BAB III DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah - Pengaruh Kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 20

BAB III DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah Pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim

  ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya ialah:

  a) Menyebarkan pengajaran agama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi

  Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan

b) Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.”.

  Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Ahmad Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:

   Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland, dan  Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.

  Artinya ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.

  Peruba han secara tajam, yakni hilangnya kata ”memajukan dan menggembirakan” sejak Anggaran Dasar Muhammadiyah (AD) tahun 1946, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, di era Ki Bagus Hadikusuma. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Tahun 1946 (tidak lagi menggunakan kata Statuten Muhammadiyah), dalam pasal 2 tentang maksud dan tujuan disebutkan sebagai berikut: ”Maksud Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar- benarnya”. Re daksi ”menegakkan dan menjunjung tinggi” inilah yang terus berlaku hingga Anggaran Dasar tahun 2005 yang berlaku saat ini.

  Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD

  Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.

  Gagasan pembaruan Kyai Ahmad Dahlan yang memiliki aspek “pemurnian” (purifikasi) selain dalam memurnikan aqidah dari syirik, bid’ah, khurafat, tahayul, juga dalam praktik pelaksanaan ibadah. Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Ahmad Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya. Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum. Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.

  Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Ahmad Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al- Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem

  (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari

  Kyai Ahmad Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.

  Kyai Ahmad Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kitab Suci umat Islam dengan kitab- kitab suci sebelumnya, Kyai Ahmad Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran- ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid.

  Kepeloporan pembaruan Kyai Ahmad Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhamm adiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Ahmad Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain. Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Ahmad bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Ahmad Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.

  Kyai Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan manusia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.

  Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain: menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;

  2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya

  3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;

  4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme; dan

  Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut: 1.

  Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam;

2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; 3.

  Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan 4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar

  Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al- Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.

  Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.

  Memformat gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagamaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.

  Muhammadiyah dengan inspirasi Al- Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kem anusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama langit yang membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.

B. Muhammadiyah Sumatera Utara 1.

  Sejarah Muhammadiyah Sumatera Utara Pada tahun 1953, struktur Pemerintah RI membentuk RI membentuk Provinsi Sumatera

  Utara, terdiri dari daerah Tapanuli, Sumatera Timur dan Aceh, maka Muhammadiyah menyesuaikan diri dengan struktur pemerintahan tersebut. Sehingga PP Muhammadiyah mengamanahkan kepada HM Bustami Ibrahim, H. Affan dan A. Abdullah Manaf, sebagai

  1 Koordinator pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Utara. Sedangkan ketua

  Muhammadiyah Sumatera Timur diamanahkan kepada Bachtiar Yunus yang dijabatnya sampai tahun 1955. Untuk periode 1956-1959, dalam pemilihan pimpinan terpilih Abdul Mu'thi, tetapi karena pergolakan politik (peristiwa Nainggolan), periode tidak sempat sampai selesai perubahan struktur organisasi dimana setiap kabupaten/kodya menjadi daerah.

  Hal ini dikukuhkan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-34 tahun 1959 di Yogyakarta, bahwa perwakilan pimpinan pusat di provinsi menjadi pimpinan Wilayah yang tugasnya tetap tahun 1965 di Bandung, menetapkan struktur organisasi Muhammadiyah dengan mempedomani daerah administrasi pemerintahan RI dengan susunan sebagai berikut: a.

  Cabang merupakan satuan anggota yang terbagi atas ranting-ranting.

  b.

  Daerah ialah satuan cabang dalam daerah tingkat II (Kabupaten/Kodya),

  c. yaitu satuan daerah dalam Pemda Tingkat I.

  Wilayah Berdasarkan itulah Muhammadiyah Melikuidasi istilah konsul Muhammadiyah diganti dengan Pimpinan Muhammadiyah Wilayah dan Daerah untuk tingkat I dan II.

  Menurut HM Nur Rizali SH dalam Serasehan Sehari, sejarah Muhammmadiyah Sumatera Utara tanggal 22 Juli 1990 di Kampus I UMSU menjelaskan khusus di daerah tingkat

  II Kodya Medan pernah dibentuk struktur pimpinan dengan nama Badan Koordinasi Pimpinan Muhammadiyah daerah Tingkat II Medan (BKPM) yang diketuai oleh Kapten Mukhtar Kamal.

  Namun katanya dipenghujung tahun 1967 di Musda pertama Kodya Medan, istilah BKPM diatas diganti dengan struktur Pimpinan Muhammadiyah Daerah Kodya Medan terpilih ketua lama, sehingga susunan pimpinan selengkapnya menjadi

  Ketua Mukthar Kamal, Wakil Ketua I Lukman St. Sati, Wakil Ketua II Harris Muda Nasution, Wakil Ketua III Usman Yakub Siregar, Sekretaris Dasyaruddin Ajus, Wakil Sekretaris

  I M. Nur Rizali SH, Bendahara H. Monang Samosir, Anggota-anggota Bachtiar Ibrahim, Syafii

  Kemudian pada tanggal 21 s/d 23 April 1967 diadakan pula Musyawarah Wilayah-

  I Muhammadiyah Sumatera Utara, di Jalan Sempurna 66 Cabang Muhammadiyah Teladan Medan. Dalam Muswil I ini sepakat menetapkan struktur organisasi tingkat wilayah dengan sebutan Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Utara dan kepemimpinan dipercayakan

  2 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, yang dilengkapi Wakil Ketua I Bapak A.

  Mu'thi SH, dan Wakil Ketua II Moenir Naamin SH, dan Wakil Ketua III, Mukhtar Kamal serta Sekretaris pertamanya Bapak Usman Yakub Siregar. Dengan Peta da'wah Muhammadiyah terdiri dari bekas keresidenan Tapanuli dan Sumatera Timur meliputi 17 Kabupaten, periode ini sampai tahun 1968 Muswil II di Belawan.

  Muswil ke-2 Muhammdiyah Sumatera Utara di Belawan ini beralangsung sejak tanggal 20-22 Nopember1968-1971, dan berhasil merumuskan program keda, dan melahirkan personalia Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Periode 1968-1971 sebagai berikut : Penasehat HM. Bustami Ibrahim, Ketua H. ND Pane, Wakil Ketua I Moenir Naamin, SH, Wakil Ketua II Abdullah, Wakil Ketua III Drs. HM. Yamin Lubis, Sekretaris Ishaq Djar, Wakil Sekretaris Amiruddin Rasyid, Bendahara Macshan Pasaribu, Wakil Bendahara A Kusni Surya.

  Menurut HM. Nur Rizali, SH bahwa organisasi Muhammadiyah tingkat Pimpinan Wilayah (PW) Sumatera Utara pada awal periode ini sudah eksis, seperti PW. Aisyiyah diketuai Rasyimah Ilyas, PW. Nasyiatul Aisyiyah, diketuai Juliana Naini, BA. PW. Pemuda Muhammadiyah diketuai oleh OK Kamil Hisyan/M. Rasul Harahap dan Ikatan Mahasiswa

  3 Muhammadiyah yang diketuai A Nur Rizali/M. Nawir, BA. PW. Ikatan Pelajar Muhammadiyah diketuai saudara Arkadius Rasyid, Ikatan Karyawan Muhammadiyah diketuai oleh S. By

  4 Tanjung dan Petisi diketuai Harris Muda Nasution.

  Kualitas assabiqul awwalun diatas, berhasil melakukan pembinaan daerah sepanjang periode 1968-1971 sudah terbentuk 12 Pimpinan Daerah yaitu :

  2. Kabupaten Langkat : Bachtiar Hasan

  3. Kabupaten Deli Serdang : Hasan Basri

  4. Kabupaten Karo : Syamsuddin Tanjung

  5. Kabupaten Dairi : M. Nuh Rahim

  6. Kabupaten Tebing Tinggi : A.R. St. Tamenggung

  7. Kab. Asahan/Tanjung Balai : A.H. Syahlan

  8. Kab. Simalungun/P. Siantar : St. B. Kasim

  9. Tapanuli Tengah : Kadiruddin

  10. Tapanuli Selatan : Yahya Siregar

  11. Labuhan Batu : A. Manan Malik

  12. Nias : A.R. Khatib Basa Dalam Periode 1968-1971 PMW Surnatera Utara telah pula dilaksanakan musyawarah wilayah tahunan tanggal 21-23 Pebruari 1970 di Padang Sidempuan. Dengan beberapa rangkaian kegiatan, antara lain: Sidang Lajnah, Tarjih Muhanunadiyah.

  Sesuai Muktamar Muhammdiyah yang ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang, maka Muhammadiyah Sumatera Utara melaksanakan Musyawarah Wilayah ke-3, tanggal 25-27 Muhammadiyah ke-3 ini dipandang lebih semarak dibandingkan dengan Musyawarah Wilayah sebelumnya. Seremonial pembukaan dipusatkan di gedung bioskop Ria Binjai yang dihadiri oleh para pejabat tingkat I Sumatera Utara dan Tingkat II Binjai/Langkat. Dari PP Muhammadiyah

  5

  hadir Drs. A Djasman Alkindi. Dengan jumlah peserta yang hadir sebanyak 144 orang, dari

  6 Musyawarah Wilayah ke-3 ini berhasil memilih pimpinan Muhammadiyah Sumatera

  Utara periode 1971-1974 dengan susunan sebagai berikut : Penasehat Ahli HM. Bustami Ibrahim, Ketua N. D. Pane, Wakil Ketua I T.A. Latief Rousydy, Wakil Ketua II Drs. M. Yamin Lubis, Wakil Ketua III M. Nuh Harahap, Sekretaris Ishaq Djar, Wakil Sekretaris Rush Saleh, Wakil Sekretaris II Mukhtar Abdullah, Bendahara Abdullah, Anggota Rasyimah Ilyas, Dra. Nurlaili, Chairuman Pasaribu.

  Anggota pimpinan yang mengetuai majlis:

  1. Majlis Tarjih : Masyur Luthan

  2. Majlis Pendidikan : M. Nur Rizali SH

  3. Majlis Hikmah : Harris Muda Nasution

  4. Majlis PKU : M. Rasul Harahap

  5. Majlis Ekonomi : H. Jamangarap Simanjuntak

  6. Majlis Pemb. Karyawan : Kasim Mizan

  7. Majlis Wakaf : Kalimin Sunar

  8. Majlis Tabliqh : T.A Latief Rousdy

  9. Majlis PAM Muhammadiyah : M. Nuh Harahap

  Pelaksanaan Musyawarah daerah Muhammadiyah dilingkungan Sumatera Utara, telah mengalami pergantian pimpinan dan telah memiliki 93 cabang (1971-1974). Dan tercatat sebagai ketua masing-masing daerah antara lain:

  2. Langkat : Bachtiar Hasan

  3. Deli Serdang : Hasan Basri

  4. Karo : Syamsuddin Tanjung

  5. Dairi : A.S. Berutu

  6. Tebing Tinggi : A.R. St. Tamenggung

  7. Asahan/Tanjung Balai : A.H. SyWan

  8. Simalungun/P. Siantar : ST. B. Kasim

  9. Labuhan Batu : A. Adian Manaf

  10. Tap. Tengah/Sibolga : Nawawi Habeyahan

  11. Tapanuli Selatan : Yahya Siregar

  12. Nias : Kasirn Zaitun Pembinaaan secara terus menerus baik secara kelembagaan maupun secara individu, maka menjadikan Muhammadiyah berkembang secara dinamis, sehingga diadakan musyawarah tahunan tanggal 27-29 Mei 1973 di Barus Tapanuli Tengah. Di samping Muswil juga dilaksanakan Sidang Tarjih Muhaammadiyah tanggal 21-26 Mei 1973, dengan fokus pembahasan ibadah dan hukum Islam lainnya, yaitu bilangan takbir pada Idul Fitri dan Idul Adha memandang takbir 7 dan 5 tersebut dipandang Bid'ah, puasa ramadhan bagi wanita hamil dan menyusukan bayi, iddah bagi perempuan kematian suami dan nikah bagi wanita hamil akibat zina. Keputusan Tarjih Muhammadiyah di Barus, menetapkan bahwa nikah hamil akibat zina hukumnya fasid (batal) dan keduanya wajib dipisahkan. lancar pada tanggal 17-22 januari 1975. Biasanya usai muktamar dilanjutkan dengan musyawarah wilayah se Indonesia. Waktu itu digelar Muswil ke-4 Muhammadiyah tanggal 25-

  27 April 1975 di Pematang Siantar.

  Fungsi musyawarah disamping evaluasi program kerja 1971-1974 jugs menetapkan program kerja tiga tahun kedepan dan memilih pimpinan, maka peserta musyawarah Muswil ke- 4 ini telah berhasil memilih pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara periode 1974- 1978, dengan susunan sebagai berikut ini : Ketua ND Pane, Wakil Ketua I TA Lathief Rousydiy, Wakil ketua II HM Nuh Harahap, Wakil ketua III Moenir Namin SH, Wakil ketua IV Ishaq Djar, Sekretaris Drs. M. Yusuf Pohan, Wakil Sekretaris Mukhtar Abdullah, Wakil Sekretaris II: Chairuman Pasaribu, Anggota-anggota :Anwar Effendi, Rasimah Ilyas dan Yusni A.R. Sedang ketua-ketua Majlis tingkat wilayah Sumatera Utara: Majlis Tarjih Mansyur Luthan, Majlis Pendidikan M. Nur Rizali, SH, Majlis Tabligh Bachtiar Ibrahim, Majlis Ekonomi Drs. Zaharuddin Denai, Maj. Pemb. Karyawan Kasim. Mizan, Majlis Pustaka Sabir Syamsu, Majlis wakaf dan kehartabendan Rush Saleh, Majlis Pemb. Kesejahteraan Ummat: Ishaq Djar, Majlis Pemb. Angkatan Muda Muhammadiyah : HM Nuh Harahap untuk pelaksaan program kerja, maka pembinaan masyarakat terutama diarahkan pada pembinaan dakwah jamaah dan inti jamaah guna mewujudkan keluarga sakinah. Muhammadiyah, peningkatan mutu pimpinan dan

  Diujung periodesasi ini diupayakan suatu gagasan untuk menjual tanah Muhammadiyah di Jl. Sutrisno No. 55 Medan, agar tanah dan gedung SMA Muhammadiyah tersebut lebih berhasil guna. Karena dimaksud merupakan wakaf seorang muslim, maka terdapat perbedaan pendapat dalam menjual tanah itu, cukup lama baru dapat diwujudkan setelah permasalahannya Utama 276-A Medan.

  Periode 1978-1985 disebut juga periode terpanjang, karena usia periodesasi kali ini melampaui ketentuan AD dan ART Muhammadiyah. Hal ini disebabkan beberapa faktor:

  1. Belum rampungnya Undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan sebagaimana diamanahkan Tap MPR dalam GBHN 1983, dan pada tanggal 23 Juni 1984 baru pemerintah mengajukan 5 rancangan Undang-undang kepada DPR RI, termasuk didalamnya RUU keormasan.

  2. Rentang waktu 1978-1985 terjadi perkembangan politik dan sosial kemasyarakatan, sehinga ormas termasuk ormas islam agak enggan untuk melakukan secara berkeliber nasional.

  Kemudian, Muktamar Muhammadiyah ke-40 tanggal 28-30 Juni 1987 di Surabaya, awal dinamika Muhammadiyah menyahuti kebutuhan sosial, sehingga tumbuh kegairahan berorganisasi kembali. Bagi Muhammadiyah Sumatera Utara dilaksanakan musyawarah wilayah ke-5 Muhammadiyah Sumatera Utara pada tanggal 29-31Desember 1978 di Kompeleks Muhammadiyah Cabang Medan, Jl. Demak No.3 Medan. Pada Muswil ke-5 berhasil merumuskan program kerja dan evaluasi, kenapa Muhammadiyah mengalami masa stgnasi yang cukup panjang serta mampu melahirkan personalia Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumut Periode 1978-1985 sebagai berikut : Ketua ND Pane, Wakil Ketua I TA. Lhatief Rousydy, Wakil Sekretaris Kasim Mizan, Wakil Sekretaris I A. Kadir Muhammad, Wakil Sekretaris II A. Rivai Hasan, Bendahara, Drs. Zaharuddin Denay, Wakil Bendahara Bachtiar Ibrahim. Anggota- anggota pimpinan Drs. Agus Salim Siregar, Kalimin, Sunar , HM Arbie, Yahya Siregar, Rush Saleh, Arkadius Rasyid, Drs. Alfian Arbie, Dra.Kamarisah Tahar dan Mariana, S. berhasil menetapkan program kerja disepakati terpilih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utar a periode 1985-1990 sebagai berikut: Ketua ND Pane

  Wakil Ketua I TA Lathief Rousydiy, Wakil Ketua II H Bachtiar Ibrahim, Wakil Ketua

  III, M. Nuh Harahap, Wakil Ketua IV Drs. Mukhtar Abdullah, Sekretaris Drs. M. Yamin Lubis, Wakil Sekretaris I Yunus Hannis, BA, Wakil Sekretaris II Drs. Chairuman Pasaribu, Bendahara : Drs. Ahmad Purba (meninggal dunia) dan diganti Drs. Sidhi Mukhlis (tetapi karna kesibukannya di Pemko Medan, lalu mengundurkan diri, digantikan oleh dr. Dalmi Iskandar) dan wakil bendahara diamanahkan kepada saudara Abdul Karim. Ketua-ketua Majlis Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara periode 1985-1990 yaitu: Majlis pembinaan kesejahteraan ummat: dr. OK Muhammad Kalim Hisyam, Majlis Tarjih Hamzah Meuraxa, Majlis Tabligh Drs. Baniyamin Lubis, Majlis Pendidikan dan Kebudayaan Kasim Mizan, Majlis Ekonomi dr. H. Dalmy Iskandar, Majlis Wakaf dan kehartabendaan Drs. Firdaus Naly, Majlis Pustaka, Zamry Musy, Majlis Pembinaan Karyawan A. Kadir Muhammad, Badan Pendidikan Kader Kalimin Sunar, Biro Hikmah TA Lathief Rousydiy, Badan Pembinaan Angkatan Muda Muhammadiyah : Drs. Mukhtar Abdullah.

  Program kerja yang cukup strategis, antara lain, pembangunan Gedung Dakwah/Perkantoran Muhammadiyah memasuki tahap lantai dua, dengan pimpronya diamanahkan kepada dr. Dalmi Iskandar, dibantu anggota lainnya terdiri dari Drs. Mukhtar Abdullah dan Drs. Chairuman Pasaribu.

  Dalam menghadapi pemili 1987 Muhammadiyah memagari diri dengan:

1) Baik pemimpin, Majlis dan Ortom tidak diperkenankan melakukan kampanye.

  Gedung milik Muhammadiyah dan halamannya tidak diperkenankan untuk tempat kampanye.

  3) Bahwa Muhammadiyah tidak mempunyai hubungan organisator dan tidak berafliasi dari suatu partai politik apapun.

  4) Menghimbau seluruh anggota Muhammadiyah untuk mensukseskan Pemilu 1987 dengan menggunakan hak pilihnya sesuai dengan asasi masing-masing.

  5) Menonaktifkan anggota pimpinan Muhammadiyah yang menjadi Caleg pemilu 1987, untuk Sumatera Utara terdapat di dua daerah (Tebing Tinggi dan Tapanuli Selatan).

  Dalam menghadapi forum musyawarah level nasional telah ditetapkan anggota Tanwir oleh anggota Muhammadiyah (lembaga musyawarah tertinggi dibawah Muktamar Muhammadiyah), yang dipercayakan kepada : ND. Pane, TA. Latief Rousydy (karena wafat , digantikan oleh Bachtiar Ibrahim), Hamzah Meuraxa, dan Ruhum Harahap. Pada periode 1985- 1990 ini Muhammadiyah Sumatera Utara terdiri dari 13 daerah, 94 cabang, clan 364 ranting Muhammadiyah.

  Kepemimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 1985-1990 berjalan kompak, konsolidasi terlaksana memadai, sehingga kegairahan bermuhammadiyah tetap hidup dan berkembang di Sumatera Utara. Dalam lima tahun ini terasa perkembangan Perguruan Tinggi Utara, (Rektor dr. Dalmi Iskandar, Drs. H. Chairuman Pasaribu, kini H. Bahdin Nur Tanjung, SE,MM), Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (Rektor Maraginda Harahap, Drs.

  Mansur Suadi Siregar dan kini H. Bahdin Nur Tanjung, SE,MM). Demikian juga kemajuan pondok pesantren antara lain Pesantren KHA Dahlan Sipirok, Darul Arqam Kerajaan Muhammadiyah melahirkan kader-kader penerus Muhammadiyah yang akan datang.

  Tanpa terasa lima tahun sudah berlalu, kini berlangsung pula Musyawarah Wilayah ke-7 tanggal 24-27 syawal 1411 H / 9-12 Mei 1991 di Padang Sidempuan, yang dibuka secara resmi oleh gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar dan Bimbingan, pengarahan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang disampaikan oleh K.H Ahmad Azhar Basyir, MA dan pidato Ifitah Ketua PWM Sumut Bapak ND Pane.

  Dalam pemilihan pimpinan telah berhasil pula ditetapkan 12 orang personalia Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara yaitu Drs. HM Yamin Lubis (175), Drs. H. Baniyamin Lubis (174) H. ND Pane (159) Yunus Hanis (143) H. Bachtiar Ibrahim (128) Hamzah Meuraxa (137) H. Ishaq Jar(131) dr. H. Dalmi Iskandar (128), Drs. H. Firdaus Naly (124) Drs. H.

  Fachrurrozi Dalimunthe (123) Drs. H. Chairuman Pasaribu (118) Drs. h. Mukhtar Abdullah (111) dan HM Nur Razali SH (104). Lalu ditetapkan 3 orang calon ketua yaitu ND Pane, Bachtiar Ibrahim Dan HM Yamin Lubis, maka ditetapkan ketua PWM Sumatera Utara periode 1995-2000 adalah HM Yamin Lubis, sesuai dengan Surat Keputusan PP Muhammadiyah No.A/2/SKW/07/91-95, sehingga susunan Pimpinan Wilayah Muhamadiyah Sumatera Utara periode 1990-1995 sebagai berikut :

  Ketua Drs. H.M. Yamin Lubis, Ketua I H. Bachtiar Ibrahim, Ketua II Drs. H Muchtar Abdullah, Sekretaris Drs. I Drs. H. Firdaus Naly, bendahara Dr. H. Dalmi Iskandar, Wakil Bendahara Yunus Hanis, BA.

  Anggota Tajdid & Tabligh Drs. H. Baniyamin Lubis, Anggota Kabid Pendidikan dan kebijakan-kajian Hamzah Meuraxa, Anggota/Pembinaan Kader HM Nur Rizali, SH, Anggota Pimpinan H. ND Pane.

  Sesuai dengan tahapan kebijakan program Muhammadiyah baik jangka panjang maupun jangka pendek, maka tahapan program periode 1990-1995, penekanannya pada pernantapan kondisi gerakan, yaitu gerak juang dan cita-cita, Muhammadiyah sebagaimana telah dirintis dan dijalani selama ini.

  Pada periode ini Muhammadiyah telah menetapkan tujuan programnya yaitu terciptanya gerak dan perkembangan Muhammadiyah yang makin kuat dan dinamis, baik kedalam maupun keluar, dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Dengan demikian Muhammadiyah Sumatera Utara 1990-1995 menetapkan tiga klasifikasi program yaitu: bidang konsolidasi gerakan, bidang pengkajian dan pengembangan dan bidang dakwah, pendiidikan serta pembinaan kesejahteraan ummat (lihat tahfiz hal.9). Dari pembidangan diatas, diharapkan tercapai target antara lain :

  1) Berfungsinya seluruh pimpinan persyarikatan beserta seluruh majlis,badan, lembaga serta ortom Muhammadiyah tingkat wilayah sampai tingkat ranting, khususnya sesuai amanah

  Muktamar Muhammadiyah ke-42 Yogyakarta. 2)

  Terdapat suatu kesamaan gerak pimpinan, terarah dan terkendali terutama level pimpinan

  3) Tercapai suatu koordinasi yang efektif, produktif dan harmonis pada seluruh amal usaha Muhammadiyah di Sumatera Utara.

  Lima tahun kemudian, dilangsungkan Musyawarah Wilayah ke-8 di Sibolga pada tanggal Siregar, menurut Gubsu dalam sambutannya pada acara pembukaan, menyatakan bahwa banyak putara-puteri Indonesia berasal dari anak didik Muhammadiyah. Katanya mereka banyak memegang posisi penting atau pimpinan di berbagai lapangan kehidupan, baik meliter, sipil, tokoh masyarakat dan ulama. Selanjutnya Gubsu menjelaskan, Muhammadiyah dengan kemandiriannya telah menata warganya dengan disiplin, tertib dan dengan semangat persatuan dan kesatuan. (Waspada No. 17994 tanggal 30-12-95).

  Muswil ke-8 telah berhasil memilih 13 orang dari 38 calon pemimpin untuk menjadi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara , periode 1995-2000 yaitu: Drs. H. Firdaus Naly (223 Suaira), Drs. H. Chairuman Pasaribu (186). H. Bachtiar Ibrahim (184), Drs. H.

  Baniyamin Lubis (184), Drs. HM Yamin Lubis (183), H. Ishaq Jar (178), Drs. H. Mukhtar Abdullah (170), dr, H. Zulkarnain Tala DSOG (167), Dr. H. Ali Yakub Matondang, MA (163), dr. H. Dalmi Iskandar (131) dan H Yunus Anis , BA (131) acara pemilihan pimpinan ini tampak demokratis, karena masing-masing pemilih harus menulis 13 nama dari 38 orang calon tetap (Waspada 31-12-95).

  Sedangkan hasil rapat 13 pimpinan terpilih berhasil menetapkan 3 calon ketua PWM Sumut 1995-2000 untuk ditetapkan PP. Muhammadiyah yaitu H. Bachtiar Ibrahim (10 suara) Drs. HM Yamin Lubis (9 suara) dan Drs .H. Firdaus Naly (6 suara), akhirnya PP. Muhammadiyah menetapkan Drs. H. Firdaus Nali sebagai ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara periode 1995-2000 dan sekretaris dijabat H. Ishak Jar.

  Kemudian di tengah perjalanan periodesasi, Bapak Drs. H. Firdaus Naly pindah tugas sebagai Kakanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Barat, maka pada Muswil di Tebing wakil ketua PWM Sumatera Utara), Muswil juga menambah dua orang unsur sekretaris yaitu Drts. HM Natsir Isfa dan Drs. Nizar Idris.

  Muswil ke-8 Sibolga selain merumuskan program kedua, memilih pimpinan juga telah menyatakan sikap yang tertuang dalam. rekomendasi yaitu memuat 17 pernyataan sikap.

  1) Muhammadiyah mengajak para pemimpin islam, ulama, mubaligh dan pemerintah untuk lebih menunjukkan perhatian/partisipasi /bimbingan untuk meningkatkan kesejahteraan ummat secara halal.

  2) Menghimbau umat islam untuk bertanggung jawab aktif sesuai kemampuan masing- masing untuk mengisi pembangunan daerah tertinggal (IDT) di Sumatera Utara.

  3) Menghimbau umat Islam di Sumatera Utara agar waspada terhadap isu-isu SARA yang dapat memecah belah intern agama dan antar umat beragama.

  4) Menghimbau masyarakat agar menegakkan amar makruf nahi munkar menghadapi kemaksiatan seperti diskotik, panti pijat, minuman keras, dan narkoba yang dapat merusak generasi bangsa.

  5) Muhammadiyah menghimbau pihak berwenang agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap penyimpangan-penyimpangan ditengah-tengah masyarakat.

  6) Muhammadiyah menekankan kepada produsen harus membuat label halal yang di

  7) Muhammadiyah menghimbau umat Islam agar dalam menghadapi kampanye Pemilu 1997 agar menghindarkan diri dari tindakan emosional yang menjurus kepada memecah persatuan bangsa dan kesatuan umat Islam.

  8) Muhammadiyah menghimbau pemerintah untuk menggalakkan parawisata di Sumatera

  9) Muhammadiyah dengan arif /bijaksana untuk mengimbangi nilai-nilai kepribadian bangsa sehingga ticlak diracuni oleh budaya asing yang bersifat negatif dan deskruktif, bila hal ini tercemari kita harus membayar mahal dalam upaya penyembuhannya.

  10) Mengajak pemerintah dalam menggunakan media massa dan media elektronik untuk memperbesar porsi acara, untuk membawa pesan-pesan Islam, sehingga memperkecil tanyangan/berita berbau seks dan sadisme.

  11) Muhammadiyah mengajak pemerintah untuk menyelesaikan kasus tanah, di samping tetap berdiri diatas ketentuan hukum, pemerintah diharapkan senantiasa arif dan bijaksana serta melindungi kepentingan rakyat kecil.

  12) Muhammadiyah mendukung sepenuhnya upaya pemerintah menegakkan gerakan disiplin nasional dengan menerapkannya dari pribadi masing-masing, pejabat dan tokoh masyarakat dengan memberikan contoh pelaksanaannya.

  13) Muhammadiyah menghimbau orang tua agar lebih mengintensifkan pengawasan dan pengendalian putra-putrinya dari bahaya narkoba.

  14) Muhammadiyah mengajak para pengusaha/idustri/pembantu rumah tangga untuk menggunakan tenaga kerja mereka seefektif mungkin dengan menyediakan sarana dan prasarana ibadah tanpa mengurangi produktifitas perusahaan serta memberlakukannya

  15) Muhammadiyah menghimbau dalam pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, terutama tenaga kerja wanita mengharapkan kepada pihak berwenang untuk memberikan perlindungan hukum dan bertindak tegas terhadap mereka yang menyalahgunakannya dan menyengsarakan orang lain.

  Muhammadiyah menilai gagasan Gubsu (Raja Inal Siregar) tentang marsipature Hutana Be merupakan gagasan yang sesuai dan cukup produktif yang dilaksanakan secara terencana dan intensif, sehingga Muhammadiyah mengajak seluruh keluarganya untuk ikut berperan aktif dalam mensukseskannya. 17)

  Mengajak seluruh intern Muhammadiyah, memperhatikan perguruan Muhammadiyah di pedesaan atau di perkotaan agar memperhatikan dan melaksanakan tugas secara serius, terutama perguruan tinggi, sehingga produk perguruan Muhammadiyah tersebut mampu bertugas dengan baik , sekaligus sebagai da'i dimana mereka ditugaskan.

  Sesuai keputusan Muktamar ke-43 Aceh, program Muhammadiyah diwarnai oleh lima prinsip doktrin Muhammadiyah yang cukup luwes untuk menghadapi tantangan-tantangan Muhammadiyah ke depan yaitu :

  Pertama: Doktrin Tauhid, menjadikan seluruh anggota Muhammadiyah sangat waspada terhadap segala bentuk dan semua manipestasi tahyul, bid'ah dan khufarat. Karena disamping memahami tuhid teoritis (ilmi) juga secara terus-menerus diasah tauhid sosialnya, dalam rangka menegakkan keadilan sosial.

  Kedua: Doktrin ilmu, menjadikan seluruh anggota Muhammadiyah hidup layak memiliki martabat, clan harga diri atas dasar iman dan ilmu serta mewujudkan amal saleh, sehingga anggota Muhammadiyah tidak tertinggal dalam peradaban moderen. Muhammadiyah sudah sesungguhnya yang dilaksanakan Muhammadiyah selama ini sudah sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.

  Ketiga: Amal saleh, menjadikan warga Muhammadiyah berorientasi pada pelaksanaan Sebab sebelum Muhammadiyah didirikan, umat islam Indonesia melaksanakan amal saleh secara sporadis, terserak-serak, berdasarkan inisiatif individu semata-mata. Sedangkan Muhammadiyah sudah dapat menggelar amal salehnya secara kolektif, yang merupakan karya monumental yang didasari iman mewarnai amal saleh orang Muhammadiyah.

  Keempat: Kerjasama yang didasari ketaqwaan, dan menolak dalam berbuat dosa dan permusuhan dengan siapapun. Kerjasama Muhammadiyah dengan pemerintah yang sepanjang sejarahnya bersifat kritis-korektif dan tidak pernah mengambil sikap konfradiktif-konfrontatif.

  Kelima: Menjauhi Politik Praktis, sikap ini memagari Muhammadiyah dari institusi politik yang dapat merusak kesinambungan kehidupan Muhammadiyah. Dalam hal ini, bukanlah Muhammadiyah buta politik, akan tetapi jati diri Muhammadiyah tidak melibatkan diri dalam persatuan politik praktis, yang sering kali menimbulkan konflik dan pertikaian.

  Tanpa terasa lima tahun dijalani dengan kelebihan dan kekurangannya, maka Muhammadiyah Sumatera Utara melaksanakan Muswil ke-9 di Binjai tanggal 20-22 Syakban 1421 H / 17-19 November 2000. Pada acara seremonial pembukaannya di Gedung Olahraga Binjai, dihadiri oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Dr. Ahmat Watik Pratiknya) sekaligus memberikan ceramah dengan judul Kebijakan Stategis Program Muhammadiyah periode 2002- 2005. Menurut Watik bahwa Missi Muhammadiyah adalah:

  Menegaskan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh Rasulullah yang disyari'ahkan sejak Nabi Nuh alaihissalam sampai Nabi Muhammad swa.

  1. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.

  Menyebarluaskan ajaran yang bersumber pada Alquran, sebagai kitab Allah yang terakhir untuk ummat manusia dan Sunnah Rasul.

  3. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

  Dengan demikian, Muhammadiyah memiliki komitmen yang tinggi untuk senantiasa istikomah menegakkan keyakinan tauhid, meresponi perubahan sosial yang sangat cepat, sehingga islam menyebar luas keseluruh lini kehidupan masyarakat , dengan menggunakan langkah-langkah strategis. Oleh Watik Praktiknya dijelaskan bahwa ada depan langkah strategis program Muhammadiyah periode 2000-2005 yaitu:

  1) Aktualisasi spriritual dan gerakan tajdid. 2) Revitalisasi keunggulan amal usaha Muhammadiyah dan kemampuan bersaing. 3) Dinamisasi dan fungsi keteladanan Pimpinan Muhammadiyah. 4) Dinamisasi peranan Muhammadiyah dalam masyarakat. 5) Peningkatan pemberdayaan ukhuwah Islamiyah. 6) Optimalisasi Kinerja dan Jaringan serta fungsi Organisasi Muhammadiyah. 7) Peningkatan kualitas kader. 8) Peningkatan aktivitas pemberdayaan Ranting Muhammadiyah. Hal itu harus sejalan dengan visi Muhammadiyah, sesuai keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 Jakarta, yakni Muhammadiyah adalah gerakan Islam, bersumber pada Alquran dan Sunnah, sesuai watak tajdidnya mengajakl masyarakat untuk stikomah dan aktif berdakwah Islam amar makruf nahi munkar, sehingga berfungsi sebagai Rahmatan tilalamin menuju adalah untuk terciptanya kualitas dan keunggulan Sumber Daya Manusia dalam pemberdayaan ummat Islam, menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

2. Struktur Organisasi Muhammadiyah Sumatera Utara

  Berdasarkan surat keputusan pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Nomor : 32/KEP/II.0/D/2015 tentang susunan pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Periode

  7

  2015-2020 sebagai berikut : Ketua : Prof. Dr. H. Hasyimsyah Nasution, MA Wakil Ketua : Drs. H. Ahmad Hosen Hutagalung, MA Wakil Ketua : Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA Wakil Ketua : Ihsan Rambe, SE, M.Si Wakil Ketua : Dr. Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum Wakil Ketua : Drs. H. Ibrahim Sakty Batubara, MAP Wakil Ketua : Dr. Muhammad Qorib Wakil Ketua : Dr. H. Kamal Basri Siregar, M.Ked

  8 Wakil Ketua : Prof. Dr. Ibrahim Gultom, M.Pd

  Sekretaris : Irwan Syahputra, MA

  Wakil Sekretaris : Drs. Mutholib, MM Bendahara : Dr. Agussani, MAP

  43

  11

  8 Kabupaten Tapanuli Selatan

  14

  84

  9 Kabupaten Langkat

  8

  10 Kabupaten Deli Serdang

  7 Kota Sibolga

  6

  47

  11 Kabupaten Labuhan Batu

  8

  40

  12 Kabupaten Simalungun

  5

  3

  30

  Selain dari itu kekuatan yang dimiliki Muhammadiyah sebenarnya tidak terlepas dari berbagai kabupaten kota merupakan modal berharga bagi Muhammadiyah untuk menggapai tujuannya, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

  3

  

Tabel 2

Jumlah Cabang dan Ranting Muhammadiyah Sumatera Utara

No Daerah Jumlah Cabang Jumlah Ranting

  1 Kota Medan 28 113

  2 Kota Binjai

  5

  28

  3 Kota Pematang Siantar

  13

  9

  4 Kota Tebing Tinggi

  4

  13

  5 Kabupaten Asahan

  11

  64

  6 Kabupaten Tapanuli Tengah

  22

  18 Kabupaten Mandailing Natal

  4

  Visi dan Misi Muhammadiyah Sumatera Utara

  ( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2015-2020) 3.

  20 Kabupaten Pak-pak Barat - - TOTAL 129 604

  20

  5

  19 Kabupaten Serdang Bedagai

  33

  8

  14 Kabupaten Karo

  4

  Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al

  17 Kota Tanjung Balai

  10

  4

  16 Kabupaten Tapanuli Utara

  4

  1

  15 Kabupaten Dairi

  7

  1

  Visi:

  • – Qur’an dan As – Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebaga i rahmatan lil ‘alamin menuju terciptanya / terwujudnya masyarakat

9 Misi:

  Islam yang sebenar – benarnya.

  Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi :

  1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.

  2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan

  • – persoalan kehidupan. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al – Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.

  4. Mewujudkan amalan – amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

  4. Amal Usaha Muhammadiyah Muhammadiyah Sumatera Utara dalam mewujudkan visi dan misi geraknya menempuh langkah

  • – langkah / usaha sebagai berikut : 1.

  Mempergiat dan memperdalam penyelidikan agama Islam untuk mendapatkan kemurniannya dan kebenarannya.

  2. Memperteguh iman, menggembirakan dan memperkuat ibadah serta mempertinggi akhlak.

  3. Memajukan dan inovasi dalam bidang pendidikan serta memperluas ilmu pengetahuan, teknologi dan penelitian.

  4. Mempergiat dan menggembirakan tabligh.

  5. Menggemberikan dan membimbing masyarakat untuk membangun dan memelihara tempat ibadah dan wakaf.

  6. Meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan menurut tuntunan agama Islam.

  7. Membina dan menggerakkan angkatan muda sehingga menjadi kader Muhammadiyah, kader agama dan kader bangsa.