih belum ada penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan pembanding, namun ada penelitian serupa oleh Lastri Kirana dkk (2015), yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran ARIAS efektif untuk meningkatkan motivasi siswa (

  ; =0,05). Menurut Hidi, Renninger, & Krapp (2004), minat juga merupakan salah satu variabel dari motivasi yang mengkombinasikan fungsi afektif dan kognitif.

  Untuk mendukung pendekatan yang lebih ilmiah dalam melaporkan bagaimana pengaruh kegiatan remediasi, peneliti menginterpretasikan tingkat efektivitas dalam bentuk rata-rata gain dinormalisasi ⟨ g ⟩. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh rata-rata gain dinormalisasi secara keseluruan sebesar ⟨ g ⟩ . Harga gain menunjukkan bahwa penerapan model ARIAS memiliki efektivitas yang tinggi dalam mereduksi atau menurunkan miskonsepsi siswa pada materi kalor. Masih belum ada penelitian sebelumnya yang menyelidiki efektivitas penerapan model ARIAS terhadap miskonsepsi, namun ada penelitian serupa (Antomi Saregar dkk, 2017) yang menyimpulkan bahwa terdapat pembelajaran menggunakan model ARIAS lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional terhadap pemahaman konsep siswa.

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) terjadi peningkatan minat belajar siswa yang signifikan ( = 4,70;

  ; ) sesudah diberikan pembelajaran dengan menerapkan model ARIAS pada materi kalor di SMA Negeri 5 Pontianak, dengan besar peningkatan persentase minat belajar siswa adalah 36,27%; (2) bentuk miskonsepsi yang paling banyak ditemukan penelitian ini yaitu

  “semakin besar kalor jenis suatu zat maka semakin besar kalor yang dibutuhkan dan semakin cepat kenaikan suhu nya (43,10% pada pretest dan 13,80% pada posttest) dan bentuk miskonsepsi yang paling sedikit ditemukan yaitu “perpindahan kalor secara konveksi diiringi dengan proses tumbukan molekul

  ” (6,90% pada pretest dan 0% pada posttest); (3) besar penurunan persentase jumlah miskonsepsi siswa pada materi kalor sesudah diberikan kegiatan remediasi menggunakan model ARIAS di SMA Negeri 5 Pontianak adalah sebesar 82,13%; (4) terjadi perubahan konseptual siswa yang signifikan ( = 169,86; ; ) pada materi kalor sesudah diberikan kegiatan remediasi miskonsepsi menggunakan model ARIAS di SMA Negeri 5 Pontianak; (5) efektifitas penerapan model ARIAS terhadap peningkatan minat belajar pada materi kalor di SMA Negeri 5 Pontianak tergolong sedang dengan harga gain ternormalisasi sebesar

  ⟨ g ⟩ ; (8) efektifitas penerapan model ARIAS terhadap penurunan miskonsepsi siswa pada materi kalor di SMA Negeri 5 Pontianak tergolong tinggi dengan harga gain ternormalisasi sebesar (

  ⟨ g ⟩ ).

  Saran

  Sehubungan dengan hasil penelitian ini, dapat disarankan kepada pihak-pihak terkait sebagai masukan dan bahan pertimbangan, antara lain: (1) guru perlu mengukur minat belajar siswa dan menggali miskonsepsi siswa, kemudian mempertimbangkan penerapan model ARIAS sebagai alternatif model untuk meningkatkan minat belajar siswa dan mereduksi miskonsepsi siswa; (2) Peneliti selanjutnya perlu meneliti tentang korelasi (hubungan) minat belajar terhadap miskonsepsi siswa.