BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone - Penetapan Kadar Domperidone dalam Sediaan Tablet dengan Nama Generik dan Nama Dagang Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Domperidone

  2.1.1 Sifat fisikokimia

  Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone adalah sebagai berikut: Rumus struktur :

  

Gambar 1 Struktur domperidone

  Nama Kimia : 5-kloro-1-[1-[3-(2-okso-2,3-dihidro-1H-benzimidazol-1-il) propil]piperidin-4-il]-1,3-dihidro- 2H-benzimidazol-2-on Rumus Molekul : C22H24ClN5O2 Berat Molekul : 425,9 Pemerian : Serbuk putih atau hampir putih Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam dimetilformamida, agak sukar larut dalam etanol (96%) dan dalam metanol.

  2.1.2 Farmakologi

  Domperidone merupakan obat antimual kelompok antagonis dopamin yang bekerja melawan rasa mual dengan jalan memblokade reseptor dopamine sehingga adanya perintangan neurotransmisi dari CTZ (Chemoreceptor Trigger

  (Tan dan Rahardja, 2007).

2.2 Kromatografi

  Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan (Rohman, 2009).

  Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar dan Rohman, 2007).

  2.2.1 Penggunaan Kromatografi

  Menurut Gritter, dkk., (1985) penggunaan kromatografi adalah sebagai berikut:

  • Pemakaian untuk tujuan kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan.
  • Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran.
  • Pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni.

  2.2.2 Klasifikasi Kromatografi

  Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Johnson dan Stevenson, 1977; Rohman, 2009).

  Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG) (Johnson dan Stevenson, 1977; Rohman, 2009).

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

  Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

  KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain: farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan (Munson, 1984).

2.3.1 Jenis KCKT

  Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak. menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. Berdasarkan mekanisme interaksi antara analit dengan fase diam, kromatografi cair dapat dibagi menjadi 4 metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase chromatography) atau disebut juga kromatografi adsorpsi (adsorption chromatography), kromatografi fase balik (reversed-phase chromatography), kromatografi penukar ion (ion-

  exchange chromatography ) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-exclusion chromatography ) (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Kromatografi fase balik menggunakan fase diam dari silika yang dimodifikasi secara kimiawi. Fase diam yang paling popular digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C

  18 ) yang relatif non polar sedangkan fase geraknya

  relatif lebih polar daripada fase diam. Kondisi kepolaran kedua fase ini merupakan kebalikan dari kromatografi fase normal sehingga disebut kromatografi fase balik (Meyer, 2010).

2.3.2 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair

  Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran (Meyer, 2010).

  Sebagai contoh, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi (partikel ● dan ▲). Di mana komponen ▲ cenderung me netap di fase diam dan komponen

  ● lebih cenderung di dalam fase gerak.

  Gambar 2 Ilustrasi proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom KCKT

  (Meyer, 2010) Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru, molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di fase gerak (Gambar 2). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen

  ● yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen ▲ yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen

  ● akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian diikuti oleh komponen ▲ (Meyer, 2010).

2.3.3 Parameter Penting dalam Kromatografi Cair

2.3.3.1 Tinggi dan Luas Puncak

  Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak. Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi kolom serta cara injeksi sampel (Ornaf dan Dong, 2005).

  2.3.3.2 Waktu tambat

  Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detector disebut sebagai waktu tambat/retention time (t R ). Waktu tambat dari suatu komponen yang tidak ditahan/dihambat oleh fase diam disebut sebagai waktu hampa/void time (t ). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil (Meyer, 2010).

  2.3.3.3 Faktor Kapasitas

  Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yaitu faktor kapasitas (k’). Faktor kapasitas dihitung dengan membagi waktu tambat bersih (t’ R ) dengan waktu hampa (t ) seperti yang dapat dilihat pada rumus berikut ini (Ornaf dan Dong, 2005).

  Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor tambat (k). Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua system KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Meyer, 2010). terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul dalam kromatogram. Sebaliknya nilai k yang terlalu besar mengindikasikan waktu analisis akan panjang (Meyer, 2010).

  Faktor kapasitas dipengaruhi oleh perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan sehingga akan dihasilkan resolusi dan waktu retensi dari puncak- puncak kromatogram yang berbeda pada setiap perbandingan komposisi fase gerak (Snyder, dkk., 2010).

  2.3.3.4 Selektivitas

  Kemampuan system kromatografi dalam memisahkan/membedakan analit yang berbeda dikenal sebagai selektivitas (α). Selektivitas umumnya tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan (Meyer, 2010).

  Selektivitas ditentukan sebagai rasio perbandingan dua faktor kapasitas dari analit yang berbeda. Selektivitas ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Nilai selektivitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1 (Ornaf dan Dong, 2005).

  2.3.3.5 Efisiensi Kolom

  Ukuran kuantitatif dari efisiensi kolom disebut sebagai nilai lempeng/plate

  

number (N) (Ornaf dan Dong, 2005). Kolom yang efisien adalah kolom yang mampu menghasilkan puncak yang sempit dan memisahkan analit dengan baik. berarti proses pemisahan yang terjadi semakin baik. Hubungan proporsionalitas antara nilai lempeng dengan panjang kolom disebut sebagai nilai HETP/High

  

Equivalent of a Theoretical Plate . Pengerjaan HPLC yang baik adalah

  mendapatkan nilai HETP yang kecil untuk nilai N yang maksimum dan efisiensi kolom yang tertinggi (Snyder, dkk., 2010).

  Parameter yang dapat mempengaruhi nilai lempeng antara lain waktu tambat puncak, ukuran partikel kolom, laju alir fase gerak, suhu kolom, viskositas fase gerak dan berat molekul analit. FDA (Food and Drug Administration) merekomendasikan agar tiap analisis KCKT yang valid mempunyai nilai lempeng lebih besar dari 2000 (Meyer, 2010).

2.3.3.6 Resolusi

  Resolusi merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang bersebelahan (Ornaf dan Dong, 2005).

  Harga resolusi yang semakin besar memiliki arti proses pemisahan semakin bagus dan sebaliknya resolusi yang kecil merupakan pertanda proses pemisahan yang buruk. Dua puncak yang tidak terpisah dengan sempurna namun sudah dapat terlihat memiliki resolusi 1. Sedangkan bila kedua puncak yang saling berdekatan terpisah sempurna tepat pada garis alas, resolusi bernilai 1,5. Oleh karena itu pada analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar dari 1,5. Sementara bila kedua puncak memiliki perbedaan yang signifikan, maka diperlukan nilai resolusi yang lebih besar (Meyer, 2010).

  Puncak kromatogram dalam kondisi ideal akan memperlihatkan bentuk Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna (Ornaf dan Dong, 2005). Namun kenyataannya dalam praktik kromatografi, puncak yang simetris secara sempurna jarang dijumpai. Jika diperhatikan dengan cermat, maka hampir setiap puncak dalam kromatografi memperlihatkan tailing dalam derajat tertentu (Dolan, 2003).

  Gambar 3 Tiga jenis puncak (Meyer,2010) Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetris puncak, yakni faktor ikutan dan faktor asimetri. Faktor ikutan/tailing factor (T ) seperti

  f

  yang diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat Edisi Ketiga puluh dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W ), rumusnya

  0,05

  dituliskan sebagai berikut: Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

  

Gambar 4 Pengukuran derajat asimetris puncak (Snyder, dkk., 2010) rumus sebagai berikut: Namun nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar 4. Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). Bila puncak berbentuk tailing, maka kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor ikutan dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1 (Hinshaw, 2004).

2.3.4 Instrumen KCKT

  Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yakni wadah fase gerak (reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (coloumn), detector (detector) dan perekam (recorder) (McMaster, 2007). Ilustrasi instrument dasar KCKT dapat dilihat pada Gambar 5.

  Wadah Fase Pompa Gerak Injektor Detektor

  Kolom Pembuangan Perekam

Gambar 5 Instrumen Dasar KCKT (McMaster, 2007) Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

  2.3.4.2 Pompa

  Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, konstan dan bebas dari gangguan. Ada dua jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan tekanan konstan dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).

  2.3.4.3 Injektor

  Menurut De Lux Putra (2007), ada 3 jenis dasar injektor yaitu:

  Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada sistem tertutup dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.

  b. Septum Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak, umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut- pelarut kromatografi cair. Di samping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

  c. Katup putaran (loop valve) Injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara automatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.

  Gambar 6 Tipe Injektor Putaran (De Lux Putra, 2007) Menurut Johnson dan Stevenson (1977), kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok : a.

  Kolom analitik : diameter khas adalah 2 – 6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pellikular, panjang yang umumnya adalah 50 – 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10 – 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

  b.

  Kolom preparatif : umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 – 100 cm.

2.3.4.5 Detektor

  Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1977).

  Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam- macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer,

  (Johnson dan Stevenson, 1977).

2.3.4.6 Perekam

  Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, rekorder dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (Rohman, 2009).

2.3.5 Fase Gerak

  Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak (De Lux Putra, 2007).

  Menurut Johnson dan Stevenson (1977), fase gerak harus:

  • Murni, tidak ada pencemar/kontaminan
  • Tidak bereaksi dengan pengemas
  • Sesuai dengan detektor
  • Melarutkan cuplikan
  • Mempunyai viskositas rendah
  • Tersedia di perdagangan dengan harga yang pantas Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut karena udara yang keluar melewati
digunakan.

  2.3.6 Fase Diam

  Oktadesil silika (ODS atau C

  18 ) merupakan fase diam yang paling banyak

  digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Sekarang ini, gel silika ODS atau fase-fase sejenis seperti gel silika oktil digunakan untuk >80% analisis farmasi namun fase-fase lain hanya digunakan jika diperlukan selektivitas khusus, misalnya untuk senyawa-senyawa yang sangat mudah larut dalam air atau untuk pemisahan bioanalisis yang menjadi penting karena matriks sampel tersebut menghasilkan banyak puncak yang mengganggu (Watson, 2009).

  2.3.7 Elusi Gradien dan Isokratik

  Menurut Gritter, dkk., (1985), elusi pada kromatografi cair kinerja tinggi dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik

  Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi).

  2. Sistem elusi gradien Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi).

2.4 Validasi Metode

  Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

  Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifikasi, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness).

  2.4.1 Akurasi (Kecermatan)

  Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) (Harmita, 2004).

  2.4.2 Presisi (Keseksamaan)

  Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama dan biasanya diekspresikan sebagai Relatif Standar Deviasi (RSD) (Gandjar dan Rohman, 2007).

  2.4.3 Batas Deteksi (limit of detection, LOD)

  Batas deteksi (limit of detection, LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007).