ORTHOTROPIC MODEL MENGGUNAKAN METODE FINITE ELEMENT

SIMULASI LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN

  ORTHOTROPIC MODEL MENGGUNAKAN METODE FINITE ELEMENT 1) Dedi Budi Setiawan

1 Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Semarang, Jl. Prof. Soedharto,

  Semarang, 50275

  Abstrac Test the load to collapse needed to test the reliability of the structure , ie by knowing the maximum load that can be borne by the structure. The process of bending and deflection of reinforced concrete beams is also necessary for students to understand the world of construction and reinforcement due to shear or bending , through experimental studies and numerical studies. Whereas laboratory tests conducted on relatively more expensive. One solution to the numerical methods are finite element methode. The main purpose of this research is to create a simulation of bending, deflection, maximum load and cracking for reinforced concrete beam with orthotropic models. So the simulation of bending, deflection, maximum load and cracks can be represented with this program without always perform laboratory testing. Program performance is analyzed based on laboratory test results.

  Comparison between the results of the analysis of modeling proposed in this study with experimental results indicate that this model is able to simulate the behavior of reinforced concrete structural response is good. This modeling capability can simulate the deflection and direction of the crack. The difference in the test results with the program as to the maximum load average of 8.5% while the average deflection difference of 5.8%. Bending beam collapse experiencing illustrated by cracking dominant midspan area. Almost evenly in the middle of the span. Directions crack tilted away from the load point at the center span. Collapse that occurred giving pattern that extends away from the slope of the concentrated loads. At the bottom of the crack portrayed as the strain that occurs is exceeded strain of concrete permit. Need to be tested against shear failure in order to give a depiction of the shear failure.

  Keywords : finite element , reinforced concrete beams , bending collapse ABSTRAK Test beban sampai runtuh diperlukan untuk menguji keandalan struktur, yaitu dengan mengetahui beban maksimum yang dapat dipikul struktur. Proses lentur dan lendutan untuk balok beton bertulang juga diperlukan bagi mahasiswa dan dunia konstruksi untuk memahami penulangan yang disebabkan geser atau lentur, melalui studi eksperimental maupun studi numerik. Padahal test yang dilakukan di laboratorium relative lebih mahal. method/FEM Salah satu pemecahan dengan metoda numerik yaitu metoda elemen hingga (finite element ). Tujuan penelitian ini utamanya adalah membuat simulasi lentur, lendutan, beban maksimum dan retak untuk balok beton bertulang dengan orthotropic model. Sehingga simulasi lentur, lendutan, beban maksimum dan retak bisa terwakili dengan program ini tanpa selalu melakukan pengujian laboratorium. Kinerja program dianalisis berdasarkan hasil pengujian laboratorium. Perbandingan antara hasil analisis dari pemodelan yang diusulkan dalam studi ini dengan hasil eksperimental menunjukkan bahwa model ini mampu mensimulasikan prilaku respon struktur beton bertulang secara baik. Kemampuan pemodelan ini dapat mensimulasikan lendutan dan arah retak. Selisih hasil pengujian dengan progran untuk beban maksimum rata-rata 8,5 % sedangkan selisih lendutan rata-rata sebesar 5,8%. Keruntuhan balok yang mengalami lentur dilukiskan dengan retak yang dominan pada daerah tengah bentang. Hampir merata di tengah bentang. Arah retak miring menjauhi beban titik yang berada ditengah bentang. Keruntuhan yang terjadi memberikan pola kemiringan yang melebar menjauhi beban terpusat. Pada bagian bawah retak tergambarkan karena regangan yang terjadi sudah melebihi regangan ijin beton. Perlu di uji terhadap keruntuhan geser agar dapat memberikan penggambaran mengenai keruntuhan geser.

  Kata kunci : finite element, balok beton bertulang, keruntuhan lentur

  PENDAHULUAN

  Beton bertulang merupakan bahan paduan antara beton dengan tulangan yang masih dianggap sebagai bahan bangunan yang memenuhi kehendak para ahli bangunan. Ini beralasan karena beton mempunyai kuat tekan yang tinggi, bahan-bahan pembentuknya mudah didapat, tahan terhadap temperatur tinggi, tahan korosi dan mudah dibentuk. Akan tetapi material beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga umumnya penggunaan material beton selalu ditambahkan material baja tulangan untuk mengeliminer kelemahan beton tersebut karena baja tulangan mempunyai kuat tarik yang tinggi.

  Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layanan yang sangat panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk menahan beban. Ini dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kekuatan beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses pemadatan pasta semen.

  Kondisi lentur, lendutan, beban maksimum dan retak pada balok beton bertulang merupakan suatu permasalahan yang sangat kompleks. Hal ini yang bayak orang mengkaji untuk mengetahui perilaku struktur beton bertulang. Perilaku lendutan, beban maksimum dan retak untuk balok beton bertulang sangat diperlukan bagi mahasiswa dan dunia konstruksi untuk memahami pola kehancuran karena geser atau lentur, dan pola kehancuran karena daktail dan non daktail. Karena pada non daktail menyebabkan keruntuhan yang tiba-tiba akibat beban yang bekerja (bisa beban gempa). Dengan keruntuhan tiba-tiba menyebabkan banyak timbulnya korban jiwa bila terjadi gempa bumi. Ini diperlukan simulasi keruntuhan daktail dan non daktail.

  Struktur beton bertulang didesain untuk memenuhi kriteria keamanan (safety) dan layak pakai (serviceability). Untuk memenuhi kriteria layak-pakai maka besarnya retak dan lendutan struktur pada kondisi beban kerja harus dapat diestimasi dan memenuhi kriteria tertentu. Sedangkan untuk memenuhi kriteria keamanan maka struktur harus didesain mempunyai suatu angka keamanan terhadap beban runtuh, karena itu perkiraan besarnya beban runtuh (batas) sangat penting. Selain nilai absolut beban yang menyebabkan keruntuhan, maka perilaku struktur saat runtuh juga perlu diketahui, apakah bersifat daktail (mengalami deformasi besar sebelum runtuh), atau tiba-tiba

  (non-daktail). Untuk mengetahui beban batas dan perilaku struktur yang dibebani maka uji eksperimental menjadi alat utama untuk mengevaluasi keandalan metode analitis yang digunakan. Dalam perkembangannya, uji simulasi komputer dengan m.e.h dapat mengurangi jumlah materi uji yang harus dilakukan dalam uji eksperimental, sehingga biayanya dapat dikurangi.

  Untuk mengembangkan model finite element struktur beton bertulang permasalahan yang timbul ada beberapa hal. Sulitnya memodelkan beton bertulang kedalam finite element menjadi kendala banyak peneliti. Karena perilaku beton yang nonlinier elastis. Nonlinieritas material pada struktur beton sangat dipengaruhi oleh terbentuknya retak karena setelah retak perilaku elemen beton berubah dari isotropik menjadi orthotropik, di pihak lain perilaku material tulangan baja pada beton retak bersifat tetap.

  Tujuan penelitian ini adalah membuat simulasi lentur, lendutan, beban maksimum dan retak untuk balok beton bertulang dengan orthotropic model untuk mendapatkan model analitis finite element yang dapat mereprsentasikan perilaku nonlinieritas material.

METODE PENELITIAN

  Bentuk respon struktur beton bertulang dapat dilihat pada gambar 3.1, dimana bentuk linier terjadi pada tahap awal pembebanan sampai terbentunya retak pertama kali, setelah terjadi retak hubungan beban perpindahan menjadi nonlinear.

  Chen (1982) dan Kwak et al. (1990) membagi respon struktur beton bertulang menjadi tiga tahap,

  yaitu : tahap elastis (uncrack), perambatan retak (crack propagation) dan tahap dimana tulangan leleh atau terjadi kehancuran beton pada daerah tekan.

  Dewobroto (2005) mengemukakan perilaku nonlinier setelah retak juga

  dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hubungan konstitutif tegangan-regangan beton yang memang nonlinier dan berbeda antar kondisi tarik dan tekan, bond slip antara beton dan tulangan, ikatan antar agregat pembentuk beton, dowel action pada retak yang melintasi tulangan serta rangkak dan susut tahap I : elastis

  III

  II tahap II : retak Beban tahap III : tul. leleh atau beton

  I Perpindahan Gambar 1. Respon struktur beton bertulang 2

  sebagai

  Vecchio (1989) memformulasikan bahwa tegangan utama tekan beton fc 2

  parameter yang tidak hanya tergantung pada regangan utama tekan ε saja tetapi juga 1 merupakan fungsi dari regangan utama tarik ε seperti terlihat pada gambar 1. Kurva pada gambar 1 merupakan hubungan tegangan-regangan beton pada arah utama tekan. 2

       

    2 2

  fc fc   2   2 max

  2 

  (1)

     

   

         

  ε = regangan tekan beton pada saat tegangan mencapai puncak 1 ε = regangan tarik beton 2 fc max = kuat tekan beton pada awal retak f 2         2 2    fc fc 2 2 max   2    

   

      fc 2 Ec  

1 Ec

  1 o ε l ε

  Gambar 2. Hubungan konstitutif tegangan-regangan beton ' pada arah utama tekan, Vecchio (1989) f c fc 2 max

  (2)

   1  . 8 .

  34  Vecchio (1989) juga memodelkan hubungan tegangan-regangan beton pada arah

  utama tarik seperti nampak pada gambar 3.3. Kurva yang terbentuk sebelum mencapai cr regangan retak (ε ) berupa hubungan linier dengan persamaan 3.

  fE   c

  (3)

  1 c

  1 cr Untuk regangan yang lebih besar dari regangan retak ( ε ).

  f crf c 1

  (4)

  

  

  1 200 1 Dimana : cr f c1 : tegangan retak beton f : tegangan utama tarik c E

  : Modulus elastisitas beton fc

  fcE   fcr 1 c fcr fc

  1

    1 200 Ec

  1

  1 1

ε ε

  Gambar 3. Hubungan tegangan-regangan beton pada arah utama tarik, Vecchio (1989) Kekuatan tarik beton lebih sulit diukur dibanding kuat tekannya karena masalah

  penjepitan (gripping) pada mesin. Ada sejumlah metoda yang tersedia untuk menguji kekuatan tarik dan yang paling sering digunakan adalah tes pembelahan silinder. Selain r

  Nawy, Park dan Paulay (1975) menentukan besarnya cr

  ´ itu juga digunakan rupture f .

  modulus rupture seperti persamaan (3.5) sementara Vecchio menentukan nilai f sama t dengan tegangan tarik f ´ .

  ' ' ' ct fr ct c 1 . 09  f  7 . 5  f ( psi )

  (5)

  f ´ . : kuat tarik beton dari uji pembelahan c f ´

  : kuat tekan beton Nilai modulus tarik beton sesuai dengan State of the Art Report (ASCE)

  ' ' f   f t c . 33 ( MPa )

  (6)

  Pemodelan Material Beton dan Baja

  Dalam pemodelan beton ada beberapa model matematis perilaku mekanik material beton yang telah digunakan dalam analisis struktur beton bertulang. Pemodelan ini dapat digolongkan dalam beberapa grup, yaitu : orthotropic models, nonlinear

  elasticity models, plastic models,

  dan endhocronic models, ( Chen 1982).

  Orthotropic model

  adalah yang paling sederhana. Model ini sesuai dan mendekati pengujian eksperimental yang dikenakan beban biaksial. Model ini juga mampu mewakili perilaku hysteristic beton dibawah beban cyclic seperti yang dikutip oleh

  Kwak dan Filippou (1997). Model ini sangat sesuai untuk menganalisis struktur beton

  bertulang seperti balok, panel dan shell dimana kondisi tegangan struktur tersebut didominasi oleh tegangan biaksial.

  Struktur seperti balok pada umumnya dapat ditinjau dalam kondisi tegangan bidang (plane stress). Ketika beton belum retak, material beton dapat dikatagorikan sebagai material isotropik.

  Gambar 4. Idealisasi hubungan tegangan-regangan tulangan baja

  Kurva hubungan tegangan-regangan dari tulangan baja yang digunakan untuk konstruksi beton diperoleh dari uji tulangan yang dibebani secara monotonik tarik. Untuk semua kegunaan praktek , baja memperlihatkan kurva hubungan tegangan- regangan yang sama baik dalam tarik maupun tekan. Hubungan tegangan-regangan memperlihatkan hubungan elastis linier, daerah leleh, daerah strain hardening dimana ada pertambahan tegangan bersamaan dengan adanya regangan dan akhirnya daerah yang mengalami penurunan tegangan dan akhirnya drop setelah mengalami fraktur.

  Pada penelitian ini juga meninjau penguruh lekatan pada tulangan memanjang, maka tulangan memanjang dimodelkan dengan menggunakan discrete

  model

  sedangkan tulangan melintang dimodelkan dengan smeared model. Model material beton yang digunakan orthotropic dengan alasan mempunyai bentuk yang paling sederhana tetapi dapat mewakili dengan baik kondisi tegangan biaksial.

  Dalam menyelesaikan analisis struktur beton bertulang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya digunakan analisis studi numeric dengan metoda finite element. Setelah itu hasilnya divalidasi dengan data-data dari penelitian, juga dengan hasil uji eksperimental, hal ini dilakukan sebagai kontrol terhadap keakuratan data yang dihasilkan. Studi numerik dalam penelitian ini digunakan untuk memprediksi lentur, lendutan dan beban maksimum balok beton bertulang.

  Struktur beton bertulang yang dianalisis dalam penelitian ini ditinjau sebagai struktur dua dimensi tegangan bidang (plane stress). Elemen beton menggunakan elemen quadrilateral delapan titik nodal sedangkan tulangan mengambil model diskrite untuk arah longitudinal dan distributed (smeared) untuk arah transversal.

  Data-data yang dibutuhkan sebagai input program, didapat dari hasil penelitian baik secara numerik maupun eksperimental, antara lain : (a) Geometrik spesimen balok beton bertulang. (b) Kuat tekan, kuat tarik beton dan modulus elastisitas beton. (c) Dimensi penampang, tegangan leleh dan modulus elastisitas tulangan.

  Dari data-data yang dihasilkan kemudian dilakukan validasi berdasarkan tujuan penelitian seperti yang dijelaskan, dengan cara membandingkan hasil yang didapat dengan hasil dari pengujian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Proses simulasi lentur, lendutan dan keruntuhan model struktur beton bertulang yang diberi beban secara bertahap. Pada setiap tahapan beban akan terjadi redistribusi tegangan yang mungkin dapat menimbulkan retak dan bahkan keruntuhan total. Pengujian – pengujian mengambil data dari hasil yang dilakakukan di laboratorium. Yaitu balok A, B dan C. Tujuan dari penyelidikan balok A adalah untuk mengetahui lendutan dan pola retak yang terbentuk ketika suatu struktur beton bertulang menerima beban terpusat di tengah bentang. Sampel balok lentur yang digunakan merupakan hasil pengujian dengan validasi lendutan dan pola retak.

  Balok A

  Balok A ini diletakkan secara sederhana dengan tumpuan sendi dan rol serta mempunyai propertis material sebagai berikut, kuat tekan beton fć = 20 MPa, modulus c elastisitas beton E = 21019 MPa dan Poisson ratio υ = 0.2. Penampang, tumpuan dan pembebanan struktur diperlihatkan pada gambar 5.

  200 mm 212 50 

  10@150 mm ( 200 mm

  50 212 150 mm 150 mm 1000 mm

  (

  Gambar 5. Penampang Balok A

  Pembebanan yang diberikan pada struktur merupakan beban terpusat pada tengah bentang. Dengan bentang 1300 dan ukuran penampang 200 x 200 mm dengan penulangan atas dan bawah berjumlah 2 diameter 12mm.

  Gambar 6. Grafik Hubungan Beban dengan Perpindahan Balok A Dari hasi program didapat inkrementasi beban dan lendutan yang dihasilkan.

  Besarnya lendutan maksimum adalah sebesar 0.54 mm dengan beban yang terjadi sebesar 55KN. Sedangkan untuk hasil pengujian beban maksimum sebesar 49 KN dengan lendutan 0.59 mm. Dari Gambar 6. grafik terlihat rapat sampai pembebanan

  25KN. Setelah itu pada program cenderung beban lebih besar dibandingkan dengan pengujian. Regangan yang terjadi pada pengujian terlihat lebih besar. Selisih hasil pengujian dengan progran untuk beban maksimum 10 % sedangkan selisih lendutan sebesar 8,4%. Ini dapat terjadi karena dalam material balok beton bertulang bila telah terjadi retak diawal maka di situ akan terjadi retak yang semakin lebar dan akhirnya runtuh. Sedangkan di program keretakan diawal tidak memicu perlemahan ditempat tersebut.

  Balok B

  Balok B ini diletakkan secara sederhana dengan tumpuan sendi dan rol serta mempunyai propertis material sebagai berikut, kuat tekan beton fć = 20 MPa, modulus c elastisitas beton E = 21019 MPa dan Poisson ratio υ = 0.2. Penampang, tumpuan dan pembebanan struktur diperlihatkan pada gambar 4.4.

  Pembebanan yang diberikan pada struktur merupakan beban terpusat pada tengah bentang. Dengan bentang 1300 mm dan ukuran penampang 200 x 200 mm dengan penulangan atas berjumlah 2 diameter 12mm. Untuk tulangan bawah berjumlah 3 diameter 12mm.

  

200 mm

212 50  10@150 mm

  ( 200 mm

  50 312 150 mm 150 mm 1000 mm

  (

  Gambar 7. Penampang Balok B

  Gambar 8. Grafik Hubungan Beban dengan Perpindahan Balok B Dari hasi program didapat inkrementasi beban dan lendutan yang dihasilkan.

  Besarnya lendutan maksimum adalah sebesar 0.62 mm dengan beban yang terjadi sebesar 57.5 KN. Sedangkan untuk hasil pengujian beban maksimum sebesar 53 KN dengan lendutan 0.65 mm. Dari Gambar 4.5. grafik terlihat rapat sampai pembebanan

  25KN. Setelah itu pada program cenderung beban lebih besar dibandingkan dengan pengujian. Regangan yang terjadi pada pengujian terlihat lebih besar. Selisih hasil pengujian dengan progran untuk beban maksimum 7,8 % sedangkan selisih lendutan sebesar 4,6%.Ini dapat terjadi karena dalam material balok beton bertulang bila telah terjadi retak diawal maka di situ akan terjadi retak yang semakin lebar dan akhirnya runtuh. Sedangkan di program keretakan diawal tidak memicu perlemahan ditempat tersebut.

  Balok C

  Balok C ini diletakkan secara sederhana dengan tumpuan sendi dan rol serta mempunyai propertis material sebagai berikut, kuat tekan beton fć = 20 MPa, modulus c elastisitas beton E = 21019 MPa dan Poisson ratio υ = 0.2. Penampang, tumpuan dan pembebanan struktur diperlihatkan pada gambar 4.6.

  Pembebanan yang diberikan pada struktur merupakan beban terpusat pada tengah bentang. Dengan bentang 1300 mm dan ukuran penampang 200 x 200 mm dengan penulangan atas berjumlah 2 diameter 12mm. Untuk tulangan bawah berjumlah 4 diameter 12mm.

  

200 mm

212 50 

  10@150 mm ( 200 mm

  50 412 150 mm 150 mm 1000 mm

  (

  Gambar 9. Penampang Balok C Dari hasi program didapat inkrementasi beban dan lendutan yang dihasilkan.

  Besarnya lendutan maksimum adalah sebesar 0.65 mm dengan beban yang terjadi sebesar 69KN. Sedangkan untuk hasil pengujian beban maksimum sebesar 55 KN dengan lendutan 0.68 mm. Dari Gambar 4.7. grafik terlihat rapat sampai pembebanan

  25KN. Setelah itu pada program cenderung beban lebih besar dibandingkan dengan pengujian. Regangan yang terjadi pada pengujian terlihat lebih besar. Selisih hasil pengujian dengan progran untuk beban maksimum 6,7 % sedangkan selisih lendutan sebesar 4,4%. Ini dapat terjadi karena dalam material balok beton bertulang bila telah terjadi retak diawal maka di situ akan terjadi retak yang semakin lebar dan akhirnya runtuh. Sedangkan di program keretakan diawal tidak memicu perlemahan di tempat tersebut.

  Gambar 10. Grafik Hubungan Beban dengan Perpindahan Balok C

  Pola Retak Gambar 11. Pola Retak Balok A Gambar 11. Pola Retak Balok B Gambar 12. Pola Retak Balok C Gambar 13. Pola Retak Balok Beton Pada Pengujian

  Pola retak yang terbentuk dapat dilihat pada gambar 4.8, 4.9 dan 4.10. retak dominan pada daerah tengah bentang. Hampir merata di tengah bentang. Arah retak miring menjauhi beban titik yang berada ditengah bentang. Pada bagian bawah retak tergambarkan karena regangan yang terjadi sudah melebihi regangan ijin beton.Retak miring ini terpengaruh karena regangan geseryang bekerja sepanjang bentang struktur. Sedangkan di dekat tumpuan retak terjadi sangat jarang / sedikit ini menandakan bahwa ditumpuan regangan beton yang terjadi belum melampui regangan batas. Dapat disimpulkan di dekat tumpuan tegangan lentur yang terjadi kecil. Hal ini sesuai dengan keruntuhan balok yang mengalami lentur.

  Dari Gambar 13. retak dan keruntuhan yang terjadi memberikan pola kemiringan yang melebar menjauhi beban terpusat. Pada benda uji terlihat adanya retak yang dominan hal ini karena material pembentuk beton yang tidak homogen sehingga dimungkinkan adanya perlemahan di berbagai sisi. Setelah mengalami retak maka didaerah tersebut mengalami perlemahan yang terus menerus. Sehingga menyebabkan terjadinya keruntuhan di daerah itu juga. Sedangkan pada pendekatan finite element masing-masing bagian dari beton mempunyai kekuatan yang sama tidak ada perlemahan. Sama-sama akan retak bila tegangan tarik melampai tegangan retak yang telah ditentukan. Terlihat bahwa arah retak pada analisis ini telah dapat mempresentasikan arah retak pada hasil eksperimental.

  SIMPULAN

  Beton bertulang merupakan material komposit yang terdiri dari beton dan baja tulanagn yang mempunyai karekteristik yang berbeda. Hal ini menjadi suatu kendala dalam memprediksi perilaku yang sebenarnya, demikian halnya yang terjadi dalam analisis beton bertulang menggunakan metode numerik banyak terdapat variabel- variabel yang menentukan respon struktur beton bertulang tetapi belum dapat dimasukkan dalam penelitian kali ini.

  Perbandingan antara hasil analisis dari pemodelan yang diusulkan dalam studi ini dengan hasil eksperimental menunjukkan bahwa model ini mampu mensimulasikan prilaku respon struktur beton bertulang secara baik. Kemampuan pemodelan ini dapat mensimulasikan lendutan dan arah. Selisih hasil pengujian dengan progran untuk beban maksimum rata-rata 8,5 % sedangkan selisih lendutanrata-rata sebesar 5,8%.

  Keruntuhan balok yang mengalami lentur dilukiskan dengan retak yang dominan pada daerah tengah bentang. Hampir merata di tengah bentang. Arah retak miring menjauhi beban titik yang berada ditengah bentang. Keruntuhan yang terjadi memberikan pola kemiringan yang melebar menjauhi beban terpusat Pada bagian bawah retak tergambarkan karena regangan yang terjadi sudah melebihi regangan ijin beton.

  Perlu di uji terhadap keruntuhan karena geser agar dapat memberikan penggambaran mengenai keruntuhan karena geser.

DAFTAR PUSTAKA

  Bresler. B, dan Scordelis A.C., Shear Strength of Reinforced Concrete Beams”, ACI journal, March 1967.

  Chen, W.F. (1982), Plasticity in Reinforced Concrete, McGraw-Hill Book Company. Dewobroto, W. (2005), Prosiding Seminar Nasional “Rekayasa Material dan Konstruksi

  Beton 2005”, Jurusan Teknik Sipil ITENAS 4 Juni 2005 , Hotel Grand Aquilla, Bandung. Kotsovos, Michael D. (1984), Behavior of Reinforced Concrete Beams with a Shear Span to Depth Ratio Between 1.0 and 2.5, ACI Journal, May-June. Kwak, H. G. and Filippou, Fillip C. (1990), Finite Element Analysis of Reinforced

  Concrete Structure Under Monotonic Loads, Department of Civil Engineering, University of California, Berkeley, November. Kwak, H. G. and Filippou, F. C. (1997), Nonlinear FE Analysis of R/C Structure Under Monotonic Loads, Computer and Structures, Vol. 65. Ngo, D. and Scordelis, A.C. (1967), Finite Element Analysis of Reinforced Concrete Beams, ACI Journal, March. Nuroji (1996), Prilaku Mekanika Tegangan Lekat antara Beton dan Tulangan pada Beton Mutu Tinggi Akibat Beban Monotonik, Paper, Bandung. Park, R. and Paulay, T. (1975), Reinforced Concrete Structure, John Wiley and Sons. State of the Art Report (ASCE), Finite Element Analysis of reinforced Concrete, American Society of Civil Engineers. Vecchio, Frank J. (1989), Nonlinier Finite Element Analysis of Reinforced Concrete Membranes, ACI Structural journal, January-Pebuary. Vecchio, F.J. dan Shim, W. , “Experimental and Analytical Re-examination of Classic

  Concrete Beam Tests”, ASCE Journal of Structural Engineering, Vol.130, No. 3, 2004