Etika Lingkungan dalam Islam pdf

฀AKE HOME ฀ES฀
FILSAFA฀ ILMU LINGKUNGAN

฀UGAS
฀isusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Filsafat Ilmu Lingkungan

Oleh :
ZUMRODI
NPM. : 250120150017

MAGIS฀ER ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSI฀AS PADJADJARAN
2015

SOAL UJIAN AKHIR
MA฀A KULIAH

: FILSAFAT ILMU

KELAS


: BAPPENAS - PSMIL UNPA฀

฀ANGGAL

: 01 OKTOBER 2015

RUANG

: TAKE HOME TEST

WAK฀U

: 1 Minggu

Perluaslah jawaban saudara terhadap soal-soal di bawah ini dalam suatu artikel sehingga
memberikan gambaran yang lebih baik mengenai persoalan-persoalan yang ditanyakan.
1. Krisis lingkungan yang terjadi secara global, menurut beberapa pandangan, tidak
hanya disebabkan oleh persoalan-persoalan praktis seperti sosial dan ekonomi, tetapi
lebih disebabkan oleh ”cara pandang” manusia terhadap alam. Bagaimana pendapat

saudara mengenai pernyataan ini? dan berikan penjelasan terhadap pendapat saudara!
2. Menurut saudara apa dan bagaimana peranan agama dalam mengatasi krisis ekologi
dan bagi pembangunan lingkungan hidup?
3. Apakah spritualitas itu, dan apakah arti penting spiritualitas bagi pembangunan
lingkungan?
4. Setiap agama memiliki ”cara pandang” dan pendekatan sendiri mengenai alam dan
lingkungan hidup. Cara pandang yang bagaimanakah (seperti apakah) yang akan
efektif membentuk perilaku dan sikap baik terhadap lingkungan?
5. Apakah hubungan agama dengan pendidikan dalam membentuk perilaku lingkungan
yang baik dari seseorang?

SRIRI฀UALI฀AS, AGAMA DAN KRISIS LINGKUNGAN HIDUP
Tidak dapat disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan yang terjadi pada dewasa ini,
baik pada lingkup daerah, nasional maupun global berakar pada perilaku manusia. Kasus
kasus pencemaran dan kerusakan seperti di laut, hutan, udara, air dan tanah bersumber pada
perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan
2

pemenuhan kebutuhannya. Krisis lingkungan yang terjadi sekarang ini hanya bisa di atasi
dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara

fundamental dan radikal. ฀ibutuhkan sebuah perubahan gaya hidup ฀kick the habbit), atau
perilaku hidup baru baik bagi kita sebagai individu, anggota kelompok, masyarakat luas atau
bahkan negara.
฀engan arti lain, krisis lingkungan hidup yang terjadi secara global saat ini akibat
kesalahan fundamentalis-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia mengenai
dirinya, alam raya dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Kekeliruan bahwa alam
raya ini ada untuk memenuhi kebutuhan seluruh manusia menjadi akar dari permasalahan ini.
Pada akhirnya kekeliruan cara pandang ini melahirkan segala perilaku barat yang keliru
terhadap alam. Manusia keliru memandang alam dan keliru menempatkan diri dalam konteks
alam semesta seluruhnya. ฀an inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita
alami sekarang. Oleh karena itu, perubahan harus dilakukan secara mendasar menyangkut
pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam interaksi baik dengan alam maupun
manusia lain secara keseluruhan dalam sebuah ekosistem.
Kesalahan cara pandang dalam menempatkan diri antara manusia dan alam ini
bersumber pada tata nilai anthroposentrisme, yang memaandang manusia sebagai pusat dari
alam semesta, dan hanya manusia yang mempunyai nilai sementara alam raya dan seisinya
sekedar alat bagi pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Etika
anthroposentrisme merupakan sebuah cara pandang barat yang bermula dari Aristoteles
hingga di amini oleh filsuf-filsuf barat modern penyeru ajaran kapitalisme.
฀alam pandanga ini, manusia dianggap berada di luar, diatas dan terpisah dari alam.

Bahkan manusia dipahami sebagai penguasa atas alam sehingga boleh melakukan apa saja
terhadap alam. Cara pandang seperti inilah yang melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif
tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala isinya yang dianggap tidak
mempunyai nilai pada diri sendiri.
Minimal ada tiga kesalahan mendasar dalam cara pandang ini : Pertama, manusia
dipahami hanya sebagai makhluk sosial ฀social animal) dimana eksistensi dan identitas
dirinya hanya ditentukan oleh komunitas sosialnya. ฀alam pemahaman ini manusia dianggap
berkembang menjadi dirinya dalam interaksinya dengan sesama manusia dalam komunitas
sosialnya. Kedua, etika dan tata nilai hanya berlaku bagi komunitas sosial manusia. ฀alam
hal ini yang disebut norma dan nilai moral hanya dibatasi berlakunya bagi manuisa. Etika dan
tata nilai tidak berlaku bagi mahluk lain di luar manusia. Ketiga Kesalahan cara pandang
anthroposentrisme ini diperkuat lagi dengan cara pandang atau paradigma ilmu pengetahuan
3

dan teknologi yang cartesian yang bercirikan mekanistik-reduksionistik. ฀alam paradigma
ilmu pengetahuan yang cartesian, ada pemisahan yang tegas antara alam sebagai obyek ilmu
pengetahuaan dan manusia sebagai subyek. ฀alam pandangan ini ilmu pengetahuan bersifat
otonom, arah perkembangannya hanya untuk mendukung ilmu pengetahuan semata.
Melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara
fundamental dan radikal merupakan kunci dari permasalahan lingkungan yang ada saat ini.

Perubahan fundamental dalam memandang hubungan dan posisi manusia dengan alam dapat
dilakukan dengan kembali membuka dan menerapkan nilai nilai tradisional yang berlaku
dimasyarakat. Berbagai masyarakat tradisional di seantero jagat memiliki nilai nilai yang
pada prinsipnya hampir sama, yaitu pengakuan akan kesetaraan alam dan manusia. Pada
beberapa kebudayaan bahkan diyakini bahwa semua benda dan mahluk selain manusia
mempunyai sifat laksana manusia seperti marah, sedih, gembira dan sebagainya.
Perubahan cara pandang terhadap hubungan antara manusia dan alam juga dapat
dilakukan melalui penggalian nilai nilai agama, sebagai bagian dari nilai nilai tradisional, jika
boleh dikatakan begitu. Hampir semua agama memiliki nilai nilai luhur yang patut
dilaksanakan oleh penganutnya demi menjaga hubungan tidak hanya dengan Tuhan-nya,
tetapi juga hubungan antar semua makhluk sebagai sesama ciptaan-Nya. Nilai nilai baik
tersebut salah satunya ada dalam ajaran Islam, agama yang dianut di banyak negara
berkembang,

yang

ironinya

disanalah


berbagai

permasalahan

lingkungan

terjadi.

Permasalahan yang menjadi kunci kemudian adalah bagaimana ajaran yang demikian
sempurna tersebut dijalankan secara komprehensif ฀kaffah) oleh penganutnya. ฀isinilah arti
penting peran dunia pendidikan dalam mengisi kekosongan ฀filling the gap) ini.
Sumber utama petunjuk ฀Al-Huda) bagi kehidupan seorang penganut Islam (muslim)
adalah Al-Quran, yang tentunya akan menjadi petunjuk utama pula dalam pengelolaan
lingkungan oleh seorang muslim. Al-Quran merupakan wahyu yang diturunkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril AS. ฀i dalam al-Aquran terdapat
lebih dari 650 referensi berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan juga prinsip
prinsip penting dalam perlindungan lingkungan hidup (ekologi).
Sumber kedua yang menjadi rujukan dalam kehidupan seorang muslim adalah Sunnah
dan Hadist, yang merupakan kumpulan perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW
selama masa hidupnya. ฀alah Sunnah dan Hadist terdapat lebih banyak lagi referensi yang

dapat menjadi panduan bagi seorang muslim dalam pengelolaan sumber daya alam dan juga
prinsip prinsip penting dalam perilindungan lingkungan hidup. ฀alam hal ini Sunnah dan
Hadist tidak hanya mengatur hubungan dengan Allah ฀ibadah), tetapi juga hubungan antar
4

manusia ฀muamalah). ฀alam Sunnah dan Hadist akan mudah ditemukan konsep konsep
terkait tanaman, pohon, budidaya pertanian, irigasi, peternakan, penggembalaan, distribusi air
dan perlakuan pada hewan.
฀alam melaksanakan prinsip Al-Quran dan Ass Sunnah oleh masyarakat muslim
dikenal konsep Hukum Syariah. Pelaksanaan Hukum Syariah ini meliputi pengajaran
bagaimana melaksanakan prinsip prinsip yang tertuang dalam Al-Quran dengan bantuan
penjelasan dari Ass Sunnah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. ฀engan adanya
Hukum Syariah, sumber otoritas/pengaturan bagi seorang muslim dalam pengelolaan dan
perlindungan lingkungan menjadi sangat jelas.
฀alam ajaran Islam, prinsip utama etika lingkungan yang mendasari spiritualitas
seorang muslim paling tidak mencakup 6 (enam) hal, yaitu : (1) Tauhid (prinsip ke esaan
Allah); (2) Ayat (prinsip tanda tanda kehadiran Allah dimanapun berada) (3) Kalifah
(perwakilan/penjaga); (4) Mizan (keseimbangan); (5) Amanah (kepercayaan); dan (6)
Akuntabilitas (hisab).
Prinsip dasar etika lingkungan dalam islam.

1. ฀auhid
฀asar utama dalam pelaksanaan agama islam adalah tauhid. ฀asar ini menyangkut
segala hal dalam kehidupan, termasuk didalamnya etika lingkungan. Tauhid adalah
kesaksian akan ke Esaan Allah, tiada Tuhan (Illah) selain Allah. Tauhid membawa
arti bahwa jagat raya dan alam semesta beserta seluruh isinya adalah kepunyaan
Allah. ฀ia-lah yang menciptakan segalanya di alam raya ini, termasuk manusia di
dalamnya. “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang dilangit dan apa yang ada di
bumi, dan adalah ฀pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu”, (Al-Quran4:126).
2. Ayat
Ayat memberi makna tanda. Arti dari ayat termasuk di dalamnya seluruh ciptaan di
alam raya dan Al-Quran itu sendiri. Hal ini membawa kesimbangan yang sama bagi
manusia, dalam hal membaca (Al-Quran) dan memahami (alam sebagai ayat). ฀engan
memahami alam sebagai ayat, Allah memyuruh muslim untuk memaknai tauhid dan
bukti akan kehadiran dan ke esaan Allah.
3. Mizan
Memahami adanya ke-Esaan Allah melalui tauhid membawa arti bahwa muslim
memahami bahwa Allah menciptakan alam raya beserta seluruh isinya dalam ukuran
dan keimbangan (mizan) yang sempurna. “Sesungguhnya Kami menciptakan segala
5


sesuatu menurut ukuran” , Al-Quran-54:49). Selanjutnya Allah menyerukan kepada
setiap muslim untuk tidak mengganggu keseimbangan tersebut. “Dan Allah telah
meninggikan langit dan dia melatakkan neraca ฀keadilan), supaya kamu jangan
melampaui batas neraca itu, dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan
janganlah kamu mengurangi neraca itu”, (Al Quran -55:6,7,8).
Pernyataan ini memberi arti bahwa segala penciptaan alam raya dan seisinya adalah
dengan tujuan yang sama, dan setiap elemen alam raya berperan dalam menjaga
keseimbangan dan fungsi semesta. Kesempurnaan kesimbangan semesta dapat di lihat
dari sempurnanya tata surya, termasuk didalamnya kemampuan bumi untuk
membersihkan dirinya. Meski sejumlah besar tumbuhan dan hewan mati setiap
harinya, bumi mempunyai kemampuan untuk membersihkan dirinya, yang dalam hal
ini sejumlah makhluk hidup yang mati tersebut bahkan nampak dan tidak mempunyai
dampak. Begitupun apa yang terjadi di lautan. Ikan dan hewan mati yang ada di laut
membawa arti bahwa tidak ada air yang bersih di lautan. Akan tetapi keseimbangan
sempurna dari ayat (ciptaan) Allah menjadikan air yang berkualitas tetap terjamin dan
menjaga kelangsungan ekosistem didalamnya. Kesimbangan dalam penciptaan alam
raya adalah sangat sempurna dan detail hingga batas pemahaman manusia. Salah satu
contohnya adalah bagaimana spesies yang mempunyai tingkat reproduksi tinggi, akan
memiliki umur yang pendek. Sebaliknya spesies yang mempunyai tingkat reproduksi
rendah akan mempunyai


umur yang panjang. Semuanya menggambarkan

kesempurnaan Allah SWT.
4. Kalifah
Kalifah dapat diartikan sebagai utusan, wakil atau penjaga. ฀alam Al-Quran
disebutkan bahwa Allah memberi wewenang bagi manusia untuk menjadi kalifah
dimuka bumi. “Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifa di muka bumi” (Al
Quran : 2:30). Peran manusia di alam ini membawa konsekuensi bahwa seorang
muslim harus bertanggung jawab menjaga dan melindungi semua ciptaan Allah SWT.
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian ฀yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat
cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Al-Quran-6:165).
6

5. Amanah
Sebagai perwakilan, penjaga dan utusan, manusia mendapat pengahargaan untuk
mengelola, menjaga dan melindungi alam raya termasuk didalamnya lingkungan

hidup, karena semua yang ada di semesta adalah kepunyaan Allah SWT. Selain itu
dengan dengan

mengelola, menjaga dan melindungi alam raya melalui prinsip

amanah, alam semesta akan selalu berada dalam keseimbangan sebagai salah satu
bentuk kesempurnaan penciptaan oleh Allah SWT. Prinsip amanah menjadi landasan
bagi peran umat manusia sebagai kalifah di muka bumi.
Umat manusia harus menjaga segala yang ada di bumi, termasuk lingkungannya
sebagai kepunyaan dan ciptaan Allah, seperti halnya kita menjaga dan menghargai
barang-barang milik kita, milik saudara kita atatupun milik teman kita. “Allah-lah
yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya
dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan mudahmudahan kamu bersyukur, Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit
dan apa yang di bumi semuanya, ฀sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda ฀kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir”, (Al-Quran - 45:12-13).
Ketika manusia harus menggunakan segala sumber daya yang ada di alam raya,
mereka tidak mempunyai hak untuk melalukannya secara berlebihan dan cenderung
eksploitir dan merusak, sebagai sebuah amanah yang diberikan oleh Allah SWT.
Pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan dengan prinsip amanah dan tanggung
jawab sebagai perwujudan peran kalifah manusia di muka bumi.
6. Akuntabilitas (perhitungan/hisab)
Setiap muslim memahami bahwa setiap tindakan di muka bumi, baik atau buruk akan
diperhitungkan dan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di hari akhir. Prinsip ini
menggambarkan bahwa tidak akan ada perbuatan manusia sekecil apapun yang lepas
dari perhitungan dan pertanggungjawaban. Islam mengajarkan bahwa kelak di hari
pembalasan, umat manusia akan ditanya segala apa yang telah mereka lakukan selama
hidup di muka bumi, termasuk apa yang telah mereka lakukan terhadap hewan,
tumbuhan dan lingkungannnya. “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat ฀balasan)nya, Dan barangsiapa yang

7

mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat ฀balasan)nya
pula”, (Al Quran – 99:7-8).
Referensi :
Environmental Ethics in Islam, Islami Sciences & Research Academy Australia
(ISRA), diakses Oktober 2015.
Etika lingkungan, Keraf, A Sonny, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006

8