TITIK KRITIS DALAM SKEMA SERTIFIKASI PRODUK ELEKTRIK-ELEKTRONIK DI INDONESIA
TITIK KRITIS DALAM SKEMA SERTIFIKASI PRODUK ELEKTRIK-ELEKTRONIK DI INDONESIA Critical Point of Product Certification Scheme for Electric-Electronic Products in Indonesia
Endi Hari Purwanto dan Suprapto
Pusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi, Badan Standardisasi Nasional Gedung 1 BPPT, Lantai 12, Jl. M.H.Thamrin no 8, Kebon Sirih, Jakarta Pusat 10340, DKI Jakarta, Indonesia e-mail: endi@bsn.go.id
Diterima: 27 November 2017, Direvisi: 7 Desember 2017, Disetujui: 11 Desember 2017
Abstrak
Skema sertifikasi merupakan piranti pengawasan pra-pasar dari proses jaminan mutu suatu produk. Fenomena menunjukkan bahwa meskipun SNI produk elektrik-elektronik (EE) sudah diberlakukan secara wajib namun masih ada produk yang tidak memenuhi syarat SNI. Ada lebih kurang 13% dari 10 produk (uji petik) tidak memenuhi syarat SNI. Penelitian ini bertujuan mencari titik kritis skema sertifikasi produk EE. Metode yang digunakan adalah survei dengan alat bantu kuesioner dan diskusi dengan pakar. Hasil menunjukkan bahwa titik kritis yang paling penting diperhatikan bagi setiap lembaga sertifikasi produk dalam menyusun skema sertifikasi adalah 1) survailen pasar, 2) proses pengambilan contoh, 3) kompetensi auditor yang ditunjuk LsPro, 4) validitas hasil laboratorium uji, 5) Kalibrasi alat ukur dan 6) Penjadwalan wittness KAN. Dalam penyusunan skema sertifikasi diharapkan Pemerintah dapat memperhatikan prinsip dan kritis seperti yang telah disebutkan di atas.
Kata kunci: tipe sertifikasi, titik kritis skema sertifikasi, jaminan mutu, AQL, survailans.
Abstract
The certification scheme is a pre-market condition inspection tool of a product's quality assurance process. The phenomenon shows that although SNI of electric-electronic (EE) products has been enforced compulsorily, there are still EE products that do not meet the SNI requirements. There are approximately 13% of the 10 products (excepts) are not fullfiled SNI requirements. This study aims to find the critical point of EE product certification scheme. The method used is a survey with questionnaires and discussion tools with experts. The results indicate that the most important critical points to be considered for each product certification body in establishing a certification scheme are 1) market surveillance, 2) Sampling process, 3) Auditor competence who appointed by LsPro, 4) validity of laboratory test results, 5) Calibration of measuring instrument and 6) KAN scheduling wittness. In the preparation of the certification scheme it is expected that the Government can pay attention to the principles and critical points as mentioned above.
Keywords: type certification, critical point certification scheme, quality assurance, AQL, surveillance.
1. PENDAHULUAN
testing ), dan inspeksi (inspection). Berdasarkan tingkat resiko, produk EE termasuk kategori
Penerapan skema sertifikasi berlaku ketentuan resiko tinggi dan medium (APEC GRP,2008). bahwa semakin tinggi tingkat resiko suatu
Skema sertifikasi adalah bagian dari produk maka diberlakukan semakin ketat.
penilaian kesesuaian. Skema sertifikasi dalam Adapun produk dengan tingkat resiko rendah,
konteks regulasi teknis biasa disebut Juknis boleh tidak memerlukan kegiatan penilaian
(Petunjuk teknis) merupakan bagian penting dari kesesuaian
jaminan mutu suatu produk yang disertifikasi. Sebaliknya untuk tingkat resiko produk terhadap
Skema sertifikasi berpengaruh kuat terhadap masyarakat dan lingkungan semakin tinggi,
mekanisme sertifikasi dalam rangka integritas memerlukan kegiatan penilaian kesesuaian yang
produk yang disertifikasi terhadap acuan ketat sebelum produk diedarkan dan diawasi
sertifikasi (PSN 302, 2016). langsung oleh Pemerintah. Berdasarkan APEC
Mayoritas produk EE secara umum Guide on GRP , tingkat pemberlakuan regulasi
ditetapkan untuk diterapkan SNI-nya secara dimulai dari tanpa regulasi, deklarasi pemasok
wajib, dengan pola pemberlakuan registrasi. (supplier declaration ), registrasi (registration),
Berdasarkan hasil uji petik PSPS (Pusat Sistem persetujuan (approval), pengujian tumpak (batch
Penerapan Standardisasi, BSN tahun 2002
Jurnal Standardisasi Volume 19 Nomor 2, Juli 2017: Hal 155 - 168
sampai dengan tahun 2015, menunjukkan dikarenakan ada masalah dalam skema bahwa baru 59,72% (rata-rata gabungan produk
sertifikasi dalam juknis dan ada masalah dalam EE) yang memenuhi SNI (PSPS, 2015). Ini
pelaksanaan lembaga/personil terhadap skema adalah fakta yang harus dicari faktor
sertifikasi. Penelitian ini bertujuan melakukan penyebabnya.
pencarian atau identifikasi titik kritis dalam suatu Jika ditinjau dari sisi produsen, tidak satu
skema sertifikasi sehingga dengan diketahuinya pun industri yang tidak menerapkan SNI untuk
titik kritis ini dapat menjadi perhatian dan produk tersebut. Apabila ditinjau dari sisi standar
evaluasi pemerintah terhadap skema sertifikasi maka hampir 90% standar SNI yang digunakan
produk.
adalah adopsi identik standar IEC, harmonis dengan standar internasional dan harmonis
2. TINJAUAN PUSTAKA
dengan standar internasional tidak ada faktor national differences yang signifikan sehingga
2.1 Skema Sertifikasi Produk
tidak menghambat industri dalam memenuhi Skema sertifikasi adalah sistem sertifikasi yang kriteria spesifikasi SNI. Apabila dilihat dari sisi
berkaitan dengan produk tertentu (produk “x”) kepercayaan LsPro terhadap juknis, maka
yang sama dan menggunakan prosedur yang hampir seluruhnya menyatakan confidence
sama (Sunarya, 2015). Pemilik skema adalah terhadap juknis yang disusun pemerintah.
orang atau oraganisasi yang mengembangkan Apabila LsPro sangat percaya juknis yang ada
dan mempertahankan skema sertifikasi. (ISO dapat memberikan jaminan mutu produk maka
17067:2013, klausul 6.3).
mengapa hasil uji petik kesesuaian SNI masih Dengan skema sertifikasi, sebuah tidak sesuai dengan SNI? Dengan demikian
potensi kesalahannya adalah LsPro tidak lembaga sertifikasi menjamin produk yang telah kompeten terhadap skema sertifikasi.
dinilai kesesuaiannya terhadap standar tetap berada dalam persyaratan teknis yang
Namun kondisi skema sertifikasi saat ini dipersyaratkan. Penentuan tipe skema sertifikasi menjadikan LsPro bebas menafsirkan sendiri
apa yang paling tepat untuk menilai kesesuaian penerapan skema. Skema sertifikasi belum detil
suatu produk yang dihasilkan oleh industri baik menjelaskan berbagai kemungkinan penafsiran
dalam negeri maupun industri luar negeri/importir dari metode yang berbeda, skema sertifikasi
(KAN, 2007).
belum menjelaskan secara rinci syarat kecukupan pengambilan sampel, dan skema
2.2 Pohon Skema Sertifikasi
sertfikasi belum menjelaskan bagaimana surveilans harus dilaksanakan. Akibatnya
Sebelum mengidentifikasi titik mana dari suatu muncul berbagai penafsiran dan ketidakjelasan
skema sertifikasi merupakan titik kritis maka hasil dari implementasi skema sertifikasi. Apabila
perlu diketahui beberapa elemen yang demikian maka ada potensi masalah dalam
terkandung dalam sebuah skema sertifikasi skema sertifikasi.
dalam pohon skema sertifikasi dan elemen Berdasarkan hal tersebut di atas, maka turunannya sebagai berikut:
munculnya produk yang tidak sesuai di lapangan
Gambar 1 Pohon skema sertifikasi produk dan elemen-elemennya. (sumber: hasil pengolahan data peneliti, 2017).
Titik Kritis Dalam Skema Sertifikasi Produk Elektrik-Elektronik Di Indonesia
(Endi Hari Purwanto dan Suprapto)
2.3 Titik Kritis Produk Dikaitkan terhadap
jika produk sangat dipengaruhi oleh metode
distribusi produk maka titik kritisnya adalah pada Apabila produk mempunyai tingkat resiko yang
Faktor-Faktor Produk
saat pengujian dan produk di pasar. tinggi seperti pangan maka titik kritisnya adalah
Selengkapnya tersaji dalam Tabel 1 berikut ini. pada pengujian dan proses produksi. Adapun
Tabel 1 Faktor yang berpengaruh versus Titik Kritis.
No Faktor-Faktor
Titik Kritis
Pertimbangan
Proses
1 Tingkat Resiko (risk level)
Testing dan Proses Produksi
2 Dampak terhadap distribusi produk
Testing dan Pasar
3 Kompleksitas produksi
Testing , Proses Produksi dan Pasar
4 Stabilitas produk
Testing , Proses produksi dan Pasar
5 Homogenitas produk
Testing , Proses produksi dan Pasar
6 Produk Massal
Type test dan Proses produksi
7 Kontinuitas proses produksi
Testing dan Proses produksi
8 Resiko pemalsuan
Testing dan Pasar
9 Umur simpan
Testing dan Pasar
Sumber : Hasil pengolahan data peneliti, 2017
3. METODE PENELITIAN
yaitu: 1) survei industri, 2) survei LsPro, 3) Studi literatur dan 4) wawancara LsPro melalui FGD.
Secara lengkap desain metode penelitian tersaji menggunakan metode survei dan wawancara
Penelitian ini dilaksanakan
dengan
dalam Tabel 2.
responden stakeholder yang meliputi 4 tahap
Tabel 2 Desain penelitian : jenis data, parameter, metode sampling, metode pengumpulan data metode analisis dan kriteria.
Output Sasaran
Metode Kriteria
Penelitian Output
Jika bobot % < 70 = ada
masalah Titik kritis
1. Pengenalan produsen thd skema
Jika bobot % > 70 = berdasar
2. Perhatian dan kepemilikan
e Pembobotan bukan masalah 1 Survei
produsen thd AQL
Purposiv
Atas Pilihan Apabila parameter “ada industri
Primer
3. Produsen yang tidak mengenal AQL
Sampling
Kuesioner
4. Juknis menjadi rujukan
(n=15)
Responden (%) masalah” maka
pengambilan sampel
(Pop=88)
didefinisikan sebagai titik
5. Dimana sampel diambil?
kritis yang harus mendapat perhatian
1. LsPro mengembangkan skema lebih rinci
Jika bobot % < 70 = ada kas
2. Mengacu juknis, pelibatan
masalah ifi
stakeholder dan faktor resiko
Jika bobot % > 70 = Titik kritis
3. Kepercayaan thd skema‐juknis
e Pembobotan a Sert
bukan masalah 2 berdasar
dalam menjamin mutu
Purposiv
Atas Pilihan Apabila parameter “ada m
Prime r
4. LsPro aktif memberi masukan juknis
Kuesioner
Responden (%) masalah” maka m Ske
Survei LsPro
5. LsPro banyak fokus pada audit
Sampling
(n=4)
didefinisikan sebagai titik la
jaminan proses produksi
(Pop=74)
6. LsPro hanya sampling pasar untuk
kritis yang harus
mendapat perhatian s da
tipe 5
7. Tingkat kompetensi asesor dalam
Kriti
verifikasi skema
tik Titik kritis
1. Uji tipe
Ti 3 berdasar Sekunder
pendapat Sesuai literatur relevan dan Studi
2. Penentuan sampel
Studi
Sintesa
3. Perbedaan hasil uji
Literatur
dalam literatur ada bukti empiris penelitian Pertama, responden
Literatur
4. Pengawasan tidak ketat (survailans)
diberikan pilihan untuk
Validasi menjawab memilih secara Titik kritis
1. Survailans pasar
2. Hasil lab. Pengujian tidak valid
2 pertanyaan kesalahan bahwa LsPro 4 berdasar
3. LsPro menunjuk auditor tidak
Purposiv
menggunakan bebas dari 10 potensi
dengan pola tidak kompeten FGD
Primer
kompeten
e Sampling
FGD dan
4. Pengambilan contoh (“Gold sampel”)
(n=6)
Kuesioner
Pertanyaan Kedua, hasilnya divalidasi
5. Kalibrasi alat ukur
(Pop=74)
berbeda dengan diberikan pilihan
6. Penjadwalan withness yang kurang
menjawab 10 potensi kesalahan pada LsPro dengan cara diberi ranking.
Sumber : hasil pengolahan data peneliti, 2017
3.1 Alur Proses metode mencari titik
mengunakan 2 jenis responden yaitu responden
kritis
industri (n=15) dan responden LsPro (n=4), Penelitian ini menggunakan metode survei dan
sedangkan metode diskusi (FGD) mengunakan diskusi (FGD). Adapun metode survei dengan
responden LsPro (n=6). Alur prosesnya secara umum adalah tahap 1, digunakan metode survei
Jurnal Standardisasi Volume 19 Nomor 2, Juli 2017: Hal 169 - 182
industri, tahap 2 yaitu dilakukan survei LsPro, yaitu dilakukan FGD untuk mendapatkan titik tahap 3 yaitu dilakukan studi literatur dan tahap 4
kritis final.
Gambar 2 Alur Proses Mencari Titik Kritis Skema Sertifikasi (Sumber: Hasil pengolahan data peneliti, 2017)
Dalam Tahap 4 ini terdiri wawancara responden dilakukan dengan mengajukan 2 pertanyaan kunci yaitu:
Tabel 3 Pertanyaan dalam wawancara responden FGD.
No Pertanyaan
Indikator Jawaban
a) LSPro menunjuk auditor yang tidak kompeten b) Pengkaji hasil laboratorium uji yang tidak kompeten
c) PPC yang tidak kompeten
Jika LSPro menyatakan "Ya" maka mengapa d) Laboratorium uji tidak memberikan hasil yang valid hasil uji petik kesesuaian SNI masih tidak
e) Asesor KAN yang tidak kompeten
1 sesuai dengan SNI, dengan demikian potensi f) Auditor LSPro yang tidak kompeten dalam memastikan konsistensi proses produksi kesalahannya adalah LSPro tidak kompeten
g) Kalibrasi alat uji atau alat ukur yang tidak rutin
dalam beberapa hal dibawah ini yaitu h) Penjadwalan witness yang tidak mencukupi (kurang)
i) Kurangnya survailans di pasar (LSPro) j) LSPro yang tidak memperhatikan Acceptance Quality Level (AQL) produsen dalam
proses evaluasi. 1) LSPro menunjuk auditor yang tidak kompeten 2) Pengkaji hasil laboratorium uji yang tidak kompeten
3) PPC yang tidak kompeten 4) Laboratorium uji tidak memberikan hasil yang valid
Dari potensi di atas manakah yang memiliki
5) Asesor KAN yang tidak kompeten
2 probabilitas tinggi menjadi akar masalah dari 6) Auditor LSPro yang tidak kompeten dalam memastikan konsistensi proses munculnya ketidaksesuaian produk EE wajib?
produksi
Berikan bobot dalam pilihan berikut ini?
7) Kalibrasi alat uji atau alat ukur yang tidak rutin 8) Penjadwalan witness yang tidak mencukupi (kurang) 9) Kurangnya survailans di pasar (LSPro) 10) LSPro yang tidak memperhatikan Acceptance Quality Level (AQL) produsen dalam
proses evaluasi.
Sumber : Hasil pengolahan data peneliti, 2017
Titik Kritis Dalam Skema Sertifikasi Produk Elektrik-Elektronik Di Indonesia
(Endi Hari Purwanto dan Suprapto)
3.2 Jenis Responden
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
a) Responden Industri (n=15)
4.1 Titik Kritis Berdasarkan Survei Industri
Penelitian ini menggunakan sampel industri Berdasarkan hasil survei lapangan diperoleh sebanyak 15 industri yang diambil dari 7 kota
bahwa hanya 67% produsen yang mempunyai besar di Indonesia yang meliputi: 1) Bogor
pengetahuan dan mengenal skema sertifikasi. (20%), 2) Jakarta (20%), 3) Tangerang (20%), 4)
Hal ini dikarenakan tidak banyak dari industri Bekasi (13%), 5) Surabaya (13%), 5) Batam dan
yang mengetahui bahwa dalam proses
6) Semarang (7%). Pemilihan kota didasarkan pengajuan sertifikasi produk di LsPro, mereka atas tingginya polarisasi industri produk elektrik
tanpa sadar telah mengikuti langkah-langkah elektronik yang berkumpul di wilayah tersebut.
yang ditetapkan oleh LsPro. Sebagai bagian dari Tidak ada perbedaan yang khusus diantara
skema sertifikasi namun tidak banyak dari industri elektrik elektronik sehingga implementasi
produsen yang mengetahui hal tersebut. Kondisi skema dan liabilitas cukup diambil sampel di
ini menunjukkan bahwa masih belum meratanya beberapa kota di Jawa. Pengambilan sampel di
pemahaman produsen terkait skema sertifikasi. kota Batam dilakukan untuk melihat keterwakilan
Dibutuhkan sosialisasi yang lebih luas perilaku industri elektrik elektronik di wilayah
mengenai apa, bagaimana dan siapa skema otoritas Batam yang berbeda dengan kota
sertifikasi itu ditetapkan dan dilaksanakan lainnya.
sehingga produsen akan lebih memahami hak Pengambilan sampel industri pun
dan kewajibannya. Alasannya adalah ada 27% mempertimbangkan aspek besar kecilnya
industri yang tidak mengenal skema sertifikasi perusahaan. Dalam penelitian ini jumlah industri
adalah industri produk EE yang bukan SNI wajib. menengah-besar lebih banyak yaitu 67% dan
Di sisi lain belum banyak produsen jumlah sampel untuk industri kecil-menengah
bahkan LsPro yang mempertimbangkan nilai sebanyak 33%.
AQL, yaitu Acceptance Quality Level. Studi Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
menunjukkan hanya 60% (n=15) produsen yang besar industri elektrik elektronik di Indonesia
memperhatikan dan memiliki AQL. Kondisi juga berbasis
memperlihatkan masih belum homogennya memerlukan teknologi, sumber daya yang tidak
pemahaman industri terkait AQL. Bahkan 20% sedikit dan hak kepemilikan intelektual atas
(n=15) dari responden tersebut ada yang sama paten model produk elektrik elektronik yang
sekali tidak mengenal AQL baik itu pada harus dibeli atau riset dan pengembangan yang
produsen yang menerapkan SNI wajib maupun harus dibiayai (Bockova, 2016).
memperlihatkan bahwa
b) Responden LsPro (n=4)
pembahaman mengenai pengendalian kualitas di Adapun Lembaga Sertifikasi produk (LsPro)
lingkungan industri atau pabrik agar dapat selalu dibina oleh Kementerian Teknis. Kondisi ini yang
yang dilibatkan dalam pengambilan data dan
pakar dan praktisi informasi terkait penelitian ini adalah sebanyak 4
menurut
beberapa
penyebab masih LSPro, dengan pertimbangan keterwakilan dari
standardisasi
sebagai
kepemilikan pemerintah dan swasta, yang lemahnya integritas QA dan QC industri elektrik- banyak memiliki klien industri di sektor elektrik
elektronik di Indonesia.
elektronik (seperti produk: AC, Mesin cuci, Survei memperlihatkan bahwa sebagian Lampu pijar, setrika listrik, pompa air, kipas
besar petugas pengambil contoh (LsPro) angin dll), dan memiliki tingkat kepercayaan
melakukan pengambilan sampel produk di lini yang cukup baik di industri.
produksi yang sedang berjalan (47%) dan Sampel LsPro dipilih dengan sebaran
gudang inventory (40%) dan hanya 13% yang diambil dari gudang batch. Secara prinsip kondisi
wilayah yaitu: 1) Jakarta disampel 2 produsen tersebut tidak masalah karena sampel lini (50%), 2) Bekasi disampel 1 produsen (25%) produksi mencerminkan kondisi aktual alat dan Tangerang disampel 1 produsen (25%).
sampel inventory Komposisi status kepemilikan LsPro yaitu 25%
produksi
sedangkan
LsPro milik Pemerintah dan 75% LsPro milik mencerminkan produk final. swasta. Dengan demikian seluruh aspek yang
Adapun sampel batch digunakan untuk ada meliputi: aspek wilayah, aspek kepemilikan
dengan identifikasi cacat dan aspek produk yang disertifikasi dapat
produk-produk
terbanyak pada proses tertentu. Namun yang diwakili dengan sampel tersebut.
terpenting dari proses sampling ini adalah metode yang digunakan untuk pengambilan sampel harus berdasarkan pada juknis atau referensi yang diberikan oleh pemerintah
Jurnal Standardisasi Volume 19 Nomor 2, Juli 2017: Hal 169 - 182
(regulasi teknis). Dari hasil survei menunjukkan dilakukan berdasarkan Petunjuk Teknis yang bahwa hanya 40% industri disampling
diatur oleh regulator dan ada 7% responden berdasarkan petunjuk teknis dari Pemerintah.
mengambil sampel berdasarkan metode yang Kondisi ini mungkin dikarenakan terjadinya
dimiliki LsPro. Kondisi ini menggambarkan pengabaian terhadap suatu aturan yang ada
sertifikasi mengenai atau perlu dilakukan evaluasi informasi.
penerapan
skema
pengambilan sampel belum konsisten merujuk Fokus lain adalah bagaimana praktek
pada juknis. Berdasarkan pembahasan di atas petugas pengambil contoh (PPC) LsPro dalam
secara umum kondisi industri terhadap melaksanakan pengambilan sampel di industri.
penerapan skema sertifikasi dapat diringkas Survei memperlihatkan bahwa hanya 40%
sebagai berikut:
industri (n=15) proses pengambilan sampelnya
Tabel 4 Ringkasan kondisi Industri dalam penerapan skema sertifikasi.
No
Makna 1 Pengetahuan produsen mengenal skema sertifikasi
Ringkasan kondisi
Bobot
67 Menjadi perhatian serius 2 Produsen yang memperhatikan dan memiliki AQL
60 Menjadi perhatian serius 3 Produsen tidak mengenal AQL
20 Menjadi perhatian serius 4 Produsen mengambil sampel berdasarkan Juknis dari Pemerintah
40 Menjadi perhatian serius 5 Produsen mengambil sampel di batch pabrik
13 Menjadi perhatian serius
Sumber : Hasil pengolahan data peneliti, 2017
kondisi yang Di sisi LSPro, menyatakan bahwa dalam
4.2 Titik Kritis berdasarkan Survei LsPro
Namun
ada
mengecewakan yaitu hanya 50% LsPro yang mengembangkan skema sertifikasi mereka
menyatakan apabila tipe sertifikasi yang sepenuhnya sudah mengacu pada Juknis yang
ditetapkan dalam skema adalah tipe 5, LSPro ditetapkan regulator (100%). Kondisi ini
akan melakukan sampling pasar dan 50% mencerminkan bahwa seluruh LsPro taat dan
sisanya tidak melakukan survailans sampling patuh terhadap arah dan petunjuk yang telah
pasar. Kondisi ini yang menurut sebagian praktisi ditetapkan Pemerintah.
standardisasi menjadi penyebab banyaknya Ditinjau dari sudut pandang kepercayaan
produk tidak sesuai SNI di lapangan. Survailans pasar merupakan mekanisme evaluasi setelah
maka 75% produsen sangat yakin bahwa skema produk yang mendapatkan lisensi untuk beredar sertifikasi yang terdapat dalam Juknis (regulator) di pasar. Survailen pasar menjadi kewajiban bagi dapat menjamin produk yang disertifikasi pemerintah untuk melindungi masyarakat dan konsisten memenuhi SNI. Meskipun demikian
100% LsPro berupaya menyusun / membuat survailans pasar merupakan proses evaluasi kembali skema sertifikasi produk lebih rinci
(feed back) untuk memenuhi hak masyarakat mendapatkan produk bermutu, aman dan sehat.
perpanjangan tangan ditetapkan regulator. Apabila regulator tidak pemerintah untuk melaksanakan survailen menetapkan Petunjuk Teknis, LsPro melakukan
dibandingkan dengan Petunjuk Teknis yang
LsPro
merupakan
inisiatif sendiri mengembangkan
produk-produk ber-SNI wajib. Permasalahannya sertifikasi produk. Ketika LsPro berupaya
skema
adalah tidak sedikit produsen yang meminimilisir jumlah survailen dikarenakan terkait dengan
mengembangkan skema sertifikasi produk jumlah biaya yang harus dikeluarkan industri. sendiri mereka melibatkan stakeholder dengan Maka pada titik inilah Pemerintah harus berperan komposisi yang seimbang, sebagaimana dalam melakukan pengawasan pasar yang lebih dinyatakan 75% LsPro yang disampel. profesional melalui survailans pasar.
Penerapan skema sertifikasi oleh LsPro Biaya survailen pasar yang tinggi dan juga digambarkan sebagai tingkat keterlibatan besar menjadi penyebab minimnya kegiatan ini LsPro dan tingkat pertimbangan LsPro terhadap dilaksanakan secara konsisten. Dimulai dari 1) faktor resiko produk EE dalam menyusun skema.
Survei menunjukkan bahwa 100% responden Biaya honor surveyor yang dibebankan kepada LsPro menggunakan faktor resiko produk
industri, 2) Biaya sampling produk dipasar, 3) biaya transportasi dan 4) biaya pengujian
sebagai bahan pertimbangan dan selalu laboratorium. Apabila biaya sertifikasi yang mendapatkan undangan dari Regulator dalam ditawarkan LsPro dirasakan membebani maka pembahasan penetapan rancangan Petunjuk ada 2 cara untuk memecahkan masalah tersebut Teknis. yaitu: 1) Membebankan pelaksanaan survailans
Titik Kritis Dalam Skema Sertifikasi Produk Elektrik-Elektronik Di Indonesia
(Endi Hari Purwanto dan Suprapto)
pasar tetap pada LsPro dengan mensubsidi
belum seragamnya biaya survelen pasar kepada LsPro, 2)
ini
mencerminkan
performansi asesor dalam proses verifikasi Membebankan kepada Kementerian atau
skema sertifikasi yang diterapkan LsPro. Lembaga Pemerintah yang terkait standardisasi
Jika digali dari sudut pandang evaluasi dan pengawasan pasar dengan fokus pada
skema, sebagian besar LsPro melakukan survailans pasar produk ber-SNI dengan cara
evaluasi terhadap skema yang dimilikinya dan mengalokasikan dana yang cukup bagi kegiatan
67% menyatakan bahwa setiap1-2 tahun sekali survailans pasar.
mereka melaksanakan evaluasi tersebut. Setiap Apabila ditinjau dari sisi tingkat
evaluasi tersebut 75% LsPro yang disurvei keringanan jumlah sampel yang diambil, seluruh
mendapatkan umpan balik/keluhan dari klien responden LsPro (100%) menyatakan bahwa
terkait dengan skema sertifikasi produk yang pengambilan sampel yang ditetapkan dalam
LsPro memfokuskan cRQd Juknis oleh Regulator tidak lebih ringan
diimplementasikan,
evaluasi dan audit lebih banyak pada jaminan dibandingkan persyaratan dalam SNI. Selain itu
proses produksi (75%), fokus bahan baku (50%) seluruh LsPro (100%) juga selalu memberikan
dan fokus pada hasil akhir (50%). Tidak satu pun masukan kepada regulator jika Petunjuk Teknis
fokus mereka di arahkan pada survailans dirasakan kurang memberikan tingkat confidence
pemasaran atau jaringan distribusi (0%). Fakta pemberian sub-lisensi penggunaan tanda SNI.
ini menunjukkan bahwa survailen pasar belum Jika ditinjau dari performansi asesor KAN maka
menjadi fokus penting karena mungkin dinilai proses verifikasi skema sertifikasi yang dilakukan
kurang menarik bagi klien LsPro. Dari sejumlah oleh asesor KAN belum mencapai target yang
pembahasan di atas maka dapat diringkas diharapkan oleh LsPro, ada sekitar 50%
secara umum sebagaimana tersaji dalam Tabel responden yang menyatakan demikian. Kondisi
5 berikut ini.
Tabel 5 Ringkasan kondisi LsPro dalam penerapan skema sertifikasi.
Bobot
No
Makna 1 Skema sertifikasi yang dikembangkan LsPro lebih rinci
Ringkasan kondisi
OK 2 Mengacu pada Juknis dengan melibatkan stakeholder,mempertimbangkan resiko produk
OK 3 LsPro percaya sepenuhnya dengan skema yang dikandung dalam Juknis dapat menjamin mutu produk
75 Menjadi perhatian LsPro senantiasa memberikan masukan kepada regulator
4 jika Juknis dirasakan kurang memberikan tingkat confidence
OK pemberian sub-lisensi tanda SNI
5 LsPro lebih banyak berfokus pada audit jaminan proses produksi 75 Menjadi perhatian 6 LsPro melakukan sampling pasar untuk tipe 5
50 Menjadi perhatian serius 7 Verifikasi skema oleh asesor KAN belum sesuai harapan
50 Menjadi perhatian serius
Sumber : Hasil pengolahan data peneliti, 2017.
4.2 Titik Kritis
berdasarkan
Studi
tipe yang mencerminkan kondisi awal
kesesuaian produk terhadap mutu berdasarkan Berdasarkan studi literatur diperoleh informasi
Literatur
referensi SNI atau ISO.
bahwa ada beberapa aspek yang menjadi Kesenjangan pemahaman ini banyak penyebab turunannya kualitas produk atau
terjadi pada perusahaan menengah-kecil dan banyaknya ketidaksesuaian produk akhir
beberapa perusahaan besar. Kondisi ini yang terhadap hasil sertifikasi produk SNI yang dimiliki
menjadi perhatian Regulator dan BSN untuk (BSN, 2016), yaitu:
membina industri berkaitan dengan penilaian
1) Uji tipe, banyak industri yang ingin kesesuaian khususnya skema sertifikasi. mendapatkan sertifikasi produk berangkat dari
2) Penentuan sampel, tidak sedikit industri yang pemahaman yang nol terkait produk, pengujian,
belum menerapkan AQL dalam proses QA/QC- kualitas dan SNI sehingga banyak industri yang
nya namun pada sebagian yang lain juga sudah belum bisa menampilkan sertifikat hasil uji atas
konsisten menerapkan. Namun ada kondisi produk yang dihasilkannya (uji tipe). Idealnya
dimana proses pengambilan sampel yang adalah produsen harus telah mempunyai hasil uji
Jurnal Standardisasi Volume 19 Nomor 2, Juli 2017: Hal 169 - 182
dilakukan LsPro tidak memperhatikan aspek
Aspek
Hasil
AQL (ISO 2859-1) akibatnya adalah: Studi No penting Aspek penting
6 Titik Kritis
Menurut
Menurut LsPro Literatur & FGD
a) Masih ditemukannya produk tidak sesuai SNI
Industri
FGD
ketika dilakukan uji petik karena AQL yang rinci
mengenal
skema
ditetapkan untuk sampel uji masih > 0,
sertifikasi
b) masih ditemukannya produk tidak sesuai SNI Penyusunan
skema harus
saat uji petik karena AQL produsen ditetapkan
Produsen
melibatkan
jauh lebih besar dari AQL prosedur sampling Hasil Lab Uji
Sampel tidak valid
oleh LsPro. Sinkronisasi antara dua nilai AQL ini
AQL
memperhatika
akan memberikan kepastian bahwa produk yang n resiko
produk
keluar baik dari produsen maupun yang
LsPro percaya
tersertifikasi LsPro adalah sama-sama diyakini
sepenuhnya
secara ilmiah sesuai dengan persyaratan SNI. dengan skema Ketentuan
yang
LsPro
3 sampling dalam
dikandung
Perbedaan menunjuk
c) Masih ditemukannya proses pengambilan
contoh yang tidak sesuai (sampel disiapkan, kompeten dapat fenomena Gold sampling). Kemudian apabila menjamin
dalam Juknis
Hasil Uji auditor tidak
juknis
proses selanjutnya masih ditemukan produk mutu produk
Urgensi
cacat atau tidak sesuai SNI maka aspek lain
dapat ditelusur untuk dicari penyebabnya.
4 an sampel
memberikan
Pengawasa n Contoh
: batch
masukan
n Pasar (Gold
3) Perbedaan hasil uji, Ini paling sering terjadi,
diantara faktor penyebabnya adalah tidak
dan pasar
regulator
seragam dan rincinya metode uji yang ditetapkan Audit jaminan
5 proses
Kalibrasi
untuk digunakan dalam skema sertifikasi, tidak
produksi
alat ukur
seragamnya pemahaman dan penafsiran penting metode uji, LsPro menunjuk auditor tidak LsPro
melakukan
kompeten, kompetensi Laboratorium Uji yang
6 sampling
Penjadwala
n withness
belum berimbang. tipe 5
pasar untuk
4) Pengawasan pasar yang tidak ketat Verifikasi
7 skema oleh
(survailans ), diantara penyebabnya yaitu:
asesor KAN
survailen yang kurang oleh LsPro (khususnya di Sumber : Hasil pengolahan data peneliti, 2017 pasar), dan penjadwalan withness yang tidak
Setelah mendapatkan 6 titik kritis yang mencukupi. Diantara permasalahan terkait
paling penting diperhatikan bagi setiap lembaga survailans adalah belum adanya mekanisme
sertifikasi produk dalam menyusun skema pelaporan rekaman hasil pelaksanaan survailans
sertifikasi, maka perlu diuji kekonsistenan pasar oleh LsPro kepada Komite Akreditasi
jawaban responden maka diajukan pertanyaan Nasional (KAN) sehingga KAN belum dapat
kedua yang menanyakan hal yang sama dengan memberikan evaluasi terhadap LsPro. Selain itu
berbeda dengan teknik belum adanya standar baku yang ditetapkan
redaksi
yang
perankingan yang berpotensi menjadi akar oleh KAN mengenai metode dan jumlah
masalah sehingga dihasilkan informasi yang pelaksanaan survailans sehingga menjamin
lebih mendekati keadaan yang sebenarnya (lihat mutu produk ber-SNI.
Gambar 3).
Hasilnya adalah bahwa yang menjadi
4.2 Titik Kritis berdasarkan Focussed
permasalahan mengapa hasil uji petik
kesesuaian SNI masih tidak sesuai dengan SNI Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka
Group Discussion (FGD)
adalah disebabkan berturut-turut oleh: 1) dapat diringkas bahwa yang menjadi aspek
Kecenderungan kurangnya survailans di pasar penting atau kritis dalam sebuah skema
(LSPro) (67%), 2) PPC yang tidak kompeten sertifikasi adalah sebagai berikut:
(fenomena “gold sample”) (17%), 3) LSPro menunjuk Auditor yang tidak kompeten (17%), 4)
Tabel 6 Ringkasan kondisi LsPro dalam Hasil laboratorium uji tidak valid/tidak penerapan skema sertifikasi.
memberikan hasil yang senada (33%), 5)
Aspek
Hasil
Kalibrasi alat ukur yang tidak rutin (17%) dan 6)
No penting Aspek penting
Studi
6 Titik Kritis
Menurut Menurut LsPro
Literatur &
FGD
Penjadwalan withness yang tidak mencukupi
Pengetah Skema
1 uan sertifikasi
Uji tipe
Survailen Pasar
produsen harus lebih
Titik Kritis Dalam Skema Sertifikasi Produk Elektrik-Elektronik Di Indonesia
(Endi Hari Purwanto dan Suprapto)
Gambar 3 Diagram Korelasi Jawaban Responden antara Pertanyaan 1 versus Pertanyaan untuk Mencari Titik Kritis Skema Sertifikasi.
1) Survailen pasar kosmetik. Pada tahun 2012, sebuah survailans Survailen pasar menjadi aspek mutlak dari
pasar di Taiwan menyebutkan bahwa telah suatu proses sertifikasi. Hal ini sebagaimana
ditemukan banyak produk kosmetik dengan dikemukakan dalam sebuah penelitian yang
tingkat ketidakpatuhan terhadap regulasi menyebutkan bahwa diperlukan perbaikan
berturut-turut adalah 39,2%, 14,2% dan 11,2% prosedural
untuk kandungan gelombang permanen, kadar pengawasan
ftalat, merkuri dan hidrokinon. Namun efek pemantauan penilaian kesesuaian, agar
dilaksanakannya survailans pasar ini adalah diperoleh keseimbangan antara pra-pasar dan
terjadi penurunan tingkat ketidakpatuhan pasca pasca-pasar (Anonim, 2005).
pengawasan dari tahun ke tahun (Chung, Hal senada juga terjadi di sektor
permesinan di Eropa yang mana mereka Di Uni Eropa pengawasan pasar (market mengandalkan metode survailans pasar guna
surveillance ) dilaksanakan untuk memastikan mengukur tingkat keamanan sebuah mesin
pasar UE tidak yang telah dijual di pasar Eropa. Hasil
membahayakan konsumen dan pekerja Eropa. survailans kemudian dijadikan bahan evaluasi
Ini juga menjamin perlindungan kepentingan perbaikan selanjutnya (Alén, 2009). Bahkan
publik lainnya seperti lingkungan, keamanan karena sangat pentingnya kegiatan survailans
dan keadilan dalam perdagangan (European, pasar ini di Polandia setiap tahun menyusun
2017). Pelaksanaan survailans pasar yang baik Program Survailans Pasar Nasional dengan
adalah harus menjamin bahwa otoritas tujuan menyajikan area yang direncanakan
pengawasan pasar memiliki kewenangan yang untuk dikendalikan oleh otoritas pengawasan
kuat, sumber daya dan pengetahuan yang pasar yang berpartisipasi dalam sistem
menjalankan fungsi pengawasan pasar, menghilangkan fenomena
diperlukan
untuk
pemantauan yang dievaluasi dan dinilai setiap 4 pasar yang tidak diinginkan, seperti: produk
tahun sekali, sehingga korelasi antara resiko beresiko
produk, survailans pasar dan product safety pengguna, tidak sesuai persyaratan regulasi
berhubungan timbal balik yang sangat erat (Anonim,
National Market Surveillance (Commission, 2017). Programme For 2013 - General Part , 2017).
Ada hal yang menarik dari hasil penelitian
dilakukan Gillerman, Di Uni Eropa survailans pasar sangat menyatakan bahwa bagaimana penilaian berhubungan erat dengan penilaian resiko
yang
karena penilaian resiko yang diatur dalam kesesuaian yang dilaksanakan dapat membuat Undang-undang Uni Eropa diatur dengan
koneksi keyakinan mutu produk melalui sebuah survailans pasar (Gillerman, 2004). Mekanisme
pendekatan NLF-New Approach yang dibagi survailans pasar harus dibangun dengan tugas dengan elemen-elemen meliputi: 1) dukungan teknologi informasi. Teknologi otoritas pengatur, 2) standardiser, 3) produser informasi membantu pengintegrasian informasi dan 4) otoritas pengawasan pasar (Bonnen,
2017). Survailans pasar menjadi titik kritis dalam produk yang tidak sesuai di pasar dan diinformasikan ke masyarakat dengan mudah.
skema sertifikasi karena survailans pasar dapat Di Uni Eropa pengawasan pasca pasar menjadi
didukung aplikasi informasi yang bernama mengembangkan rencana pemantauan dan RAPEX (Rapid Alert System) (Klaschka, 2017). pengelolaan mutu yang lebih solid untuk produk
sebuah
referensi
dalam
Jurnal Standardisasi Volume 19 Nomor 2, Juli 2017: Hal 169 - 182
Diantara alasan penyebab kurangnya survailans menimbulkan resiko serius, dukungan keuangan pasar
untuk kegiatan pengawasan. survailans pasar sebagai elemen yang mahal
adalah produsen
mengganggap
Di sisi lain BSN juga harus dapat dan hanya menambah beban biaya. Selain itu
menjalin kerjasama dengan Suku Dinas yang dengan dasar ISO 17067 bahwa pelaksanaan
berada di propinsi, kota hingga kabupaten survailans diasumsikan bersifat pilihan yang
menguatkan jaringan apabila sudah dianggap lulus memperoleh
dalam
rangka
pengawasan pasar dan konektivitas informasi sertifikasi dan audit sistem manajemen mutu
produk sehingga pengawasan pasar secara maka survailans bisa diminimalisasi atau
nasional terkait standardisasi lebih efektif bahkan cukup sekali.
terukur. Pengambilan contoh (Gold Sample) Pandangan ini yang justru keliru,
Fenomena yang tidak kunjung selesai berdasarkan penelitian yang dilakukan Bonnen
adalah proses pengambilan sampel. Golden di Uni Eropa memaparkan bahwa untuk
sample merupakan masalah yang serius untuk mencapai perlindungan konsumen yang optimal
masa depan penilaian kesesuaian di Indonesia. (kesehatan, keselamatan dan lingkungan) harus
Dengan skema 5 sangat pasti akan menuju “gold konsisten memastikan keseimbangan antara
sample” dalam proses pengambilan contohnya survailans pra-pasar dan survailans pasca
dan ini umumnya terjadi saat pengambilan pasar (Bonnen, 2017).
sampel di luar negeri. Produsen di luar negeri Survailans menjadi komponen penting
mempunyai kemampuan untuk memproduksi dalam skema sertifikasi produk karena apabila
kualitas yang sesuai dengan kondisi ekonomi program survailans pasar tidak dilakukan secara
masyarakat yang meliputi Kw 1, Kw 2 dan Kw 3, teliti dan terprogram dengan fokus memilah
sehingga saat pengembalian sampel dapat mana produk beresiko tinggi dengan produk
disiapkan sampel yang terbaik (golden sampel) yang beresiko rendah maka akan selalu ada
(Memed, 2016).
produk yang tidak sesuai standar di pasar. Masalah sampel dalam penilaian Maka akan diperoleh program survailans yang
kesesuaian adalah dilematis, dimana sampel menjadi prioritas (Chung, 2014).
perwakilan dengan jumlah produk yang disampel Apabila fokus pada survailans pra-pasar
sangat banyak tentunya meningkatkan biaya maka dapat mengadopsi Peraturan Uni Eropa
penyediaan sampel dan pengujian sampel. (EC) No.765/2008 yang prinsipnya adalah
Apabila sampel diambil berdasarkan kesamaan, metode pengawasan pasar harus dikaitkan
jenis produk, famili produk dan pewarnaan dengan jaringan distribusi dan pemasaran dari
tentunya metode ini cukup baik namun tetap produk. Dengan demikian produsen sebagai
harus menjaga ketercukupan sampel. klien LsPro diwajibkan untuk melaporkan
Sifat acak sampel juga harus menjadi seluruh jaringan distribusi dan pemasaran
perhatian agar sifat keterurutan dan teratur dapat produk dan lokasi/wilayah pemasarannya. Hal
dihindari. karena semakin acak suatu sampel ini untuk memudahkan Otoritas Pengawasan
maka semakin mereprestasikan kondisi yang Pasar dalam validasi dan ketertelusuran atas
sebenarnya (natural/tidak dibuat-buat) (Pendi, produk yang tidak sesuai standar, sehingga
2013). Sampel juga mempunyai performansi, mempercepat investigasi sumber produk
performansi sampel diindikasikan pada tingkat tersebut berasal (Energy Industrial Strategy,
kesalahan sampling yang dihasilkan dari 2012).
penggunaan sampel ukuran sangat kecil Survailans
sehingga tidak membatalkan kesimpulan yang mempunyai tupoksi khusus di Otoritas
dicapai dalam penilaian kesesuaian (Oppong, Pengawasan Pasar yang di dalamnya dibuat
kerangka dan sistem informasi pengawasan
sampel harus pasar khusus aspek standardisasi (European,
Pengambilan
keterwakilan, prinsip 2017). Badan Standardisasi Nasional (BSN)
memperhatikan
keterwakilan. Sampel pengujian adalah produk sebagai pengemban tupoksi standardisasi dapat
uji diambil didasarkan atas kesamaan: tipe melakukan kerjasama yang intensif dengan
produk, famili produk, bahan-material penyusun, Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan
warna, dan bentuk fisik. Aspek tersebut baru YLKI
memenuhi syarat jumlah parameter uji pengawasan pasar SNI, sistem aplikasi produk
untuk mengembangkan:
definisi
sedangkan syarat jumlah produksi keseluruhan SNI alert , objek dan target pengawasan pasar,
harus mempertimbangkan AQL pabrik. Namun penentuan produk beresiko tinggi (risk
masalahnya dalam menentukan jumlah sampel assessment ), mekanisme pelaporan produk
dari produk yang disertifikasi, sebagian besar tidak standar dan cacat, membangun prosedur
praktek di lapangan tidak memperhatikan sampel bersama
kecukupan dan Acceptance Quality Level (AQL)
Titik Kritis Dalam Skema Sertifikasi Produk Elektrik-Elektronik Di Indonesia
(Endi Hari Purwanto dan Suprapto)
yang dimiliki oleh produsen, sehingga sampel uji
tidak representatif. Hasil Laboratorium Pengujian Tidak Valid Pengujian merupakan bagian penting dari
1) LsPro menunjuk Auditor tidak kompeten sertifikasi. Pengujian dilakukan apabila terdapat Kompetensi auditor menjadi sangat penting
ketidaksesuaian produk hasil uji tipe yang telah dalam melaksanakan tugas sertifikasi produk
dilakukan sebelumnya. Biaya yang dikeluarkan pada sebuah industri atau organisasi. Sebagai
untuk pengujian sangat bergantung pada jumlah contoh adalah penerapan Inspeksi Virtual Halal
parameter uji yang dipersyaratkan per unit di Malaysia dengan menggunakan aplikasi Work
produk dan jumlah tipe produk yang disertifikasi. System Framework (WSF). Dengan tujuan untuk
Sebuah UKM dengan variasi produk mengidentifikasi masalah dalam proses inspeksi
yang cukup besar biasanya akan memunculkan baik di atas meja maupun pemeriksaan premis
beban biaya sampling yang cukup besar. Untuk melalui ulasan dokumen dan wawancara.
itu diperlukan skema produk yang bersifat Hasil penelitian menunjukkan bahwa
optional yang tergantung pada skala industri walaupun telah berbasis aplikasi, proses
atau perusahaan klien. Apabila industri tersebut inspeksi ternyata bergantung pada kemampuan
adalah UKM maka sampling yang diambil bisa dan pengalaman auditor sehingga bagaimana
berdasarkan famili produk untuk mewakili satu pun canggihnya sistem yang dibuat, maka
siklus produksi dalam 1 tahun dan dilakukan kompetensi auditor harus diseimbangkan dan
survailen proses produksi dan lini produksi. diintegrasikan dengan keahlian dan pengalaman
Mengapa diperlukan survailans pasar? auditor (Sulaiman, 2016).
Karena umumnya UKM mempunyai teknologi Independensi auditor dalam proses
yang masih relatif rendah sehingga memiliki penilaian kesesuaian menjadi perhatian sangat
tingkat AQL yang cukup besar per satuan waktu penting untuk menghilangkan ketergantungan
sehingga hasil survailen akan mengkoreksi auditor terhadap biaya jasa audit dan kekuatan
tingkat mutu produk yang dihasilkan UKM finansial
Ada 3 faktor yang tidak langsung menyesuaikan perilaku mereka dengan konteks
memperlihatkan bahwa
auditor
sering
mempengaruhi kinerja laboratorium pengujian ekonomi klien dan ukuran perusahaan yang
yaitu: yang pertama adalah nilai CMC yang dapat meragukan prinsip ketidakberpihakan
dimiliki (terkait kalibrasi), kemudian yang kedua dalam proses sertifikasi (Dogui, 2014).
adalah kompetensi khusus laboratorium Auditor yang kompeten senantiasa
pengujian, kemudian yang ketiga adalah Uji menjauhkan diri dari negosiasi dengan klien,
Profisiensi (Profisiensi testing) (NABL, 2014). ketaatan kode etik auditor, dan memisahkan
3) Kalibrasi alat ukur
antara biaya jasa auditor dengan paket biaya Kalibrasi alat ukur menjadi predesesor utama untuk audit dari pemberian sertifikat ISO 14001
(Dogui, 2014). Cara yang ideal adalah auditor penyebab tidak validnya hasil uji laboratorium. tersebut diberikan biaya jasa didasarkan sistem
Ketidakvalidan alat ukur yang digunakan remunerasi yang di dalamnya adalah
sebagai alat pengujian suatu parameter pencapaian key performance yang diperiksa
pengujian
mengakibatkan hasil yang ditampilkan menjadi bias, tidak akurat dan tidak
setiap kenaikan level (Dogui, 2014).
mendekati nilai benar.
Di sisi LsPro, penggunaan auditor yang kompeten tidak selalu berorientasi pada
Hal terpenting dalam kalibrasi adalah mahalnya biaya auditor yang dikeluarkan. Suatu
ketertelusuran kalibrasi alat kepada alat LsPro dapat mengoptimalkan biaya auditor
kalibrasi yang lebih tinggi nilai keakuratannya. Nilai keakuratan ini direpresentasikan dengan
dengan melakukan optimalisasi penggunaan finansial melalui: akomodasi bersama dalam
istilah CMC (nilai ketidakpastian yang diperluas) satu kota, auditor bersama dan pengelompokan
(BIPM, 2016). Nilai CMC ini yang digunakan tugas berdasarkan kedekatan lokasi dan urutan
oleh para teknisi kalibrasi, untuk memilih yang paling efisien dalam mengerjakan (Zhang,
laboratorium ketertelusuran standar besaran kalibrasi yang dimiliki. Namun tidak sedikit para
2012). teknisi kalibrasi yang belum mengetahui apa Dengan metode tersebut LsPro dapat
fungsi dari CMC ini.
mengoptimalkan biaya
auditor
sehingga
menambah efisiensi biaya sertifikasi, meskipun Ketertelusuran menyediakan cara untuk tidak semua elemen biaya dapat diefisienkan
menghubungkan hasil pengukuran (atau nilai standar) ke standar tingkat yang lebih tinggi.
seperti: biaya honor auditor, jumlah man-days, dan performa auditor.
Standar semacam itu biasanya standar nasional atau internasional, dan perbandingan yang digunakan untuk memberikan ketertelusuran
Jurnal Standardisasi Volume 19 Nomor 2, Juli 2017: Hal 169 - 182
harus memiliki ketidakpastian yang dipahami namun efektif, pelaksanaan skema yang ketat dengan baik (Ehrlich, 1998).
(disiplin), dampak yang positif dari implementasi Permasalahan lain dari kalibrasi alat
skema berupa kesejahteraan klien yang semakin ukur adalah biaya kalibrasi ketertelusuran yang
baik (timbal balik antara biaya yang tinggi begitu besar yang tidak sebanding dengan
dengan pelaksanaan skema yang tepat sehingga manfaat keuntungan yang diberikan. Sebuah
menghasilkan keberterimaan produk yang tinggi penelitian mencoba mencari cara untuk
melalui tingkat kesesuaian produk yang 100% memaksimalkan potensi keuntungan sambil
sesuai di pasar (Main, 2016). meminimalkan biaya, namun tetap memastikan
Dahulu produsen yang berkuasa atas bahwa data jejak yang dikumpulkan memenuhi
pasar, saat ini pihak ke-3 yang berkuasa atas kebutuhan proyek.
pasar (standar dan penilaian kesesuaian) dan ke Hasilnya
depan konsumen yang akan mempunyai porsi menggunakan analisis biaya praktis yang
menyarankan
untuk
besar untuk bebas menentukan pilihan atas sederhana untuk mengembangkan strategi
produk yang akan beredar di pasar melalui apa penelusuran yang sesuai, yang didukung oleh
yang disebut skema sertifikasi private sector prinsip rekayasa perangkat lunak berbasis nilai
(Van de Meulen, 2011).
(Ingram, 2011). Senada juga disampaikan oleh Nielsen, bahwa kalibrasi membutuhkan konsep
5. KESIMPULAN
tracebility , yang
merupakan
komitmen
laboratorium kalibrasi untuk menyediakan anggaran
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka ketidakpastian dan kalibrasi yang dapat
dapat diambil kesimpulan bahwa didapatkan 6 titik kritis dalam skema sertifikasi. Enam titik kritis
ditelusur dari semua instrumen atribut pengukuran yang berpengaruh signifikan
tersebut yaitu:
terhadap ketidakpastian (Nielsen, 1999). Pertama adalah survailen pasar, Hasil
survailans pasar menjadi faktor kunci karena direpresentasikan dalam bentuk evaluasi pasca
permasalahan terbesar survailans adalah LsPro selalu mengasumsikan survailans sebagai
pasar terhadap beberapa hasil pengujian atau hasil produk tidak sesuai di pasar. Memang
sebuah pilihan pasca sertifikasi (ISO 17067) tidak mempunyai hubungan secara langsung
sehingga skema belum memberikan mekanisme namun
lebih untuk pengawaasan produk di pasar. Sebagaimana dijelaskan Panteghini dalam
Masalah lainnya adalah pengambilan contoh uji di pasar untuk survailans belum semua diatur
penelitiannya yang menyebutkan bahwa dalam sebuah laboratorium pengujian diperlukan
oleh Regulator. Demikian juga penetapan standar
minimum tes untuk survailans belum ditetapkan perbandingan hasil yang lebih baik yang
oleh regulator.
diperoleh dengan menggunakan sistem analisis Kedua adalah hasil laboratorium rutin (Panteghini, 2009).
pengujian yang tidak valid, hasil pengujian Standar pengukuran tersebut berupa
laboratorium sangat tergantung pada 4 hal yaitu: prosedur pengukuran referensi dan bahan
metode ujinya harus menghasilkan nilai/makna acuan (reference materials). Ketertelusuran
yang sama, ketertelusuran kalibrasi alat ukur, dapat diperbaiki dengan memberikan pelabelan
dan integritas personil pengambil contoh. Ketiga adalah LsPro menunjuk auditor
tanda SNI dan LsPro pada produk yang bersifat unik, tidak dapat diduplikasi dan diproduksi
tidak kompeten, auditor sering menyesuaikan melalui penyedia tunggal yang ditunjuk. Tanda