KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT UNTUK FORTIFIKASI BERAS SIGER STUDY ON ASCORBIC ACID FOR FORTIFICATION OF RICE CASSAVA
ISSN 2088
- – 5369
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT UNTUK FORTIFIKASI
BERAS SIGER
STUDY ON ASCORBIC ACID FOR FORTIFICATION OF RICE CASSAVA
1 1 1 2 Harul al-Rasyid , Subeki , Wisnu Satyajaya dan Agus Saptomi1 Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145
2 Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung
E-mail Bintangenim75@yahoo.com
ABSTRACT
Siger rice is an analog rice made from agricultural materials containing carbohydrates such
as cassava. The purpose of this research was to know the effect of addition of ascorbic acid
and steam duration to the quality of siger rice from cassava . The factorial experiment
arranged in a Complete Randomized Block Design (CBRD) with two factors and three
replications.. The first factor was the addition of ascorbic acid is 0% (A1), 0.1% (A2), 0.15%
(A3), 0.2% (A4), 0.25% (A5), and 0.3% A6). The second factor was steam duration of 25
minutes (L1), 30 minutes (L2), and 35 minutes (L3). The data were analyzed using analysis of
variance (ANNOVA) and continued with Least Significance Different (LSD) test. The results
showed that the addition of ascorbic acid 0.2% with steaming for 35 minutes resulted in the
best quality of siger rice with white color tending, somewhat similar to rice, rather soft, water
content of 10.62%, 0.88% ash, protein 3,82%, fat 2.42%, crude fiber 1.13%, carbohydrates
81.12%, and vitamin C 0.61 mg/g.Keywords : Ascorbic acid, steam duration, siger rice, cassava
ABSTRAK
Beras siger merupakan beras analog yang terbuat dari ubi kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam askorbat sebagai bahan fortifikasi beras siger. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu penambahan asam askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3), 0,2% (A4), 0,25% (A5), dan 0,3% (A6). Faktor kedua yaitu lama pengukusan 25 menit (L1), 30 menit (L2), dan 35 menit (L3). Data dianalisis dengan sidik ragam dan diuji lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan Taraf nyata 1% dan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam askorbat 0,2% dengan pengukusan selama 35 menit menghasilkan kualitas beras siger terbaik dengan karakteristik warna cenderung putih, agak mirip beras padi, agak pulen, kadar air 10,62%, abu 0,88%, protein 3,82%, lemak 2,42%, serat kasar 1,13%, karbohidrat 81,12 %, dan vitamin C 0,61 mg/g.
Kata kunci
: Asam askorbat, lama pengukusan, beras siger, ubi kayu
PENDAHULUAN
Tingkat kebutuhan manusia terhadap makanan pokok semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Budaya masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok sulit diubah, sehingga kebutuhan beras menjadi semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan penduduk yang saat ini mencapai 258,7 juta jiwa (BPS Indonesia, 2016). Konsumsi beras di Indonesia mencapai 113,48 kg perkapita pertahun sehingga total kosumsi beras di Indonesia sekitar 38.368 juta ton pertahun (BPS Indonesia, 2015).
Beras siger merupakan salah satu diversifikasi pangan berupa beras analog yang terbuat dari bahan-bahan pertanian yang mengandung karbohidrat. Bahan hasil pertanian yang digunakan dalam pembuatan beras siger ini yaitu ubi kayu. Pemilihan ubi kayu sebagai bahan baku pembuatan beras siger sangat tepat karena Lampung merupakan produsen ubi kayu yang cukup besar. . Luas area ubi kayu sebesar 279.226 hektar dengan produksi sebesar 7.387.048 ton pada tahun 2015 (BPS Provinsi Lampung, 2015).
Penelitian mengenai beras analog bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia, tetapi masih terus dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Secara fisik beras siger ini memiliki tekstur yang lengket dan lebih kenyal di banding beras padi setelah dimasak. Beras siger yang dihasilkan saat ini berwarna putih kecoklatan. Hal ini terjadi karena adanya reaksi pencoklatan pada saat proses pembuatan beras siger. Pencoklatan beras siger terjadi pada saat proses pengukusan adonan sebelum dicetak dengan ekstruder. Pada saat pengukusan terjadinya pemecahan ikatan glikosidik dari pati dan menghasilkan glukosa yang berikatan dengan asam amino menghasilkan zat melanoidin berwarna coklat (Buera et al., 1987). Reaksi pencoklatan dapat dicegah dengan menciptakan kondisi asam pada saat proses pengukusan. Pada kondisi asam, ikatan glikosodik pada pati tidak mengalami pemecahan sehingga reaksi pencoklatan dapat dihindari.
Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat kondisi asam pada saat pengukusan beras siger yaitu asam askorbat atau vitamin C. Vitamin C berperan sebagai zat antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas, sehingga dapat mencegah beberapa penyakit seperti kanker, jantung, dan penuaan dini.
Beras siger termasuk bahan pangan yang rendah kalori sehingga sangat direkomendasikan bagi penderita diabetebes namun yang dihasilkan saat ini memiliki kandungan nutrisi yang cukup rendah seperti vitamin C. Penambahan vitamin C pada beras siger semakin bermanfaat bagi penderita diabetes dalam mengendalikan glukosa darah. Menurut Subroto (2006) menyatakan bahwa pentingnya vitamin C untuk pengaturan glukosa darah telah terbukti yaitu dengan pemberian 2 g vitamin C perhari dapat mengendalikan kadar glukosa darah dan trigliserida. Besarnya manfaat vitamin C itu sendiri, membuat pentingnya penambahan vitamin C pada pembuatan beras siger. Oleh karena itu, perlu diketahui proses pembuatan beras siger dan penambahan asam askorbat yang tepat agar diperoleh beras yang berkualitas baik dan mirip dengan beras padi. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat saat mengonsumsi nasi dari beras siger sama dengan mengonsumsi nasi dari beras padi.
METODEPENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2016.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan beras siger adalah ekstruder, mixer, oven dryer, baskom, baki, sendok, timbangan, neraca analitik, blender,
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi
Bubur Ubi kayu potong 40,6kg Air bersih 100 L 122,4 Kg 18,2 Kg
Pengeringan
P engendapan
Pengeringan
9.2 Kg
10,2 K
15 Kg Uap air 4,6 Kg
Filtrat ubikayu Air sisa endapan 107,4 Kg
Ubi kayu terkelupas bersih 39,4 kg Air 1,2 L
Pengupasan dan Pencucian
Air cucian 75 L Air bersih 75 L Kulit dan kotoran 10,6 kg
Pembuatan Tepung Tapioka dan Ubi Kayu Proses pembuatan tepung tapioka dan tepung ubi kayu dapat dilihat pada Gambar 1.
(RAKL) faktorial dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu penambahan asam askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3), 0,2% (A4), 0,25% (A5), dan 0,3% (A6). Faktor kedua yaitu lama pengukusan 25 menit (L1), 30 menit (L2), dan 35 menit (L3). Analisis sifat sensori dilakukan pada semua formulasi selanjutnya dilakukan analisis kimia terhadap beras siger dengan formulasi terbaik. Kesamaan ragam di uji dengan uji barlet dan penambahan data diuji dengan tuckey. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan. Uji lanjut yang digunakan yaitu dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan Taraf nyata 5% agar diketahui perbedaan antar perlakuan.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap
green, larutan metil merah, dan larutan iodium.
Bahan untuk analisis antara lain beras siger, aquades, NaOH, metanol, n-heksana, HCL, asam borat, larutan bromcresol
Uap air 9 Kg saringan, disc mill, plastik, tampah, dan rice cooker. Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu neraca analitik, hot plate, oven, tanur, erlenmeyer, gelas piala, sudip, cawan porselen, cawan alumunium, labu takar, gelas ukur, tabung reaksi bertutup, pipet volumetrik 1 ml, pipet volumetrik 10 mL, kuvet, Spectrophotometer UV-Vis, pipet tetes, labu Kjeldahl dan alat Sokhlet. Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung ubikayu, tepung tapioka, GMS (Gliserol Monostearat), minyak goreng, garam, asam askorbat, dan air.
Pemarutan Pemerasan
Ubi Kayu 50 Kg
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
Penepungan Penepungan Tepung Tapioka 10,2 Kg Tepung ubikayu 9,2 Kg
Gambar 1. Proses pembuatan tepung tapioka dam tepung ubikayu
Proses Pembuatan Beras Siger Proses pembuatan beras siger dapat dilihat pada Gambar 2.
Tepung ubikayu (250 g) Tepung Tapioka (250
Pencampuran Emulsifier yang terdiri dari air (240 mL) minyak sawit (30 g) Asam askorbat 0 %, 0,1 %, 0,15% 0,15 %, GMS (5 g) dan garam (2 g) 0,2 %, 0,25 %, dan 0,3 %
Pembuatan adonan Pengukusan selama 25,30, dan 35 menit
Pencetakan (ekstruder kecepatan ulir 64 putaran/menit, pisau 38 putaran/menit) Pengeringan
Beras Siger 500 g Gambar 2. Proses pembuatan beras siger
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi 0,05 = 0,383). Skor 5 sangat putih,
HASIL DAN PEMBAHASAN
skor 4 putih, skor 3 putih kekuningan, skor 2 kuning kecoklatan, skor 1
Beras siger dari ubi kayu dengan
coklat. Penambahan asam askorbat
penambahan asam askorbat selama
0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3),
pengukusan pada waktu tertentu diuji 0,2% (A4), 0,25%(A5), dan 0,3%
(A6). Lama pengukusan 25 menit
tingkat kesukaan, warna, aroma, dan
(L1), 30 menit (L2), dan 35 menit
kenampakan untuk beras mentah serta (L3). kepulenan untuk beras matang yang dihasilkan.
Tabel 1 menunjukan bahwa perlakuan A1L1 memiliki skor warna tertinggi yaitu
Warna
3,38 (cenderung putih). Perlakuan A6L2 Hasil analisis ragam menunjukkan memberikan skor aroma terendah sebesar bahwa konsentrasi asam askorbat
2,56 (cenderung putih kekuningan). Proses berpengaruh nyata terhadap warna beras pengukusan yang dilakukan dapat merusak siger namun lama pengukusan tidak kandungan asam askorbat dalam bahan berpengaruh nyata terhadap warna beras (Woodroof dan Luh, 1975). Oleh karena siger. Interaksi antara penambahan asam itu, pengukusan yang dilakukan terlalu askorbat dan lama pengukusan tidak lama dapat merusak asam askorbat dan berpengaruh nyata terhadap warna beras membuat warna menjadi kecoklatan. siger. Hasil uji BNT ditunjukkan pada
Penambahan asam askorbat dapat Tabel 1. menghambat reaksi pencoklatan. Menurut Djauhari (1998) menyatakan bahwa
Tabel 1. Pengaruh penambahan asam penggunaan 0,3% asam askorbat dapat askorbat dan lama pengukusan menghambat reaksi pencoklatan pada terhadap warna beras siger irisan ubi jalar untuk tujuan tepung
Skor warna terfermentasi. Selain itu, penambahan Perlakuan
Mentah Matang asam askorbat berpengaruh nyata terhadap warna beras siger karena penambahan
A1L1 3,38 a 3,97 a asam askorbat dapat menurunkan pH A1L2 3,22 ab 3,70 ab selama pengukusan sehingga menghambat A1L3 3,09 ab 3,72 ab terjadinya reaksi maillard . Reaksi A2L1 2,80 c 3,71 ab pencoklatan umumnya terjadi pada pH 9. A2L2 2,97 ab 3,73 ab
Menurut Erikson (1981) yang menyatakan A2L3 2,82 b 3,74 ab bahwa pada pH rendah banyak grup amino A3L1 2,97 ab 3,61 ab yang terprotonasi sehingga hanya sedikit A3L2 3,19 ab 3,57 ab asam amino yang tersedia untuk reaksi A3L3 3,32 a 3,44 b pencoklatan, hal ini terjadi karena A4L1 2,84 b 3,64 ab pengukusan yang singkat mengurangi A4L2 2,77 d 3,63 ab resiko terjadinya reaksi pencoklatan.
A4L3 3,33 a 3,73 ab Perlakuan penambahan asam askorbat dan lama pengukusan A1L1 A5L1 2,82 b 3,70 ab memiliki skor warna tertinggi yaitu 3,97 A5L2 2,99 ab 3,64 ab
(cenderung putih). Perlakuan A3L3 A5L3 2,69 d 3,52 b memberikan skor warna terendah sebesar A6L1 2,59 ef 3,59 ab
3,44 (cenderung putih). Asam askorbat A6L2 2,56 f 3,54 b merupakan suatu senyawa reduktor yang A6L3 3,00 ab 3,57 ab juga dapat bertindak sebagai prekursor
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama
untuk pencoklatan non enzimatis. Asam-
berarti tidak berbeda nyata pada taraf
asam askorbat berada dalam keseimbangan
5% (BNT 0,05 = 0,416) (BNT matang
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
dengan asam dehidroaskorbat. Dalam Tabel 2. Pengaruh penambahan asam suasana asam, cincin lakton asam askorbat dan lama pengukusan dehidroaskorbat terurai secara irreversibel terhadap aroma beras siger dengan membentuk suatu senyawa diketoglukonat (Winarno, 1989). Oleh
Skor aroma Perlakuan karena itu, penambahan asam askorbat
Mentah Matang pada suhu tertentu justru dapat A1L1 2,71 cde 3,22 ab menyebabkan reaksi pencoklatan pada A1L2 2,61 e 3,14 abc adonan beras siger. A1L3 2,64 de 3,10 abc
Menurut Mondy et al. (1992) A2L1 2,86 abc 3,34 a
Penambahan asam askorbat akan A2L2 2,79 abcd 3,02 bce menghambat ikatan antara karbohidrat dan A2L3 2,80 abcd 3,09 bc gugus amina membentuk melanoidin.
Penghambatan tersebut akan manghasilkan A3L1 2,82 abc 3,09 bc beras siger yang berwarna putih.
A3L2 2,74 bcde 3,07 bce Pengukusan berpengaruh nyata terhadap
A3L3 2,81 abcd 3,12 abc warna beras siger karena pengukusan A4L1 2,71 cde 3,13 abc dengan waktu yang tepat dapat A4L2 2,84 abc 3,17 abc mengurangi kerusakan asam askorbat. A4L3 2,93 a 3,12 abc
Lama pengukusan dalam waktu yang A5L1 2,84 abc 3,22 ab singkat dapat mengurangi kemungkinan A5L2 2,86 abc 3,11 abc terjadinya reaksi maillard selama A5L3 2,84 abc 2,83 e pengukusan. Reaksi maillard terjadi pada A6L1 2,74 bcde 3,11 abc suhu tinggi dan merupakan ikatan antara A6L2 2,76 bcde 2,93 ce gula dengan gugus amina (Eskin et al.,
1971). Perubahan warna tersebut 2,89 ab 3,04 bce A6L3
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama
disebabkan karena zat warna alami pada
berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% (BNT 0,05 = 0,171), (BNT
(Buckle et al., 1987). Penambahan asam
matang 0,05 = 0,251). Skor 5 sangat
askorbat tidak berpengaruh terhadap warna
tidak khas ubi kayu, skor 4 tidak khas
beras siger matang, hal ini terjadi karena
ubi kayu, skor 3 agak khas ubi kayu, skor 2 khas ubi kayu, skor 1 sangat
pengukusan selama proses pemasakan
khas ubi kayu. Penambahan asam
beras siger memungkinkan terjadinya
askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15%
kerusakan asam askorbat. Kerusakan asam
(A3), 0,2% (A4), 0,25%(A5), dan
askorbat terjadi saat pemanasan pada suhu
0,3% (A6). Lama pengukusan 25 150-200°C (Depkes RI, 2015). menit (L1), 30 menit (L2), dan 35 menit (L3).
Aroma
Tabel 2 menunjukan bahwa Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan A4L2 memiliki skor aroma bahwa penambahan asam askorbat tertinggi yaitu 2,93 (cenderung agak khas berpengaruh nyata terhadap aroma beras ubi kayu). Perlakuan A1L2 memberikan siger. Lama pengukusan tidak berpengaruh skor aroma terendah sebesar 2,61 nyata terhadap aroma beras siger. Interaksi (cenderung agak khas ubi kayu). antara penambahan asam askorbat dan
Aroma beras siger mentah sangat lama pengukusan tidak berpengaruh nyata dipengaruhi oleh bahan baku utama terhadap aroma beras siger. Hasil uji BNT pembuatan beras siger yaitu ubi kayu. Ubi 5% ditunjukkan pada Tabel 2. kayu merupakan flavor yang dominan dalam adonan beras siger. Ubi kayu memiliki pati yang yang beraroma khas.
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi
Menurut Vogel (1990) menyatakan bahwa aroma asam organik yang dihasilkan juga akan memperbaiki aroma dan flavor serta mempertahankan warna beras siger menjadi lebih baik sehingga memperbaiki organoleptik. Aroma asam askorbat tidak menimbulkan perubahan aroma pada beras siger sehingga aroma beras yang tercium yaitu agak khas ubi kayu. Menurut Eskin et
al . (1971) menyatakan bahwa asam
askorbat tidak berflavor sehingga tidak mengganggu produk akhir yang dihasilkan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi asam askorbat tidak berpengaruh nyata terhadap aroma dan rasa beras siger matang, sedangkan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap aroma dan rasa beras siger matang. Interaksi antara penambahan asam askorbat dan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma dan rasa beras siger matang pada taraf nyata 5%.
Perlakuan A1L1 memiliki skor aroma dan rasa beras siger matang tertinggi yaitu 3,34. Perlakuan A6L3 memberikan skor aroma dan rasa terendah dan rasa beras siger matang masih menunjukan kekhasan dari bahan baku beras siger tersebut. Penambahan asam askorbat tidak berpengaruh nyata terhadap aroma dan rasa beras siger yang dibuat. Asam askorbat tidak berflavor sehingga tidak mengganggu produk akhir yang dihasilkan, selain itu tidak bersifat korosif terhadap logam serta merupakan vitamin C (Eskin et al., 1971). Aroma beras siger mentah rata-rata tidak khas ubi kayu sedangkan pada beras siger matang aroma agak khas ubi kayu, hal ini terjadi karena ubi kayu merupakan bahan baku utama dari pembuatan beras siger, aroma khas ubi kayu akan timbul ketika beras siger siger matang disajikan selagi hangat.
Kenampakan dan Kepulenan Beras Siger
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi asam askorbat tidak berpengaruh nyata terhadap kenampakan beras siger. Lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap kenampakan beras siger. Interaksi antara penambahan asam askorbat dan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap kenampakan beras siger.
Kenampakan beras siger rata-rata agak mirip beras siger, hal ini terjadi karena proses pengukusan berlangsung baik. Kenampakan beras siger sangat bergantung pada adonan yang dibuat. Adonan beras siger yang terlalu banyak air akan membuat adonan menjadi lembek sehingga lengket ketika dicetak menjadi beras siger. Sebaliknya adonan yang kurang air akan menyebabkan adonan tidak dapat dicetak. Kenampakan sangat dipengaruhi oleh penambahan air pada sampel selama pengukusan, hal ini terjadi karena jika sampel yang dimasak terlalu matang maka proses pencetakan beras siger akan rusak karena adonan menjadi lembek, namun jika sampel dikukus tidak matang maka beras yang dicetak akan mudah rapuh.
Kepulenan beras siger sangat (Fitriyanto and Putra, 2013). Kadar amilosa menentukan tekstur dari nasi yang dihasilkan, pulen tidaknya nasi, cepat mengeras serta lekat atau tidaknya nasi. Semakin tinggi kadar amilosa yang terdapat pada beras, maka akan menghasilkan nasi dengan tingkat pulen yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi komposisi pati dalam beras analog, maka semakin tinggi kandungan amilosa, dan tekstur beras semakin pera atau keras (Handayani et al., 2016). Amilosa adalah senyawa polimer glukosa yang memiliki rantai lurus dan tidak bercabang (Zhou et al., 2013). Amilosa merupakan faktor penting yang mempengaruhi kekuatan gel pati karena akan membentuk struktur bahan pangan menjadi keras setelah dingin (Fitriyanto and Putra, 2013). Kadar amilosa yang terkandung di dalam bahan baku pembuatan beras analog ubi ungu
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
mempengaruhi sifat dari beras dan nasi A1L2 3,09 bcd yang dihasilkan, seperti tingkat kepulenan A1L3 2,82 d dan fungsional (Noviasari et al., 2013).
A2L1 3,02 cd Kepulenan beras siger dapat
A2L2 3,06 bcd meningkat dengan penambahan asam A2L3 2,93 cd askorbat. Peningkatan ini dikarenakan A3L1 3,11 bcd asam dapat mengganggu ikatan hidrogen A3L2 2,97 cd yang terdapat dalam pati, sehingga A3L3 3,04 bcd menyebabkan granula pati lebih mudah A4L1 3,06 bcd untuk mengembang Taggart (2004) dalam A4L2 2,82 d
Rahman (2007). Beras siger yang terbuat A4L3 3,47 a dari ubi kayu, cenderung memiliki tekstur yang lengket dan keras setelah dingin. A5L1 3,02 cd Oleh karena itu, beras siger sangat cocok
A5L2 3,16 abc jika dihidangkan selagi hangat. Kepulenan A5L3 2,93 cd beras siger juga dipengaruhi oleh lama A6L1 2,82 d pengukusan. Pengukusan yang terlalu lama A6L2 2,80 d tanpa diiringi pengadukan menyebabkan A6L3 3,11 bcd beras siger menjadi menggumpal sehingga
Keterangan : Angka yang di ikuti huruf yang sama kepulenan nasi tidak dapat terwujud. berarti tidak berbeda nyata pada
Pengadukan selama proses pengukusan taraf 5% (BNT 0,05 = 0,719).(BNT
matang 0,05 = 0,328). Skor 5 sangat
menjadi penting agar nasi siger yang
suka, skor 4 suka, skor 3 agak suka, dimasak dapat pulen secara optimal. skor 2 tidak suka , skor 1 sangat tidak suka. Penambahan asam
Penerimaan Keseluruhan askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15%
Hasil analisis ragam menunjukkan (A3), 0,2% (A4), 0,25%(A5), dan
0,3% (A6). Lama pengukusan 25
bahwa penambahan asam askorbat dan
menit (L1), 30 menit (L2), dan 35 menit (L3).
terhadap penerimaan keseluruhan beras siger. Penambahan asam askorbat tidak Tabel 3 menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap penerimaan
A4L3 memiliki skor penerimaan keseluruhan beras siger. Lama pengukusan keseluruhan beras mentah tertinggi yaitu tidak berpengaruh berpengaruh nyata 3,47 (cederung suka). Perlakuan A6L2 terhadap penerimaan keseluruhan beras memberikan skor skor penerimaan siger. Interaksi antara penambahan asam keseluruhan beras mentah terendah sebesar askorbat dan lama pengukusan tidak 2,80 (cenderung agak suka). berpengaruh nyata terhadap penerimaan
Hasil analisis ragam beras siger keseluruhan beras siger. Hasil uji BNT matang menunjukkan bahwa penambahan ditunjukkan pada Tabel 3. asam askorbat dan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan
Tabel 3. Hasil uji BNT pada taraf 5% keseluruhan beras siger matang. Interaksi pengaruh penambahan asam antara penambahan asam askorbat dan askorbat dan lama pengukusan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan terhadap penerimaan keseluruhan beras keseluruhan beras siger siger matang.
Penerimaan keseluruhan beras siger Penerimaan keseluruhan matang lebih banyak disukai oleh panelis,
Perlakuan Mentah hal ini terjadi karena beras yang sudah
A1L1 3,36 ab matang telah mengalami proses pemasakan
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi sehingga mempengaruhi kesukaan panelis.
2,74 bcde 3,19 ab 3,12 abc 2,97 cd A3L3
Tabel 4 menunjukan bahwa hasil yang berbeda nyata terhadap skor perlakuan beras siger. Penentuan perlakuan terbaik sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengetahui pengaruh penambahan asam askorbat dan lama pengukusan terhadap kualitas beras siger. Tabel 4 menunjukan bahwa tingkat perbedaan kesukaan melalui skor yang telah ditulis oleh panelis. Pada tabel terlihat bahwa skor yang memiliki tanda bintang (*) menunjukan skor tertinggi pada masing- masing atribut perlakuan.
Keterangan : Penambahan asam askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3), 0,2% (A4), 0,25%(A5), dan
0,3% (A6). Lama pengukusan 25 menit (L1), 30 menit (L2), dan 35 menit (L3).
2,76 bcde 2,56 f 2,87 c 2,80 d A6L3 2,89 ab 3,00 ab 3,10 abc 3,11 bcd
2,74 bcde 2,59 ef 2,88 bc 2,82 d A6L2
2,84 abc 2,69 d 3,08 abc 2,93 cd A6L1
2,86 abc 2,99 ab 3,19 a 3,16 abc A5L3
2,84 abc 2,82 b 2,98 abc 3,02 cd A5L2
2,93 a* 3,33 a* 3,20 a* 3,47 a* A5L1
2,84 abc 2,77 d 3,11 abc 2,82 d A4L3
2,71 cde 2,84 b 2,93 abc 3,06 bcd A4L2
2,81 abcd 3,32 a 2,94 abc 3,04 bcd A4L1
2,82 abc 2,97 ab 3,07 abc 3,11 bcd A3L2
Beras siger matang yang masih hangat disukai oleh panelis karena tekstur beras siger matang tersebut masih lembut, serta aroma yang lebih khas.
2,80 abcd 2,82 b 3,14 ab 2,93 cd A3L1
2,79 abcde 2,97 ab 3,16 a 3,06 bcd A2L3
2,86 abc 2,80 c 3,07 abc 3,02 cd A2L2
2,64 de 3,09 ab 3,06 abc 2,82 d A2L1
2,61 e 3,22 ab 3,09 abc 3,09 bcd A1L3
2,71 cde 3,38 a 3,10 abc 3,36 ab A1L2
Penerimaan keseluruhan A1L1
Mentah Aroma Warna Kenampakan
Tabel 4. Hasil uji BNT pada taraf 5% pengaruh penambahan asam askorbat dan lama pengukusan terhadap kualitas beras siger Perlakuan
Hasil uji organoleptik yang meliputi kenampakan, kepulenan, warna, aroma dan rasa serta penerimaan keseluruhan, maka dapat ditentukan perlakuan terbaik. Hasil uji organoleptik dan uji BNT beras siger tertera pada Tabel 4.
Penentuan Perlakuan Terbaik Beras Siger
Tabel 5 menunjukan bahwa perlakuan yang bernotasi a merupakan skor tertinggi dari masing-masing atribut yang diuji. Jumlah tanda dengan notasi a terbanyak yang diperoleh dari semua atribut yang diuji merupakan perlakuan terbaik beras siger. Pada perlakuan yang diberi tanda bintang Nilai (*) merupakan perlakuan terbaik, hal ini terjadi karena masing- masing atribut uji sensori memiliki nilai
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
2,83 e 2,78 ab 3,52 b 2,81 abc A6L1
0,61 Kadar air pembuatan beras tiruan atau beras siger diperkaya yaitu memiliki kadar air sebesar 5 - 15% (Yuwono, 2014). Menurut Budijanto (2012) kadar air yang aman untuk penyimpanan beras yaitu < 14% bb. Dengan kadar air <14% (bb), akan mencegah pertumbuhan kapang yang sering hidup pada serealia/biji-bijian dengan umur simpan beras siger cukup
81,12 Vitamin C (mg/g)
1,13 Karbohidrat (%)
2,42 Serat Kasar (%)
3,82 Lemak (%)
0,89 Protein (%)
10,62 Abu (%)
Tabel 6. Analisis proksimat dan kadar vitamin C beras siger dari ubi kayu Parameter Kadar Air (%)
Beras siger yang telah diuji sensori selanjutnya diperoleh perlakuan terbaik yaitu beras siger dengan penambahan asam askorbat 0,2% pengukusan pengukusan selama 35 menit. Perlakuan terbaik tersebut kemudian dilakukan analisis proksimat dan kadar vitamin C, hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 6.
Uji Proksimat dan Kadar Vitamin C
Keterangan : Penambahan asam askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3), 0,2% (A4), 0,25%(A5),dan 0,3%
(A6). Lama pengukusan 25 menit (L1), 30 menit (L2), dan 35 menit (L3).3,04 bce 2,62 ab 3,57 ab 2,74 abc
2,93 ce 3,31 a 3,54 b 2,66 abc A6L3
3,11 abc 2,73 ab 3,59 ab 2,96 abc A6L2
tertingi. Oleh karena itu, perlakuan terbaik adalah perlakuan penambahan asam askorbat 0,2% dan pengukusan selama 35 menit yang memiliki aroma agak khas ubi kayu, berwarna putih merata pada beras mentah, dan cenderung putih kekuningan setelah matang. . Tabel 5. Hasil uji BNT pada taraf 5% pengaruh penambahan asam askorbat dan lama pengukusan terhadap kualitas beras siger.
Perlakuan Matang
3,02 bce 2,54 ab 3,73 ab 3,00 abc A2L3
Aroma rasa Kepulenan Warna
Penerimaan keseluruhan A1L1
3,22 ab 3,23 ab 3,97 a 3,18 a A1L2
3,14 abc 3,04 ab 3,70 ab 2,98 abc A1L3
3,10 abc 2,96 ab 3,72 ab 3,12 ab A2L1
3,34 a 3,26 ab 3,71 ab 3,11 ab A2L2
3,09 bc 3,11 ab 3,74 ab 2,92 abc A3L1
3,22 ab 3,12 ab 3,70 ab 2,94 abc A5L2
3,09 bc 3,31 a 3,61 ab 3,02 abc A3L2
3,07 bce 3,08 ab 3,57 ab 2,60 bc A3L3
3,12 abc 2,79 ab 3,44 b 2,98 abc A4L1
3,13 abc 3,21 ab 3,64 ab 2,88 abc A4L2
3,17 abc 2,87 ab 3,63 ab 2,56 c A4L3
3,23 abc* 3,26 ab* 3,73 ab* 3,13 ab* A5L1
3,11 abc 2,68 ab 3,64 ab 3,00 abc A5L3
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi
R.D. Lozano. 1987. Nonenzymatic
Karakteristik Beras Analog Berbahan Dasar Tepung dan Pati Ubi Ungu (Ipomea batatas) . Jurnal
dan Seni Pomits, 2, 1 –3. Handayani dan N. Abyor. 2016. Kajian
Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) dari Campuran Tepung Sagu (Metroxylon Sp.) dan Tepung Kacang Hijau, Jurnal Sains
Pergamon press, Oxford. Fitriyanto, M. dan Putra. 2013.
Food: Chemical, Physiological and TechnologicalAspects.
Eriksson, C. 1981. Maillard Reaction in
1971. Biochemistry of Food, Academic Press, New York, 116 121.
Brawijaya. Malang. Eskin, N.A.M., Henderson and Towsend.
Sebagai Bahan Baku Tepung Terfermentasi, Kajian dari Pengeruh Klon dan Pengaruh Konsentrasi Asam Askorbat terhadap Lama Fermentasi . Tesis. PTP, Univ.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Djauhari, A.B. 1998. Ubi Jalar (I. batatas)
Universitas Indonesia Press.Jakarta. Depkes RI. 2015. Farmakope Indonesia.
Journal of Food Science 52 (4): 1063-1067. Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan.
Browning in Liquid Model Systems of High Water Activity: Kinetics of Color Changes Due to Maillard Reaction Between Different Single Sugars and Glycine And Comparison with Caramelization Browning .
Jurnal Teknologi Pertanian, 13: 177 – 186. Buera, D.P., J. Chirife., S.L. Resnik and
lama mencapai 1 tahun. Hasil uji kadar vitamin C menujukan penurunan vitamin C, hal ini terjadi karena vitamin C mengalami degradasi akibat pemanasan. Menurut Sherlat dan Luh (1976) menjelaskan bahwa kandungan vitamin C berkurang dengan semakin tingginya suhu yang digunakan dalam proses pemanasan. Vitamin C mudah rusak karena proses oksidasi terutama pada suhu tinggi dan mudah hilang selama pengolahan dan penyimpanan (Alamsyah, 2006). Menurut Almatsier (2004) menyatakan bahwa keadaan yang menyebabkan kehilangan vitamin C dalah pencucian, memasak dengan suhu tinggi untuk waktu yang lama, memasak dalam panci besi atau tembaga.
Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) Dan Aplikasinya Pada Pembuatan Beras Analog ,
Provinsi Lampung. Budijanto, S dan Yuliyanti. 2012. Studi
Produksi Ubi Kayu Lampung pada Tahun 2015. Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2015. Tingkat
Provinsi Lampung.
Konsumsi Beras Lampung pada Tahun 2015 . Badan Pusat Statistik
. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung. Badan Pusat Statistik. 2015. Tingkat
Penduduk Provinsi Lampung Tahun 2016
Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2016. Jumlah
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi . Gramedia Pustaka Utama.
Crude Palm Oil . Warta Pertamina Edisi No.05/Thn XLI.
Alamsyah, A. 2006. Mengenal Biodiesel
Penambahan asam askorbat dan lama pengukusan berpengaruh terhadap kualitas beras siger. Perlakuan terbaik adalah beras siger dengan penambahan asam askorbat 0,2% dengan pengukusan selama 35 menit, yang memiliki karakteristik warna agak pulen, dengan kadar air 10,62 %, abu 0,89%, protein 3,82%, lemak 2,42%, serat kasar 1,13%, karbohidrat 81,12%, dan vitamin C 0,61 mg/g.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
Aplikasi Teknologi Pangan. dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Universitas Diponegoro, Semarang. Starch in Food: Structure, Function,
Mondy, N.I. and C.B. Munshi. 1992. Effect and Application. CRC Press, Baco
Type of Potasium Fertillizer on Raton, Florida. Enzimatic Dis Coloration and Winarno, F.G. 1989. Kimia Pangan dan Phenolic, Ascorbic Alic and Lipid Gizi . Jakarta: PT Gramedia Pustaka contents of Pototoes , J. Agric. Food Utama
Chemistry, 41(6): 849-852. Woodroof dan Luh. 1975. (.~omtnerciul 1:ruit Processirzg. Noviasari, S., Kusnandar., dan Budijanto. Connecticut: The 2013. Pengembangan Beras Analog AVI Publishing Company.
Dengan Memanfaatkan Jagung Vogel. 1990. Buku Teks Analisis
Putih. Jurnal Teknologi dan Industri Anorganik Kualitatif Makro dan
Pangan , 24(2), 194 –200. Semimikro . Edisi V Jilid II. Jakarta: Rahman, A. 2007. Pengaruh Pemberian PT. Kalman Media Pusak. Abu Terbang Batubara dan Kotoran Yuwono, S. S. dan A. A. Zulfiah. 2014. Sapi Terhadap Sifat Kimia Tanah Formulasi Beras Analog Berbasis Podsolik dari Jasinga. skripsi. Tepung Mocaf dan Maizena denganFakultas Pertanian, Institut Pertanian Penambahan CMC dan Tepung
Ampas Tahu
Bogor. Bogor . Jurnal Pangan dan
Sherlat, F., dan B.S. Luh. 1976. Quality Agroindustri . Vol. 3 No 4 p.1465- Factors of Tomato Pastes Mode at 1472.
Several Break Temperature. J. Zhou, X., Wang., Zhang., Yoo., and Lim.
Food Chen. 24 (6). 2013. Effects of Amylose Chain
Length and Heat Treatment on
Subroto, A. 2006. Ramuan Herbal untuk
Diabetes Mellitus . Penebar Swadaya. Amylose
- –Glycerol Monocaprate
Jakarta
Complex Formation. Carbohydrate
Taggart, P. 2004. Starch as an Ingredients polymers, 95(1), 227-232