PENGARUH PEMBERIAN ABU KETEL TERHADAP SIFAT FISIK TANAH, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEBU PADA ULTISOL DI PABRIK GULA BONE, SULAWESI SELATAN

  

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017

PENGARUH PEMBERIAN ABU KETEL TERHADAP SIFAT FISIK

TANAH, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEBU

  • *

    PADA ULTISOL DI PABRIK GULA BONE, SULAWESI SELATAN

  

Kiromil Abror, Bambang Siswanto, Wani Hadi Utomo

Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya

penulis korespondensi: waniutomo@ub.ac.id
  • *

    Abstract

  Waste of Bone sugar factory in the form of sugarcane boiler ash has not been used optimally, yet the sugarcane boiler ash contains significant amounts of K, Ca, Mg and P. The objective of this study was to elucidate the effects of sugarcane boiler ash on soil physical properties, and growth and yield of PSBM 901 sugarcane variety at Bone sugar Factory. Treatments tested in this study

  • 1 -1 -1 -1

  were Kontrol (Urea 300 kg ha , SP36 200 kg ha , KCL 100 kg ha , Dolomit 1 t ha ) (P1),

  • 1 -1 -1

  compost 6 t ha (P2), sugarcane boiler ash 40 t ha + compost 6 t ha (P3), sugarcane boiler ash

  • 1 -1

  40 t ha (P4), sugarcane boiler ash 40 t ha without K fertilizer (P5), and sugarcane boiler ash 40 t

  • 1

  ha without dolomite (P6). The results showed that the P6 treatment (P6) was able to decrease soil

  • 3 -3 -3

  bulk density by of 0.8 g cm and soil particle density from 2.52 g cm to 2.08 g cm . Furthermore, the P6 treatment was also able to increase the total soil porosity to 51.1% volume and aggregate stability value from 0.8 mm to 1.2 mm. The P6 treatment was also able to increase growth, trunk of sugarcane, and number of tillers sugarcane. The best value of sugarcane production was shown

  • 1

  by the P6 treatment with the value of 51.56 t ha . The highest profit of Rp. 15.585.528,53.was obtained from the P5 treatment.

  Key words: mechanization, soil physical properties, sugarcane boilrr ash

  swasembada gula nasional pada tahun 2014,

  Pendahuluan

  diperlukan upaya peningkatan produksi gula Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) ialah antara lain melalui peningkatan produktivitas salah satu komoditas penting dalam agribisnis (Anonimus, 2013). pertanian dimana lebih dari setengah produksi

  Peningkatan produktivitas tanaman tebu gula dunia berasal dari tebu. Kebutuhan gula ini selain melalui pengembangan varietas baru nasional baik untuk konsumsi langsung rumah yang lebih banyak menghasilkan rendemen tangga maupun industri akan terus meningkat dapat dilakukan dengan upaya peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah pengelolaan lahan dan perawatan tanaman. penduduk. Tetapi, produksi pada tahun 2009

  Produktivitas tanaman yang rendah tersebut dan 2010 belum sepenuhnya mencapai target. berkaitan erat dengan karakteristik tanah yang

  Hasil produksi dan rendemen tanaman tebu di kurang memadai untuk mendukung PG Bone, Caming dan Takalar relatif tergolong pertumbuhan optimal tanaman yakni tanah rendah sampai sedang yakni rata-rata produksi bersifat porous dan kemantapan agregat tanah

  • 1

  baru mencapai 50 – 60 t ha dengan rendemen lemah (Susilowati dan Sukartono, 2007). rata-rata 5-7%. Di samping menimbulkan

  Dari beberapa sifat fisik tanah yang kerugian secara ekonomis, kenyataan ini kontra mendukung pertumbuhan tanaman tersebut, produktif terhadap upaya pencapaian maka peningkatan kualitas fisik tanah dilakukan swasembada gula. Untuk mencapai target dengan menjaga keseimbangan masukan hara

  • 1

  • 1
  • 1

  • 1

  • 1
  • 1
    • Kompos dosis 6 t ha

  • 1
  • 1
  • 1

  • 1

  P5 Abu ketel (40 t ha

  , Dolomit 1 t ha

  ) P2 Kompos dosis 6 t ha

  P3 Abu ketel dosis 40 t ha

  P4 Abu ketel dosis 40 t ha

  • 1
  • 1

  • 1
  • 1

  • 1
  • 1
  • 3
  • 3
  • 3

  Perlakuan pemberian abu ketel, kompos, abu ketel tanpa kaliun, abu ketel tanpa dolomite dan kompos + abu ketel tidak berpengaruh nyata terhadap nilai BI tanah pada pengamatan 1 dan 3 BST, namun berpengaruh sangat nyata terhadap nilai BI tanah pada pengamatan 6 dan

  ) tanpa pupuk kalium P6 Abu ketel (40 t ha

  ) tanpa dolomit

  Hasil dan Pembahasan Sifat Fisik Tanah Berat Isi Tanah

  , SP36 200 kg ha

  9 BST. Berat isi terendah pada 6 dan 9 BST diperoleh pada perlakuan abu ketel tanpa dolomit (P6) yaitu 0,87 g cm

  dan 0,8 g cm

  , KCL 100 kg ha

  , sampel tanah ring, sampel tanah utuh, air, amegras, sidamin. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan (Tabel 1), dan 3 ulangan.

  P1 Kontrol (Urea 300 kg ha

  Kode Perlakuan

  Penelitian ini ialah pengamatan yang dilakukan pada tanaman tebu varietas PSBM 901 dengan pemanfaatan abu ketel PG. Bone dengan pupuk kompos tanpa dolomit dan pupuk KCL sebagai pembanding. Penelitian ini dilakukan dengan 6 perlakuan dan 3 kali ulangan. Ukuran petak disesuaikan dengan kondisi lapangan yakni 20 x 30 m. Dalam 1 petak perlakuan dipilih 5 titik pengamatan yang nantinya akan diambil 3 sampel tebu dimasing- masing titiknya. Sehingga ada 270 sampel tanaman untuk diketahui pertumbuhannya. Sampel tanah pada masing-masing petak diambil 2 sampel. Parameter pengamatan sifat tanah yang meliputi kemantapan aggregate, berat isi dan berat jenis tanah diamati pada umur 3, 6 dan 90 bulan setelah tanam. Parameter pertumbuhan dan produksi tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah aakan, dan lingkar tebu diamati pada 6 dan 9 setelah tanam. Produksi tebu dan rendemen tebu diamati pada umur 10 bulan setelah tanam. Untuk membandingkan perbedaan pengaruh masing-masing perlakuan dilakukan dengan uji Duncan 5%. Untuk mengetahui hubungan antar variabel dari perlakuan tersebut digunakan uji korelasi taraf 5%. Tabel 1. Perlakuan dalam Penelitian

  , kompos dosis 6 ton ha

  , abu ketel 40 ton ha

  , kcl dosis 100 kg ha

  , sp36 dosis 200 kg ha

  , urea dosis 300 kg ha

  Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan dimulai pada minggu pertama bulan Maret 2013 sampai dengan Januari 2014. Bahan yang dibutuhkan tebu varietas psbm 901, dolomit dosis 1 ton ha

  Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan di PTPN X Pabrik Gula Bone Sulawesi Selatan. Kegiatan analisa sifat fisik tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium Pengolahan PG. Bone. Kegiatan analisa rendemen dilaksanakan di Laboratorium Pendahuluan PG Camming.

  Bahan dan Metode

  seperti bahan organik yang berperan penting dalam menentukan kualitas kesuburan tanah dan produktivitas tanaman (Sukartono,2010). Oleh karena itu diperlukan masukan hara seperti pemupukan yang dapat meningkatkan stabilitas tanah namun bersifat ramah lingkungan seperti bahan organik. Sumber bahan organik dengan kandungan karbon tinggi dapat ditemukan pada biochar. Selain itu dalam proses pembuatan gula, salah satu limbah bahan bakar yang dihasilkan dalam jumlah cukup besar adalah abu ketel (2% dari jumlah tebu yang digiling). Walaupun abu ketel merupakan hasil dari proses gasifikasi, tetapi dengan kandungan C yang tinggi tersebut dapat dikatakan, atau paling tidak mempunyai karakteristik seperti ”biochar” (Utomo dan Siswanto, 2013). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh abu ketel terhadap sifat fisik tanah serta pertumbuhan dan produksi tebu varietas PSBM 901.

  

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017

  (Tabel 2). Hal ini karena biochar memiliki berat isi lebih rendah dari pada tanah, sehingga pemberian biochar ke dalam tanah mengurangi berat isi tanah (Utomo dan Siswanto, 2013).

  • 3
  • 3 .
  • 3

  

9 BST

  Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan pada 1 dan 3 BST tidak berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat tanah, namun berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kemantapan agregat tanah pada pengamatan 6 dan 9 BST. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piccolo et al.

  Kemantapan Agregat

  Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan pada 1, 3 dan 6 BST tidak berpengaruh nyata terhadap porositas total tanah, namun berpengaruh sangat nyata terhadap nilai porositas total tanah pada pengamatan 9 BST. Pemberian abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) memiliki nilai yang berbeda nyata dengan perlakuan lain yaitu 61,1 % volume, terutama terhadap perlakuan kontrol (P1) yang hanya memiliki nilai porositas total sebesar 51,19 % volume (Tabel 3). Hal ini dikarenakan biochar dapat berperilakua sama dengan partikel klai atau humus yang mempunyai luas permukaan besar (Downie et al., 2009). Biochar yang dihasilkan dari bahan berkayu (Winsley, 2007), lebih kasar dan lebih stabil. Sedangkan biochar yang dihasilkan dari residu tanaman (rye, jagung, jerami, dll) rumput dan pupuk kandang lebih halus dan lebih kaya unsur hara, lebih labil dan lebih mudah dirombak oleh mikrobia di lingkungan (Sohi et al., 2009). Kandungan abu biochar juga tergantung pada sumber bahan. Bahan rumput, sekam/kulit biji, residu jerami dan pupuk kandang umumnya menghasilkan biochar dengan kandungan abu yang tinggi dari pada biochar yang dibuat dari bahan kayu (Demirbas, 2006). Semakain kecil ukuran suatu partikel maka luas permukaannya akan semakin besar dan semakin banyak ruang pori yang terbentuk sehingga mampu menurunkan berat isi tanah dan meningkatkan porositas total tanah.

  Porositas Total

  

Keterangan: Angka rerata yang tidak didampinggi huruf pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata

pada uji Duncan 5%. BST= bulan setelah tanam. Kode perlakuan sama dengan Tabel 1.

  P1 1,59 1,36 1,21 c 1,1 d 2,53 2,41 2,36 2,26 P2 1,56 1,27 1,12 bc 0,97 bc 2,53 2,46 2,34 2,24 P3 1,47 1,25 1,10 bc 1,01 c 2,49 2,44 2,22 2,21 P4 1,50 1,32 1,06 b 0,91 b 2,46 2,47 2,31 2,21 P5 1,54 1,20 1,04 b 0,91 b 2,47 2,43 2,32 2,19 P6 1,49 1,24 0,87 a 0,80 a 2,52 2,40 2,12 2,08

  9 BST

  6 BST

  3 BST

  1 BST

  6 BST

  

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017

Berat Jenis Tanah

  3 BST

  1 BST

  )

  Perlakuan Berat Isi Tanah (g cm

  • -3 ) BJ Tanah (g cm -3

  Tabel 2. Berat isi dan berat jenis tanah

  atau cenderung tinggi, sedangkan tanah organik umumnya berkisar antara 1,3-1,5 g cm

  , hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prijono (2008) bahwa nilai BJ tanah apabila tanah mineral berkisar antara 2,6-2,7 g cm

  9 BST yaitu (Tabel 2). Hasil rerata nilai BJ tanah yang dihasilkan berkisar antara 2,00-2,60 g cm

  , sedangkan nilai terendah ialah perlakuan abuketel tanpa dolomit (P6) pada pengamatan

  Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis tanah pada semua waktu pengamatan. Rerata nilai berat jenis tanah relatif sama antar perlakuan. Nilai rerata berat jenis tanah tertinggi ialah perlakuan kontrol (P1) pada pengamatan 1 BST yaitu 2,53 g cm

  (1997) yang menyajikan bukti pertama bahwa perlakuan pemberian biochar meningkatkan stabilitas agregat tanah secara nyata. Pemberian abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) memiliki nilai yang berbeda nyata dengan perlakuan lain yaitu 1,21 mm dan tergolong dalam kelas sangat stabil, terutama terhadap perlakuan kontrol (P1) dan kompos (P2) yang hanya memiliki nilai porositas total secara berturut-turut sebesar 0,73 mm dan 0,77 mm (Tabel 3).

  

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017

  Tabel 3. Porositas total dan kemantapan aggretat tanah

  Perlakuan Porositas Tanah (% volume) Kemantapan Agregat (mm)

  1 BST

  3 BST

  6 BST

  

9 BST

  1 BST

  3 BST

  6 BST

  9 BST

  P1 37,33 43,59 48,84 51,19 a 0,68 0,64 0,67 a 0,73 a P2 38,02 48,5 51,96 56,65 bc 0,74 0,91 0,8 a 0,77 ab P3 41,14 48,56 50,31 54,53 ab 0,75 0,85 0,77 a 0,82 abc P4 39,06 46,43 54,24 58,75 bc 0,78 0,95 0,95 ab 1,01 cd P5 37,67 50,74 54,9 58,41 bc 0,77 0,9 0,91 ab 0,99 bcd P6 40,83 48,05 58,1 61,1 c 0,79 1,06 1,13 b 1,21 d

  

Keterangan: Angka rerata yang tidak didampinggi huruf pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata

pada uji Duncan 5%. BST= bulan setelah tanam. Kode perlakuan sama dengan Tabel 1.

  Pertumbuhan Tanaman Tebu

  untuk menahan hara (Lehman, 2007), bahkan dibandingkan dengan bahan organik tanah

  Tinggi Tanaman

  lainnya, biochar mempunyai kemampuan yang Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, lebih besar dalam menjerap kation per unit semua perlakuan tidak berpengaruh nyata karbon. Dengan meningkatnya kemampuan terhadap tinggi tanaman pada semua waktu untuk menahan hara terutama unsure N yang pengamatan. Perlakuan pemberian abu ketel sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. (P4) memberikan tinggi tanaman tertinggi pada

  Tersedianya N dalam jumlah yang cukup akan

  9 BST yaitu 298,9 cm, sedangkan perlakuan memperlancar proses metabolisme tanaman kontrol (P1) dan perlakuan kompos (P2) yang pada akhirnya mempengaruhi memberikan tinggi tanaman terendah yaitu pertumbuhan batang, daun dan akar (Anom, 288,9 cm (Tabel 4). Hal ini diduga karena sifat 2008). dari abu ketel yang tidak berbeda jauh dengan biochar. Partikel biochar memiliki kemampuan Tabel 4. Tinggi tanaman, lngkar batang dan jumlah anakan tanaman tebu

  Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Lingkar Batang Jumlah Anakan (cm)

  3 BST

  6 BST

  9 BST

  6 BST

  9 BST

  3 BST

  6 BST

  9 BST

  P1 151,7 187,8 289,0 11,6 11,8

  9

  9

  13 P2 151,9 192,6 289,0 11,9 11,7

  10

  9

  14 P3 149,8 185,9 291,2 11,5 11,6

  11

  10

  14 P4 157,9 193,7 298,9 11,7 11,6

  10

  9

  11 P5 153,6 193,2 292,3 11,8 11,8

  10

  10

  14 P6 154,3 192,3 292,1 11,9 11,9

  10

  11

  16 Keterangan: Angka rerata yang tidak didampinggi huruf pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. BST= bulan setelah tanam. Kode perlakuan sama dengan Tabel 1.

  

Lingkar Batang (Tabel 4). Hal ini diduga karena potensi biochar

  sebagai pembenah tanah, ditunjukkan melelui Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, pengaruhnya terhadap perbaikan sejumlah sifat semua perlakuan tidak berpengaruh nyata tanah misalnya PH, retensi dan ketersediaan terhadap lingkar batang pada semua waktu hara, KTK, BV tanah, dan kapasitas penahanan pengamatan. Perlakuan pemberian abu ketel air tanah (Glaser et al., 2002). Kemasaman tanpa dolomit (P6) memberikan nilai lingkar tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,1, tingkat batang tertinggi pada 9 BST yaitu 11,9 cm

  Selain itu biaya produksi yang dibutuhkan dalam kegiatan usahataninya lebih rendah dari

  Rendemen Tebu

  Perlakuan pemberian abu ketel, kompos, abu ketel tanpa kaliun, abu ketel tanpa dolomite dan kompos + abu ketel berpengaruh nyata terhadap nilai keuntungan. Dari hasil perhitungan laba (aspek pemupukan) yang dilakukan pada setiap perlakuan, didapatkan hasil bahwa laba tertinggi adalah perlakuan abu ketel tanpa pupuk kalium (P5) yaitu sebesar Rp 17.795.528,53 sedangkan laba terendah adalah perlakuan abu ketel + kompos (P3) yaitu sebesar Rp 6.563.510,81 (Tabel 6). Hal ini disebabkan produksi dan rendemen dari perlakuan abu ketel tanpa menggunakan pupuk kalium (P5) lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya.

  Analisis Ekonomi

  Keterangan: Angka rerata yang tidak didampinggi huruf pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. BST= bulan setelah tanam. Kode perlakuan sama dengan Tabel 1.

  P1 37,76 7,48 P2 38,71 7,37 P3 46,46 6,79 P4 33,29 6,60 P5 46,06 7,87 P6 51,56 7,20

  Perlakuan Produksi (t ha

  • -1 ) Rendemen (%)

  Tabel 5. Produksi dan rendemen tebu

  Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen tebu pada semua waktu pengamatan. Rerata nilai tendemen tebu relatif sama antar perlakuan. Perlakuan pemberian abu ketel tanpa pupuk kalium (P5) memberikan nilai rendemen tertinggi pada 9 BST yaitu 7,87 % (Tabel 5).

  ., 2010). Hasil ini menunjukkan adanya keunggulan dari biochar dalam system pertanian. Steiner et al. (2007) dan Chan et al. (2008) keduanya menekankan bahwa biochar sebagai pembenah tanah akan meningkatkan hasil tanaman apabila disertai dengan aplikasi pupuk anorganik atau pupuk organik lainya.

  

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017

  et al

  (Tabel 5). Perbaikan retensi dan ketersediaan hara tanaman yang berarti dapat memperbaiki efisiensi pemanfaatan hara, pertumbuhan dan hasil tanaman (Yeboah et al., 2009). Perbaikan pertumbuhan dan hasil tanaman sebagai respon positip penambahan biochar di daerah tropis cukup banyak dilaporkan baik pada sekala percobaan rumah kaca maupun lapangan (Uzoma et al., 2011; Masulili et al., 2010; Major

  Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tebu pada semua waktu pengamatan. Rerata nilai jumlah anakan relatif sama antar perlakuan. Perlakuan pemberian abu ketel tanpa dolomit (P6) memberikan nilai produksi tebu tertinggi yaitu 51,56 t ha

  Produksi dan Rendemen Tanaman Tebu Produksi Tebu

  Dari hasil perhitungan dan analisis ragam, semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada semua waktu pengamatan. Perlakuan pemberian abu ketel tanpa dolomit (P6) memberikan nilai jumlah anakan terbanyak pada 9 BST yaitu 16 batang, sedangkan perlakuan abuketel tanpa menggunakan pupuk kalium (P5), kompos (P2) dan abu ketel + kompos (P3) mempunyai jumlah batang yang sama yaitu 14 batang (Tabel 4). Jumlah anakan dipengaruhi oleh ketersediaan hara dalam tanah. Peranan pupuk N dan P terutama terlihat pada awal pertumbuhan tanaman tebu (Toruan et. al., 1987). Santo et al. (1993) dan Usman (1989) menyatakan bahwa pemupukan nitrogen berperan dalam peningkatan jumlah batang tebu. Pupuk N dan P akan meningkatkan jumlah anakan sampai dosis tertentu dan akan berkurang apabila dosis ditingkatkan (Maswal dan Abidin, 1988).

  Jumlah Anakan

  kemasaman ini tergolong agak masam. Kondisi ini dapat di perbaiki dengan cara penambahan biochar, karena biochar dapat mengurangi kemasaman tanah dan kejenuhan Al, meningkatkan kandungan C-organik, kation basa (K, Ca, Mg) dan KTK (Yamato et al., 2006 dan Masulili et al., 2010). Nilai pH biochar dari berbagai bahan berbeda pada kisaran netral sampi basa (Chan et al., 2007).

  • 1
  • 3

  • 3
  • 3

  • 1

  Daftar Pustaka Agus, F., Yustika, R.D. dan Haryati U. 2006.

  dan perlakuan abuketel tanpa pupuk kalium merupakan perlakuan yang memperoleh nilai rendeman tebu tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 7,87 %. Laba tertinggi yang didapat adalah perlakuan abu ketel tanpa pupuk kalium (P5) yaitu sebesar Rp 17.795.528,53 sedangkan laba terendah adalah perlakuan abu ketel + kompos (P3) yaitu sebesar Rp 6.563.510,81.

  Produksi tebu terbaik ditunjukkan oleh perlakuan abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) dengan nilai 51,56 t ha

  , meningkatkan porositas total tanah yaitu 51,1 % volume dan nilai kemantapan agregat dari 0,8 mm menjadi 1,2 mm. Perlakuan abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) mampu meningkatkan beberapa parameter pertumbuhan, perlakuan ini mampu meningkatkan lingkar batang tebu yaitu 11,9 cm dan jumlah anakan tebu yaitu 16 batang dibandingkan dengan perlakuan lain.

  menjadi 2,08 g cm

  dan nilai berat jenis tanah dari 2,52 g cm

  Perlakuan abu ketel tanpa menggunakan dolomit (P6) mampu menurunkan nilai berat isi tanah yaitu 0,8 g cm

  Kesimpulan

  Porositas total berkorelasi positif dengan produksi tebu dengan nilai r 0,37 (korelasi sedang). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi porositas porositas total maka semakin tinggi produksi tebu. Dengan adanya porositas tanah yang baik maka pertumbuhan tanaman juga baik karena banyak persediaan air dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman beserta hasil produksinya banyak dan memiliki kualitas yang baik, produktivitas tanaman pertanian bisa meningkat dan lebih memajukan pertanian (Pairunan et al., 1997). Jumlah batang tebu berkorelasi positif dengan produksi tebu dengan nilai r 0,9**. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah batang tebu maka semakin tinggi produksi tebu. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widarwati (2008) yang menyatakan bahwa berdasarkan analisis regresi, jumlah tebu mempunyai pengaruh yang positif dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil ini sesuai dengan fungsi tebu sebagai bahan baku utama yang secara langsung mempengaruhi produksi gula. Nurrofiq (2005) dan Wahyuni (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor produksi yang mempengaruhi produksi gula sengan nyata adalah jumlah tebu.

  Tanah dengan total ruang pori yang tinggi cenderung mempunyai berat isi lebih rendah (Agus et al., 2006). Porositas total tanah berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah batang pada 6 BST dengan nilai r masing-masing 0,72, 0,67 dan 0,67. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi porositas tanah maka semakin tinggi lingkar batang, jumlah batang dan tinggi tanaman tebu.

  Berat isi tanah berkorelasi negatif dengan porositas total dengan nilai r masing-masing - 0,91**, -0,95** dan -0,99**. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah berat isi tanah maka semakin tinggi perositas total tanah. Berat isi tanah adalah perbandingan antara massa tanah kering oven dengan volume partikel ditambah dengan ruang pori di antaranya (Prijono, 2008).

  Hubungan Sifat Fisik Tanah dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tebu

  P1 10.603.418,00 abc P2 6.714.350,76 ab P3 6.563.510,81 a P4 7.873.921,80 ab P5 17.795.528,53 c P6 14.247.238,21 bc

  Perlakuan Keuntungan (Rp)

  Tabel 6. Nilai Rerata Keuntungan / Laba

  pada perlakuan lainnya. Menurut Soemarso (2002), pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penerunan kewajiban yang timbul dari penyerahan barang atau jasa atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode.

  

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017

  Penetapan berat volume tanah. Dalam Sifat fisik tanah dan metode analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. pp 25-34. Anom, E. 2008. Pengaruh residu pemberian tricho- kompos jerami padi terhadap pertumbuhan dan

  

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017

produksi sawi hijau (Brassica juncea, L.). Sagu 7 (2), 7-12. Anonimus. 2013. Kebutuhan Gula Nasional Mencapai 5,700 Juta Ton Tahun 2014. Available online at http://ditjenbun. deptan.go.id/s etditjenbun/ berita-172-dirjenbun--kebutuhan- gula-nasional-mencapai-5700-juta-ton - tahun- 2014. html. Diakses pada tanggal 18 Februari 2014. Chan, K.Y., Van Zwieten, B.L., Meszaros, I.,Downie, D., and Joseph, S. 2007. Agronomic values of greenwaste biochars a soil amandements. Australian Journal of Soil Research 45, 437-444. Chan, K.Y., Van Zwieten, B.L., Meszaros, I.,Downie, D., and Joseph, S. 2008. Using poultry linier biochars a soil amandements. Australian Journal of Soil Research 46, 437-444. Demirbas, A. 2006. Production and characterization of biochar from biomass via phyrolisis. Energy

  PT.Rineka Cipta. Jakarta . Ed. Ke-4. Sohi, S., Elisa Lopes-Capel, E., Krull, E. And Bol, R. 2009. Biochar, Climate change & soil: A review to guide future research. CSIRO L and Water Science Report 05/09, 64 pp.

  Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institute Pertanian Bogor. Winsley, P. 2007. Biochar and bioenergy production for climate change. New Zealand Science

  Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institute Pertanian Bogor. Widarwati, T. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gula PG Pagottan.

  Di Pg Bone, Caming Dan Takalar Berbasis Pemanfaatan Limbah Dan Pemurnian Varitas. Universitas Brawijaya Malang. Uzoma, K.C., Inoue, M., Andry, H., Fujimaka, H., Zahoor, A. and Nishihara, E., 2011. Effect of cow manure biochar on maize productivity under sandy soil condition. Soil Use and Management 27 (2), 205-212. Wahyuni, I.T. 2007. Analisis Efisiensi Produksi Gula di PG Mudokismo, Yogyakarta. Skripsi.

  Percobaan pemupukan NPK pada berbagai Tingkat tanaman tebu dan type tanah kebun rotasi PT Perkebunan IX. Bulletin (6): 1-22. Usman, B. 1989. Pengaruh penambahan dosis AS dan jumlah bibit bagal terhadap pertumbuhan, kadar NPK daun dan hasil beberapa varietas tebu. Majalah Perusahaan Gula 25 (1), 1-12. Utomo, W.H., dan B, Siswanto. 2013. Upaya Peningkatan Produktivitas Dan Redemen Tebu

  Universitas Mataram. Toruan, M.L., Erwin, Z. dan Abidin, M. 1987.

  Long term effect of manure,charcoal and mineral fertilization on crop production and fertility on a highly weathered Central Amazonian upland soil soil. Plant and Soil 291, 257-290 Sukartono. 2010. Tanaman Tebu. digilib ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 18 Februari 2014. Susilowati, L.E. dan Sukartono. 2007. Budidaya Tanaman Tebu. Babr II-Tinjauan Pustaka.

  Stainer, C., Teixeris, W.G. and Lehmann, J., 2007.

  1997. Use of humic substances as soil conditioners to increase aggregate stability. Geodarma, 75, 267-277. Prijono, S. 2008. Analisis Fisika Tanah. Universitas Brawijaya. Malang. Santo, S., Arifm, S. dan Budiono. 1993. Tanggap varietas PS 77-1553, PS 78-561 dan PS 78-8238 terhadap pemupukan ammonium sulfat di lahan sawah regosol Kediri. Berita (10): 29-36. Soemarso. 2002. Akuntansi Suatu Pengantar.

  Sources Part A 28, 413-422. Downie, A., Crosky, A. and Munroe, P. 2009.

  Piccolo, A., Pietramellara,G. and Mbagwu, J.S.C.

  A., Nonere, K., Samosir, S.R., Tangkaisari, R., Lolopua, J.R., Ibrahim, B. dan Asmadi, H.1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. BKPTN Indonesia bagian Timur.Makassar.

  Bogor. Pairunan,

  Skripsi . Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian

  2010. Rice husk biochar for rice based cropping system in acid soil 1. The characteristics of rice husk biochar and its influence on the properties of acid sulfate soil and rice growth in West Kalimantan, Indonesia. Journal of Agriculture Science 2 (1): 39-45. Maswal, Z. dan Abidin, M. 1988. Pengaruh pemupukan NPK terhadq pertumbuhrw vegetatif dan produksi tebu varieCas F-156 pada tanah aluvial. Bulletin (2): 1 – 36. Nurrofiq, A. 2005. Analisis Efisiensi Produksi Gula.

  447, 143-144. Major, J., Rondom, M., Marina, D., Susan J.R. and Lehmann, J., 2010 Maize yield and nutrition during 4 years after biochar application to a Colombian savanna oxisol. Plant and Soil 333, 117-128 Masulili, A., Utomo, W.H. and Syechfani, M.S.

  Ameliorating physical and chemical properties of highly weathered soils in the tropics with charooal. A Review. Biology and Fertility of Soils 35, 219-230. Lehmann, J. 2007. A handful of carbon. Nature.

  Physical properties of biochar. In: Lehman, J., Joseph, S.(Eds), Biochar of Environmental Managemen: Science and Technology. Earthscan, London. Glaser, B., Lehmann,J. and Zech, W. 2002.

  Review 64 (1), 1-10.

  

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 4 No 1: 445-452, 2017

Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I.F., Anshiori, Yeboah, E., Ofari, P., Quansah, G.W., Dugan, E.

  S. and Ogawa, M. 2006. Effects of the and Sohi, S.P. 2009. Improving soil productivity Application of charred bark of Acacia mangium through biochar amendment to soil. African on the yield of maize, cowpea and peanut, and Journal of Environmental Science and soil chemical properties in Sout Sumatra, Technology. 3 (2), 34-41. Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition 52, 489 – 495.

Dokumen yang terkait

DINAMIKA N MINERAL AKIBAT APLIKASI PUPUK NPK KEBOMAS BERBASIS AMONIUM DAN NITRAT 25-7-7 PADA TANAMAN BUNCIS

0 0 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai pH DagingSapiKruiBetina

0 0 5

EFEK RESIDU PEMUPUKAN NPK BERBASIS AMONIUM DAN NITRAT TERHADAP KETERSEDIAAN HARA, KELIMPAHAN BAKTERI SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAWI

0 0 12

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai pH Daging Broiler

0 1 6

PENGARUH APLIKASI BIOCHAR KULIT KAKAO TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG PADA ULTISOL LAMPUNG TIMUR

0 1 8

KARAKTERISTIK KUALITATIF SAPI KRUI DI KABUPATEN PESISIR BARAT LAMPUNG QUALITATIVE CHARACTERISTIC OF KRUI CATTLE AT WEST PESISIR REGENCY, LAMPUNG PROVINCE St Fitria Ningsih, Sulastri, dan M. Dima Iqbal Hamdani Department of Animal Husbandry, Faculty of Agr

0 0 5

KAJIAN POROSITAS TANAH PADA PEMBERIAN BEBERAPA JENIS BAHAN ORGANIK DI PERKEBUNAN KOPI ROBUSTA

0 2 10

PEMANFAATAN EKSTRAK BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa Bilimbi L) SEBAGAI BAHAN PENGAWET TERHADAP UJI SENSORI DAGING BROILER THE INFLUENCE OF (Averrhoa Bilimbi L) BILIMBI FRUIT AS PRESERVATIVE TOWARDS SENSORY QUALITY CHECK OF BROILER

3 2 6

APLIKASI UREA DAN KOMPOS KULIT KAKAO UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN DAN SERAPAN N, P, K SERTA PRODUKSI TANAMAN SAWI PADA INCEPTISOL TULUNGREJO, BATU

0 0 10

KUALITAS FISIK PADA POTONGAN PRIMAL KARKAS SAPI KRUI JANTAN DI KABUPATEN PESISIR BARAT LAMPUNG PHYSICAL QUALITY ON PRIMAL CARCASS OF MALEKRUI CATTLE IN PESISIR BARATDISTRICTLAMPUNG Haryadi Adyan, Dian Septinova, dan Sulastri Department of Animal Husbandry

0 0 6