Perwa No. 33 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Pelayanan Alternatif Komplementer

WALIKOTA DEPOK
PERATURAN WALIKOTA DEPOK
NOMOR 33 TAHUN 2013
Tentang
PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
DAN PELAYANAN ALTERNATIF KOMPLEMENTER
WALIKOTA DEPOK,
Menimbang :

a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (2) Peraturan Daerah
Kota Depok Nomor 05 Tahun 2011 tentang Perizinan dan
Sertifikasi

Bidang

Kesehatan,

Tata

cara


perizinan

Tenaga

Kesehatan, Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif (TPKA),
Tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (YANKESTRAD), sarana
pelayanan kesehatan dan tempat-tempat umum yang terkait
dengan kesehatan, serta tata cara sertifikasi pada tempat-tempat
umum yang terkait dengan kesehatan dan industri pangan rumah
tangga diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (3) Peraturan Daerah
Kota Depok Nomor 05 Tahun 2011 tentang Perizinan dan
Sertifikasi Bidang Kesehatan, hal-hal yang belum cukup diatur
berkaitan dengan Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota
tentang


Pelayanan

Kesehatan

Tradisional

dan

Pelayanan

Alternatif Komplementer;

Mengingat ...

Mengingat

:

1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);
2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
3. Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah
Tingkat

II

Cilegon

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia


Tahun 1999 Nomor 49, tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3828);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3839) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 4438);

7. Undang-Undang

Nomor

27

Tahun

2009

tentang

Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 5043);
8. Undang ...


8. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan

Perundang-undangan

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman
Organisasi

Perangkat

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik


Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4741);
13. Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor : 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional;
14. Keputusan
Nomor

Menteri


:

Kesehatan

Republik

1277/Menkes/SK/VIII/2003

Indonesia

tentang

Tenaga

Akupunktur;
15. Peraturan

Menteri

Kesehatan


Republik

Indonesia

Nomor : 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan

Komplementer

alternatif

di

Fasilitas

Pelayanan

Kesehatan;
16. Peraturan

Nomor

:

Menteri

Kesehatan

1186/Menkes/Per/XI/

1996

Republik

Indonesia

tentang

Pemanfaatan

Akupunktur di Sarana Pelayanan Kesehatan;

17. Peraturan ...

17. Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor : 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi
Pelayanan Kesehatan;
18. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 07 Tahun 2008 tentang
Urusan

Pemerintahan

Wajib

dan

Pilihan

Yang

Menjadi

Kewenangan Pemerintah Kota Depok (Lembaran Daerah Kota
Depok tahun 2008 Nomor 07);
19. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok
Tahun 2008 Nomor 08) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 19
Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah
Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2012 Nomor 19);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

PELAYANAN

KESEHATAN

TRADISIONAL

DAN

PELAYANAN

ALTERNATIF KOMPLEMENTER.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan :
1. Kota adalah Kota Depok.
2. Walikota adalah Walikota Depok.
3. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kota Depok.
4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok.
5. Pelayanan Kesehatan Tradisional selanjutnya disingkat Yankestrad
adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat
yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun menurun
secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

6. Pelayanan ...

6. Pelayanan Alternatif Komplemeter adalah pelayanan kesehatan
tradisional yang mengacu pada tata cara dan teknologi yang telah
teruji secara ilmiah melalui pemanfaatan ilmu biomedis yang
pengetahuan dan keterampilannya di peroleh melalui pendidikan
formal.
7. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
8. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
9. Tenaga kesehatan tradisional (Nakestrad) adalah seseorang yang
memperoleh

pengetahuan

dan/atau

keterampilan

tentang

pelayanan kesehatan tradisional melalui pendidikan formal di
perguruan tinggi.
10. Pengobat tradisional (battra) adalah seseorang yang melakukan
pelayanan

kesehatan

tradisional

di

masyarakat

yang

ilmu

dan/atau keterampilannya diperoleh melalui pengalaman turun
temurun, berguru maupun melalui pendidikan nonformal.
11. Pengobat Tradisional Asing adalah pengobat tradisional Warga
Negara Asing yang memiliki visa tinggal terbatas atau izin tinggal
terbatas atau izin tinggal tetap untuk maksud bekerja di Wilayah
Republik Indonesia.
12. Fasilitas pelayanan kesehatan tradisional adalah suatu alat
dan/atau

tempat

yang

digunakan

untuk

menyelenggakan

pelayanan kesehatan tradisional baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dialkukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau masyarakat.

13. Bahan ...

13. Bahan Kimia Obat adalah bahan kimia hasil isolasi atau sintetik
yang berkhasiat obat.
14. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang telah dikeringkan.
15. Surat Terdaftar Pengobat Tradisional yang selanjutnya disingkat
STPT adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat
tradisional yang telah melaksanakan pendaftaran.
16. Surat Izin Pengobat Tradisional yang selanjutnya disingkat SIPT
adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional
yang metodenya telah dikaji, diteliti dan diuji terbukti aman dan
bermanfaat bagi kesehatan.
17. Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif
yang

selanjutnya

disebut

SBR-TPKA

adalah

bukti

tertulis

pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan tenaga
pengobatan komplementer-alternatif
18. Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang
selanjutnya disebut ST-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan
kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki Surat Izin Praktik/
Surat

Izin

Kerja

untuk

pelaksanaan

praktik

pengobatan

komplementer-alternatif.
19. Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang
selanjutnya disebut SIK-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan
kepada tenaga pengobatan komplementer-alternatif dalam rangka
pelaksanaan praktik pengobatan komplementer-alternatif.
20. Organisasi

profesi

Perhimpunan

adalah

Dokter

Gigi

Ikatan

Dokter

Indonesia

Indonesia

(PDGI),

serta

(IDI),
wadah

perkumpulan/perhimpunan dokter-dokter seminat dalam bidang
pelayanan pengobatan komplementer alternatif di bawah IDI serta
organisasi profesi di bidang kesehatan lainnya.
21. Asosiasi Pengobat Tradisional adalah perhimpunan yang membina
pengobat tradisional sesuai dengan jenis pelayanannya yang diakui
oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

22. Griya ...

22. Griya

Tradisional

adalah

menyelenggarakan

fasilitas

pelayanan

yang

kesehatan

digunakan

untuk

tradisional

yang

dilakukan oleh pengobat tradisional 3 (tiga) orang atau lebih, baik
yang metodenya sejenis maupun berbeda jenis.
23. Uji Kompetensi adalah proses penilaian kemampuan kerja setiap
individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1)

Ruang lingkup pelayanan kesehatan tradisional dalam Peraturan
Walikota ini meliputi pelayanan kesehatan tradisional yang
sifatnya empiris dan pelayanan kesehatan tradisional yang telah
teruji secara ilmiah.

(2)

Pelayanan kesehatan tradisional yang telah teruji secara ilmiah,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. Pelayanan kesehatan tradisional yang dapat diintegrasikan
kedalam fasilitas pelayanan kesehatan;
b. Pelayanan kesehatan tradisional yang belum dapat dapat
diintegrasikan kedalam fasilitas pelayanan kesehatan.

(3)

Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, disebut alternatif komplementer.

BAB III
PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
Bagian Pertama
Cara Pengobatan
Pasal 3
Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional
terdiri dari :
a.

Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan;

b. Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.

Pasal 4 ...

Pasal 4
(1)

Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a, meliputi :
a. Keterampilan secara manual;
b. Keterampilan menggunakan alat dan teknologi;
c. Keterampilan pikiran/mental.

(2)

Pelayanan

kesehatan

tradisional

dilakukan

oleh

pengobat

tradisional dan tenaga kesehatan tradisional.
(3)

Pelayanan

kesehatan

keterampilan

dan

tradisional

yang

yang

menggunakan

menggunakan
ramuan

dapat

diselenggarakan secara tunggal atau bersama-sama.
(4)

Pelayanan kesehatan tradisional yang diselenggarakan secara
bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang terdiri
lebih dari 3 (tiga) orang tenaga kesehatan tradisional, wajib
memiliki izin griya kesehatan tradisional.

(5)

Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), diselenggarakan di :
a. Griya Kesehatan Tradisional;
b. Balai Kesehatan Tradisional;
c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pelayanan kesehatan
tradisional (SP3T).

Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan Tradisional Keterampilan
Pasal 5
(1)

Jenis Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan manual,
antara lain :
a. Pijat urut;
b. Akupresur;
c. Pijat patah tulang;
d. Pijat refleksi;
e. Pijat shiatsu;
f.

Pijat tuina; dan

g. Metode sejenis lainnya.

(2) Jenis ...

(2)

Jenis

Pelayanan

kesehatan

tradisional

keterampilan

menggunakan alat dan teknologi, antara lain :
a. Khiroprakis;
b. Bekam;
c. Akupuntur; dan
d. Metode sejenis lainnya.
(3)

Jenis

Pelayanan

kesehatan

tradisional

keterampilan

menggunakan pikiran/mental, antara lain :
a. Husada tenaga dalam;
b. Husada reiki;
c. Qigong (chikung);
d. Yoga;
e. Hipnoterapi;
f.

Meditasi;

g. Kebatinan;
h. Paranormal; dan
i.

Metode sejenis lainnya.

Pasal 6
(1)

Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan diberikan oleh
pengobat tradisional yang memiliki kompetensi yang sesuai
dengan pelayanan yang diberikan.

(2)

Pelayanan

kesehatan

tradisional

keterampilan

dilaksanakan

dalam bentuk rawat jalan.
(3)

Pelayanan kesehatan tradisional keterampilan di Puskesmas
dilaksanakan

oleh

tenaga

kesehatan

lulusan

pendidikan

terstruktur dalam bidang kesehatan tradisional atau tenaga
kesehatan yang memiliki sertifikat yang diakreditasi oleh Badan
Penmgembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
(BPPSDM) Kementerian Kesehatan atau organisasi profesi sesuai
yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 7 ...

Pasal 7
(1)

Pelaksana pelayanan kesehatan tradisional keterampilan terdiri
dari :
a. Tenaga kesehatan lulusan pendidikan terstruktur dalam
bidang kesehatan tradisional;
b. Tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat yang diakreditasi
oleh Badan Penmgembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia
organisasi

(BPPSDM) Kementerian Kesehatan atau

profesi

sesuai

yang

ditetapkan

berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Pengobat tradisional keterampilan yang ilmunya diperoleh
secara turun temurun atau melalui pendidikan non formal
dibuktikan

dengan

pendidikan

yang

sertifikat

pendidikan

terakreditasi

atau

dari

asosiasi

lembaga
pengobat

tradisional yang ditetapkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2)

Pelatihan tenaga kesehatan difasilitasi pelayanan kesehatan,
sertifikat

pelatihan

diterbitkan

dan

diakreditasi

di

Badan

Penmgembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
(BPPSDM) Kementerian Kesehatan atau organisasi profesi sesuai
yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3)

Bagi pengobat tradisional yang ilmunya diperoleh secara turun
temurun dan tidak memiliki pendidikan formal atau non formal
di bidang pelayanan kesehatan tradisional diwajibkan mengikuti
pelatihan

yang

diselenggarakan

tradisional

yang

ditetapkan

undangan

yang

berlaku

oleh

sesuai

atau

asosiasi

peraturan

lembaga

pengobat
perundang-

pendidikan

yang

terakreditasi.

Bagian Ketiga ...

Bagian Ketiga
Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan
Pasal 8
(1)

Pelayanan kesehatan tradisional ramuan merupakan pelayanan
kesehatan tradisional yang diberikan oleh seseorang yang telah
mengikuti pendidikan atau pelatihan yang diselenggarakan oleh
asosiasi atau lembaga berwenang atau berdasarkan ilmu yang
diperoleh secara turun temurun.

(2)

Sarana prasarana pelayanan kesehatan tradisional ramuan
merupakan fasilitas pelayanan yang memenuhi persyaratan
hygiene dan sanitasi untuk memberikan pelayanan kesehatan
tradisional ramuan.

(3)

Produk yang digunakan dalam pelayanan kesehatan tradisional
ramuan merupakan ramuan/simplisia serta produk jadi yang
memenuhi persyaratan, keamanan dan mutu.

(4)

Produk jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memiliki
nomor izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Pasal 9
Jenis pelayananan kesehatan tradisional ramuan yang terdapat di
masyarakat, anatar lain :
a. Pengobatan tradisional ramuan asli Indonesia;
b. Perawatan kecantikan tradisional;
c. Gurah;
d. Spa;
e. Hidroterapi;
f.

Aromaterapi;

g. Epiterapi;
h. Pengobatan shinse/Tradisional Chinese Medicine (TCM);
i.

Naturopati; dan

j.

Homoeopati.

Pasal 10 ...

Pasal 10
Battra ramuan yang melaksanakan pelayanan perorangan maupun
berkelompok, harus memiliki :
a. Sertifikat ijazah kursus/diploma yang sesuai dan dikeluarkan oleh
lembaga yang diakui oleh Kementerian Pendidikan Nasional;
b. Lulus ujian kompetensi;
c. Sertifikat

ijazah

kursus/diploma

dan

tanda

Lulus

ujian

kompetensi harus dipasang di sarana pelayanan atau dibawa saat
diperlukan;
d. Diperbaharui setiap 2 (dua) tahun sekali, dengan persyaratan :
1) Ada bukti pengembangan diri melalui kursus, seminar, forum
diskusi;
2) Tidak ada pelanggaran kode etik asosiasi pengobat tradisional.

Pasal 11
(1)

Pengobat tradisional dapat memberikan :
a. Obat tradisional yang telah memiliki nomor registrasi dan izin
edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM);
b. Obat tradisional yang diramu sendiri harus diolah secara
higienis dan hanya dapat diberikan kepada kliennya sendiri;
c. Obat tradisional yang diramu sendiri tidak boleh dalam
bentuk

sediddn

intravaginal,

tetes

mata,

parentral,

supositoria kecuali digunakan untuk wasir;
d. Surat permintaan tertulis ramuan atau obat tradisional pada
klien.
(2)

Pengobat tradisional dapat memberikan ramuan sesuai dengan
penetapan gangguan kesehatan klien

(3)

Pengobat tradisional dilarang memberikan atau menambahkan
ramuan tradisional dengan bahan kimia hasil isolasi atau
sintetik berkhasiat obat, narkotika dan psikotropika, bahan yang
dilarang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

BAB IV ...

BAB IV
PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN
TRADISIONAL (YANKESTRAD)
Bagian Pertama
Perizinan Yankestrad
Pasal 12
(1)

Semua tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad)
yang

menjalankan

pekerjaan

pengobatan

tradisional

wajib

memiliki izin dari Kepala Dinas.
(2)

Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa STPT atau
SIPT.

(3)

Blanko STPT atau SIPT untuk Pelayanan Kesehatan Tradisional
berwarna Biru.

(4)

Untuk memperoleh STPT baru/perpanjangan tenaga Pelayanan
Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang bersangkutan harus
mengajukan

permohonan

kepada

Kepala

Dinas

dengan

melampirkan :
a. biodata Pengobat Tradisional (formulir I);
b. fotokopi Identitas diri (KTP/ Paspor/ SIM);
c. surat Keterangan Lurah tempat melakukan pekerjaan sebagai
tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad);
d. rekomendasi dari asosiasi/ organisasi profesi di bidang
pengobatan

tradisional

yang

bersangkutan

yang

diakui

Kementerian Kesehatan;
e. fotokopi

sertifikat/

ijazah

sebagai

tenaga

Pelayanan

Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang dimiliki;
f. surat pengantar Puskesmas setempat;
g. pas foto berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
h. rekomendasi

Kejaksaan

Kota

bagi

tenaga

Pelayanan

Kesehatan Tradisional (Yankestrad) dengan cara supranatural
(seperti prana, paranormal, reiky master, qigong, batra
kebatinan) dan Rekomendasi Kantor Departemen Agama Kota
bagi tenaga Yankestrad dengan cara pendekatan Agama;

i. khusus ...

i. khusus untuk tenaga Yankestrad dengan pendekatan Agama
Islam disertai rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Kota;
j. peta lokasi dan denah ruangan.
k. untuk

penggunaan

ramuan,

melampirkan

hasil

uji

laboratorium yang sudah terakareditasi untuk ramuan yang
bukan simplisia atau tidak ada nomor edar.
(5)

Surat

permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

tercantum dalam formulir II Lampiran Peraturan Walikota ini.
(6)

Bentuk format STPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam formulir III Lampiran Peraturan Walikota ini.

(7)

Untuk pembuatan STPT dilakukan survei untuk menilai metode,
sarana, peralatan, tempat/ruang dan obat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

(8)

Bentuk format survei sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
tercantum dalam formulir IV Lampiran Peraturan Walikota ini.

(9)

STPT hanya berlaku untuk 1 (satu) kota.

(10)

Setiap Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) hanya
boleh memiliki 3 (tiga) STPT/SIPT.

(11)

Bagi tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang
memiliki memiliki STPT harus membuat papan nama dengan
ukuran 80 x 60 cm, tulisan huruf latin (balok) dengan
menggunakan bahasa Indonesia (tercantum dalam formulir XII),
dibuat dengan warna dasar putih dan tulisan berwarna hijau
mencantumkan nama pengobat tradisional, waktu pelayanan,
nomor STPT serta nama dan nomor anggota asosiasi pengobat
tradisional yang menaunginya.

(12)

Bagi tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang
memiliki memiliki SIPT harus membuat papan nama dengan
ukuran 80 x 60 cm, tulisan huruf latin (balok) dengan
menggunakan bahasa Indonesia (tercantum dalam formulir XII),
dibuat dengan warna dasar hijau dan tulisan berwarna putih
mencantumkan nama pengobat tradisional, waktu pelayanan,
nomor SIPT serta nama dan nomor anggota asosiasi pengobat
tradisional yang menaunginya.
(13) Permohonan ...

(13)

Permohonan

perpanjangan

STPT/SIPT

diajukan

selambat-

lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku
STPT/SIPT.
(14)

Dalam hal belum terdapatnya asosiasi pengobat tradisional di
kota, maka pemohon wajib memperoleh rekomendasi dari
asosiasi pengobat tradisional sejenis di provinsi atau di tingkat
pusat.

Pasal 13
(1)

Tenaga

Yankestrad

yang

metodanya

telah

memenuhi

persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian dan pengujian
serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan dapat
diberikan SIPT.
(2)

Yankestrad

yang

telah

memenuhi

persyaratan

aman

dan

bermanfaat adalah Yankestrad akupunktur, herbal (fitofarmaka)
dan hiperbarik.
(3)

Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari Lembaga
Sertifikasi Kompetensi Akupunktur Indonesia (LSKAI) dapat
diberikan SIPT.

(4)

Akupunkturis yang telah memiliki SIPT dapat melakukan
praktik perorangan, berkelompok atau di sarana pelayanan
kesehatan.

(5)

Untuk memperoleh SIPT baru/perpanjangan tenaga Yankestrad
yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan dengan melampirkan :
a. Biodata tenaga Yankestrad (formulir I);
b. Fotokopi Identitas diri (KTP/ paspor/ SIM);
c. Surat Keterangan Lurah tempat melakukan pekerjaan sebagai
pengobat tradisional;
d. Peta lokasi usaha dan denah ruangan;
e. Rekomendasi dari asosiasi/ organisasi profesi di bidang
pengobatan

tradisional

yang

bersangkutan

yang

diakui

Kementrian Kesehatan RI;

f. Fotokopi ...

f. Fotokopi sertifikat/ ijazah Yankestrad/sertifikat kompetensi
dari Lembaga Sertifikasi Kompetensi Akupunktur Indonesia
(LSKAI);
g. Surat pengantar Puskesmas setempat;
h. Pas foto berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(6)

Surat

permohonan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(5)

tercantum dalam formulir V Lampiran Peraturan Walikota ini.
(7)

Bentuk format SIPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam formulir VI Lampiran Peraturan Walikota ini.

(8)

Untuk pembuatan SIPT dilakukan survei untuk menilai metode,
sarana, peralatan, tempat/ruang dan obat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

(9)

Bentuk format survei sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
tercantum dalam formulir IV Lampiran Peraturan Walikota ini.

Pasal 14
(1)

Tenaga

pelayanan

pengobatan

tradisional

berkewajiban

menyediakan :
a. ruang kerja dengan ukuran minimal 2 x 2,5 m2;
b. ruang tungggu;
c. papan nama pengobat tradisonal dengan mencantumkan
surat terdaftar/ surat izin pengobat tradisional, serta luas
maksimal papan 1 x 1,5 m2.
d. kamar kecil yang terpisah dari ruang pengobatan;
e. penerangan yang baik;
f. sarana dan prasarana yang memnuhi persyaratan hygiene
dan sanitasi;
g. ramuan/ obat tradisional yang memenuhi persyaratan;
h. pencatatan status pasien;
i. membuat laporan kegiatan tiap 4 (empat) bulan sekali kepada
Puskesmas setempat dengan tembusan ditujukan kepada
Kepala Dinas;

j. setiap ...

j. setiap tindakan pengobatan tradisonal yang mengandung
risiko

tinggi

harus

dengan

persetujuan

tertulis

yang

ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

Bagian Kedua
Tenaga Kesehatan Tradisional Warga Negara Indonesia
yang Memiliki Ijazah Luar Negeri
Pasal 15
(1)

Tenaga kesehatan tradisional yang telah memperoleh pendidikan
dan telah memperolah ijazah luar negeri dan akan melakukan
pekerjaan sebagai tenaga kesehatan tradisional di kota, harus
mengajukan pemohonan STPT/SIPT ke Kepala Dinas.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
melampirkan :
a. Biodata tenaga Yankestrad (tercantum dalam formulir I
Lampiran Peraturan Walikota ini);
b. Fotokopi identitas diri (KRP/SIM/Paspor);
c. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
d. Fotokopi sertifikat/ijazah yankestrad yang telah dilegalisir
oleh

Kemendikdasmen/lembaga

yang

menerbitkan

sertifikat/ijazah tersebut;
e. Terjemahan ijazah yang telah diterjemahkan oleh penerjemah
tersumpah;
f. Surat persetujuan tertulis dari Dinas Kesehatan Provinsi.

Bagian Ketiga
Tenaga Kesehatan Tradisional Asing
Pasal 16
(1)

Tenaga Kesehatan Tradisional asing yang akan melakukan
pekerjaan di kota dan telah memperolah izin Menteri Kesehatan,
wajib lapor kepada Kepala Dinas.

(2)

Tenaga Kesehatan Tradisional asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat bekerja sebagai konsultan dalam
rangka alih teknologi.

(3) Tenaga ...

(3)

Tenaga Kesehatan Tradisional asing disamping wajib lapor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melampirkan :
a. kegiatan per tiga bulan;
b. kegiatan selama 1 (satu) tahun pada masa akhir tugasnya.

Bagian Keempat
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pasal 17
Pelayanan kesehatan tradisional harus terjamin keamanan dan
manfaatnya bagi kesehatan serta tidak bertentangan dengan norma
agama dan kebudayaan masyarakat.

Pasal 18
(1)

Setiap tindakan pada pelayanan kesehatan tradisional yang
akan dilakukan terhadap klien harus mendapat persetujuan
dari klien dan/atau keluarganya.

(2)

Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah klien memperoleh penjelasan secara lengkap dari
pemberi pelayanan.

(3)

Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mencakup :
a. tata cara tindakan yang akan dilakukan;
b. tujuan dilakukan tindakan;
c. risiko dan kerugian yang mungkin terjadi;
d. manfaat yang akan didapat;
e. perkiraan biaya.

(4)

Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat
diberikan secara lisan atau tertulis.

(5)

Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang
mengandung risiko tinggi harus ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan.

Pasal 19 ...

Pasal 19
(1)

Pemberi pelayanan kesehatan tradisional dalam memberikan
pelayanan wajib membuat dan menyimpan catatan klien.

(2)

Catatan pasien/klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi :
a. identitas klien;
b. gejala penyakit atau keluhan klien; dan
c. tindakan dan obat yang diberikan.

Pasal 20
(1)

Pemberi pelayanan kesehatan tradisional wajib menyimpan
rahasia klien.

(2)

Rahasia klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dibuka

untuk

kepentingan

kesehatan

pasien/klien,

atas

permintaan/persetujuan klien sendiri dan/atau atas permintaan
hakim pengadilan, dan/atau untuk
(3)

keperluan pendidikan dan penelitian.

Pasal 21
Penyelenggara

pelayanan

kesehatan

tradisional

dilarang

mempublikasikan metode, obat, alat dan/atau teknologi pelayanan
kesehatan

baru

yang

belum

dapat

dibuktikan

manfaat

dan

keamanannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 22
(1)

Pemberi pelayanan kesehatan tradisional tidak boleh menerima
klien yang tidak sesuai dengan keahlian dan keilmuan yang
dimilikinya.

(2)

Pemberi pelayanan kesehatan tradisional wajib segera mengirim
pasien/klien ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila tidak
mampu menangani masalah kesehatan yang diderita klien.

(3)

Pemberi pelayanan kesehatan tradisional wajib memberikan
pertolongan pertama pada keadaan gawat darurat sebelum
mengirim klien ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 23 ...

Pasal 23
(1)

Tenaga yang melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional
dilarang :
a. menggunakan

peralatan

kedokteran

dan

penunjang

diagnostik kedokteran;
b. menggunakan obat tradisional yang diproduksi oleh industri
obat tradisional (pabrikan) yang tidak terdaftar dan obat
tradisional racikan yang bahan bakunya tidak memenuhi
persyaratan kesehatan.
(2)

Praktik perseorangan tenaga yankestrad dilarang melakukan
rawat inap klien.

BAB V
PERIZINAN DAN PENYELENGARAAN
TENAGA PENGOBATAN KOMPLEMENTER ALTERNATIF
Bagian Pertama
Perizinan Tenaga pengobatan komplementer alternatif
Pasal 24
(1)

Tenaga pengobatan komplementer alternatif yang melaksanakan
pengobatan komplementer alternatif harus memiliki sertifikat
kompetensi yang dikeluarkan oleh organisasi profesi atau
sertifikat yang diakui organisai profesi terkait.

(2)

Tenaga

pengobatan

komplementer-alternatif

hanya

dapat

melaksanakan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas
pelayanan

kesehatan

yang

dapat

digunakan

untuk

melaksanakan sinergi pelayanan pengobatan komplementeralternatif.
(3)

Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi:
a. Rumah Sakit Pendidikan;
b. Rumah Sakit Non Pendidikan;
c. Rumah Sakit umum;
d. Rumah Sakit Khusus;

e. Rumah Sakit ...

e. Rumah Sakit Swasta;
f. Griya Kesehatan Tradisional
g. Praktik Perorangan;
h. Praktik Berkelompok;
i. Puskesmas.
(4)

Rumah Sakit yang akan memberikan pelayanan pengobatan
komplementer alternatif harus memenuhi persyaratan :
a. Rumah Sakit tersebut harus mempunyai kebijakan yang
ditetapkan melaui Keputusan Direktur Rumah Sakit;
b. Terakreditasi untuk minimal 5 (lima) pelayanan utama;
c. Penggunaan

pengobatan

komplementer

alternatif

harus

sinergi dengan pelayan lainnya yang ada di Rumah Sakit.
(5)

Praktik perorangan pengobatan komplementer-alternatif hanya
dapat dilakukan oleh dokter atau dokter gigi.

(6)

Praktik berkelompok pengobatan komplementer-alternatif harus
dipimpin oleh dokter atau dokter gigi sebagai penanggung jawab
secara medis dalam pengobatan komplementer-alternatif.

Pasal 25
(1)

Pimpinan

fasilitas

pelayanan

kesehatan

hanya

dapat

mempekerjakan tenaga pengobatan komplementer alternatif
yang

memiliki

SBR-TPKA

dan

ST-TPKA/SIK-TPKA

sesuai

ketentuan Peraturan Daerah.
(2)

Dokter,

dokter

gigi

yang

akan

melaksanakan

pengobatan

komplementer alternatif harus memiliki SIP yang berlaku dan
wajib memiliki ST-TPKA.
(3)

Tenaga

kesehatan

lainnya

yang

memberikan

pelayanan

pengobatan komplementer-alternatif dan telah ada peraturan
registrasi dan perizinan tenaga kesehatannya harus memiliki
surat izin praktek atau surat izin kerja sesuai SIK -TPKA dan
peraturan yang berlaku.
(4)

Untuk tenaga kesehatan lainnya yang belum ada peraturan
registrasi dan perizinan tenaga kesehatannya, wajib memiliki
SIK-TPKA.

(5) Dokter ...

(5)

Dokter dan dokter gigi yang memberikan pelayanan pengobatan
komplementer-alternatif hanya dapat memiliki maksimal 3 (tiga)
ST-TPKA sesuai ketentuan Surat Izin Praktik Dokter/ Dokter
Gigi.

(6)

Tenaga

kesehatan

lainnya

yang

memberikan

pelayanan

pengobatan komplementer-alternatif hanya dapat memiliki 1
(satu) ST-TPKA/SIK-TPKA.
(7)

Blanko ST-TPKA/SIK-TPKA berwarna biru.

Pasal 26
(1)

Untuk

memperoleh

ST-TPKA/SIK-TPKA

di

wilayah

Kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dokter, dokter
gigi

dan

tenaga

kesehatan

lainnya

harus

mengajukan

permohonan kepada Kepala Dinas dengan melampirkan :
a. fotokopi identitas diri (KTP/SIM/Paspor) yang masih berlaku;
b. fotokopi SBR-TPKA yang masih berlaku;
c. fotokopi Surat Izin Praktik/Surat Izin Kerja tenaga kesehatan
yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d. fotokopi ijazah pendidikan tenaga pengobatan komplementeralternatif

yang

disahkan

oleh

pimpinan

penyelenggara

pendidikan yang bersangkutan;
e. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP;
f. pas foto terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar;
g. surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyatakan tanggal mulai bekerja, untuk yang bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatan;
h. surat keterangan telah menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan
luar negeri.
i. untuk warga negara asing melampirkan juga Fotokopi Surat
Izin Praktik di negaranya.
(2)

Bentuk permohonan ST-TPKA/SIK-TPKA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam formulir VII Lampiran Peraturan
Walikota ini.

(3) Bentuk ...

(3)

Bentuk format ST-TPKA/SIK-TPKA tercantum dalam formulir
VIII.a dan VIII.b Lampiran Peraturan Walikota ini.

(4)

Untuk pembuatan ST-TPKA/SIK-TPKA dilakukan survei untuk
menilai sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

(5)

Bentuk format survey untuk pembuatan ST-TPKA/SIK-TPKA
tercantum dalam formulir IX Lampiran Peraturan Walikota ini.

Bagian Kedua
Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif Asing
Pasal 27
(1)

Tenaga

asing

yang

melaksanakan

komplementer-alternatif

dilarang

pelayanan

untuk

pengobatan

melakukan

praktik

perorangan/berkelompok.
(2)

Tenaga asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh
melaksanakan

pelayanan

pengobatan

dengan

prinsip

alih

teknologi dalam bidang pengobatan komplementer-alternatif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3)

Tenaga asing setelah memperoleh SBR-TPKA dari provinsi, harus
mengajukan permohonan SIK-TPKA kepada Kepala Dinas.

Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Pelayanan Pengobatan Komplementer Alternatif
Pasal 28
(1)

Pengobatan komplementer alternatif dilakukan sebagai upaya
pelayanan yang berkesinambungan mulai dari peningkatan
kesehatan

(promotif),

pencegahan

penyakit

(preventif),

penyembuhan penyakit (kuratif), dan atau pemulihan kesehatan
(rehabilitatif).
(2)

Dokter,

dokter

gigi

dan

tenaga

kesehatan

lainnya

yang

memberikan pelayanan pengobatan kompplementer alternatif
tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan biomedik maka yang
bersangkutan dinyatakan sebagai tenaga yankestrad.

(3) Dalam ...

(3)

Dalam pelaksanaan pengobatan komplementer alternatif harus
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan kesehatan
komplementer

alternatif

dengan

melakukan

anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosa, terapi dan
proses rujukan.
(4)

Hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan
dan sesuai dengan metode/keilmuannya.

(5)

Dalam melaksanakan kewenangannya, dokter, dokter gigi dan
tenaga

kesehatan

lainnya

yang

melakukan

pelayanan

pengobatan komplementer alternatif berkewajiban untuk :
a. menghormati hak klien;
b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani atau belum
selesai ditangani dengan sistem rujukan yang berlaku;
c. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi
klien;
d. memberikan informasi dalam lingkup pelayanan pengobatan
komplementer alternatif;
e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
f.

melakukan pencatatan dengan baik.

BAB VI
PERIZINAN GRIYA KESEHATAN TRADISIONAL
Pasal 29
(1)

Pelayanan kesehatan tradisional yang jumlah tenaga yankestrad
dan/atau tenaga TPKA melebihi 3 orang harus mengajukan Izin
Griya Kesehatan tradisional.

(2)

Untuk

memperoleh

Izin

Griya

Kesehatan

tradisional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan
pelayanan

Perizinan

Terpadu

(BPMP2T)

Kota

dengan

melampirkan :
a. surat

permohonan

ke

Badan

Penanaman

Modal

dan

pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T) Kota di atas materai
Rp. 6000,-;

b. KTP ...

b. KTP Pemohon;
c. pas foto berwarna 4 x 6 sebanyak 2 lembar;
d. fotokopi

usaha

perseorangan

atau

berbadan

usaha

(melampirkan Akte Pendirian Usaha);
e. rekomendasi dari Dinas;
f. peta lokasi dan denah ruangan;
g. fotokopi IPR dan IMB;
h. fotokopi surat izin gangguan (HO);
i. dokumen

lingkungan

SPPL

(MOU

untuk

pembuangan

limbah);
j. status bangunan (milik/perjanjian kontrak);
k. profil griya tradisional yang akan didirikan meliputi struktur
organisasi, kepengurusan, daftar tenaga meliputi jumlah
dan jenisnya, sarana dan prasarana, peralatan serta jenis
pelayanan yang diberikan.
(3)

Rekomendasi Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf e, diberikan setelah dilakukan survei untuk menilai
metode, sarana, peralatan, tempat/ruang dan obat sesuai
ketentuan yang berlaku.

(4)

Format permohonan Griya Kesehatan Tradisional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam Formulir X Lampiran
Peraturan Walikota ini.

(5)

Format Survei Griya Kesehatan Tradisional tercantum dalam
Formulir XI Peraturan Walikota ini.

Pasal 30
(1)

Izin penyelenggaraan griya tradisional wajib diperpanjang setiap
5 (lima) tahun.

(2)

Persyaratan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), sema dengan saat pengajuan pertama.

(3)

Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus diajukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
sebelum masa berlaku izin berakhir.

(4) Apabila ...

(4)

Apabila terjadi pergantian penanggungjawab pelayanan agar
dilaporkan ke Dinas.

(5)

Griya tradisional wajib membuat laporan kegiatan setiap 4
(empat) sekali kepada Puskesmas setempat dengan tembusan
ditujukan kepada Kepala Dinas, sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XIII.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
(1)

Dinas

melakukan

pembinaan

dan

pengawasan

terhadap

Pelayanan Kesehatan Tradisonal dan Pengobatan Komplementer
Alternatif.
(2)

Pembinaan

dan

pengawasan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu, manfaat dan
keamanan pengobatan tradisional.
(3)

Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan secara bersama
dengan lintas sektor terkait dan mengikutsertakan organisasi
profesi di bidang kesehatan, asosiasi/ organisasi profesi dibidang
pelayanan

kesehatan

tradisonal

dan

lembaga

swadaya

masyarakat.
(4)

Puskesmas mempunyai tugas dan tanggungjawab membantu
Dinas

dalam

pemantauan

melaksanakan
terhadap

inventarisasi,

pelayanan

pembinaan

kesehatan

dan

tradisional

di

wilayah kerjanya.
(5)

Dinas dapat menetapkan larangan terhadap pengobat, tenaga
kesehatan tradisional dan dokter/dokter gigi yang memberikan
pelayanan

kesehatan

komplementer

alternatif

yang

membahayakan kesehatan.

BAB VIII ...

BAB VIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 32
(1)

Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas
dapat melakukan tindakan administratif terhadap pengobat
tradisioal, tenaga kesehatan tradisional, dokter/dokter gigi yang
memberikan pelayanan pengobatan komplementer alternatif
yang

melaksanakan

kegiatan

yang

tidak

sesuai

dengan

ketentuan dalam Peraturan Walikota ini.
(2)

Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berupa :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan, 2
minggu dan 1 minggu
c. penghentian

sementara

kegiatan

untuk

jangka

waktu

tertentu;
d. pencabutan izin tenaga Yankestrad dan TPKA;
e. rekomendasi pencabutan izin sarana tempat dilakukan
pelayanan

kesehatan

tradisional,

komplementer

dan

alternatif.

Pasal 33
Bagi tenaga kesehatan tradisional asing yang kegiatannya tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Walikota, maka izin sarana pelayanan
kesehatan

tradisional

yang

mensponsorinya,

direkomendasikan

dicabut.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) dan Pengobatan
Komplementer Alternatif (TPKA) yang sebelum Peraturan Walikota ini
ditetapkan telah memiliki izin, dan izin tersebut belum berakhir, maka
izin tersebut dinyatakan tetap berlaku sampai masa izinnya berakhir.

BAB X ...

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan
Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kota Depok.

Ditetapkan di Depok
pada tanggal 5 September 2013
WALIKOTA DEPOK

H. NUR MAHMUDI IS MA’IL
Diundangkan di Depok
pada tanggal 5 September 2013
SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK

Hj. ETY SURYAHATI
LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2013 NOMOR 33